Anda di halaman 1dari 25

Teknologi Pengolahan Pangan Hasil Laut

MAKALAH
TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN HASIL LAUT

Di Susun Oleh :

Nur Suci Putri

P00313019076

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
PRODI D-IV GIZI KELAS ALIH JENJANG
TAHUN 2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄alla.Atas berkat


rahmat, karunia, hidayah serta inayah-Nya saya bisa menyelesaikan Makalah dengan
judul “Makalah Teknologi Pengolahan Pangan Hasil Laut”. Makalah ini diajukan guna
memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Pengolahan Pangan Hasil Laut.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan

mendukung kami (Dosen dan teman kelompok) sehingga makalah ini dapat diselesaikan

tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan

saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi pembaca dan bermanfaat untuk

pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Kendari, Juni 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI
Halaman Judul ……………………………………………….............…. 1

Kata Pengantar …………………………………………………............. 2

Daftar isi …………………………………………………............. 3

Bab.I Pendahuluan …………………………………………………............. 4

A. Latar Belakang ………………………………………………............… 4


B. Tujuan ...................……………………………......……......... 5
Bab. II Pembahasan ……………………………………………....……......... 6

A. Rumput Laut ................................................................................ 6


B. Tahap-Tahap Proses Pengolahan Rumput Laut Menjadi agar-agar................. 7
a) Agar - Agar ............................................................................... 7
b) Sifat agar ............................................................................... 8
c) Pembentukan gel ................................................................................ 9
d) Viskositas .............................................................................. 10
e) Ekstraksi agar .............................................................................. 10
f) Manfaat Agar .............................................................................. 11
g) Proses Pengolahan Rumput Laut Menjadi agar-agar .............................. 12
C. Tahap-Tahap Proses Pengolahan Rumput Laut Menjadi karagenan .............. 14
a) Karagenan .............................................................................. 14
b) Sifat Dasar Karaginan ........................................................................ 16
c) Kelarutan ...............................................................................16
d) Stabilitas pH .............................................................................. 17
e) Viskositas .............................................................................. 18
f) Titik gel dan titik leleh ....................................................................... 19
g) Kekuatan gel .............................................................................. 20
h) Proses Pengolahan Rumput Laut Menjadi karagenan ............................. 21
Bab. III Kesimpulan ………………………………………...……...........…. 23

Daftar Pustaka ………………………………………...……............... 25

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis 81.000 km merupakan


kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumber daya hayati yang sangat
besar dan beragam. Berbagai sumber daya hayati tersebut merupakan potensi
pembangunan yang sangat penting sebagai sumber-sumber pertumbuhan ekonomi
baru.
Salah satunya rumput (alga) yang merupakan komoditi ekspor yang potensial
untuk dikembangkan. Jenis rumput laut yang bernilai tinggi antara lain adalah
Rhodophyceae merupakan rumput laut penghasil agar-agar dan karaginan,
sedangkan Phaeophyceae merupakan penghasil alginat. Beberapa jenis rumput laut
penghasil agar-agar diantaranya adalah Gracilaria sp, Gelidium sp, Gellidiella sp;
rumput laut penghasil karaginan adalah Eucheuma sp, Eucheuma Cottoni
sedangkan penghasil alginate adalah Sargassum dan Turbinaria.Rumput laut
merupakan salah satu hasil perikanan laut yang dapat menghasilkan devisa negara
dan merupakan sumber pendapatan masyarakat pesisir. Potensi rumput laut di
Indonesia mempunyai prospek yang cukup cerah, karena diperkirakan terdapat 555
species rumput laut yang tersebar di perairan Indonesia dengan total luas lahan
perairan yang dapat dimanfaatkan sebesar 1,2 juta hektar. Sampai saat ini sebagian
besar rumput laut diekspor dalam keadaan kering dan baru sebagian diolah menjadi
agar-agar di samping dimakan sebagai sayuran.
Permintaan pasar terhadap rumput laut terus meningkat setiap tahun.
Permintaan total rumput laut saat ini diperkirakan sekitar 40.000 ton per tahun.
Total permintaan tersebut meliputi kebutuhan dalam negeri sekitar 22.000 ton per
tahun dan untuk ekspor sekitar 18.000 ton per tahun. KKP telah menargetkan
peningkatan produksi rumput laut sebesar 5,1 juta ton atau meningkat sebesar 18%
pada tahun 2012 dibandingkan tahun sebelumnya. Pemanfaatan rumput laut sudah
banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang. Salah satu jenis rumput laut yang
banyak dimanfaatkan di Indonesia adalah Gracilaria sp. Produksi gracilaria pada
tahun 2014 ditargetkan mencapai 60.000 ton kering (KKP 2013).

4
Rumput laut dimanfaatkan sebagai bahan mentah, seperti agar – agar, karaginan
dan algin. Pada produk makanan, karaginan berfungsi sebagai stabilator (pengatur
keseimbangan), thickener (bahan pengental), pembentuk gel, pengemulsi,dll (Yasita dan
Intan, 2008). Kandungan dietary fiber dan nutrisinya bermanfaat sebagai antioksidan,
antimutagenic, anti koagulan, anti tumor, dan metabolisme lipid. Rumput laut juga
sebagai sumber iodium alami yang terbaik (Zada, 2009). Kandungan serat (diatery
fiber) pada rumput laut bersifat untuk mengenyangkan dan memperlancar proses
metabolisme tubuh, sehingga sangat baik dikonsumsi penderita obesitas.
Karbohidratnya juga sukar dicerna, sehingga anda merasa kenyang lebih lama tanpa
takut kegemukan (Anonim, 2010).

