Anda di halaman 1dari 5

Nama : Eka Sulistyawati

NIM : 1701619003
Kelas : Pendidikan Ekonomi Koperasi B 2019
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu : Dr. I Ketut Sudiardhita, M.Si.
Resume Bab 7
Ilmu dan Kebudayaan
23 Manusia dan Kebudayaan
Kebudayaan didefinisikan untuk pertama kali oleh E. B. Taylor pada tahun 1871,
lebih dari seratus tahun yang. Di dalam bukunya yang berjudul Primitive Culture, Taylor
menjelaskan bahwa kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, seni, moral, hukum, adat serta kemampuan dan kebiasaan lainnya yang
diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Manusia dalam kehidupannya mempunyai
kebutuhan yang banyak sekali. Adanya kebutuhan hidup inilah yang mendorong manusia
untuk melakukan berbagai tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut. Dalam hal
ini, menurut Ashley Montagu, kebudayaan mencerminkan tanggapan manusia terhadap
kebutuhan dasar hidupnya.
Maslow mengidentifikasi lima kelompok kebutuhan manusia, yaki kebutuhan
fisiologi, rasa aman, afiliasi, harga diri dan pengembangan potensi. Manusia tidak
mempunyai kemampuan untuk bertindak instinktif, lain halnya dengan binatang yang
mempunyai kemampuan tersebut. Tetapi manusia mempunyai kemampuan lain untuk
mengimbangi kemampuan bertindak instinktif, yaitu kemampuan untuk belajar,
berkomunikasi dan menguasai obyek-obyek yang bersifat fisik. Kemampuan untuk belajar ini
memungkinkan terjadinya perkembangan intelegensi dan cara berpikir simbolik. Terlebih
bagi manusia yang mempunyai budi yang merupakan pola kejiwaan yang di dalamnya
terkandung dorongan-dorongan fantasi. Budi inilah yang menyebabkan manusia
mengembangkan suatu hubungan yang bermakna dengan alam sekitarnya dengan jalan
memberi penilaian terhadap suatu obyek dan kejadian. Pilihan antara nilai tersebutlah yang
menjadi tujuan dan isi kebudayaan.
Nilai-nilai budaya ini adalah jiwa dari kebudayaan dan menjadi dasar dari segenap
wujud kebudayaan. Di samping itu maka nilai budaya dan tata hidup manusia ditopang oleh
perwujudan kebudayaan yang ketiga yang berupa sarana kebudayaan. Sarana kebudayaan ini
pada dasarnya merupakan perwujudan yang bersifat fisik yang merupakan produk dari
kebudayaan atau alat yang memberikan kemudahan dalam berkehidupan.
Allport, Vernon dan Lindzey (1951) mengidentifikasikan enam nilai dasar dalam
kebudayaan, yaitu sebagai berikut:
1. Nila teori: adalah hakikat penemuan kebenaran lewat berbagai metode seperti
rasionalisme, empirisme dan metode ilmiah lainnya.
2. Nilai ekonomi: mencakup kegunaan dari berbagai benda dalam memenuhi kebutuhan
manusia.
3. Nilai estetika: berhubungan dengan keindahan dan segi-segi artistik yang menyangkut
antara lain bentuk, harmoni dan wujud kesenian lainnya yang memberikan
kenikmatan kepada manusia.
4. Nilai sosial: berorientasi kepada hubungan antarmanusia dan penekanan segi-segi
kemanusiaan yang luhur.
5. Nilai politik: berpusat kepada kekuasaan dan pengaruh baik dalam kehidupan
bermasyarakat mmaupun dunia politik.
6. Nilai agama: yaitu merengkuh penghayatan yang bersifat mistik dan transedental
dalam usaha manusia untuk mengerti dan memberi arti bagi kehadirannya di muka
bumi.
