Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH IMUNOLOGI III

Anti Toxoplasma IgM, Anti Toxoplasma IgG dan IgG Avidity

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas praktikum mata kuliah Imunologi III

Disusun oleh :

Lisdayanti 411115028
Shanti Apilia 411115029
Nadya Puspita Dewi 411115030
Aghnia Salma Asy Syifa 411115038
Lina Lestariandana 411115039

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHAMAD YANI CIMAHI

PROGRAM STUDI D3 – ANALIS KESEHATAN

2017
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah “Anti Toxoplasma
IgM, Anti Toxoplasma IgG dan IgG Avidity” sebagai pemenuhan tugas mata kuliah
Imunologi III.

Banyak sekali hambatan dalam penyusunan makalah ini baik itu masalah waktu,
sarana, dan lain-lain. Oleh sebab itu, selesainya makalah ini bukan semata-mata karena
kemampuan kami saja, banyak pihak yang mendukung dan membantu kami. Dalam
kesempatan ini kami selaku penyusun makalah mengucapkan terimakasih kepada pihak-
pihak yang memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan
makalah ini.

Kami berharap makalah ini nantinya dapat berguna bagi para pembaca. Apabila
ada kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah, kami mengharapkan kritik
dan saran yang membangun agar dapat lebih baik lagi.

Cimahi, 10 April 2017

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................................1

B. Tujuan.............................................................................................................................2

C. Rumusan Masalah...........................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................3

BAB III PEMERIKSAAN.........................................................................................................4

A. Pemeriksaan Anti Toxoplasma gondii IgG metode ELISA..........................................84

B. Pemeriksaan Toxoplasma IgM metode IFA.................................................................94

C. Pemeriksaan IgG Avidity............................................................................................104

BAB V KESIMPULAN.........................................................................................................136

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................147

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di negara beriklim lembab, penyakit parasit masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang cukup serius. Salah satu di antaranya adalah infeksi
protozoa yang ditularkan melalui tubuh kucing. Infeksi penyakit yang ditularkan
oleh kucing ini mempunyai prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada masyarakat
yang mempunyai kebiasaan makan daging mentah atau kurang matang. Di
Indonesia faktor-faktor tersebut disertai dengan keadaan sanitasi lingkungan dan
banyaknya sumber penularan (Sasmita dkk, 1988).
Toksoplasmosis, suatu penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii,
merupakan penyakit parasit pada manusia dan juga pada hewan yang menghasilkan
daging bagi konsumsi manusia (Konishi dkk, 1987). Toxoplasma gondii pertama
kali ditemukan pada binatang mengerat (Cytenodactylus gundi) di Afrika pada tahun
1908 (Levine, 1985). Toxoplasma gondii termasuk Genus Toxoplasma; Subfamili
Toxoplasmatinae; Famili Sarcocystidae; Subkelas Coccidia; Kelas Sporozoa; Filum
Apicomplexa (Soulsby, 1982). Toxoplasma gondii dibedakan menjadi lima tipe,
masing-masing tipe terdiri atas berbagai galur, dapat diisolasi di tempattempat dari
berbagai belahan dunia. Setiap tipe memiliki karakteristik biologik dan patogenitas
yang berbeda (Chandra, 2002).
Infeksi yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii tersebar di seluruh dunia,
pada hewan berdarah panas dan mamalia lainnya termasuk manusia sebagai hospes
perantara, kucing dan berbagai jenis Felidae lainnya sebagai hospes definitif (WHO,
1979). Infeksi Toxoplasma tersebar luas dan sebagian besar berlangsung
asimtomatis, meskipun penyakit ini belum digolongkan sebagai penyakit parasiter
yang diutamakan pemberantasannya oleh pemerintah, tetapi beberapa penelitian
telah dilakukan di beberapa tempat untuk mengetahui derajat distribusi dan
prevalensinya. Indonesia sebagai negara tropik merupakan tempat yang sesuai untuk
perkembangan parasit tersebut. Keadaan ini ditunjang oleh beberapa factor seperti
sanitasi lingkungan dan banyak sumber penularan terutama kucing dan sebangsanya
(Felidae) (Adyatma, 1980 ; Levine, 1990).

