PENDAHULUAN
Diperkirakan lebih dari 186 juta orang di dunia mengalami infertilitas, yang sebagian besar
merupakan warga negara berkembang.1 Salah satu faktor utama yang menyebabkan infertilitas
adalah meningkatnya usia wanita, dan faktor lain, meliputi gaya hidup dan faktor lingkungan.1
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Infertilitas terbagi atas dua jenis, yaitu primer dan sekunder. 1 infertilitas primer yaitu
infertilitas pada perempuan yangbelum pernah mengalami kehamilan sebelumnya, sementara
infertilitas sekunder merupakan infertilitas yang terjadi pada perempuan yang pernah hamil
sebelumnya.1 Infertilitas primer dan sekunder juga berlaku pada laki-laki.1
2.2 Epidemiologi
2.3 Etiologi
2
syndrome) atau tidak.1 Dapat juga teradi hipogonadisme sentral genetic, yang lebih sering
ditemukan pada laki-laki dibadingkan dengan perempuan; terutama Kallman syndrome (1 per
5000 orang dengan predominansi laki-laki).1
2.3.1.2 Hiperprolaktinemia
3
2.3.1.3 Gangguan Fungsi Silier
Tuba fallopi berperan sebagai jalur bagi sperma dan ovum untuk bertemu, dan berkaitan
erat dengan efektifitas aktivitas siliari.1 Pada perempuan, diskinesia siliari pada tuba fallopi dapat
menimbulan gangguan transport ovum, yang pada akhirnya mengganggu proses konsepsi.6
Pada laki-laki, dapat terjadi Primary Cliary Dyskinesia (PCD) yaitu kelainan pada
struktur dan/atau fungsi siliar.1 Kebanyakkan laki-laki dengan PCD biasanya mengalami
infertilitas sekunder sebagai akibat dari defek gerak sperm-flagella. 1 PCD cukup jarang terjadi,
dengan angka kejadian 1 dari 10.000-40.000.1
Fibrosis kistik adalah keadaan yang ditandai dengan sekresi mucus yang abnormal. 1
Penyakit ini paling dihubungkan dengan subfertilitas pada perempuan yang diakibatkan oleh
efek langsung dari sel epitel pada traktus reproduksi.1 Mucus serviks yang kental dapat
mengganggu penetrasi sperma.1 Dapat juga terjadi gangguan pada kavum uterus dan tuba fallopi
yang fungsinya akan menurun walau tidak terlalu signifikan, namun dapat berpengaruh pada
metabolisme bikarbonat, yang dapat menyebabkan gangguan kapitasi sperma pada tuba fallopi.1
Laki-laki yang enderita fibrosis kistik biasanya datang dengan absans vas deferens
kongenital. Hypoplasia atau aplasia vas deferens dan vesikula seminalis dapat terjadi baik
unilateral maupun bilateral. Namun perkembangan testis dan spermatogenesis tetap normal.
Sebagian besar (98%) laki-laki dengan fibrosis kistik mengalami CBAVD dan infertile.7
2.3.1.5 Infeksi
Infeksi yang terjadi pada laki-laki dapat menyebabkan kerusakan organ, kerusakan sel via
mediator inflamasi, menimbulkan obstruksi atau dapat mengikat spermatozoa.1
Pada perempuan, agen mikroba yang paling sering menimbulkan infertilitas adalah
Chlamydia trachomatis.1 Agen lainnya yang dapat menyebabkan infertilitas adalah N.
