BAB 1. PENDAHULUAN
Kwarsiorkor merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Kwarsiorkor disebabkan karena
defisiensi makronutrient (zat gizi makro). Meskipun sekarang ini terjadi permasalahan pada status gizi
dari defisiensi makronutrient kwarsiorkorada defisiensi mikronutrient, tetapi beberapa daerah di
indonesia prevalensi kwarsiorkormasih tinggi (> 30%) sehingga memerlukan penanganan intensif dalam
upaya penurunan prevalensi kwarsiorkor. Kwashiorkor atau yang biasa disebut busung lapar adalah
sindrom klnis akibat dari defisiensi protein berat dan masukan kalori tidak cukup. Akibat defisiensi
vitamin dan mineral dapat menimbulkan tanda dan gejala seperti tinggi dan berat bedan tidak sesuai
dengan anak seusianya dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang berlebihan atau kenaikan
angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik. Walaupun penambahan tinggi dan berat
dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak akan pernah sama dengan tinggi dan berat badan anak
yang secara tetap bergizi baik.
Penyakit akibat kwarsiorkor ini dikenal dengan kwashiorkor. Kwashiorkor disebabkan karena kurang
protein. Adapun yang menjadi penyebab langsung terjadinya kwarsiorkor adalah konsumsi yang kurang
dalam jangka waktu yang lama. Pada orang dewasa, kwarsiorkor timbul pada anggota keluarga
rumahtangga miskin olek karena kelaparan akibat gagal panen atau hilangnya mata pencaharian. Bentuk
berat dari kwarsiorkor di beberapa daerah di Indonsia kwarsiorkor pernah dikenal sebagai penyakit
busung lapar atau ho (honger oedeem). Oleh karena itu, penting bagi perawat untuk mempelajari
penyakit kwashiorkor pada anak.
1.2 Rumusan Masalah
Dari rumusan masalah yang telah disebutkan, penulis kembali menetapkan tujuan dan manfaat
penulisan makalah ini di antaranya:
Manfaat dalam keperawatan adalah dengan adanya makalah ini di harapkan perawat akan memahami
mengenai pengertian, epidemiologi, klasifikasi, etiologi, tanda dan gejala, manifestasi klinis,
patofisiologi, komplikasi dan prognosis, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, pencegahan, serta
asuhan keperawatan terhadap anak dengan kwarshiorkor agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap
tindakan yang akan di lakukan oleh perawat terhadap klien.
BAB 2. PEMBAHASAN
Kwashiorkor adalah sindrom klnis akibat dari defisiensi protein berat dan masukan kalori tidak cukup.
Akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat menimbulkan tanda dan gejala seperti tinggi dan berat
bedan tidak sesuai dengan anak seusianya dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang
berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik. Walaupun penambahan
tinggi dan berat dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak akan pernah sama dengan tinggi dan
berat badan anak yang secara tetap bergizi baik (Behrman et all, 2000). Kwashiorkor ialah gangguan
yang disebabkan oleh kekurangan protein (Ratna Indrawati, 1994). Kwashiorkor juga disebut sebagai
defisiensi protein yang disertai defisiensi nutrien lainnya yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan
anak prasekolah (balita) (Ngastiyah, 1997). Kwashiorkor atau busung lapar adalah salah satu bentuk
sindroma dari gangguan yang dikenali sebagai Malnutrisi Energi Protein (MEP).
Kwashiorkor atau biasa lebih dikenal “busung lapar", pertama kali diperkenalkan oleh Dr Cecile Williams
pada tahun 1933 ketika ia berada di Gold Coast, Afrika. Saat itu, Dr Cecile Williams banyak menemui
anak-anak mengalami gejala busung lapar atau kwashiorkor. Istilah kwashiorkor berasal dari bahasa
setempat yang artinya “penyakit anak pertama yang timbul begitu anak kedua muncul". Dari beberapa
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kwashiorkor adalah satu bentuk malnutrisi yang disebabkan
oleh defisiensi protein yang berat akibat mengkonsumsi energi dan kalori tubuh yang tidak mencukupi
kebutuhan. Defisiensi protein sangat parah meskipun konsumsi energi atau kalori tubuh mencukupi
kebutuhan.
2.2 Epidemiologi
Kwashiorkor paling sering terjadi di negara yang belum berkembang atau masih dalam garis kemiskinan.
Negara-negara yang paling sering terdeteksi penyakit ini adalah negara-negara di benua Afrika.
Kwashiorkor cenderung terjadi di negara-negara dimana serat dan makanan digunakan untuk menyapih
bayi (misalnya umbi jalar, singkong, beras, kentang dan pisang) sedikit mengandung protein dan sangat
banyak mengandung zat tepung, misalnya di pedesaan Afrika, kepulauan Karibia, kepulauan Pasifik,
Amerika Tengah, Amerika Selatan, Asia Selatan, dan Asia Tenggara. Masyarakat yang berpenghasilan
rendah jarang mengkonsumsi protein yang bermutu baik terutama pada bahan makanan yang berasal
dari hewan seperti protein, susu, keju, telur, daging, dan ikan karena harganya yang mahal.
Biasanya, kwashiorkor ini lebih banyak menyerang bayi dan balita pada usia enam bulan sampai tiga
tahun. Usia paling rawan terkena defisiensi ini adalah dua tahun. Pada usia itu berlangsung masa
peralihan dari ASI ke pengganti ASI atau makanan sapihan.