1
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui penyakit Toksoplasmosis dan pemeriksaan Toksoplasmosis

1.3 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan penyakit Toksoplasmosis?
2. Apa saja pemeriksaan untuk penyakit Toksoplasmosis?

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Toxoplasma gondii adalah suatu protozoa obligat intraselular yang
menginfeksi burung dan beberapa jenis mamalia terutama kucing, di seluruh dunia.
Infeksi toxplasma gondii pada manusia dapat terjadi apabila mengkonsumsi
patogenini dalam bentuk kista (bradizoit) dalam daging yang telah terinfeksi dan
tak dimasak dengan baik, lewat kontak dengan sel-sel oosit dalam feses
kucing/binatang lain yang terinfeksi atau diperoleh secara kongenital lewat transfer
transplasental. Ookista dalam feses kucing dapat bertahan hingga bertahun-tahun.
2.2 Morfologi
Toxoplasma gondii merupakan protozoa obligat intraseluler, terdapat dalam
tiga bentuk yaitu takizoit (bentuk proliferatif), kista (berisi bradizoit) dan ookista
(berisi sporozoit). Bentuk takizoit menyerupai bulan sabit dengan ujung yang
runcing dan ujung lain agak membulat. Ukuran panjang 4-8 mikron, lebar 2-4
mikron dan mempunyai selaput sel, satu inti yang terletak di tengah bulan sabit dan
beberapa organel lain seperti mitokondria dan badan golgi.
Pada penyakit ini mempunyai 3 stadium bentuk yaitu takizoit, bradyzoite
dan sporozoite. Bentuk ini terdapat di dalam tubuh hospes perantara seperti burung
dan mamalia termasuk manusia dan kucing sebagai hospes definitif. Takizoit
ditemukan pada infeksi akut dalam berbagai jaringan tubuh. Takizoit berbentuk
seperti bulan sabit, terjadi selama stadium akut, dan menginvasi sel yang
berinti.Pada bradyzoite ditemukan di jaringan otak dan otot, pada pemeriksaan
mikroskopis memiliki penampakan seperti tachyzoite. Sporozoite terbentuk setelah
tahap reproduksi seksual dan merupakan stadium infektif.

Takizoit Bradizoit Ookista

3
1. Bentuk Takizoit (Bentuk Poriferatif)
Takizoit memiliki ciri-ciri: a) menyerupai bulan sabit dengan ujung yang
runcing dan ujung lain agak membulat. b) Ukuran panjang 4 - 8 mikron, lebar 2
- 4 mikron dan mempunyai selaput sel, satu inti yang terletak di tengah bulan
sabit dan beberapa organel lain seperti mitokondria dan badan golgi. c) Tidak
mempunyai kinetoplas dan sentrosom serta tidak berpigmen. Bentuk ini terdapat
di dalam tubuh hospes perantara seperti burung dan mamalia termasuk manusia
dan kucing sebagal hospes definitif. d) Takizoit ditemukan pada infeksi akut
dalam berbagai jaringan tubuh. e) Takizoit dapat memasuki tiap sel yang berinti.
2. Bentuk Kista (Berisi Bradizoid)
Memiliki cirri-ciri : a) Kista dibentuk di dalam sel hospes bila takizoit yang
membelah telah membentuk dinding. b) Ukuran kista berbeda-beda, ada yang
berukuran kecil hanya berisi beberapa bradizoit dan ada yang berukuran 200
mikron berisi kirakira 3000 bradizoit. c) Kista dalam tubuh hospes dapat
ditemukan seumur hidup terutama di otak, otot jantung, dan otot bergaris. d) Di
otak bentuk kista lonjong atau bulat, tetapi di dalam otot bentuk kista mengikuti
bentuk sel otot.
3. Bentuk Ookista (Berisi Sporozoid)
Memiliki ciri-ciri : a) Ookista berbentuk lonjong, berukuran 12,5 mikron. b)
Ookista mempunyai dinding, berisi satu sporoblas yang membelah menjadi dua
sporoblas. c) Pada perkembangan selanjutnya ke dua sporoblas membentuk
dinding dan menjadi sporokista. d) Masing-masing sporokista tersebut berisi 4
sporozoit yang berukuran 8 x 2 mikron dan sebuah benda residu.