Masalah pertama yang dihadapi oleh pendidikan ialah menetapkan nilai-nilai budaya
apa saja yang harus dikembangkan dalam diri anak kita. Pendidikan yang dapat diartikan
secara luas sebagai usaha yang sadar dan sistematis dalam membantu anak didik untuk
mengembangkan pikiran, kepribadian dan kemampuan fisiknya, mengharuskan kita setiap
waku untuk mengkaji masalah tersebut. Hal ini harus dilakukan sebab yang pertama, nilai-
nilai budaya yang harus dikembangkan dalam diri anak didik haruslah relevan dengan
perkembangan zaman di mana anak itu akan hidup nantinya. Yang kedua, usaha pendidikan
yang sadar dan sistematis mengharuskan kita unuk lebih eksplisit dan definitif tentang
hakikat nilai-nilai budaya tersebut. Keharussan kita untuk bersifat eksplisit dan definitif
disebabkan karena adanya gejala kebudayaan, sebagaimana perkataan Hall, lebih banyak
yang bersifat tersembunyi (implisit) daripada terungkap(eksplisit) dan anehnya hakikat
kebudayaan itu sendiri justru lebih tersembunyi bagi anggota masyarakatnya. Masalah yang
lebih serius lagi adalah pada kenyatannya nilai-nilai budaya yang disampaikan lewat proses
pendidikan bukanlah nilai-nilai budaya yang diperlukan oleh peserta didik kelak di mana dia
akan dewasa dan berfungsi dalam masyarakat, melainkan adalah nilai-nilai konvensional
yang sekarang berlaku yang dialami dan dipraktekan oleh orng tua dan guru mereka selaku
pendidik.
Untuk mengetahui nilai mana yang patut untuk mendapatkan perhatian kita sekarang
ini maka pertama sekali kita harus dapat memperkirakan skenario dari masyarakat kita di
masa yang akan datang. Skenario masyarakat Indonesia di masa yang akan datang tersebut
memperhatikan indikator dan perkembangan yang sekarang ada, cenderung untuk
mempunyai karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
1. Memperhatikan tujuan dan strategi pembangunan nasional kita maka masyarakat
Indonesia akan beralih dari masyarakat tradisional yang rural agraris menjadi
masyarakat modern yang urban dan bersifat industri.
2. Pengembangan kebudayaan kitaditujukan ke arah perwujudan peradaban yang bersifat
khas berdasarkan filsafat dan pandangan hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila.
Karakteristik pertama mengharuskan kita untuk memusatkan perhatian kepada nilai-
nilai yag relevan dengan masyarakat modern yang sedang dikembangkan. Dibandingkan
dengan masyarakat tradisional maka masyarakat modern memiliki indikator-indikator sebagai
berikut:
1. Lebih bersifat analitik di maan sebagian besar aspek kehidupan masyarakat
didasarkan pada asas efisiensi baik yang bersifat teknis maupun ekonomis.
2. Lebih bersifat individual daripada komunal terutama ditinjau dari segi pengembangan
potensi manusiawi dan masalah survival.
Indikator pertama memberikan tempat yang penting kepada nilai teori dan nilai
ekonomi. Nilai teori ini terutama sekali berkaitan erat dengan aspek penalaran (reasoning),
ilmu dan teknologi. Sedangkan nilai ekonomi berpusat kepada penggunaan sumber dan benda
ekonomi secara lebih efektif dan efisien berdasarkan kalkulasi yang bertanggung jawab
umpamanya pola konsumsi masyarakat. Indikator kedua menimbulakan pergeseran dalam
nilai sosial dan nilai kekuasaan (politik). Kedua nilai ini harus lebih berorientasi kepada
percayaan pada diri sendiri serta keberanian untuk mengambil keputusan sendiri.
Secara bertahap masyarakat tradisional yang berorientasi kepada status akan beralih
menjadi masyarakat modern yang berorientasi kepada prestasi. Persaingan akan lebih
nampak, seperti dalam mencari tempat dalam sistem pendidikan dan mencari pekerjaan di
mana gejala ini sudah kita rasakan di masa sekarang. Hubungan antarmanusia akan lebih
bersifat individual di mana survival seseorang ditentukan oleh kemampuannya untuk bersaing
secara produktif dalam masyaralat yang menekankan kepada prestasi.
Pengembangan kebudayaan nasional ditujukan ke arah terwujudnya suatu peradaban
yang mencerminkan aspirasi dan cita-cita bangsa Indonesia. Pancasila yang merupakan
filsafat dan pandangan hidup bangsa Indonesia merupakan dasar bagi pengembangan
peradaban tersebut. Namun, untuk mewujudkan peradaban tersebut diperlukan nilai khusus
yaitu kreativitas. Kreativitas dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk mencari
pemecahan baru terhadap suatu masalah.