gonorrhoeae.1
4
2.3.1.6 Gangguan Sistemik
Gangguan sistemik, seperti sepsis atau gangguan ginjal berat, diduga berhubungan
dengan kegagalan implantasi embrio.1 Penyakit sepertu diabetes yang tidak terkontrol, penyakit
jantung yang tidak terkontrol, insufisiensi vitamin D, kondisi autoimun, dan hipotiroid juga
dihubungkan dengan menurunnya kemungkinan konsepsi.1
Diabetes yang tidak terkontrol (HbA1c ≥ 7%) diduga berkaitan erat dengan
berkuranganya motilitas sperma, morfologi sperma yang abnormal (dua kepala, sperma yang
cenderung lebih bulat).1 Selain diabetes, sindrom metabolic lainnya, seperti hipertensi yang tidak
terkontrol, juga dapat menyebabkan infertilitas.1 Hipertensi yang tidak terkontrol dapat
menyebabkan disfungsi ereksi, baik secara direk mau pun indirek melalui efek samping obat
antihipertensi.1
Frekuensi Koitus
Hubungan seksual yang regular, dua hingga tiga kali per minggu yang dimulai segera
setelah menstruasi berakhir merupakan faktor yang penting untuk meningkatkan kemungkinan
terjadinya konsepsi.1
5
Terdapat juga bukti yang menyatakan bahwa olahraga yang berlebihan dapat
menyebabkan penurunan kualitas semen.1 Pada atlet rekreasional, penelitian menunjukkan
adanya efek positif terhadap fertilitas, namun pada atlet professional, ditemukan bukti bahwa
latihan yang berlebihan dapat menurunkan konsentrasi sperma, persentase spermatozoa yang
motil, dan persentase spermatozoa dengan morfologi normal. Selain itu, sebagian laki-laki yang
aktiv berolahraga mengkonsumsi steroid anabolic, yang dapat menginhibisi aksis HPA, yang
pada akhirnya dapat menyebabkan hipogonadotropik hipogonadisme.1
Stress
Stress dihubungkan dengan menurunnya kualitas semen. Selain itu, depresi juga
berhubungan dengan menurunnya level testosterone, yang berpengaruh pada spermatogenesis.1
Obesitas
Obesitas yang terjadi, terutama pada perempuan, akan menurunkan kemungkinan untuk
ovulasi dan kemungkinan terjadinya konsepsi spontan.1 Jika terjadi konsepsi, perempuan dengan
obesitas memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami keguguran.1
Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko yang dapat menyebabkan infertilitas. 1 Pada
perempuan yang merokok, seluruh stadium pada proses fungsi reproduksi, mulai dari
folikulogenesis, steroidogenesis, transport embrio, kemampuan implantasi pada endometrium,
angiogenesis endometrial, aliran darah uterus dan muyometrium mengalami gangguan.1 Hal ini
berhubungan dengan zat yang terhirup yang mengandung hidrokarbon.1 Pada laki-laki, merokok
dapat berpengaruh buruk terhadap produksi, motilitas dan morfologi sperma, dan juga berkaitan
dengan meningkatnya risiko kerusakan DNA.1
Konsumsi marijuana
6
Konsumsi alcohol
Alkohol sudah dikenal sebagai zat teratogen dan harus dihindari pada kehamilan, ternyata
alcohol juga memiliki efek negative terhadap fertilitas.1 Diduga konsumsi alcohol dapat
menimbulkan peningkatan esterogen yang akan menyebabkan penurunan produksi FSH dan
gangguan ovulasi.1 Pada laki-laki yang mengonsumsi alkohol juga menunjukkan gangguan
spermatogenesis dan reduksi jumlah sperma serta level testosterone.1
2.3.1.2 PCOS
7
Gambar 2.2 Mekanisme Infertilitas PCOS9
2.3.1.3 Endometriosis
Endometriosis merupakan suatu proses patologi pada pelvis yang berkaitan dengan
infertilitas.1 Mekanisme terjadinya infertilitas yang berhubungan dengan endometriosis beragam,
meliputi gangguan anatomis akibat adesi dan fibrosis, serta kelaiann endokrin dan gangguan
imunologis. Kemampuan endometrium untuk menerima implantasi embrio juga berkurang.1
Leiomyoma merupakan tumor jinak yang paling sering ditemukan pada traktur genital
perempuan.1 Diduga infertilitas yang disebabkan karena tumor ini diakibatkan karena letak
8
anatomisnya.1 Selain itu, dapat juga terjadi gangguan aliran darah uterus dan kontraktilitas uterus
yang abnormal, serta gangguan implantasi embrio pada uterus.1
Polip endometrium dapat menyebabkan kegagalan implantasi dan keguguran pada awal
kehamilan.1 Polip endometrium dapat menyebabkan infertilitas karena letak anatomisnya.