2.3 Siklus hidup


Daur hidup Toxoplasma gondii melalui dua siklus yaitu siklus enteroepitel
dan siklus ekstraintestinal. Siklus enteroepitelial di dalam tubuh hospes definitif
seperti kucing. Siklus ekstraintestinal pula di dalam tubuh hospes perantara seperti
manusia, kambing dan domba. Pada siklus ekstraintestinal, ookista yang keluar
bersama tinja kucing belum bersifat infektif. Setelah mengalami sporulasi, ookista
akan berisi sporozoit dan menjadi bentuk yang infektif. Manusia dan hospes
perantara lainnya akan terinfeksi jika tertelan bentuk ookista tersebut.

4
Di dalam ileum, dinding ookista akan hancur sehingga sporozoit bebas.
Sporozoit-sporozoit ini menembus mukosa ileum dan mengikuti aliran darah dan
limfa menuju berbagai organ tubuh seperti otak, mata, hati dan jantung. Sporozoit
bebas akan membentuk pseudokista setelah berada dalam sel organ-organ tersebut.
Pseudokista tersebut berisi endozoit atau yang lebih dikenal sebagai takizoit.
Takizoit akan membelah, kecepatan membelah takizoit ini berkurang secara
berangsur kemudian terbentuk kista yang mengandung bradizoit. Bradizoit dalam
kista biasanya ditemukan pada infeksi menahun (infeksi laten).
2.4 Cara Penularan
Manusia dapat terinfeksi oleh Toxoplasma gondii dengan berbagai cara.
Pada Toksoplasmosis kongenital, transmisi toksoplasma kepada janin terjadi
melalui plasenta bila ibunya mendapat infeksi primer waktu hamil. Pada
Toksoplasmosis akuista, infeksi dapat terjadi bila makan daging mentah atau kurang
matang ketika daging tersebut mengandung kista atau trofozoit Toxoplasma gondii.
Tercemarnya alat-alat untuk masak dan tangan oleh bentuk infektif parasit ini pada
waktu pengolahan makanan merupakan sumber lain untuk penyebaran Toxoplasma
gondii.
Pada orang yang tidak makan daging pun dapat terjadi infeksi bila ookista
yang dikeluarkan dengan tinja kucing tertelan. Kontak yang sering terjadi dengan
hewan terkontaminasi atau dagingnya, dapat dihubungkan dengan adanya
prevalensi yang lebih tinggi di antara dokter hewan, mahasiswa kedokteran hewan,
pekerja di rumah potong hewan dan orang yang menangani daging mentah seperti
juru masak (Chahaya, 2003). Juga mungkin terinfeksi melalui transplantasi organ
tubuh dari donor penderita Toksoplasmosis laten kepada resipien yang belum
pernah terinfeksi Toxoplasma gondii. Infeksi juga dapat terjadi di laroratorium pada
orang yang bekerja dengan binatang percobaan yang diinfeksi dengan Toxoplasma
gondii yang hidup. Infeksi dengan Toxoplasma gondii juga dapat terjadi waktu
mengerjakan autopsi.

5
2.5 Gejala

Gejala yang timbul pada infeksi toksoplasma tidak khas, sehingga penderita
sering tidak menyadari bahwa dirinya telah terkena infeksi. Tetapi sekali terkena
infeksi toksoplasma maka parasit ini akan menetap (persisten) dalam bentuk kista
pada organ tubuh penderita selama siklus hidupnya. Gejala klinis yang paling
sering dijumpai yaitu pembesaran kelenjar getah bening (limfe) dikenal sebagai
limfadenopati, yang dapat disertai demam. Gejala toksoplasmosis akut yang lain
demam, kaku leher, nyeri otot (myalgia), nyeri sendi (arthralgia), ruam kulit dan
urticaria.Hepatosplenomegali atau hepatitis. Wujud klinis toksoplasmosis yang
paling sering pada anak adalah infeksi retina (korioretinitis), biasanya akan timbul
pada usia remaja atau dewasa. Pada anak, juling merupakan gejala awal dari
korioretinitis. Bila makula terkena, maka penglihatan sentralnya akan terganggu.
Pada penderita dengan imunodefisiensi seperti penderita cacat imun, penderita
kanker, penerima cangkok jaringan yang mendapat pengobatan imunosupresan,
dapat timbul gejala ringan sampai berat susunan saraf pusat seperti ensefalopati,
meningoensefalitis, atau lesi massa otak dan perubahan status mental, nyeri kepala,
kelainan fokal serebral dan kejang-kejang, bahkan pada penderita AIDS seringkali
mengakibatkan kematian.