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi MEP ditetapkan dengan perbandingan berat badan terhadap umur anak sebagai berikut.
a. Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan).
(MEP berat)
2.4 Etiologi
Kwashiorkor terjadi karena adanya defisiensi protein pada anak karena kandungan karbohidrat makanan
tersebut tinggi, tapi mutu dan kandungan proteinnya sangat rendah. Faktor yang paling mungkin adalah
menyusui, ketika ASI digantikan oleh asupan yang tidak adekuat atau tidak seimbang. Selain makanan
yang tidak mengandung protein, penyakit kwashiorkor juga dapat ditimbulkan karena gangguan
penyerapan protein, misalnya pada keadaan diare kronik, kehilangan protein secara tidak normal pada
proteinuria (nefrosis), infeksi, perdarahan atau luka-luka bakar, serta kegagalan melakukan sintesis
protein pada penyakit hati yang kronis. Kompartemen protein visceral akan mengalami deplesi yang
lebih parah pada kwashiorkor. Kehilangan kompartemen protein visceral yang nyata pada kwashiorkor
akan menimbulkan hipoalbuminemia sehingga terjadi edema yang menyeluruh atau edema dependen.
Faktor yang dapat menyebabkan inadekuatnya intake protein antara lain sebagai berikut.
a. Pola makan
Protein (asam amino) sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang. Kurangnya pengetahuan
ibu mengenai keseimbangan nurisi anak akan berperan penting terhadap terjadinya Kwashiorkor,
terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.
b. Faktor sosial
Negara dengan tingkat penduduk tinggi, keadaan sosial dan politik yang tidak stabil, atau adanya
pantangan untuk makan makanan tertentu dapat menyebabkan terjadinya Kwashiorkor.
c. Faktor ekonomi
Penghasilan yang rendah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi
anak yang tidak terpenuhi.
Infeksi dan MEP saling berhubungan. Infeksi dapat memperburuk keadaan gizi. MEP akan menurunkan
imunitas tubuh terhadap infeksi. Misalnya, gangguan penyerapan protein karena diare.
Tanda dan gejala yang terjadi pada anak dengan Kwashiorkor antara lain sebagai berikut.
a. Edema, umunya seluruh tubuh terutama pada punggung kaki (dorsum pedis).
g. Pembesaran Hati.
h. Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata diperiksa pada posisi berdiri atau duduk.
j. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis).
Pada awalnya, bukti klinik awal malutrisi protein tidak jelas tetapi meliputi letargi, apatis, atau
iritabilitas. Hal ini dapat mengakibatkan pertumbuhan tidak cukup, kurang stamina, kehilangan jaringan
muskuler, bertambahnya kerentanan terhadap infeksi, dan udem. Salah satu manifestasi yang paling
serius dan konstan adalah imunodefisiensi sekunder. Misalnya, campak dapat memburuk dan
mematikan pada anak malnutrisi. Pada anak dapat terjadi anoreksia, kekenduran jaringan subkutan, dan
kehilangan tonus otot. Hati membesar dapat terjadi awal atau lambat serta sering terjadi infiltrasi
lemak. Udem biasanya terjadi di awal, penurunan berat badan yang dapa dilihat pada muka dan tungkai.
Aliran plasma ginjal, angka filtrasi glomerulus, dan fungsi tubuler ginjal menurun. Manifestasi klinis yang
lain adalah dermatitis. Penggelapan kulit tampak pada daerah yang teriritasitetapi tidak ada pada
daerah yang terpapar sinar matahari. Penyebaran rambut jarang dan tipis serta kehilangan sifat
elastisitasnya. Pada anakyang berambut hitam, dispigmentasi menyebabkan warna merah atau abu-abu
seperti coretan pada rambut (hipokromtrichia). Rambur menjadi kasar pada fase kronik. Anak juga
mengalami anoreksi, muntah, dan diare terus menerus. Otot menadi lemah, tipis dan atrofi, tetapi
kadang-kadang mungkin ada kelebihan lemak subkutan. Perubahan mental tertama iritabilitas dan apati
sering terjadi.
a. Wujud umum: secara umum, penderita kwashiorkor tampak pucat, kurus, atrofi pada ekstremitas,
adanya edema pedis dan pretibial serta asites. Muka penderita seperti moon face akibat terjadinya
edema.
b. Retardasi pertumbuhan: gejala yang paling penting adalah pertumbuhan yang terganggu. Selain
berat badan, tinggi badan juga kurang dibandingkan dengan anak sehat.
c. Perubahan mental: biasanya penderita cengeng, hilang nafsu makan, dan rewel. Pada stadium lanjut
bisa menjadi apatis. Kesadarannya juga bisa menurun dan anak menjadi pasif.
d. Edema: sebagian besar anak dengan Kwashiorkor ditemukan edema, baik ringan maupun berat.
