Anda di halaman 1dari 7

KARAKTERISTIK HIDROLOGI SUNGAI BAWAH TANAH DAN

POTENSI PEMANFAATANNYA
Studi Kasus Wilayah Kawasan Karst Gunung Sewu, Daerah Istimewa
Yogyakarta
Aulia Rizki Damayanti
Departemen Geografi Lingkungan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada
Email: aulia.rizki.damayanti@mail.ugm.ac.id
INTISARI

Karst merupakan suatu bentuk lahan yang terbentuk akibat adanya proses pelarutan
(solusional). Salah satu kawasan karst yang terdapat di Indonesia adalah kawasan karst Gunung
Sewu yang berada di daerah Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kawasan karst memiliki
potensi airtanah yang cukup besar. Sumberdaya airtanah yang ada berada pada rongga-rongga atau
lorong-lorong di bawah permukaan tanah. Aliran airtanah tersebut dapat membentuk aliran sungai
bawah tanah yang memiliki karakteristik atau sifat yang berbeda. Secara umum aliran sungai bawah
tanah dapat berupa aliran lorong/saluran (conduit), aliran celah (fissure) dan aliran rembesan (diffuse)
Potensi aliran sungai bawah tanah dapat digunakan sebagai sumber air bersih, sumber tenaga
hydropower, dan wisata minat khusus yang menyajikan pemandangan alam.

Kata Kunci : Karst, Sungai bawah tanah, Gunung Sewu , Airtanah, conduit, fissure, diffuse

PENDAHULUAN
Indonesia memiliki kawawan karst yang mencakup hampir 20% luas dari total seluruh
wilayah di Indonesia, kawasan karst memiliki potensi sumber daya alam yang sangat kaya.
Karst memiliki topografi yang unik dan morfologi yang spesifik sehingga mudah dikenali
seperti rangkaian bukit-bukit berbentuk kerucut, kubah dan tiang (Handayani, 2009). Salah
satu kawasan karst yang populer di Indonesia adalah kawasan karst Gunung Sewu.
Kawasan karst dapat dicirikan oleh (White 1988);
1. Terdapat cekungan yang tertutup dengan berbagai ukuran dan bentuk serta
lembah yang kering.
2. Tidak terdapat atau langka drainase permukaan
3. Terdapat goa dan sistem saluran atau dranase bawah tanah
Kawasan karst Gunung Sewu berada di daerah Kabupaten Gunungkidul dicirikan
dengan medan yang berbatu, kurang subur dan sering mengalami kekurangan air.
Perkembangan lorong konduit di kawasan karst Gunung Sewu menyebabkan terjadinya
kondisi tersebut. Perkembangan lorong konduit juga mengontrol terbentuknya sungai bawah
tanah yang mempunyai kedalaman kurang lebih 60-100 meter dibawah pemukaan tanah.
Menurut Adji dkk (2017), kondisi tersebut yang menyebabkan sumberdaya air yang ada di
kawasan karst sulit atau belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Sumberdaya air yang
berupa airtanah karst hanya dapat dimanfaatkan melalui mataair yang bermunculan di
permukaan tanah secara alami (Nugroho, 2004 dalam Handayani, 2009).

[1]
Sumberdaya airtanah yang berada di kawasan karst terpusat pada lorong atau
retakan-retakan yang berada di bawah tanah sehingga potensi sumber airtanahnya tinggi.
Waktu yang diperlukan air hujan untuk keluar menuju mataair memiliki durasi yang cukup
panjang. Hal tersebut menyebabkan ketika musim kemarau debit yang mengalir tetap besar.
Oleh karena itu Haryono (2001) menyebutkan bahwa di kawasan karst dapat disebut
sebagai “tanki air tawar raksasa”. Sungai permukaan di kawasan karst sangat sedikit, namun
sistem sungai yang ada di bawah permukaan tanah mengalami perkembangan yang baik.
Sistem sungai tersebut dikenal sebagai sungai bawah tanah (Zulqhisti dan Cahyadi, 2014)
Kawasan karst Gunung Sewu dipetakan oleh Sir Mac Donald dan Partners (1979)
memiliki 253 saluran sungai bawah tanah. Dari 235 saluran sungai bawah tanah tersebut
terdapat 42 saluran yang berpotensi sebagai sumber air bersih. Dengan adanya sungai
bawah tanah tersebut, diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga dapat
membantu dalam pemenuhan kebutuhan penduduk dan juga dapat memajukan
perekonomian penduduk sekitar melalui pariwisata.