6
2.6 Pencegahan Toksoplasmosis

Pencegahan toxoplasma gondii itu sendiri dapat dilakukan dengan berbagai cara
seperti :

1. Hindari mengkonsumsi daging mentah atau setengah matang, serta buah dan
sayuran yang belum dicuci.
2. Cuci alas memotong, piring, serta alat memasak lainnya dengan air panas setelah
kontak dengan daging mentah.
3. Masak air sampai mendidih serta hindari meminum susu yang belum di
pasteurisasi.
4. Sedapat mungkin kendalikan serangga-serangga yang dapat menyebarkan
kotoran kucing seperti, lalat dan kecoa.
5. Jika memiliki hewan peliharaan kucing, jangan biarkan berkeliaran di luar
rumah yang memperbesar kemungkinan kontak dengan toxoplasma.
6. Mintalah anggota keluarga lain untuk membantu membersihkan kucing
termasuk memandikannya, mencuci kandang dan tempat makannya.
7. Beri makan kucing dengan makananan yang sudah dimasak dengan baik.
8. Lakukan pemeriksaan berkala terhadap kesehatan kucing.
9. Gunakan sarung tangan ketika akan membersihkan kotoran kucing.
10. Cuci tangan sebelum makan dan setelah berkontak dengan daging mentah, tanah
atau kucing.
11. Gunakan sarung tangan jika akan berkebun

7
BAB III
PEMERIKSAAN

Diagnosis penyakit toksoplasma umumnya ditegakkan karena adanya


kecenderungan yang mengarah pada penyakit tersebut, antara lain adanya riwayat
infertilitas, abortus, lahir mati, kelainan bawaan dan memelihara binatang berbulu,
misalnya kucing.

Pemeriksaan yang digunakan saat ini untuk mendiagnosis toxoplasma adalah


pemeriksaan serologis diantaranya :
1. Pemeriksaan Anti Toxoplasma gondii IgG metode ELISA
a. Prinsip
Toxoplasma gondii IgG ELISA adalah tes imunoanalitik. Antigen homogen
sudah ada di setiap well dari strip mikrotiter. Antibodi spesifik yang ada dalam
sampel pasien berikatan selama tahap inkubasi pertama. Setelah menghilangkan
material yang tidak terikat dengan pencucian, keberadaan antibodi spesifik
dideteksi menggunakan konjugat IgG anti-manusia selama inkubasi kedua.
Konjugat perokside yang tidak terikat kemudian dihilangkan dan ditambahkan
substrat TMB, hasil berupa warna biru. Reaksi enzim dihentikan dengan
penambahan stop solution. Intensitas warna diukur yang sebanding dengan
konsentrasi antibodi dalam sampel.
b. Cara kerja
- Siapkan reagen dan sampel
- Masukan 100µl ke well sampel/kontrol
- Inkubasi 60 menit dalam inkubator 370C
- Cuci 4x (300µl/well)
- Masukan 100µl peroxidase konjugat
- Inkubasi 30 menit dalam inkubator 370C
- Cuci 4x (300µl/well)
- Masukan 100µl substrate kromogen (TMB)
- Inkubasi 15 menit pada suhu ruang

8
- Masukan 100µl stop solution
- Ukur absorbansi pada panjang gelombang 450 nm dalam 10 menit
c. Interpretasi hasil
Sample Positivity Index = Sample OD value
Index value Cut Interpretation
off value
< 0.9 Negative (-)
0.9 – 1.1 Equivocal (+/-)
> 1.1 Positive (+)