Selain dapat digunakan langsung sebagai bahan makanan, beberapa hasil olahan
rumput laut seperti agar-agar, carrageenan dan alginat merupakan senyawa yang cukup
penting dalam industri. Indonesia di samping mengekspor rumput laut juga mengimpor
hasil-hasil olahannya yang dari tahun ke tahun semakin meningkat jumlahnya. Sampai
saat ini industri pengolahan di Indonesia yaitu agar-agar masih secara tradisional dan
semi industri, sedangkan untuk carrageenan dan alganit belum diolah di dalam negeri.
Guna meningkatkan nilai tambah dari rumput laut dan mengurangi impor akan hasil-
hasil olahannya, pengolahan di dalam negeri perlu dikembangkan. Disini diuraikan
beberapa proses pengolahan rumput laut serta manfaat dari hasil-hasil olahannya (Istini
et al,1985).

B. Tujuan

a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tahap-tahap proses pengolahan rumput laut menjadi
agar-agar dan karagenan

b. Tujuan Khusus
1) Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui tentang tahap-tahap proses
pengolahan rumput laut menjadi agar-agar
2) Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui tentang tahap-tahap proses
pengolahan rumput laut menjadi karagenan

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Rumput Laut
Rumput laut adalah tanaman laut yang termasuk ke dalam kelas makroalga
(Dawezynski et al. 2007). Rumput laut ini sebenarnya merupakan tanaman tingkat
rendah yang tidak memiliki perbedaan susunan kerangka seperti akar, batang dan daun.
Meskipun wujudnya tampak seperti ada perbedaan, tetapi sesungguhnya merupakan
bentuk thallus. Menurut McHugh (2003), rumput laut terbagi ke dalam tiga kelompok
berdasarkan pigmen yang terkandung dalam rumput laut, yaitu Rhodophyceae (merah),
Phaeophyceae (coklat) dan Chlorophyceae (hijau), sedangkan menurut Glicksman
(1983), rumput laut dikelompokkan menjadi empat kelas berdasarkan pigmen yang
dikandungnya yaitu Rhodophyceae (merah), Cyanophyceae (hijau biru), Chlorophyceae
(hijau) dan Phaeophyceae (coklat).

Rumput laut secara biologi termasuk salah satu anggota alga yang merupakan
tumbuhan berklorofil. Rumput laut terdiri dari satu atau banyak sel, berbentuk koloni,
hidupnya bersifat bentik di daerah perairan yang dangkal, berpasir, berlumpur atau
berpasir dan berlumpur, daerah pasut, jernih dan biasanya menempel pada karang mati
baik terbentuk secara alamiah atau buatan. Alga mempunyai bentuk bermacam-macam,
seperti benang atau tumbuhan tinggi. Ciri utamanya adalah tidak mempunyai akar,
batang, dan daun yang dinding selnya dilapisi lendir. Alga bersifat autotrof, yaitu dapat
hidup sendiri tanpa tergantung makhluk lain. Proses pertumbuhan rumput laut sangat
bergantung pada sinar matahari untuk melakukan proses fotosintesis. Rumput laut
dikelompokan menjadi empat kelas berdasarkan pigmen yang dikandungnya yaitu
Chlorophyceae (ganggang hijau), Rhodophyceae (ganggang merah), Paeophyceae
(ganggang coklat), dan Chrysophyceae (ganggang keemasan) (Winarno 1990).

Rumput laut terutama ganggang merah dan ganggang coklat merupakan


komoditas yang sangat penting karena zat-zat yang dikandungnya. Zat kimia yang
terkandung dalam alga merah adalah agar, karaginan dan alginat. Jenis rumput laut yang
ada di Indonesia selain mengandung agar dan karaginan juga mengandung pigmen
fikobilin. Pigmen ini terdiri dari fikoeritrin dan fikosianin yang merupakan cadangan

6
makanan berupa karbohidrat (Indriani dan Emi 1999). Rumput laut banyak mengandung
trace element khususnya iodium yang konsentrasinya lebih tinggi dari tumbuhan.
Rumput laut juga mengandung serat yang telah dimanfaatkan sebagai bahan pangan
alamiah, karbohidrat, protein, sedikit lemak, abu dan mineral seperti natrium dan
kalsium (Winarno 1990). Rumput laut sebagai bahan pangan merupakan komoditas
yang dapat dikembangkan karena ekosistem di daratan tidak dapat memenuhi kebutuhan
makanan bagi populasi manusia yang pesat pertambahannya dari tahun ke tahun.
Penggunaan rumput laut untuk memenuhi berbagai kebutuhan menjadikan
berkembangnya industri yang melibatkan jutaan manusia. Perkembangan industri
pengolahan rumput laut di Indonesia juga terlihat makin pesat.

B. Tahap-Tahap Proses Pengolahan Rumput Laut Menjadi agar-agar

a) Agar - Agar
Agar merupakan salah satu jenis gum polisakarida yang telah lama
dikenal dan merupakan koloid hidrofilik hasil ekstrak alga laut dari Kelas
Rhodopyceae. Struktur agar terdiri atas dua komponen utama, yaitu agarosa dan
agaropektin dalam jumlah bervariasi. Agarosa merupakan komponen pembentuk
gel netral dan tidak mengandung sulfat. Agarosa terdiri dari pengulangan unit-
unit agarobiosa tersusun dari ikatan ß-1,4 -3,6-anhidro-L-galaktosa dan ikatanα-
1,3-D-galaktosa. Kandungan agar pada Gracilaria tiga kali lebih banyak
daripada Gelidium. Rumus bangun agar dapat dilihat pada Gambar 3.