Walaupun lokasi paling sering terjadinya polip endometrium adalah pada dinding posterior,
namun infertilitas paling sering terjadi pada polip endometrium yang tumbuh pada uterotubal
junction.10
Disfungsi testicular merupakan kelainan yang paling sering ditemukan pada gangguan
spermatogenesis. Defisiensi testicular dapat berupa kongenital, didapat atau idiopatik. Kelainan
kongenital meliputi anorchia, disgenesis testis dan cryptorchidism.1
Sementara itu, kelainan yang didapat bisa merupakan akibat dari trauma, torsi tertikular,
orchitis, atau komplikasi yang didapatkan dari operasi yang menimbulkan gangguan pada
anatomi vascular testicular.1
9
Pada anamnesis, ditanyakan riwayat pernikahan, meliputi lama menikah, usia menikah,
pekerjaan, frekuensi dan waktu melakukan hubungan seksual. Harus ditanyakan data mengenai
faktor risiko yang berhubungan dengan infertilitas, yaitu seperti riwayat infeksi, kebiasaan
merokok atau konsumsi alkohol. Ditanyakan juga apakah pasien memiliki penyakit sistemik
(hipertensi, diabetes), juga obat yang rutin dikonsumsi.11
Pemeriksaan fisik yang penting untuk dilakukan dimulai dari penukuran IMT, yaitu berat
dan tinggi badan, apakah terjadi obesitas. Selain itu, dilakukan pemeriksaan fisik menyeluruh,
seperti tiroid, tanda hirsutism, juga tanda-tanda infeksi, terutama infeksi pada genital.11
Pada perempuan, ditanyakan riwayat haid, termasuk menarche, lama siklus, durasi dan
jmlah perdarahan, serta dysmenorrhea. Riwayat penyakit infeksi seperti PID, noninfeksi seperti
polip juga ditanyakan, serta riwayat gangguan hormonal (seperti PCOS, hiperprolaktinemia) juga
dapat menjadi petunjuk diagnosis.12
Pada anamneis, perlu ditanyakan riwayat penyakit kongenital, infeksi, dan trauma pada
genital. Riwayat penyakit sistemik seperti diabetes, juga kelainan neurologis yang dapat
10
menimbukan gangguan ereksi. Perlu juga ditanyakan riwayat operasi sebelumnya, seperti hernia,
vasektomi dan prostatektomi.12
Pada pemeriksaan fisik, dinilai keadaan keseluruhan. Pada toraks, dinilai apakah ada
ginekomastia, yang dapat dicurigai adanya gangguan hormone (peningkatan esterogen). Pada
genital, dilakukan inspeksi, apakah ada kelainan anatomis, seperti hipospadia, hernia skrotalis,
varikokel, juga perlu diperhatikan turunnya testis ke dalam skrotum.12
Pemeriksaan penunjang yang paling umum dilakukan yaitu pemeriksaan analisis sperma.
Dinilai secara makroskopis dan mikroskopis. Penilaian makroskopis meliputi warna yang
normalnya putih atau agak keruh, volume yaitu 2-6 ml pada umumnya, bau yang khas, pH untuk
mengetahui keasaman semen dengan menggunakan kertas lakmus (normalnya 7,2-7,8), dan
viskositas. Penilaian mikroskopis meliputi jumlah spermatozoa per ml (normalnya 20-60 juta),
persentase spermatozoa motil per ml (50% atau lebih bergerak maju), kecepatan gerak sperma,
dan morfologi sperma (minimal 50% dengan morfologi normal). Komponen lain seperti leukosit
dan eritrosit juga dinilai. Leukosit yang tinggi menandakan adanya infeksi pada ductus, dan
normalnya eritrosit tidak ditmeukan pada pemeriksaan semen. Hasil analisis semen yaitu12:
Tabel12
Kriteria Jumlah
Volume 2 ml atau lebih
PH 7,2-7,8
Jumlah sperma/ml 20 juta sperma/ml atau lebih
Jumlah sperma total/ejakulat 40 juta sperma/ejakulat atau lebih
Motilitas 50% atau lebih bergerak maju atau 25% lebih bergerak
ditampung
Morfologi 50% atau lebih bermorfologi normal
Viabilitas 50% atau lebih hidup, yaitu tidak terwarna dengan
pewarnaan supravital
Sel leukosit Kurang dari 1 juta/ml
11
Seng (total) 2,4 mikromol atau lebih setiap ejakulat