Kreativitas sering dihubungkan dengan kreasi di bidang seni. Horace B. English dan
Ava C. English (1958) mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan untuk menciptakan
modus baru dalam ekspresi artistik. Nilai agama berfungsi sebagai sumber moral bagi
segenap kegiatan. Hakikat semua upaya manusia dalam lingkup kebudayaan haruslah
ditujukan untuk meningkatkan martabat manusia
24 Ilmu dan Pengembangan Kebudayaan Nasional
Kebudayaan nasional merupakan kebudayaan yang mencerminkan aspirasi dan cita-
cita bangsa yang diwujudkan dengan kehidupan bernegara. Pengembangan kebudayaan
nasional merupakan bagian dari kegiatan suatu bangsa, baik disadari atau tidak maupun
dinyatakan secara eksplisit atau tidak. Ilmu dan kebudayaan berada di dalam posisi yang
saling tergantung dan saling mempengaruhi. Pada satu pihak pengembangan ilmu dalam
suatu masyarakat tergantung dari kondisi kebudayaannya. Sedangkan di lain pihak
pengembangan ilmu akan mempengaruhi jalannya kebudayaan. Dalam rangka
pengembangan kebudayaan nasional, ilmu mempunyai peranan ganda. Pertama, ilmu
merupakan sumber nilai yang mendukung terselenggaranya pengembangan kebudayaan
nasional. Kedua, ilmu merupakan sumber nilai yang mengisi pembentukan watak suatu
bangsa. Pada kenyataannya kedua fungsi ini terpadu satu sama lain dan sukar dibedakan.
Ilmu merupakan suatu cara berpikir dalam menghasilkan suatu kesimpulan yang
berupa pengetahuan yang dapat diandalkan. Berpikir bukan satu-satunya cara dalam
mendapatkan pengetahuan, demikian juga dengan ilmu bukan satu-satunya produk dari
kegiatan berpikir. Ilmu merupakan produk dari proses berpikir menurut langkah-langkah
tertentu yang secara umum dapat disebut sebagai berpikir ilmiah. Berpikir ilmiah merupakan
kegiatan berpikir yang memenui persyaratan-persyaratan tertentu. Persyaratan tersebut pada
hakikatnya mencakup dua kriteria utama yakni, pertama berpikir ilmiah harus mempunyai
alur jalan pikiran yang logis dan yang kedua, pernyataan yang bersifat logis tersebut harus
didukung oleh fakta empiris.
Dari hakikat berpikir ilmiah maka dapat disimpulkan beberapa karakteristik dari ilmu,
yang jika dijabarkan sebagai berikut:
1. Ilmu mempercayai rasio sebagai alat untuk mendapatkan pengetahuan yang benar.
2. Terdapat alur jalan pikiran yang logis yang konsisten dengan pengetahuan yang telah
ada.
3. Mensyaratkan adanya pengujian secara empiris sebagai kriteria kebenaran obyektif.
4. Mensyaratkan mekanisme yang terbuka terhadap koreksi.
Dengan demikian maka manfaat nilai yang dapat ditarik dari karakteristik ilmu ialah
sifat rasional, logis, obyektif dan terbuka. Di samping itu sifat kritis merupakan karakteristik
yang melandasi keempat sifat tersebut.
Ilmu merupakan kegiatan berpikir untuk mendapatkan pengetahuan yang benar, atau
secara lebih sederhana, ilmu bertujuan untuk mendapatkan kebenaran. Kriteria kebenaran
dalam ilmu adalah jelas sebagaimana yang dicerminkan oleh karakteristik berpikir. Kriteria
kebenaran ini pada hakikatnya bersifat otonom dan terbebas dari struktur kekuasaan dibidang
keilmuan. Artinya dlam menetapkan suatu pernyataan apakah itu benar atau tidak maka
seorang ilmuwan akan mendasarkan penarikan kesimpulannya kepada argumentasi yang
terkandung dalam pernyataan itu dan bukan kepada pengaruh yang berbentuk kekuasaan dari
kelembagaan yang mengeluarkan pernyataan itu. Dua karakteristik ini merupakan asas moral
bagi kamu ilmuwan yakni meninggikan kebenaran dan pengabdian secara universal.