Agar merupakan polisakarida yang disusun dari dua fraksi utama yaitu
agarosa dan agaropektin. Agaropektin mengandung muatan sulfat. Rasio antara

7
agarosa dan agaropektin dalam agar berkisar antara 50-90%. Agarosa umumnya
bebas sulfat dan terdiri dari β-1,3-D-galaktosa dan α,1-4,3-6-anhidrogalaktosa.
Agaropektin kompleks merupakan campuran beberapa polisakarida mengandung
3-10% sulfat. Jumlah asam glukoronat tergantung spesies penghasilnya.
Seringkali di dalam agaropektin terdapat rangkaian agarosa dan 3,6-anhidro-L-
galaktosa digantikan oleh L-galaktosa sulfat.

b) Sifat agar
Agar memiliki sifat khas yaitu tidak larut dalam air dingin, namun larut
dalam air panas. Sifat menonjol dari agar adalah sifat gelasi (kemampuan
membentuk gel), viskositas (kekentalan), melting point (suhu mencairnya gel)
yang sangat menguntungkan dalam dunia industri pangan maupun nonpangan.
Agar seberat 1,5 g dalam 100 ml air akan membentuk gel stabil pada suhu 32-39
oC dan tidak meleleh sampai suhu di bawah 85 oC. Dalam keadaan kering agar
sangat stabil, sedangkan pada suhu tinggi dan pH rendah akan mengalami
degradasi.
Bertambahnya umur akan meningkatkan kandungan 3,6-anhidro-L-
galaktosa, peningkatan kekuatan gel berbanding lurus dengan banyaknya
kandungan 3,6-anhidrogalaktosa dan berbanding terbalik dengan kandungan
sulfatnya. Hasil fotosintesis dari Rhodophyceae merupakan senyawa
polisakarida. Rumput laut yang memiliki bobot awal lebih kecil, karena
persaingan relatif kecil, cenderung tumbuh lebih cepat dan mengandung lebih
banyak senyawa polisakarida.
Agar merupakan polisakarida yang terakumulasi dalam dinding sel
rumput laut penghasil agar atau agarofit, oleh karenanya agar yang terdapat
dalam rumput laut dipengaruhi oleh musim. Semakin tua umur panen maka
kandungan polisakarida yang dihasilkan semakin banyak sehingga karaginannya
juga semakin tinggi. Konsentrasi sulfat dalam agar dapat dipengaruhi oleh
perbedaan jenis dan asal rumput laut, metode ekstraksi, serta umur panen.
Peningkatan umur panen dapat memberikan respon terhadap kandungan sulfat.
Viskositas agar pada suhu 45 oC, pH 4,5-9 dengan konsentrasi larutan
1% adalah 2-10 Cp. Gugus yang menyebabkan pembentukan gel pada agar

8
adalah 3,6-anhidro-L-galaktosa yang dapat membentuk ikatan heliks. Sifat lain
yang sangat berpengaruh dalam pemanfaatan agar adalah viskositas yang
tergantung pada agarofit penghasilnya. Fungsi utama agar adalah sebagai bahan
pemantap, bahan pembuat emulsi, bahan pengental, bahan pengisi, dan bahan
pembuat gel. Kelebihan ini digunakan dalam beberapa industri seperti industri
makanan, farmasi, kosmetik, tekstil, kulit, dan sebagai media pertumbuhan
mikroba. Pemanfaatan agar dalam pembuatan makanan antara lain berfungsi
sebagai thickener dan stabilizer.
Dalam keadaan masih segar, rumput laut mempunyai kandungan air 65-
90% dan rata-rata sekitar 83%. Perubahan musim dan faktor-faktor lain tidak
berpengaruh terhadap kandungan air. Kadar abu rumput laut berkisar antara 15-
40% berat kering dan sangat penting sebagai sumber mineral bagi keperluan gizi
manusia. Talus muda mengandung sedikit mineral, dibanding talus tua.

c) Pembentukan gel
Karakteristik pembentukan gel disebabkan oleh tiga buah atom hidrogen
pada residu 3,6-anhidro-L-galaktosa yang memaksa molekul membentuk
struktur heliks. Interaksi antar struktur heliks menyebabkan terbentuknya gel.
Penggantian senyawa L-galaktosa sulfat oleh senyawa 3,6-anhidro-L-galaktosa
menyebabkan kekejangan (kekakuan) dalam struktur heliks dan pada saat ini gel
mulai dibentuk. Jika grup sulfat dikonversi menjadi senyawa 3,6-anhidro-L-
galaktosa, maka kekuatan gel akan lebih tinggi
Sifat pembentukan gel pada agar digunakan dalam pharmaceutical,
kosmetik, dan industri makanan. Agar merupakan campuran dari sifat dasar pada
polimer netral agarosa, piruvat agarosa, dan sulfat galaktan. Muatan residu pada
rantai polisakarida sebagian besar adalah ester sulfat dan gugus ketal piruvat.
Pada umumnya agar yang diperoleh dari Gracilaria memiliki kekuatan gel
rendah, bagaimanapun karakter ini perlu diperbaiki. Agar memiliki nilai
ekonomis yang cukup tinggi, semakin tinggi kekuatan gel maka akan semakin
tinggi harga di pasaran. Agar dengan kekuatan gel 800-900 gcm memiliki harga
Rp. 90.000 dan kekuatan gel 1000-1200 gcm memiliki harga Rp. 200.000.