Asam sitrat (total) 52 mikromol (10 mg) atau lebih setiap ejakulat
Fruktosa (total) 13 mikromol atau lebih setiap ejakulat
Uji MAR Perlekatan pada kurang dari 10% sperma
Uji butir imun Perlekatan butir imun pada kurang dari 10% sperma
12
2.5.2 Tatalaksana pada Laki-laki
Tatalaksana pada laki-laki juga bergantung pada etiologi kausatif. Jika penyebabnya
adalah faktor anatomi, dapat dilakukan koreksi anatomi untuk melancarkan sperm delivery. Jika
pada hasil analisis sperma ditemukan kelainan, terapi yang diberikan bergantung pada
penyebabnya.12
Jika pada volume semen ditemukan hipospermia, dapat dilakuakn modifikasi penyabab,
yaitu stress, retrograde ejaculation dan frekuensi senggama. Dilakukan manajemen stress,
pencucian sperma dari urin pada kasus retrograde ejaculation, dan pengurangan frekuensi
ejakulasi. Jika ditemukan hiperspermia, tidak diperlukan pengobatan spesifik.12
Inseminasi buatan adalah proses peletakan sperma ke dalam vagina. Sperma dapat
diletakkan di folikel ovarian (inseminasi intrafolikuler), uterus (inseminasi intrauterine), serviks
(inseminasi intraservikal) atau tuba fallopi (inseminasi intratubal), dengan menggunakan cara
buatan.12
Inseminasi yang palings erring dilakukan adalah inseminasi intrauterine dan intraservikal.
Inseminasi intauterin (ICI) merupakan prosedur yang relative cepat dan tidak menyakitkan.
Sperma dari donor langsung dimasukkan ke dalam serviks sehingga memungkinan sperma
berjalan menuju uterus dan tuba fallopi. Pada inseminasi intrauterine (IUI), sperma donor
langsung dimasukkan ke dalam tuba fallopi sehingga dapat langsung bertemu dengan ovum.
Prosedur ini memiliki angka efektivitas yang tinggi.12
13
2.3.5.2 Assisted Reproductive Technologies
Pada IVF, proses fertilisasi dilakukan dengan mengambil mengambil ovum dari ovarium
dengan cara laparoscopy, kemudian sperma diinseminasikan ke dalam media biak. Setelah
terjadi pembuahan pada masa embrio stadium 2-4 sel, lalu di transfer ke dalam rahim. Dalam hal
ini peranan tuba tidak diperlukan, indikasi IVF adalah untuk pasien yang mengalami kerusakan
pada saluran telur.12
Proses fertilisasi ini dilakukan dengan cara mengambil ovum dari ovarium dengan cara
laparoscopy, kemudian bersama spermayang telah diolah (washed sperm) dimasukkan kedalam
tuba pada saat itu juga. Dalam kondisi ini salah satu tuba pasien harus dalam keadaan normal. Indikasi GIFT ini
adalah untuk pasien yang mengalami endometriosis dan unexplained infertility.12
Proses fertilisasi dengan cara mengambil ovum dari ovarium dengan cara laparoscopy,
kemudian sperma diinseminasikan kedalam media biak. Setelah terjadi fertilisasi pada fase
zygote, hasilpembuahan ini dimasukkan kedalam tuba dengan cara laparoscopy. Proses ini
hampir sama dengan IVF, hanya perbedaannya jika pada IVF hasil pembuahannya pada masa
embrio lalu di transferkan ke dalam rahim tetapi pada ZIFT hasil pembuahan sebelum di
transferkannya dalam bentuk zygote dan di transferkan ke dalam tuba. Indikasi ZIFT ini adalah
untuk pasien yang mengalami oligozoospermi.12
14
TINJAUAN PUSTAKA
1. Vander B, Wyns C. Fertility and infertility: Definition and epidemiology. Clin Biochem.
2018;62:2–10.
6. Halbert S, Patton D, Zarutski P. Function and structure of cilia in the Fallopian tube of an
infertile woman with Kartagener’s syndrome. Hum Reprod. 2014;12(1):55–8.
7. Yoon J, Casella J, Litvin M, Dobs A. Male reproductive health in cystic fibrosis. J Cyst
Fibros. 2019;18(2):105–10.
11. Speroff L, Fritz M. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. 2006. 425–431 p.
15