Edemanya bersifat pitting. Edema terjadi bisa disebabkan hipoalbuminemia, gangguan dinding kapiler,
dan hormonal akibat dari gangguan eliminasi ADH.
e. Kelainan rambut: perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai bangunnya (texture) maupun
warnanya. Rambut kepala mudah tercabut tanpa rasa sakit. Pada penderita kwashiorkor lanjut, rambut
akan tampak kusam, halus, kering, jarang dan berubah warna menjadi putih.
f. Kelainan kulit: kulit biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih mendalam dan
lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan persisikan kulit. Pada sebagian besar penderita ditemukan
perubahan kulit yang khas untuk penyakit kwashiorkor, yaitu crazy pavement dermatosis yang
merupakan bercak-bercak putih atau merah muda dengan tepi hitam ditemukan pada bagian tubuh
yang sering mendapat tekanan, terutama bila tekanan terus-menerus dan disertai kelembapan oleh
keringat atau ekskreta, seperti pada fosa politea, lutut, buku kaki, paha, lipat paha, pantat, dan
sebagainya. Perubahan kulit demikian dimulai dengan bercak-bercak kecil merah yang dalam waktu
singkat bertambah dan menjadi hitam. Pada suatu saat, bercak-bercak ini akan mengelupas dan
memperlihatkan bagian-bagian yang tidak mengandung pigmen dibatasi oleh tepi yang masih hitam
oleh hiperpigmentasi.
g. Kelainan gigi dan tulang: pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi, osteoporosis,
dan hambatan pertumbuhan. Sering juga ditemukan caries pada gigi penderita.
h. Kelainan hati: pada biopsi hati ditemukan perlemakan, bisa juga ditemukan semua sela hati
mengandung vakuol lemak besar. Sering juga ditemukan tanda fibrosis, nekrosis, dan infiltrasi sel
mononukleus. Perlemakan hati terjadi akibat defisiensi faktor lipotropic.
i. Kelainan darah dan sumsum tulang: anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor.
Bila disertai penyakit lain, terutama infestasi parasit (ankilostomiasis dan amoebiasis) maka dapat
dijumpai anemia berat. Anemia juga terjadi disebabkan kurangnya nutrien yang penting untuk
pembentukan darah seperti ferum dan vitamin B kompleks (B12, folat, B6). Kelainan dari pembentukan
darah dari hipoplasia atau aplasia sumsum tulang disebabkan defisiensi protein dan infeksi menahun.
Defisiensi protein juga menyebabkan gangguan pembentukan sistem kekebalan tubuh, akibatnya terjadi
defek umunitas seluler dan gangguan sistem komplimen.
j. Kelainan pankreas dan kelenjar lain: di pankreas dan kebanyakan kelenjar lain seperti parotis,
lakrimal, saliva, dan usus halus terjadi perlemakan.
k. Kelainan jantung: bisa terjadi miodegenerasi jantung dan gangguan fungsi jantung disebabkan
hipokalemi dan hipmagnesemia.
l. Kelainan gastrointestinal: terjadi anoreksia sampai semua pemberian makanan ditolak dan
makanan hanya dapat diberikan dengan sonde lambung. Diare terdapat pada sebagian besar penderita.
Hal ini terjadi karena tiga masalah utama, yaitu berupa infeksi atau infestasi usus, intoleransi laktosa,
dan malabsorbsi lemak. Intoleransi laktosa disebabkan defisiensi laktase. Malabsorbsi lemak terjadi
akibat defisiensi garam empedu, konjugasi hati, defisiensi lipase pankreas, dan atrofi villi mukosa usus
halus.
2.7 Patofisiologi
Pada defesiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebihan karena
persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya. Kelainanan yang mencolok adalah
gangguan metabolik dan perubahan sel yang meyebabkan edema dan lemak dalam hati. Kekurangan
protein dalam diet akan terjadi karena kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum yang
diperlukan untuk sentesis dan metabolisme yang akan disalurkan ke jaringan otot. Semakin asam amino
berkurang dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar yang kemudian
berakibat edema. Lemak dalam hati terjadi karena gangguan pembentukan beta-lipoprotein sehingga
transport lemak dari hati terganggu dan berakibat terjadinya penimbunan lemak dalam hati.
Kwashiorkor yang tidak cepat diatasi akan mengakibatkan marasmus bahkan marasmus-kwashiorkor.
Anak akan mudah terserang infeksi, seperti diare, ISPA (infeksi saluran pernapasan atas), TBC, polio, dan
lain-lain. Lebih dari 40% anak-anak yang menderita Kwashiorkor meninggal karena gangguan elektrolit,
infeksi, hipotermia, dan kegagalan jantung. Keterbelakangan mental yang bersifat ringan bisa menetap
sampai anak mencapai usia sekolah dan mungkin lebih. Anak dengan Kwashiorkor dapat terjadi
penurunan IQ secara permanen. Diperlukan waktu sekitar 2-3 bulan agar berat badan anak kembali ke
berat badan ideal. Komplikasi jangka pendek yang akan terjadi bagi penderita kwashiorkor adalah diare,
hipoglikemia, anemia, hipokalemia, shock, hipotermi, dehidrasi, gangguan fungsi vital, gangguan
keseimbangan elektrolit asam-basa, infeksi berat, serta hambatan penyembuhan penyakit penyerta.
Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah tubuh pendek dan berkurangnya potensi tumbuh
kembang.
a. Pemeriksaan laboratorium: 1) penurunan kadar albumin serum merupakan perubahan yang paling
khas. Pada stadium awal kekurangan makan sering terdapat ketonuria tetapi sering menghilang pada
stadium akhir; 2) glukosa dalam darah rendah; 3) ekskresi hidroksiprolin urin yang berhubungan dengan
kreatinin dapat turun; 4) asam amino esensial plasma turun terhadap angka asam amino non esensial
dan dapat menambah aminoasiduria; 5) defisiensi kalium dan magnesium; 6) kadar kolesterol serum
rendah; 7) angka amilase, esterase, kolinesterase, transaminase, lipase, dan alkalin fosfatase serum
turun; 8) penurunan aktivitas enzim pankreas dan sanhin oksidase; 9) pertumbuhan tulang biasanya
lambat; serta 10) sekresi hormon pertumbuhan mungkin bertambah.
b. Pemeriksaan air kemih menunjukkan peningkatan ekskresi hidroksiprolin dan adanya amino
asidulia.
c. Pada biopsi hati ditemukan perlemakan ringan sampai berat, fibrosis, nekrosis, dan infiltrasi sel
mononuklear. Pada perlemakan berat hampir semua sel hati mengandung vakuol lemak yang besar.
d. Pemeriksaan autopsi penderita kwashiorkor menunjukkan kelainan pada hampir semua organ tubuh,
seperti degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang, atrofi vilus usus, atrofi sistem limfoid, dan atrofi
kelenjar timus.
2.10 Penatalaksanaan
Dalam mengatasi kwashiorkor adalah dengan memberikan makanan bergizi secara bertahap. Bila
bayi menderita kwashiorkor, maka bayi tersebut diberi susu yang diencerkan. Secara bertahap
keenceran susu dikurangi, sehingga suatu saat mencapai konsistensi yang normal seperti susu biasa
kembali. Jika anak sudah agak besar, bisa mulai dengan makanan encer, kemudian makanan lunak
(bubur) dan bila keadaan membaik, maka baru diberikan makanan padat biasa. Dalam melaksanakan hal
ini selalu diberikan pengobatan sesuai dengan penyakit yang diderita. Bila keadaan kesehatan dan gizi
sudah mencapai normal, perlu diteruskan dengan imunisasi. Makanan yang dihidangkan diet tinggi
kalori, protein, cairan, vitamin, dan mineral. Bila diperlukan dilakukan pemberian cairan dan elektrolit.
2.11 Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah anak terkena Kwashiorkor adalah mencukupi
kebutuhan protein yang lengkap dengan mengkonsumsi sumber protein yang dikombinasikan antara
sumber protein hewani dan sumber protein nabati sehingga saling melengkapi jumlah protein yang
harus dikonsumsi bayi setiap hari. Hal ini bergantung pada umur, berat badan, jenis kelamin, mutu
protein yang dikonsumsi, serta keadaan tertentu, misalnya sedang sakit atau baru sembuh dari sakit,
yang mengharuskan anak untuk mengkonsumsi protein dalam jumlah yang lebih besar. Umumnya
tingkat kebutuhan protein anak dalam keadaan sehat normal membutuhkan sekitar 40-60 gram protein
tiap hari. Ada pula ahli yang menyebutkan konsumsi protein 1 gr/kgBB perhari. Anak diterapkan diet
yang seimbang dengan cukup karbohidrat, cukup lemak, dan protein untuk mencegah terjadinya
kwashiorkor. Untuk mendapatkan sumber protein yang bernilai tinggi bisa didapatkan dari protein
hewan seperti susu, keju, daging, telur dan ikan dan protein nabati seperti kacang hijau dan kacang
kedelei.
BAB 3. PATHWAY
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Pengkajian
Biodata anak terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, suku/bangsa, golongan darah,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, no medrec, diagnosa medis, alamat. Kwashiorkor paling
seringnya pada usia antara 1 – 4 tahun, namun dapat pula terjadi pada bayi.
1. Keluhan utama:
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan pertumbuhan (berat badan semakin
lama semakin turun), bengkak pada tungkai, sering diare dan keluhan lain yang menunjukkan terjadinya
gangguan kekurangan gizi.
Klien dengan kwashiorkor biasanya mengalami gangguan pertumbuhan (BB < 80% dari BB normal
seusianya), bengkak, serta mengalami keterbelakangan mental yaitu apatis dan rewel. Pada anak
kwarshiorkor juga mengalami penurunan nafsu makan ringan sampai berat.
a. Tahap Prenatal:
Hal yang dikaji adalah terkait asupan nutrisi pada ibu selama kehamilan. Kekurangan nutrisi pada ibu
selama kehamilan jugan memungkinkan anak juga akan mengalami malnutrisi. Setelah itu, infeksi yang
mungkin dapat timbul pada ibu dan menyalur ke anak dan menjadi infeksi kronis bagi anak.
b. Tahap Intranatal:
Hal yang dikaji adalah proses selama persalinan. Bayi mungkin dapat lahir dengan berat badan rendah,
dan karena pengetahuan ibu yang kurang sehingga kwarshiorkor dapat timbul saat bayi.
Hal yang dikaji adalah asupan nutrisi seperti pemberian ASI eksklusif dan pemberian nutrisi setelah asi
eksklusif. Beberapa ibu terkadang tidak memberikan asi eksklsif pada bayinya setelah melahirkan. Hal ini
beresiko anak mengalami malnutrisi.
Kaji apakah ada riwayat penyakit keluarga yang bisa menyebabkan terjadinya kwarshiorkor. Namun,
sebagian besar tidak ada pengaruh genetik yang dapat menyebabkan kwarshiorkor. Penyebab
kwarshiorkor dikaitkan dengan asupan nutrisi yang tidak adekuat.