9
d) Viskositas
Viskositas merupakan salah satu sifat agar selain kekuatan gel dan
beberapa sifat yang lain. Viskositas pada alga merupakan daya aliran molekul
dalam sistem larutan. Suspensi koloid dalam larutan dapat meningkat dengan
cara mengentalkan cairan sehingga terjadi absorbsi dan pengembangan koloid.
Agar merupakan suatu jenis gum yaitu senyawa polimer yang dapat
dilarutkan ke dalam air sehingga memberikan suatu larutan atau suspensi kental.
Agar bersifat tidak larut dalam air dingin tetapi larut dalam air mendidih.
Viskositas larutan agar dipengaruhi oleh suhu, pH, dan bahan baku. Jika gel
sudah terbentuk, viskositas pada suhu konstan akan meningkat dengan
peningkatan umur gel.

e) Ekstraksi agar
Rumput laut yang telah dibersihkan dari kotoran kemudian dikeringkan
di bawah sinar matahari. Setelah rumput laut kering kemudian dicuci dengan
menggunakan air tawar mengalir untuk membersihkan butiran garam yang
menempel akibat adanya penguapan air laut. Dilakukan perendaman
menggunakan kapur Ca(OH2) sebanyak 0,25% selama 4-6 jam, dengan
perendaman ini dimaksudkan untuk menghasilkan rumput laut putih bersih.
Setelah dilakukan perendaman, rumput laut yang telah putih bersih dicuci
kembali dengan air tawar untuk menghilangkan bau kapur, kemudian
dikeringkan kembali. Pemucatan dengan melakukan perendaman rumput laut
dalam larutan alkali (basa) bertujuan untuk mengkatalis pelepasan grup 6-sulfat
dari unit galaktopiranosa yang berikatan 1,4 dengan membentuk residu 3,6-
anhidro-L-galaktosa, sehingga dapat mempercepat proses kekejangan struktur
heliks dan dapat memberikan kekuatan gel yang lebih tinggi.
Perendaman rumput laut dalam larutan asam lebih baik dibanding
dengan perendaman rumput laut dalam larutan alkali karena dapat mempercepat
waktu ekstraksi, meningkatkan rendemen agar dan meningkatkan kekuatan gel
agar. Perendaman rumput laut dalam larutan asam bertujuan untuk
mempersiapkan pemisahan agar dari substansi nonagar. Efek musim dapat
mempengaruhi rendemen dan sifat fisik dari agar.

10
Dinding sel perlu dipecah dengan ditambahkan asam untuk memudahkan
ekstraksi. Bila tidak ada asam sulfat dapat digunakan asam asetat, asam sitrat,
buah asam atau daun asam. Di Australia, ekstraksi agar dilakukan dengan
menggunakan asam fosfat. Setelah dilakukan perendaman kemudian perlu
dilakukan pencucian dengan cara rumput laut direndam dalam air bersih selama
15 menit, hal ini dilakukan mengingat asam sulfat cukup berbahaya.
Pemasakan dilakukan pada suhu 90 -100oC, pH 5-6 yang dapat diatur
dengan menambahkan asam cuka 1%. Selain untuk mempertahankan pH, asam
cuka juga dapat befungsi sebagai stabilizer agent, sehingga diperoleh tekstur
molekul yang konsisten. Bila pH terlalu tinggi, maka gel dapat membeku dengan
baik dan sebaliknya apabila pH larutan terlalu rendah, gel akan mudah
terhidrolisis. Proses ekstraksi dapat pula dilakukan pada pH netral atau tanpa
penambahan asam yang direbus pada suhu 100oC selama 1-4 jam. Biasanya
ekstraksi pada pH netral ini dilakukan hanya untuk rumput laut yang telah
mengalami perendaman dalam larutan asam.
Agar yang telah dimasak disaring, kemudian cairan yang keluar
ditampung dan didinginkan selama 7 jam. Agar yang telah beku dihancurkan
dan dipres dengan kain. Hasilnya berupa lembaran-lembaran kemudian diangin-
anginkan. Lembaran-lembaran kering dipotong-potong dan dimasukkan ke
dalam alat penggiling. Hasil penggilingan adalah agar tepung

f) Manfaat Agar
Agar di Indonesia dikenal dalam bentuk lembaran, batangan maupun
tepung. Pada mulanya agar hanya digunakan sebagai bahanmakanan dan obat-
obatan. Dengan kemajuan teknologi yang dicapai dewasa ini, penggunaan agar
semakin luas. Sampai saat ini agar digunakan untuk keperluan laboratorium
sebagai media kulturmikroba, dalam industri farmasi sebagai bahan peluntur,
dalam industri kosmetik sebagai bahan dasar pembuat salep, krim, sabun dan
lotion. Disamping itu agar juga dapat digunakan sebagai bahan tambahan dalam
industri kertas, tekstil, odol. Dalam industri pangan, agar banyak dijumpai dalam
berbagai bentuk, baik sebagai produk utama maupun produk tambahan bagi
makanan lain (food additive).

11
Di bidang kesehatan, khususnya ketika Perang Dunia II, agar digunakan
untuk membersihkan luka. Hal ini disebabkan dalam agar terdapat komponen
yang dapat menghentikan penggumpalan darah, sehingga luka mudah untuk
dibersihkan. Pada jaman dahulu, baik Jepang maupun Cina, agar digunakan
sebagai obat sakit perut

g) Proses Pengolahan Rumput Laut Menjadi agar-agar


1. Pemanenan
Pemanenan rumput laut sebaiknya pada hari panas dan cukup umur.
Untuk jenis gracilaria 1-1.5 bulan, sedangkan untuk eucheuma 1.5 bulan.
Cara panen dengan memetik sebagain tanaman yang menempel pada
substraknya, sedangkan untuk rumput laut budidaya pemanenan dilakukan
dengan cara dipetik secara keseluruhan kemudian thallus bagian ujung
dipetik untuk dijadikan bibit, sedangkan bagian pangkal diambil untuk
dikeringkan.
2. Pengeringan
Pengeringan sekaligus membersihkan kotoran dari pasir, batu karang,
dsb. Pengeringan sebaiknya menggunakan alas pengering atau para- para
penjemuran. Lama pengeringan 1-2 hari sehingga diperoleh ruput laut
dengan Ka 25% untuk gracilaria dan 32% untuk eucheuma.
3. Pencucian
Rumput laut dicuci dengan air tawar sambil dihilangkan kotoran
yang masih melekat seperti pasir, karang, Lumpur, rumpit laut jenis lain
sampai bersih dan tiriskan.
4. Pemucatan
 Rumput laut direndam dengan larutan kaporit 0.25% (0.25 gr/ltr
air) sambil diaduk- aduk selama 1-2 jam
 Cuci rumput laut berulang kali sampai bersih dan tiriskan untuk
menghilangkan bau kaporit
 Cuci kembali sampai bersih dan keringkan sampai ½ kering. Pada
tahap ini rumput laut dapat disimpan dulu bila tidak segera di
olah.