2. Pemeriksaan Toxoplasma IgM metode IFA


a. Prinsip
Sistem tes T. gondii IgM dibuat untuk mendeteksi antibodi IgM terhadap
antigen T. gondii. Pemeriksaan menggunakan organisme T. gondii dan flourosens
berlabel IgM anti-manusia.
b. Cara kerja
- Pastikan semua reagen mencapai suhu kamar 20-25ᴼC
- Lakukan pengenceran sampel 1:10
- Identifikasi setiap sampel pasien dan control
- Masukan 20 µl kontrol dan sampel ke well
- Inkubasi pada suhu kamar 35-37ᴼC selama 1 jam
- Cuci perlahan dengan PBS
- Cuci slide sebanyak 2 kali dengan jarak 5 menit, ganti PBS dengan pencuci
- Hilangkan PBS dari slide. Cuci slide dengan air distilasi dan keringkan slide di
udara.
- Tambahkan 20 µl konjugat ke dalam well. Inkubasi 35-37ᴼC selama 30 menit
± 5 menit
- Ulangi tahap 6-8
- Tambahkan 3-5 tetes media entelan ke sumur dan coverslip
- Periksa slide dengan mikroskop fluoresent

9
c. Interpretasi hasil
<1:10 (Negatif) = Tidak terdeteksi adanya antibodi terhadap T.gondii,
mengindikasikan bukan infeksi primer atau tidak
terinfeksi T.gondii.
>1:10 (Positif) = Terdapat antibodi terhadap T.gondii, mengindikasikan
infeksi primer atau infeksi baru T.gondii.
3. Pemeriksaan IgG avidity
a. Prinsip
Sumur strip mikrotiter dilapisi dengan antigen Toxoplasma diinkubasi dengan
spesimen serum encer (pemipetan dual). Setelah satu sumur tersebut dicuci
diinkubasi dengan reagen aviditas dan sumur yang sesuai dengan buffer pencuci.
Pada langkah ini antibodi aviditas rendah dikeluarkan dari antigen sedangkan
aviditas tinggi yang masih terikat pada antigen spesifik.
IgG anti manusia berlabel peroksidase ditambahkan. Immunkompleks
divisualisasikan dengan TMB untuk menghasilkan produk reaksi biru. Hentikan
solusi ditambahkan untuk menghentikan reaksi dan mengubah warna produk reaksi
menjadi kuning. Absorbansi pada 450 nm dibaca menggunakan pembaca plate sumur
ELISA
b. Cara kerja
Dilakukan pemipetan dual dari sampel dan kontrol serum:
Tip bersih dan sekali pakai harus digunakan untuk membagikan sampel kontrol dan
serum.
1. Sumur A1 / A2 digunakan untuk substrat kosong.
2. Membongkar kontrol kinerja 100 μl di sumur B1 / B2.
3. Dispense sampel serum 100μl encer (1 + 100) pada sumur C1 / C2. Keluarkan
sampel serum 100μl encer (1 + 100) di sumur D1 / D2 dll Tutup sumur dengan foil.
4. Inkubasi selama 1 jam ± 5 menit pada suhu 37 ° C ± 1 ° C
5. Saat inkubasi telah selesai, lepaskan foil, aspasikan isi sumur dan cuci setiap
sumur tiga kali dengan 300μl larutan pencuci. Hindari meluap dari sumur reaksi.
Waktu rendam antara masing-masing siklus cucian harus> 5 dtk. Pada akhir dengan
hati-hati lepaskan cairan yang tersisa dengan mengetuk strip pada kertas tisu sebelum
langkah selanjutnya! (Lihat langkah 4)