5. Pengkajian Psikososial :
Ibu dengan anak yang menderita kwarshiorkor dapat mengalami cemas dikarenakan penurunan berat
badan anak, penurunan nafsu makan serta anak yang sering rewel.
Lingkungan yang buruk, dapat memicu timbulnya infeksi. Anak dapat terkena kwarshiorkor dikarenakan
infeksi yang kronik misalnya diare yang membuatnya mengalami gangguan penyerapan protein.
7. Riwayat nutrisi :
Anak dengan kwarshiorkor akan mengalami malnutrisi terutama defisiensi protein. Ana juga kekurangan
asupan karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral penting yang diperlukan tubuh. Vitamin yang kurang
diantaranya pembentuk darah seperti Ferum, vitamin B kompleks (B12, folat, B6) dan vitamin A yang
penting untuk pertumbuhan mata.
b) Kecerdasan anak dengan kwarshiorkor juga akan menurun akibat keterbelakangan pertumbuhan
dan perkembangan
c) Anak CP yang mengalami gangguan anoreksia dapat memperberat gangguan nutrisi sehingga intake
nutrisi semakin berkurang
Anak dengan kwarshiorkor akan mengalami defisiensi nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak, dan
mineral yang penting untuk tubuh.metabolisme akan terganggu akibat zat – zat yang tidak tersedia,
contohnya adalah pembesaran hati karena kekurangan asam amino.
3. Pola eliminasi
Pasien dapat memiliki gangguan gastointestinal seperti diare dan anoreksia. Diare dapat disebabkan
oleh 3 hal yaitu infeksi dapa saluran cerna, intoleransi laktosa, dan malabsorbsi lemak
Anak akan mengalami gangguan aktivitas akibatstatus mental yang apatis dan rewel. Aktifitas jugan akan
terganggu akibat udem yang ada pada ekstremitas, serta penurunan fungsi otot.
Anak akan mengalami gangguan kgonitif akibat asupan nutrisi yang kurang, keterbelakangan
pertumbuhan dan perkembangan serta gangguan penglihatan akibat defisiensi vitamin A.
Anak akan merasa malu untuk berkomunikasi dengan dunia luar akibat gangguan penglihatan dan
ketidaknormalan tubunhnya.
Hubungan sosial anak dengan dunia luar akan terhambat akibat keterbelakangan mental dan gangguan
pertumbuhan yang dirasakan.
Secara umumnya penderita kwashiorkor tampak pucat, kurus, atrofi pada ekstremitas, adanya edema
pedis dan pretibial serta asites. Muka penderita ada tanda moon face dari akibat terjadinya edema.
Biasanya penderita cengeng, hilang nafsu makan dan rewel. Pada stadium lanjut bisa menjadi apatis.
Kesadarannya juga bisa menurun, dan anak menjadi pasif.
b. Pengukuran Antopometri
Berat badan menurut usia < 80 % dari berat badan normal usianya. LLA (Lingkar Lengan Atas) <14cm
c. Otot
Atrofi otot selalu ada hingga penderita tampak lemah terus-menerus, tidak mampu berjalan dengan
baik.
e. Sistem gastrointestinal
f. Sistem kardiovaskular
Bisa terjadi miodegenerasi jantung dan gangguan fungsi jantung disebabkan hipokalemi dan
hipomagnesemia.
g. Rambut
Sangat khas untuk penderita kwashiorkor ialah rambut kepala yang mudah tercabut tanpa rasa sakit,
warna menjadi kemerahan. Pada penderita kwashiorkor lanjut, rambut akan tampak kusam, halus,
kering, jarang dan berubah warna menjadi putih.
h. Kulit
Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih mendalam dan lebar.
Sering ditemukan hiperpigmentasi dan persisikan kulit. Perubahan kulit lain pun dapat ditemui, seperti
kulit yang keringdengan garis kulit yang mendalam. Kadang-kadang pada kasus yang sangat lanjut
ditemui petehia tanpa trombositopenia dengan prognosis yang buruk bagi si penderita.
i. Gigi
j. Tulang
Pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi, osteoporosis, dan hambatan
pertumbuhan.
k. Edema
Pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan maupun berat. Edemanya bersifat
pitting. Edema terjadi bisa disebabkan hipoalbuminemia, gangguan dinding kapiler, dan hormonal akibat
dari gangguan eliminasi ADH.
l. Hati
Hati yang membesar merupakan gejala yang sering ditemukan. Kadang-kadang batas hati terdapat
setinggi pusar. Hati yang membesar dengan mudah dapat diraba.
Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor. Bila disertai penyakit lain, terutama
infestasi parasit (ankilostomiasis, amoebiasis) maka dapat dijumpai anemia berat. Anemia juga terjadi
disebabkan kurangnya nutrien yang penting untuk pembentukan darah seperti Ferum, vitamin B
kompleks (B12, folat, B6). Kelainan dari pembentukan darah dari hipoplasia atau aplasia sumsum tulang
disebabkan defisiensi protein dan infeksi menahun. Defisiensi protein juga menyebabkan gangguan
pembentukan sistem kekebalan tubuh. Akibatnya terjadi defek umunitas seluler, dan gangguan sistem
komplimen.
Di pankreas dan kebanyakan kelenjar lain seperti parotis, lakrimal, saliva dan usus halus terjadi
perlemakan.