12
 Untuk mengolah rumput laut menjadi agar- agar kertas, rumput
laut terlebih dahulu direndam semalaman dan dilakukan kegiatan
sbb:
5. Pemasakan dan penyaringan
 Rebus rumput laut dengan menggunakan air 10 liter setiap 1 kg
rumput laut selama 1-2 jam atur suhu perebusan 80-90º c dan
tambahkan asam cuka ± 5ml
 saring rumput laut dengan menggunakan kain penyaring dan
tampung dalam wadah penampungan (perebusan 1)
 rebus ampas rumput laut dengan menggunakan 5-7 liter air
selama 1 jam pada suhu 80-90c lalu saring (perebusan 2)
 1 dan 2 dicampur dan dipanaskan selama 15 menit dan
tambahkan KCI2.5% (2.5 gr/ liter air) atau KOH 3% (3 gr/ ltr air)
6. Penjendalan
 Tuang cairan rumput laut pada cetakan dan biarkan semalaman
 Keluarkan cairan yang sudah mengental dari cetakannya
 Bungkus setiap lembaran agar dengan kain yang berukuran lebih
besar dari ukuran pan pengentalnya supaya pada saat pengepresan
masa agar- agar tidak pecah.
7. Pengepresan
 Lembaran agar yang telah terbungkus disusun dalam bak
pengepres dan di press dengan menggunakan beban pemberat.
 Biarkan pengepresan selama semalam sehingga ketebalan ± 2
mm.
8. Pengeringan
 Jemur agar- agar yang telah di press beserta kain pembungkus
diatas para- para selama 3-5 hari dan atur satu per satu agar tidak
menumpuk.
 Setelah kering, tarik kain pembungkus pada sudut- sudutnya dan
lepaskan pembungkus sehingga diperoleh agar berbentuk
lembaran atau kertas.

13
C. Tahap-Tahap Proses Pengolahan Rumput Laut Menjadi karagenan

a) Karagenan
Karaginan merupakan kelompok polisakarida galaktosa yang diekstraksi
dari rumput laut dari spesies tertentu kelas alga merah (rhodophyceae) jenis
Chondrus, Eucheuma, Irdaea, dan Phyllophora. Yang diekstraksi dengan air
atau larutan alkali yang dilanjutkan dengan pemisahan karaginan dengan
pelarutnya. Sebagian besar karaginan adalah senyawa hidrokoloid yang
mengandung ester, kalium, natrium, magnesium, dan kalium sulfat dengan
galaktosa dan 3,6 anhydro galaktopolimer. Polisakarida ini merupakan galaktan
yang mengandung ester asam sulfat antara 20-30% dan saling berikatan dengan
ikatan (1,3) ; B (1,4) D glikosidik secara berselang-seling. Karaginan dibedakan
dengan agar-agar berdasarkan kandungan sulfatnya, karaginan mengandung
minimal 18% sulfat sedang agar-agar hanya mengandung 3-4%. Kandungan
karaginan yang banyak dibudidayakan didapatkan dari rumput laut dengan
spesies Eucheuma ialah Eucheuma Cottoni dan Eucheuma Spinosum. Dalam
dunia perdagangan karaginan terdiri atas tiga jenis, yaitu : kappa, iota, dan
lambda karaginan. Dimana ketiga jenis ini dibedakan berdasarkan perbedaan
ikatan sel, sifat gel dan protein reactivity. Kappa karaginan dihasilkan dari
rumput laut jenis Eucheuma Cottoni, larut dalam air panas, serta membentuk gel
dalam air. Lambda karaginan dari Chondrus Crispus, sedang iota karaginan
dihasilkan dari Eucheuma Spinosum.

Rumus bangun karaginan :

14
Beberapa sifat dari karaginan antara lain :

o Dalam air dingin seluruh garam dari Lambda karaginan larut sedangkan
Kappa dan lota karaginan hanya garam natriumnya saja yang larut.
o Lambda karaginan larut dalam air panas, Kappa dan lota karaginan larut
pada temperatur 70°C ke atas.
o Kappa, Lambda dan lota karaginan larut dalam susu panas, dalam susu
dingin Kappa dan lota tidak larut, sedangkan Lambda karaginan
membentuk dispersi.
o Kappa karaginan membentuk gel dengan ion Kalium, lota karaginan
dengan ion Calsium dan Lambda karaginan tidak membentuk gel.
o Semua type karaginan stabil pada pH netral dan alkali, pada pH asam
akan terhidrolisa.

Pada industri makanan, karaginan digunakan sebagai stabilizer,


thickener,gelling agent, zat tambahan (additive) dalam proses pengolahan
coklat, susu, puding, susu instant, dan makanan kaleng. Pada industri farmasi,
karaginan digunakan sebagai lahan pengental (suspensi), emulsi dan stabilizer
dalam proses pembuatan pasta gigi, obat-obatan, minyak mineral, dan lain-lain.
Selain itu, juga digunakan dalam industri tekstil, cat dan keramik. Industri pasta
gigi merupakan industri terbesar di Indonesia yang menggunakan karaginan

15
Tabel 1. Karaginan dari beberapa jenis algae

Rumput laut Eucheuma di Indonesia umumnya tumbuh di


perairan yang mempunyai rataan terumbu karang. la melekat pada
substrat karang mati atau kulit kerang ataupun batu gamping di daerah
intertidal dan subtidal. Tumbuh tersebar hampir diseluruh perairan
Indonesia. Sebaran Eucheuma dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

b) Sifat Dasar Karaginan


Sifat dasar karaginan terdiri dari tiga tipe karaginan yaitu kappa, iota dan
lambda karaginan. Tipe karaginan yang paling banyak dalam aplikasi pangan
adalah kappa karaginan. Sifat-sifat karaginan meliputi kelarutan, viskositas,
pembentukan gel dan stabilitas pH, gel strength, melting temperatur, setting
temperatur.
c) Kelarutan
Kelarutan karaginan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya tipe karaginan, temperatur, pH, kehadiran jenis ion tandingan dan

16
zatzat terlarut lainnya. Gugus hidroksil dan sulfat pada karaginan bersifat
hidrofilik sedangkan gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa lebih hidrofobik. Lambda
karaginan mudah larut pada semua kondisi karena tanpa unit 3,6-anhidro-D-
galaktosa dan mengandung gugus sulfat yang tinggi. Karaginan jenis iota
bersifat lebih hidrofilik karena adanya gugus 2-sulfat dapat menetralkan 3,6-
anhidro-Dgalaktosa yang kurang hidrofilik. Karaginan jenis kappa kurang
hidrofilik karena lebih banyak memiliki gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa.
Karakteristik daya larut karaginan juga dipengaruhi oleh bentuk garam
dari gugus ester sulfatnya. Jenis sodium umumnya lebih mudah larut, sementara
jenis potasium lebih sukar larut. Hal ini menyebabkan kappa karaginan dalam
bentuk garam potasium lebih sulit larut dalam air dingin dan diperlukan panas
untuk mengubahnya menjadi larutan, sedangkan dalam bentuk garam sodium
lebih mudah larut. Lambda karaginan larut dalam air dan tidak tergantung jenis
garamnya

Tabel 2. Daya kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut

Karaginan dapat membentuk gel secara reversibel artinya dapat


membentuk gel pada saat pendinginan dan kembali cair pada saat dipanaskan.
Pembentukan gel disebabkan karena terbentuknya struktur heliks rangkap yang
tidak terjadi pada suhu tinggi

d) Stabilitas pH
Karaginan dalam larutan memiliki stabilitas maksimum pada pH 9 dan
akan terhidrolisis pada pH dibawah 3,5. Pada pH 6 atau lebih umumnya larutan
karaginan dapat mempertahankan kondisi proses produksi karaginan. Hidrolisis

17
asam akan terjadi jika karaginan berada dalam bentuk larutan, hidrolisis akan
meningkat sesuai dengan peningkatan suhu. Larutan karaginan akan menurun
viskositasnya jika pHnya diturunkan dibawah 4,3 Kappa dan iota karaginan
dapat digunakan sebagai pembentuk gel pada pH rendah, tetapi tidak mudah
terhidrolisis sehingga tidak dapat digunakan dalam pengolahan pangan.
Penurunan pH menyebabkan terjadinya hidrolisis dari ikatan glikosidik yang
mengakibatkan kehilangan viskositas. Hidrolisis dipengaruhi oleh pH,
temperatur dan waktu. Hidrolisis dipercepat oleh panas pada pH rendah.

e) Viskositas
Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Viskositas
suatu hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi karaginan,
temperatur, jenis karaginan, berat molekul dan adanya molekul-molekul lain.
Jika konsentrasi karaginan meningkat maka viskositasnya akan meningkat
secara logaritmik. Viskositas akan menurun secara progresif dengan adanya
peningkatan suhu, pada konsentrasi 1,5% dan suhu 75oC nilai viskositas
karaginan berkisar antara 5 – 800 cP.
Viskositas merupakan faktor kualitas yang penting untuk zat cair dan
semi cair (kental) atau produk murni, dimana hal ini merupakan ukuran dan
kontrol untuk mengetahui kualitas dari produk akhir. Viskositas karaginan
berpengaruh terhadap sifat gel terutama titik pembentukan gel dan titik leleh,
dimana viskositas karaginan yang tinggi menghasilkan laju pelelehan dan
pembentukan gel yang lebih tinggi dibanding karaginan yang viskositasnya
rendah.
Nilai viskositas dari karaginan Eucheuma cottonii sebesar 54,67 cP dan
berbeda nyata dengan karaginan komersial sebesar 35,71 cP. Hal ini disebabkan
karena kandungan sulfat pada karaginan Eucheuma cottonii lebih banyak
dibandingkan dengan karaginan komersial. Viskositas larutan karaginan
terutama disebabkan oleh sifat karaginan sebagai polielektrolit. Gaya tolakan
(repultion) antara muatan-muatan negatif di sepanjang rantai polimer yaitu ester
sulfat, mengakibatkan rantai molekul menegang. Karena sifat hidrofiliknya,
polimer tersebut dikelilingi oleh molekulmolekul air yang terimobilisasi,