ISI
Karst menurut istilah merupakan turunan dari bahasa slovenia “kras” ke dalam bahasa
Jerman yang memiliki arti lahan gersang dan berbatu (Pramono dan Ashari, 2014). Suatu
daerah yang memiliki kondisi hidrologi yang khas akibat adanya kombinasi dari batuan yang
mudah larut dan porositas sekunder yang berkembang baik didefinisikan oleh Ford dan
Williams (1989) sebagai karst. Karst juga merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan suatu bentuk lahan akibat adanya proses pelarutan (solusional) (Cahyadi,
2010).
Proses pembentukan kawasan karst didominasi oleh proses pelarutan. Proses
pelaturan batugamping diawali oleh larutnya CO2 di dalam air membentuk H2CO3. Larutan
H2CO3 tidak stabil terurai menjadi H- dan HCO32-. Ion H- inilah yang selanjutnya menguraikan
CaCO3 menjadi Ca2+ dan HCO32- (Haryono dan Adji, n.d). Adapun prose pelarutan
dirumuskan dengan reaksi berikut.

CaCO3 + H2O + CO2 -----------------> Ca2+ + HCO32-

Kawasan karst terbentuk akibat proses yang intensif dari pelarutan batuan karbonat
atau batu gamping. Mineral penyusun batu gamping didominasi oleh mineral karbonat
sehingga ketika ada air mineral tersebut akan mudah terlarutkan. Hampir disemua kawasan
karst akan terbentuk goa. Kawasan karst dengan batuan yang didominasi oleh batuan
karbonat atau batuan gamping akan terjadi pembentukan goa yang intensif. Hal ini terkait
dengan unsur utama yang terkandung di dalam batuannya yang didominasi oleh karbonat
CaCO3 yang apabila terkena larutan asam akan sangat reaktif.

[2]
Karakteristik airtanah di kawasan karst berbeda dengan kawasan lainya. Hal tersebut
dikarenakan batuan karbonat yang menyusun kawasan karst memiliki banyak rongga atau
celah dan sifat batuan yang mudah larut dalam air, sehingga airtanah akan mengalir melalui
celah-celah atau rongga-rongga pelarutan termasuk dalam goa-goa atau yang biasa disebut
sebagai porositas sekunder. Sedangkan untuk mengalir melalui rongga-rongga butir batuan
(porositas primer) akan sangat jarang (Haryono dan Adji, 2004). Aliran airtanah yang ada di
kawasan karst yang mengalir melewati rongga atau lorong-lorong hasil pelarutan akan
cenderung mengikuti rongga atau lorong tersebut sehingga memiliki peluang mengalir ke
berbagai arah yang tidak sama.
Kondisi hidrologi di kawasan karst dicirikan dengan sedikitnya aliran permukaan, akan
tetapi pembentukan goa dan aliran bawah permukaan berkembang cukup baik. Kawasan
karst memiliki sumber utama air tanah yang berupa imbuhan allogenic, internal runoff,
diffuse infiltration dan imbuhan dari akuifer diatas batuan solusional bila ada (Bahtiar dan
Cahyadi, 2014). Secara umum sifat aliran akuifer pada kawasan karst terbagi menjadi 3 jenis
yaitu aliran lorong/saluran (conduit), aliran celah (fissure) dan aliran rembesan (diffuse)
(Gillieson, 1996). Air infiltrasi pada bukit-bukit karst akan mengontrol aliran diffuse dan
menjadi salah satu masukan dalam aliran bawah tanah yang berupa rembesan atau tetesan.
Aliran diffuse memiliki sifat komponen berupa laminar yang mana karakteristiknya mengikuti
hukum Darcy (Haryono, 2001). Alliran saluran ( conduit) pada sungai bawah tanah dapat
memperoleh masukan berupa banjir (internal runoff) dan respon terhadap air hujan. Hal
tersebut terjadi ketika terdapat aliran permukaan melalui ponor atau sinkhole masuk kedalam
aliran bawah tanah. Sifat komponen dari aliran conduit termasuk aliran turbulent sehingga
karakteristiknya tidak dapat diketahui melalui penerapan hukum Darcy (Adji, 2006 dalam
Bahtiar dan Cahyadi, 2014).
Aliran dasar yang di dalam hidrologi yang dikenal sebagai baseflow sangat memiliki
peran yang penting karena ketika musim kemarau datang karena sebagai satu-satunya
penyedia air (debit). Begitu pula terjadi pada kawasan karst, yang mana aliran diffuse
sebagai aliran dasar mempunyai peran penting sehingga sungai bawah tanah tidak pernah
kering ketika musim kemarai datang.
Sistem airtanah atau hidrogeologi yang ada di kawasan karst Gunung Sewu dibagi
menjadi 5 unit (gambar 1), yaitu (1) Sub sistem Panggang, (2) Sub sistem Bribin-Baron-
Seropan, (3) Sub sistem Ponjong, (4) Sub sistem Pracimantoro dan Giritontro dan (5) Sub
sistem Donorojo-Pringkuku (Haryono dkk, 2017)