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis normositik normokrom
karena adanya gangguan sistem eritropoesis akibat hipoplasia kronis sumsum tulang di samping karena
asupan zat besi yang kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Pemeriksaan
radiologis juga perlu dilakukan untuk menemukan adanya kelainan pada paru. Selain itu juga ditemukan:
f. Kadar asam amino essensial dalam plasma relatif lebih rendah dari pada asam amino non essiensial.
g. Kadar amylase, esterase, kolinasterase, transaminase, lipase dan alkali fostase menurun
h. Anemia
No.
Data
Masalah Keperawatan
1.
Anak dengan kwashiorkor dalam asupan kalori dan protein tidak adekuat. Umumnya kandungan
karbohidrat pada makanan yang dikonsumsi anak tinggi, namun mutu dan kandungan proteinnya
rendah. Berat dan tinggi badan anak kwashirkor akan berbeda dengan anak sehat.
2.
Anak dengan kwashiorkor mengalami anoreksia dan diare sehingga nutrisi dalam tubuh kurang dari
kebutuhan tubuh. Faktor yang paling mungkin adalah menyusui ketika ASI digantikan oleh makanan
pengganti ASI yang tidak adekuat atau tidak seimbang (kurang protein).
3.
Anak dengan kwashiorkor mengalami intake cairan yang tidak adekuat. Hal ini dikarenakan penyerapan
tidak berjalan dengan baik, terutama penyerapan protein.
4.
Anak dengan kwashiorkor mengalami perubahan dalam penerimaan sensori di mata karena defisiensi
vitamin A.
5.
Anak dengan kwashiorkor mengalami gangguan nutrisi dan status metabolik. Kulit biasanya kering
dengan garis-garis kulit yang lebih mendalam dan lebar serta crazy pavement dermatosis.
6.
Anak dengan kwashiorkor mengalami penurunan asupan kalsium sehingga mengalami kelemahan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari.
Intoleransi aktivitas
7.
Anak dengan kwashiorkor mengalami penurunan asupan kalsium sehingga terjadi caries pada gigi.
Kerusakan gigi
8.
Anak dengan kwashiorkor mengalami inflamasi GI dan malabsorbsi dalam menyerap protein. Hal ini
dikarenakan infeksi atau infestasi usus, intoleransi laktosa, dan malabsorbsi lemak.
Diare
9.
Ansietas
10.
Anak dengan kwashiorkor memiliki daya tahan tubuh yang rendah sehingga mudah terserang infeksi,
baik bakteri maupun virus. Infeksi dapat memperburuk keadaan gizi anak dan MEP akan menurunkan
imunitas tubuh terhadap infeksi. Anak akan udah terserang infeksi seperti ISPA, TBC, polio, dan lain-lain.
Resiko infeksi
11.
Orang tua anak dengan kwashiorkor umumnya memiliki pengetahuan yang terbatas tentang asupan
kebutuhan nutrisi yang tepat bagi anak sehingga menyebabkan keseimbangan nutrisi anak tidak
terkontrol dengan baik. Selain itu, keluarga tertentu memiliki beberapa pantangan dalam
mengkonsumsi makanan tertentu yang sebenarnya bermanfaat bagi anak.
Kurang pengetahuan
1. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan asupan kalori dan protein
yang tidak adekuat.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan yang tidak adekuat,
anoreksia dan diare.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi atau status metabolik.
No
Diagnosa Keperawatan
Perencanaan/ Intervensi
Rasional
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan asupan kalori dan protein yang tidak
adekuat.
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu bertumbuh dan
berkembang sesuai usianya.
1. Ajarkan kepada orang tua tentang standar pertumbuhan fisik dan tugas-tugas perkembangan
sesuai uisa anak.
2. Untuk mengetahui pertumbuhan fisik dan tugas perkembangan anak yang belum tercapai sesuai
umur.
3. Diit khusus untuk pemulihan nutrisi diprogramkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan anak
dan kemampuan toleransi system pencernaan.
5. Stimulasi diperlukan untuk mengejar keterlambatan perkembangan anak dalam aspek motorik,
bahasa, dan personal/social.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan yang tidak adekuat,
anoreksia dan diare.
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, kebetuhan nutrisi pasien adekuat.
1. Kaji antropometri.
5. Tingkat pemberian ASI dengan pemasukan nutrisi yang adekuat pada ibu
1. Untuk menentukan berat badan, osteometri dan resiko berat berlemak, kurus.
5. Pemberian ASI yang adekuat mempengaruhi kebutuhan nutrisi si anak dan pemasukan nutrisi pada
ibu dapat meningkatkan produksi ASI si ibu.
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam, kebutuhan cairan pasien terpenuhi
3. Kaji terjadinya kulit kering, membran mukosa kering dan pengisian kapiler.
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam, tidak terjadi gangguan persepsi
sensori (penglihatan)
2. Dorong agar pasien mengekspresikan perasaan tentang kehilangan atau kemungkinan kehilangan
pengelihatan.
3. Lakukan tindakan untuk membantu klien menangani keterbatasan pengelihatan, contoh : kurangi
kekacauan, atur prabot, perbaiki sinar yang suram dan masalah pengelihatan malam.
5. Lakukan kolaborasi untuk pemberian obat sesuai indikasi, pemberian vitamin A dalam dosis
terapeutik yaitu vitamin A oral 50.000-75.000 IU/kgBB tidak lebih dari 400.000-500.000 IU.