10
Catatan: Pencucian sangat penting! Hasil pencucian yang tidak baik akan
menghasilkan ketepatan yang buruk.
6. Ambil 100μl reagen Avidity di sumur B1, C1, D1, E1 dll. Ambil 100μl larutan
encer (1 + 19) di sumur B2, C2, D2, E2 dll.
7. Inkubasi tepat selama 5 menit pada suhu kamar (+20 sampai + 25 ° C).
8. Ulangi langkah 5.
9. Ambil 100 μl Toxoplasma anti-IgG Konjugasi ke semua sumur kecuali sumur
kosong (A1 / A2). Tutup dengan foil.
10. Mengikuti instruksi 6. - 11. yang disebutkan dalam paket insert toxoplasma
gondii IgG ELISA
c. Interpretasi hasil
 Kriteria validasi assay
Agar pengujian dianggap valid, kriteria berikut harus dipenuhi:
- Substrat kosong pada A1 / A2 : Nilai absorbansi lebih rendah dari 0,100.
- Kontrol kinerja di B1 / B2 : Avidity (%): nilai dan rentang yang tepat
ditunjukkan pada label
Jika kriteria ini tidak terpenuhi, tesnya tidak valid dan harus diulang.
 Perhitungan Hasil
Dengan sampel pasien memiliki nilai absorbansi lebih rendah daripada cut-off
yang ditentukan oleh NovaTec Toxoplasma gondii IgG ELISA reguler anda
mungkin tidak dilanjutkan. Sampel ini tidak mengandung antibodi terhadap
Toxoplasma sama sekali atau konsentrasi antibodi IgG Toxoplasma yang rendah.
Untuk mengevaluasi IgG avidity. Untuk setiap sampel atau kontrol pasien hitung
rasio antara absorbansi dengan baik yang disalurkan dengan aviditas pereaksi dan
absorbansi sumur yang disalurkan dengan buffer Cuci dikalikan 100:
Penyerapan (sampel atau kontrol) Pereaksi aviditas x100 = Avidity (%)
Penyerapan (sampel atau kontrol) Pembersih pencuci (diencerkan 1 + 19)
Sampel atau kontrol dengan absorbansi lebih besar dari rentang pengukuran
pembaca ELISA (over f / error) pada 450 nm absorbansi sampel ini harus dibaca
pada 405 nm. Perhitungan Avidity (%) sama dengan 450 nm.

11
 Interpretasi Hasil
Avidity (%) > 40 Toksoplasmosis antibodi dengan aviditas tinggi  Infeksi
sebelumnya
Avidity (%) ≤ 40 Antibodi toksoplasmosis dengan aviditas rendah  Infeksi
akut atau baru-baru ini

12
BAB IV
KESIMPULAN

Toxoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa Toxoplasma


gondii. Toksoplasmosis berbahaya bagi janin bila ibu terinfeksi pada saat hamil,
khususnya trimester pertama. Gejalanya tidak spesifik sehingga perlu pemeriksaan
laboratorium. Pada pemeriksaan awal kehamilan bila IgG & IgM negatif, hindarilah
sumber infeksi yang dapat menyebabkan ibu tertular dan selanjutnya perlu dilakukan
pemantauan sepanjang kehamilan, bila igG dan IgM positif belum tentu terinfeksi. Tes
lanjutan IgG avidity dapat memperkirakan kapan terjadinya infeksi (sebelum atau pada
saat hamil).

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Gandahusada. (2006). Diagnosis prenatal toksoplasmosis kongenital dan


pencegahannya. Jakarta : Kedokteran Indonesia.
2. Juanda. (2006). Akibat dan Solusi infeksi TORCH. Solo : Wangsa Jatra Lestari.
3. Zrofikoh. (2008). Dasar Biologis & Klinis Penyakit Infeksi. Yogyakarta : Gajah
Mada University Press.
4. Yurisma, risti. (2012). Toxoplasmosis. 15 April 2017.
http://simtakp.uui.ac.id/dockti/RISTI_YURISMA-kti.pdf.
5. Ernawati. (2011). Toxoplasmosis, terapi dan pencegahannya. 15 April 2017.
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol%20Edisi%20Khusus
%20Desember%202011/TOXOPLASMOSIS.pdf.
6. Chandra, Galantia. Toxoplasma gondii: Aspek Biologi, epidemiologi, Diagnosis,
dan Penatalaksanaannya. Aventis Pharma Indonesia.
7. Kaye, Alyson. 2011.Toxoplasmosis: diagnosis, Treatment, and Prevention in
Congenitally Exposed infant. Journal of Pediatric Health Care vol 25(6) hal 355-
364
8. Pohan, Herdiman T.1999.Toksoplasmosis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
I. Balai Penerbit FKUI, Jakarta hal. 508-512
9. Iskandar T, A Husein dan S Widjajanti 2001. Isolasi penyebab Toxoplasma
gondii dan parasit lain dari feses kucing (Felidae). Prosiding Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. 767-772

14

Anda mungkin juga menyukai