18
sehingga menyebabkan larutan karaginan bersifat kental. Semakin kecil
kandungan sulfat, maka nilai viskositasnya juga semakin kecil, tetapi konsistensi
gelnya semakin meningkat. Adanya garam-garam yang terlarut dalam karaginan
akan menurunkan muatan bersih sepanjang rantai polimer. Penurunan muatan
ini menyebabkan penurunan gaya tolakan (repulsion) antar gugus-gugus sulfat,
sehingga sifat hidrofilik polimer semakin lemah dan menyebabkan viskositas
larutan menurun. Viskositas larutan karaginan akan menurun seiring dengan
peningkatan suhu sehingga terjadi depolimerisasi yang kemudian dilanjutkan
dengan degradasi karaginan

f) Titik gel dan titik leleh


Titik gel adalah suhu dimana larutan karaginan dalam konsentrasi
tertentu mulai membentuk gel, sedangkan titik leleh merupakan kebalikan dari
titik gel yaitu suhu larutan karaginan ini mencair dengan konsentrasi tertentu.
Karaginan dapat membentuk gel secara reversible, artinya membentuk gel pada
saat pendinginan dan mencair kembali jika dipanaskan. Hasil pengukuran titik
gel tertinggi pada penelitian diperoleh dari karaginan komersial sebesar 33,06
oC, sedangkan terendah sebesar 34,10 oC dari karaginan Eucheuma cottonii.
Nilai titik leleh tertinggi diperoleh dari karaginan komersial sebesar 50,21 oC,
sedangkan terendah sebesar 49,29 oC dari karaginan Eucheuma cottonii. Titik
gel dan titik leleh karaginan Eucheuma cottonii tidak berbeda nyata dengan
komersial. Hal ini diduga karena semakin tinggi suhu titik gelnya, semakin
tinggi pula suhu titik lelehnya. Suhu titik leleh untuk karaginan komersial pada
penelitian ini berkisar 15,53–15,96 oC, sedangkan titik leleh untuk karaginan
Eucheuma cottonii berkisar 16,49–16,68 oC di atas suhu titik gelnya. Moirano
(1977 diacu dalam Suryaningrum et al 1991) menyatakan bahwa suhu titik gel
kappa karaginan 10-15 oC di atas suhu titik gelnya. Suhu titik gel dan titik leleh
karaginan Eucheuma cottonii pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan
dengan karaginan komersial. Hal ini disebabkan karena kandungan sulfat pada
karaginan komersial lebih rendah dibandingkan karaginan Eucheuma cottonii.
Friedlander dan Zelokovitch (1984) menyatakan bahwa suhu titik gel dan titik
leleh berbanding lurus dengan kandungan 3,6-anhidrogalaktosa dan berbanding

19
terbalik dengan kandungan sulfatnya. Selanjutnya Reen (1986) menyatakan
bahwa adanya sulfat cenderung menyebabkan polimer terdapat dalam bentuk
sol, sehingga suhu titik gel sulit terbentuk. Pembentukan gel adalah suatu
fenomena penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga
terbentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini menangkap
atau mengimobilisasikan air di dalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan
kaku. Sifat pembentukan gel ini beragam dari satu jenis hidrokoloid ke jenis
lain, tergantung pada jenisnya. Gel mempunyai sifat seperti padatan, khususnya
sifat elastis dan kekakuan. Kappakaraginan dan iota-karaginan merupakan fraksi
yang mampu membentuk gel dalam air dan bersifat reversible yaitu meleleh jika
dipanaskan dan membentuk gel kembali jika didinginkan. Proses pemanasan
dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan mengakibatkan
polimer karaginan dalam larutan menjadi random coil (acak). Bila suhu
diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda)
dan apabila penurunan suhu terus dilanjutkan polimer-polimer ini akan terikat
silang secara kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk heliks akan terbentuk
agregat yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya gel yang kuat. Jika
diteruskan, ada kemungkinan proses pembentukan agregat terus terjadi dan gel
akan mengerut sambil melepaskan air. Proses terakhir ini disebut sineresis.
Kemampuan pembentukan gel pada kappa dan iota karaginan terjadi pada saat
larutan panas yang dibiarkan menjadi dingin karena mengandung gugus 3,6-
anhidrogalaktosa. Konsistensi gel dipengaruhi beberapa faktor antara lain: jenis
dan tipe karaginan, konsistensi, adanya ion-ion serta pelarut yang menghambat
pembentukan hidrokoloid .

g) Kekuatan gel
Kekuatan gel merupakan sifat fisik karaginan yang utama, karena
kekuatan gel menunjukkan kemampuan karaginan dalam pembentukan gel salah
satu sifat fisik yang penting pada karaginan adalah kekuatan untuk membentuk
gel yang disebut sebagai kekuatan gel. Hasil pengukuran kekuatan gel dari
karaginan komersial sebesar 685,50 g/cm2 dan berbeda nyata dengan karaginan
hasil penelitian Eucheuma cottonii sebesar 464,50 g/cm2. Kekuatan gel dari

20
karaginan sangat dipengaruhi oleh konsentrasi KOH, pH, suhu dan waktu
ekstraksi. Tingginya kekuatan gel pada karaginan komersial disebabkan
kandungan sulfatnya lebih rendah dibandingkan karaginan Eucheuma cottonii.

h) Proses Pengolahan Rumput Laut Menjadi karagenan


1. Alat dan bahan
Alat :

o Bak pencucian/ember besar


o Alat pengering (dryer)
o Beaker glass/plastik
o Kompor/ tungku pemasak
o Panci
o Baki/loyang
o Pemasak bertekanan
o Blender
o Ember

Bahan :

- Rumput laut basah


- Metil alkohol
- Air
- Kain kasa
- Kantong plastik

2. Cara Pembuatan :
a. Rumput laut Euchema cottonii kering terlebih dahulu dilakukan
perendaman selama 12 – 24 jam.
b. Rumput laut setelah selesai dilakukan perendaman, selanjutnya dicuci
dengan air bersih sambil digosok-gosok, agar bersih dari kotoran, selain
itu juga bertujuan untuk membersihkan selulosa yang terdapat pada
lapisan luar rumput laut. Pencucian dilakukan selama 2 – 3 jam.

21
c. Rumput laut yang telah bersih kemudian direbus/diekstraksi dalam air
alkali yaitu dengan menggunakan larutan KOH (Kalium Hidroksida)
dengan konsentrasi 8 %, dengan volume 10 – 15 kali berat rumput laut
kering, Perebusan dilakukan selama 2 – 3 jam pada suhu 50°- 60°C
d. Rumput laut yang telah direbus/diekstraksi dengan menggunakan larutan
KOH (Kalium Hidroksida), selanjutnya dilanjutkan pemanasan dengan
menggunakan larutan KCL dengan konsentrasi 0.5 %, dengan volume 10
– 15 kali berat rumput laut kering, perebusan dilakukan selama 2 – 3 jam
pada suhu 50°- 60°C pula.
e. Selanjutnya dilakukan pencucian dengan air tawar hingga mencapai pH
netral ( pH 7).
f. Lanjutkan perlakuan perendaman dengan menggunakan larutan Natrium
Bisulfit (Na2SO4) atau Sodium Bisulfit selama 30 menit, agar karagenan
yang didapat dari hasil ekstrasi menjadi lebih putih.
g. Karagenan hasil perendaman larutan Natrium Bisulfit, untuk selanjutnya
dilakukan pencucian kembali dengan air tawar sampai dihasilkan
karagenan yang netral.
h. Hasil karagenan yang telah selesai dicuci, seelanjutnya dilakukan
pengeringan dengan menggunakan alat pengering/oven selama 12 – 16
jam, dengan suhu 60°C. Pengeringan dapat dilakukan dengan
menggunakan bantuan sinar matahari selama 4 – 5 hari.
i. Hasil karagenan setelah dikeringkan dengan oven pengering selanjutnya
digiling dengan alat penepung/penggiling, sampai benarbenar halus.
j. Tepung karagenan yang didapat dari hasil penepungan, untuk selanjutnya
dilakukan pengemasan dengan menggunakan bahan pengemas plastik,
kaleng, dan lain sebagainya.

22
BAB III
KESIMPULAN

1. Rumput Laut
Rumput laut adalah tanaman laut yang termasuk ke dalam kelas
makroalga. rumput laut terbagi ke dalam tiga kelompok berdasarkan pigmen
yang terkandung dalam rumput laut, yaitu Rhodophyceae (merah),
Phaeophyceae (coklat) dan Chlorophyceae (hijau), sedangkan menurut
Glicksman (1983), rumput laut dikelompokkan menjadi empat kelas berdasarkan
pigmen yang dikandungnya yaitu Rhodophyceae (merah), Cyanophyceae (hijau
biru), Chlorophyceae (hijau) dan Phaeophyceae (coklat).

2. Tahap-Tahap Proses Pengolahan Rumput Laut Menjadi agar-agar


Adapun proses pengolahan rumput laut menjuadi agar-agar dapat melalui
beberapa tahap, yaitu : Pemanenan, Pengeringan, Pencucian, Pemucatan,
Pemasakan dan penyaringan, Penjendalan, Pengepresan, Pengeringan

3. Tahap-Tahap Proses Pengolahan Rumput Laut Menjadi karagenan


Adapun proses pengolahan rumput laut menjuadi karagenan dapat melalui
beberapa tahap, yaitu :
- Rumput laut Euchema cottonii kering di rendam selama 12 – 24 jam.
Selanjutnya dicuci sambil digosok-gosok, bertujuan untuk membersihkan
selulosa yang terdapat pada lapisan luar rumput laut. Pencucian dilakukan
selama 2 – 3 jam.
- Rumput laut direbus/diekstraksi dalam air alkali yaitu dengan menggunakan
larutan KOH (Kalium Hidroksida) dengan konsentrasi 8 %, dengan volume
10 – 15 kali berat rumput laut kering, Perebusan dilakukan selama 2 – 3 jam
pada suhu 50°- 60°C. Selanjutnya pemanasan dengan menggunakan larutan
KCL dengan konsentrasi 0.5 %, dengan volume 10 – 15 kali berat rumput
laut kering, perebusan dilakukan selama 2 – 3 jam pada suhu 50°- 60°C pula.
- Lalu di cuci dengan air tawar hingga mencapai pH netral ( pH 7). Lanjutkan
perendaman dengan menggunakan larutan Natrium Bisulfit (Na2SO4) atau

23
Sodium Bisulfit selama 30 menit. Kemudian dicuci kembali dengan air tawar
sampai dihasilkan karagenan yang netral. Kemudian menggunakan alat
pengering/oven selama 12 – 16 jam, dengan suhu 60°C atau dengan
menggunakan bantuan sinar matahari selama 4 – 5 hari.
- Selanjutnya digiling dengan alat penepung/penggiling, sampai benar-benar
halus. Tepung karagenan yang didapat selanjutnya dilakukan pengemasan
dengan menggunakan bahan pengemas plastik, kaleng, dan lain sebagainya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Anggun Krisan P. 2010. Karakteristik Fisiko – Kimia Agar Tepung Gracilaria verrucosa
dengan Metode Penanaman, Bobot Bibit dan Umur Panen yang Berbeda.
Skripsi
Wulandari, Retno. 2010. Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma Cottoni
Dengan Dua Metode. Laporan Tugas Akhir.
Prasetyowati, dkk. 2008. Pembuatan Tepung Karaginan dari Rumput Laut (Eucheuma
Cottonii) Berdasarkan Perbedaan Metode Pengendapan. Jurnal Teknik
Kimia, No. 2, Vol. 15, April 2008
Agustin. A, dkk. 2017. Optimasi Pembuatan Karagenan dari Rumput Laut Aplikasinya
Untuk Perenyah Biskuit. Inovasi Teknik Kimia, Vol. 2, No. 2, Oktober 2017

https://jualmesinrumputlaut.wordpress.com/2016/06/21/cara-membuat-karagenan-
rumput-laut-yang-praktis/

https://rumahmesinblog.wordpress.com/2015/01/10/tahapan-proses-pengolahan-
rumput-laut/

25

Anda mungkin juga menyukai