Stadiu
1. Untuk mengetahui ketajaman pengelihatan klien dan sumber pengelihatan menurut ukuran yang
baku.
2. Pada saat intervensi dini mencegah kebutaan, pasien menghadapi kemungkinan kehilangan
pengelihatan sebagian atau total, meskipun kehilangan pengelihatan telah terjadi tidak dapat diperbaiki
meskipun dengan pengobatan kehilangan lanjut dapat dicegah.
3. Untuk menurunkan bahaya keamanan sehubungan dengan perubahan lapang pandang atau
kehilangan pengelihatan dan akomodasi pupil terhadap sinar lingkungan.
4. Untuk mengetahui adanya kelainan atau abnormalitas dari fungsi pengelihatan klien.
5. Pemberian vitamin A dosis terapeutik dapat mengatasi gangguan pengelihatan secara teratur
dapat mengembalikan pengelihatan pada mata.
6. Untuk mengembelikan ke fungsi pengelihatan yang beik da mencegah terjadinya komplikasi lebih
lanjut.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi atau status metabolik.
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam, tidak terjadi gangguan integritas
kulit pada pasien
2. Gunakan krim kulit 2 kali sehari setelah mandi, pijat kulit, khususnya di daerah di atas penonjolan
tulang.
1. Area ini meningkat resikonya untuk kerusakan dan memerlukan pengobatan dan perawatan lebih
intensif
2. Melicinkan kulit dan menurunkan gatal. Pemijatan sirkulasi pada kulit, dapat meningkatkan tonus
kulit.
3. Meningkatkan sirkulasi dan perfusi kulit dengan mencegah tekanan lama pada jaringan.
Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan selama di RS.
Kriteria hasil klien berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan klien.
1. Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas.
2. Tingkatkan istirahat (di tempat tidur) dan batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas
sensori yang tidak berat.
4. Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap aktifitas.
5. Fasilitasi klien memilih aktivitas yang mampu dilakukan secara mandiri dan aktivitas yang
memerlukan bantuan dari orang lain.
4. Mengetahui gangguan yang terjadi akibat pasien tidak toleran pada suatu aktivitas.
5. Meningkatkan kemampuan klien dalam beraktivitas secara bertahap dan mengurangi resiko
kecelakaan dari intoleransi aktivitas.
7
Kerusakan gigi berhubungan dengan penurunan asupan kalsium.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kerusakan gigi berkurang teratasi, dengan kriteria
hasil kondisi gigi pasien mulai membaik dan caries gigi berkurang.
4. Informasikan kepada pasien pentingnya asupan kalsium bagi tulang dan gigi.
3. Kalsium merupakan bagian penting yang ada digigi dan jika tubuh kekurangan kalsium maka tubuh
akan mengambil kalsium dari gigi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan diare teratasi, dengan Kriteria Hasil:
3. Observasi dan catat frekuensi BAB, karakteristik, jumlah dan faktor pencetus.
3. Mengetahui keadaan klien dan membantu membedakan kondisi dan keparahan penyakit.
4. Bertahap dapat memberikan periode istirahat pada kolon, sedangkan pemasukan kembali
mencegah kram dan diare.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tingkat kecemasan pasien menurun. Kriteria
hasil:
4. Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh peningkatan nyeri, edema/eritema
luka, adanya drainase
1. Memberikan informasi pada pasien untuk merencanakan kembali rutinitas biasa tanpa
menimbulkan masalah.
4. Upaya intervensi menurunkan resiko komplikasi serius dan mengurangi kecemasan pasien
10
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan resiko infeksi berkurang.
Pasien akan menunjukkan bebas tanda infeksi/inflamasi, drainase purulen,eritema dan edema
1. Awasi TTV. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatkan nyeri
abdomen.
3. Berikan informasi yang tepat, jujur, dan jelas pada pasien atau orang terdekat.
11
kriteria Hasil:
2. Membantu identifikasi ide, sikap, rasa takut, kesalahpahaman,dan kesenjangan dalam pengetahuan
tentang kwarsiokor
4. Tanyakan tentang sendiri atau sebelumnya pengalaman klien atau pengalaman dengan orang lain
yang memiliki riwayat kwarsiokor .
1. Mengidentifikasi pengetahuan pasein, sehingga dapat meberikan pendidikan kesehatan yang tepat.
4.5 Implementasi
No
Diagnosa Keperawatan
Implementasi
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan asupan kalori dan protein yang tidak
adekuat.
1. Telah diajarkan kepada orang tua tentang standar pertumbuhan fisik dan tugas-tugas
perkembangan sesuai uisa anak.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan yang tidak adekuat,
anoreksia dan diare.
3. Telah diberikan intake makan tinggi potein, kalori, mineral, dan vitamin.
5. Telah ditingkatkan pemberian ASI dengan pemasukan nutrisi yang adekuat pada ibu
3. Telah dikaji terjadinya kulit kering, membran mukosa kering dan pengisian kapiler.
3. Telah dilakukan tindakan untuk membantu klien menangani keterbatasan pengelihatan, contoh :
kurangi kekacauan, atur prabot, perbaiki sinar yang suram dan masalah pengelihatan malam.
5. Telah dilakukan kolaborasi untuk pemberian obat sesuai indikasi, pemberian vitamin A dalam dosis
terapeutik yaitu vitamin A oral 50.000-75.000 IU/kgBB tidak lebih dari 400.000-500.000 IU.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi atau status metabolik.