Pengembangan kebudayaan nasional pada hakikatnya adalah perubahan dari
kebudayaan yang sekarang bersifat konvensional ke arah situasi kebudayaan yang lebih
mencerminkan aspirasi dan tujuan nasional. Proses pengembangan kebudayaan ini pada
dasarnya adalah penafsiran kembali dari nilai-nilai konvensional agar lebih sesuai dengan
tuntutan zaman serta pertumbuhan nilai-nilai baru yang fungsional. Untuk terlaksananya
kedua proses dalam pengembangan nasional tersebut maka diperlukan sifat kritis, rasional,
logis, obyektif, terbuka, menjunjung kebenaran dan pengabdian universal. Pengabdian
universal ini, dalam skala nasional, adalah orientasi terhadap kebenaran tanpa ikatan
primordial yang mengenakan argumentasi ilmiah sebagai satu-satunya kriteria dalam
menentukan kebenaran.
Terdapat langkah-langkah yang sistematik untuk meningkatkan peranan dan kegiatan
keilmuan yang pada pokoknya mengandung beberapa pemikiran sebagaimana tercakup di
bawah ini.
1. Ilmu merupakan bagian dari kebudayaan dan oleh sebab itu langkah-langkah kearah
peningkatan peranan dan kegiatan keilmuan harus memperhatikan situasi kebudayaan
masyarakat kita.
2. Ilmu merupakan salah satu cara dalam menemukan kebenaran.
3. Asumsi dasar dari semua kegiatan dalam menemukan kebenaran adalah rasa percaya
terhadap metode yang dipergunakan dalam kegiatan tersebut.
4. Pendidikan keilmuan harus skaligus dikaitkan dengan pendidikan moral.
5. Pengembangan bidang keilmuan harus disertai dengan pengembangan dalam bidang
filsafat terutama yang menyangkut keilmuan.
6. Kegiatan ilmiah haruslah bersifat otonom yang terbebas dari kekangan struktur
kekuasaan.
25 Dua Pola Kebudayaan
Di negara ini telah mengalami juga polarisasi dan membentuk kebudayaan sendiri.
Polarisasi ini didasarkan pada kecenderungan beberapa kalangan tertentu untuk memisahkan
ilmu ke dalam dua golongan yakni ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Tidak dapat
disangkal bahwa terdapat perbedaan antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Namun,
perbedaan ini hanyalah bersifat teknis yang tidak menjurus kepada perbedaan yang
fundamental. Dasar ontologis, epistemologis, dan aksiologis dari kedua ilmu tersebut adalah
sama. Metode yang digunakan dalam mendapatkan pengetahuannya adalah metode ilmiah
yang sama, tak terdapat alasan yang bersifat metodologis yang membedakan antara ilmu-ilmu
sosial dan ilmu-ilmu alam.
Rumitnya berbagai faktor yang mempengaruhi kehidupan manusia juga merupakan
kesukaran baru dalam usaha untuk mengkajinya secara ilmiah. Dalam soal pengukuran yang
menjadi dasar bagi suatu analisis kuantitatif maka ilmu-ilmu sosial menghadapi dua masalah.
Masalah yang pertama adalah sukarnya melakukan pengukuran karena mengukur aspirasi
atau emosi seorang manusia adalah tidak semudah mengukur panjang sebuah logam. Masalah
yang kedua adalah banyaknya variabel yang mempengaruhi tingkah laku manusia. Masalah-
masalah ini menyebabkan ilmu-ilmu alam relatif maju dalam analisis kuantitatif
dibandingkan dengan ilmu-ilmu sosial. Untuk itu maka diperlukan usaha yang lebih sungguh-
sungguh dari ilmuwan bidang sosial.
Adanya dua kebudayaan yang terbagi ke dalam ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial
ini syangnya masih ada di Indonesia. Hal ini dicerminkan dengan adanya jurusan Pasti-Alam
dan Sosial-budaya dalam sistem pendidikan di Indonesia. Adanya pembagian jurusan ini
merupakan hambatan psikologis dan intelektual bagi pengembangan keilmuan dinegara
indonesia. Jadi, sekiranya dibutuhkan pola pendidikan yang berbeda maka alternatif yang
dapat ditempuh bukan lagi pembagian jurusan berdasarkan bidang keilmuan melainkan
berdasarkan tujuan pendidikan matematika. Pada tahap pendidikan yang tepat maka
seseorang diperkenankan untuk memilih jurusan berdasarkan bakat matematikanya.
Pembagian jurusan semacam ini akan meningkatkan mutu keilmuan itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai