Anda di halaman 1dari 4

Osteoporosis pada Wanita Lansia

Osteoporosis dapat dibedakan menjadi osteoporosis primer dan osteoporosis


sekunder. Osteoporosis primer merupakan sindrom osteoporosis yang terjadi pada wanita
pascamenopause, hal ini terjadi karena berkurangnya hormon estrogen yang bertugas
membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang. Gejalanya bisa timbul pada usia
51-75 tahun, meskipun tidak semua perempuan memiliki risiko yang sama untuk terkena
penyakit ini.

Sering kali proses penurunan kepadatan tulang terjadi secara perlahan dan tidak
menimbulkan gejala. Itu sebabnya osteoporosis kerap disebut the silent disease. Jika
kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi melemah, keropos, lebih rentan
retak, akan timbul nyeri dan kelainan bentuk tulang. beberapa kondisi berikut dapat
menjadi gejala terjadinya osteoporosis, antara lain sakit punggung, postur tubuh bungkuk,
menurunnya tinggi badan, lebih sering mengalami cedera/keretakan tulang. Keretakan
biasanya terjadi pada tulang belakang, pergelangan tangan, lengan, atau tulang pangkal paha.

Saat muda, tulang manusia beregenerasi dengan cepat serta berada dalam kondisi paling
padat dan kuat. Namun seiring pertambahan usia, tulang lama tidak segera tergantikan
dengan tulang baru dan tidak lagi bertumbuh. Hal ini membuat tulang secara perlahan
menjadi lebih rapuh dari waktu ke waktu. Pada lansia hal ini menyebabkan kesulitan dalam
melakukan aktifitasnya. Pada lansia yang mengalami osteoporosis, timbul ketakutan untuk
memulai aktivitas fisik sebab merasa tulangnya tak mampu lagi menopang pergerakan
tubuh. Padahal hal ini tak sepenuhnya benar. Justru lansia yang
menderita osteoporosis harus lebih aktif bergerak.

Pengaruh Estrogen pada Osteoporosis

Perubahan kadar hormon dapat memengaruhi kepadatan tulang. Pada wanita,


hormon estrogen dibutuhkan untuk menjaga kesehatan tulang. Namun yang terjadi
setelah menopause adalah penurunan kadar estrogen dalam tubuh yang turut
mengakibatkan penurunan kepadatan tulang secara drastis. Ini mengakibatkan wanita lebih
berisiko terkena osteoporosis dibandingkan pria, terutama jika memiliki kondisi berikut ini:

 Tidak mengalami siklus menstruasi dalam waktu lama (lebih dari enam bulan) akibat
olahraga atau diet yang berlebihan.
 Mengalami menopause dini (sebelum usia 45).

 Menjalani histerektomi (operasi pengangkatan rahim) sebelum usia 45, terutama jika
kedua ovarium juga diangkat.

Tulang merupakan jaringan yang terus menerus melakukan regenerasi komponen-


komponen ekstrasel dengan cara menghancurkan komponen tulang yang sudah tua dan
menggantikannya dengan yang baru. Proses ini disebut remodeling tulang, yang melibatkan
kerja sel-sel tulang tertentu. Sel-sel dalam tulang yang terutama berhubungan dengan
pembentukan dan resorpsi tulang ialah osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Remodeling
tulang dipengaruhi oleh hormon estrogen. Hormon ini menekan resorpsi tulang sehingga
dapat menghambat proses kerapuhan tulang. Efek antiresorptif tersebut dapat pula
dihasilkan melalui kerjanya pada osteoblas, yang secara tidak langsung mempengaruhi
aktivitas osteoklas. Estrogen terbukti dapat mengurangi laju penurunan massa tulang dan
risiko fraktur pada wanita dengan osteoporosis.

Penatalaksanaan Osteoporosis

Penatalaksanaan osteoporosis bertujuan untuk mencegah kehilangan tulang lebih lanjut dan
mencegah terjadinya fraktur patologis. Insidensi fraktur panggul dapat berkurang 20-25%
jika osteoporosis ditangani dengan tepat. Pilihan penatalaksanaan terdiri atas
medikamentosa dan nonmedikamentosa. Tata laksana medikamentosa meliputi hormonal
atau nonhormonal. Pada prinsipnya terapi bekerja menghambat resorpsi tulang atau
meningkatkan pembentukan tulang.

Terapi Hormonal

Terapi sulih hormon atau hormone replacement therapy (HRT) merupakan pemberian hormon


estrogen sintetis dosis kecil untuk mengurangi berbagai gejala menopause yang didasari oleh
penurunan kadar estrogen dalam tubuh. Terapi sulih hormon dapat diberikan saat menjelang

Terapi sulih hormon dapat bermanfaat untuk mengurangi gejala yang disebabkan oleh
perubahan hormon saat menopause. Terapi sulih hormon tidak dapat diberikan untuk
semua wanita menopause. Terapi sulih hormon dapat memberikan efek samping seperti
peningkatan risiko kanker, tromboemboli dan gangguan kandung empedu. Oleh karena itu
pemberian terapi sulih hormon harus dievaluasi secara berkala.

Nonhormonal

Terapi nonhormonal yang dapat dilakukan meliputi  suplementasi vitamin D, dan kalsium.

Suplementasi Vitamin D dan Kalsium

Rekomendasi yang ada menyarankan suplementasi vitamin D dan kalsium secara rutin untuk
mencegah risiko terjadinya fraktur. American Geriatric Society menyarankan lansia >65
tahun diberikan suplementasi vitamin D minimal 1000 IU/hari dan kalsium 1000-1200
mg/hari sedangkan Endocrine Society, Amerika Serikat, menyarankan dosis vitamin D yang
lebih tinggi sebesar 1500-2000 IU.

Nonmedikamentosa

Tata laksana nonmedikamentosa meliputi pemberian edukasi, olahraga dan peningkatan


aktivitas fisik, pemakaian fitting brace, serta larangan merokok dan pembatasan konsumsi
alkohol.

Olahraga dan Peningkatan Aktivitas Fisik

Latihan fisik disarankan untuk penderita osteoporosis bertujuan meningkatkan kepadatan


massa tulang dan mencegah fraktur di antaranya:

 Senam osteoporosis

 Jalan kaki teratur: 50 menit/kali sebanyak 5 kali/minggu dengan kecepatan sekitar


4,5 km/jam

 Latihan kekuatan otot: latihan menggunakan barbel kecil atau mesin latih beban
yang berpusat melatih daerah panggul, paha, bahu, lengan serta pergelangan tangan

 Latihan ekstensi punggung serta latihan keseimbangan dan kelincahan[9]

Latihan fisik yang dilarang untuk penderita osteoporosis meliputi:

 Aktivitas dengan pembebanan pada tulang punggung: senam aerobik benturan


keras, jogging, lari, lompat
 Aktivitas dengan gerakan membungkuk serta fleksi punggung: sit-up, crunch,
mendayung, meraih jari kaki

 Aktivitas dengan gerakan tungkai ke samping atau badan silang dengan


menggunakan beban

 Aktivitas fisik dengan risiko jatuh tinggi

Tidak Merokok dan Konsumsi Alkohol

Anjurkan penderita osteoporosis untuk berhenti merokok dan berhenti mengonsumsi


alkohol. The American Association of Clinical Endocrinologists menyarankan pembatasan
alkohol maksimal 2 unit per hari.

Anda mungkin juga menyukai