2. Telah digunakan krim kulit 2 kali sehari setelah mandi, pijat kulit, khususnya di daerah di atas
penonjolan tulang.
1. Telah dicatat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas.
2. Telah dilakukan peningkatkan istirahat (di tempat tidur) dan membatasi aktifitas pada dasar nyeri
dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat.
4. Telah dikaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap aktifitas.
5. Telah difasilitasi klien memilih aktivitas yang mampu dilakukan secara mandiri dan aktivitas yang
memerlukan bantuan dari orang lain.
7
Kerusakan gigi berhubungan dengan penurunan asupan kalsium.
4. Telahdiinformasikan kepada pasien pentingnya asupan kalsium bagi tulang dan gigi.
3. Telah diobservasi dan catat frekuensi BAB, karakteristik, jumlah dan faktor pencetus
4. Telah diberikan masukan makanan dan cairan per oral secara bertahap .
Telah berelaborasi dengan tim kesehatan lain terkait pemberian antibiotik (sesuai indikasi).
2. Telah diajarkan teknik relaksasi: nafas dalam untuk mengurangi kecemasan pasien
6. Telah didentifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh peningkatan nyeri,
edema/eritema luka, adanya drainase
10
1. Telah diawasi TTV. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatkan
nyeri abdomen.
2. Telah dilakukan pencucian tangan yang benar dalam perawatan pasien.
3. Telah diberikan informasi yang tepat, jujur, dan jelas pada pasien atau orang terdekat.
11
1. Telah memvalidasi tingkat saat ini pemahaman, mengidentifikasi pembelajaran kebutuhan, dan
menyediakan basis pengetahuan dari mana klien dapat membuat keputusan
2. Telah membantu identifikasi ide, sikap, rasa takut, kesalahpahaman,dan kesenjangan dalam
pengetahuan tentang kwarsiokor
4. Telah menanyakan tentang sendiri atau sebelumnya pengalaman klien atau pengalaman dengan
orang lain yang memiliki riwayat kwarsiokor .
6. Telah menyediakan bahan-bahan tertulis tentang kwarsiokor, pengobatan, dan tersedia sistem
pendukung.
4.6 Evaluasi
No
Diagnosa Keperawatan
Implementasi
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan asupan kalori dan protein yang tidak
adekuat.
A: Tujuan tercapai
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan yang tidak adekuat,
anoreksia dan diare.
S: Keluarga pasien mengatakan “sus, anak saya sudah menghabiskan porsi makannya”
O: BB pasien bertambah
A: Tujuan tercapai
S: Keluarga pasien mengatakan “sus, anak saya mampu menghabiskan 8 gelas air sehari”
S: pasien mengatakan “sus, anak saya sudah bisa melihat dengan jelas jarak jauh”
5
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi atau status metabolik.
S: klien mengatakan bahwa kondisi mulai membaik dan tidak merasa lemah.
P: tindakan di lanjutkan.
P: Lanjutkan intervensi
P: tindakan dihentikan.
O: Raut muka pasien tenang dan pasien mampu menjelaskan kondisi mengenai dirinya.
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan.
10
P: tindakan dihentikan
11
S: Klien mengatakan ”setelah perawat memberikan penyuluhan saya jadi tahu penyakit yang saya alami
dan caraperawatannya”
P: tindakan dihentikan
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kwashiorkor adalah sindrom klnis akibat dari defisiensi protein berat dan masukan kalori tidak cukup.
Akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat menimbulkan tanda dan gejala seperti tinggi dan berat
bedan tidak sesuai dengan anak seusianya dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang
berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik.Kwashiorkor paling
sering terjadi di negara yang belum berkembang atau masih dalam garis kemiskinan.Biasanya,
kwashiorkor ini lebih banyak menyerang bayi dan balita pada usia enam bulan sampai tiga tahun. Usia
paling rawan terkena defisiensi ini adalah dua tahun. Pada usia itu berlangsung masa peralihan dari ASI
ke pengganti ASI atau makanan sapihan.
5.2 Saran
Perawat harus mengetahui tanda dan gejala, komplikasi, pengobatan serta asuhan keperawatan
terhadap pasien yang menderita kwarshiorkor. Hal ini sangat penting untuk diketahui oleh perawat
dalam menjalankan asuhan keperawatan. Karena jika nantinya salah dalam memberi penanganan,
pasien akan mengalami beberapa perubahan, diantaranya perubahan mental.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Behrman, et all. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 1. E/15. Alih bahasa oleh Wahab. Jakarta: EGC.
Brashers, Valentina L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan dan Manajemen. Jakarta: EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta : EGC.
Dongoes, M.E., Mary F.M., dan Alice C. G. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Gupte, Suraj. 2004. Panduan Perawatan Anak. Pustaka Populer Obor: Jakarta.
Kee, Joyce LeFever. 1997. Buku saku pemeriksaan laboratorium dan diagnostik dengan implikasi
keperawatan. Alih bahasa Easter Nurses. Editor Monica Ester. Jakarta: EGC.
Mitchell, Richard N, dkk. 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins & Cotran. EGC: Jakarta.
NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-1014. Jakarta: EGC.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan,Edisi Empat. Vol.1. Jakarta:EGC.
Wong, Donna, L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Edisi Enam. Vol.1. Jakarta: EGC.
Berbagi
Posting Komentar
Beranda
Mengenai Saya
Foto saya