[3]
Gambar 1. Satuan Hidrogeoogi Kawasan Karst Gunung Sewu (Haryono, 2011 dalam
Haryono dkk, 2017)

Sistem aliran air utama pada kawasan karst melalui saluran yang akan membentuk
jaringan sungai bawah tanah sehingga untuk sungai di permukaan akan sangat sedikit
dijumpai. Sungai bawah tanah menjadi salah satu karakteristik kawasan karst. Sistem aliran
pada sungai bawah tanah juga sama seperti yang terjadi pada sungai permukaan. Salah
satu sungai bawah tanah yang terdapat di kawasan karst Gunung Sewu adalah sungai
bawah tanah yang mengalir di Goa Seropan yang terletak di Kecamatan Semanu.
Goa Seropan termasuk salah satu masukan menuju sungai bawah tanah dengan debit
yang cukup besar. Menurut Haryono dkk (2017) goa Seropan memiliki tiga lorong dengan
arah yang berbeda diantaranya, lorong yang digunakan untuk masuk yang bersifat kering
dan dua lorong lainnya sebagai bagian dari sungai bawah tanah. Debit dari sungai bawah
tanah rata-rata 400 liter/detik. Goa Seropan tergolong memiliki peloronngan yang sudah
berkembang. Masukan air dari zona sesar di bagian hulu akan mempengaruhi akuifer yang
terbentuk, dengan perkembangan yang intesif pada jaringan saluran kecil ( diffuse-fissure)
dan sistem air freatik yang bersifat terbuka (Adji, dkk, 2015)
Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan oleh Institute for Water Resources
Management, Hydraulic and Rural Engineering (IWK) Universitas Karlsruhe (2010)
menunjukkan bahwa air sungai bawah tanah harus dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan
keperluan di permukaan. Air sungai bawah tanah harus dinaikkan ke permukaan sehingga
dapat digunakan sebagai pasokan air untuk pemehuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Adapun cara yang dapat digunakan untuk menaikkan air tersebut perlu menggunakan
pompa, akan tetapi biaya yang dibutuhkan akan sangat mahal dan hal tersebut dapat
memberatkan penduduk. Oleh karena itu, untuk menghasilkan listrik yang dapat digunakan
untuk memompa air ke atas permukaan kemudian dibuat bangunan air berupa bendungan di

[4]
bawah tanah. Bendungan tersebut akan membendung aliran air sungai bawah tanah
sehingga dapat menghasilkan listrik.

Salah satu sumber air bersih


Tabel 1 Sistem Pelayanan Jaringan Air Bersih PDAM di Kabupaten Gunungkid
Jumlah
Jumlah Sambungan Jumlah Dusun
Daerah
Sistem Sambungan Saluran dan Desa
Pelayanan
Hidram Umum Rumah Yang Terlayani
Tangga
Bribin 1 dan 2 Kecamatan 510 7.387 134 dusun; 21
Semanu, Tepus, desa
Rongkop, dan
Girisubo
Seropan Kecamatan 115 7.292 134 dusun; 21
Semanu, desa
Ponjong,
Karangmojo, dan
Wonosari
Baron Kecamatan 57 874 32 dusun; 4
Tanjungsari desa
Ngobaran Kecamatan 180 6.811 152 dusun; 40
Saptosari, desa
Paliyan,
Purwosari, dan
Panggang
Sumber: Suryono (2006)

Selain sebagai pasokan air bersih, sungai bawah tanah juga dapat dijadikan sebagai
salah satu objek wisata minat khusus. Wisata yang menyajikan keindahan lingkungan akan
menjadi daya tarik tersendiri. Untuk memanfaatkan suatu sungai bawah tanah di kawasan
karst perlu dilakukan identifikasi untuk mengetahui karakteristik dari aliran sungai bawah
tanahnya. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Bahtiar dan Cahyadi (2014)
digunakan 3 metode untuk mengidentifikasi karakteristik hidrologinya, diantaranya berupa
anallisis hidrograf, uji tracer, dan sampling hidrogeokimia. Aliran hidrograf dapat digunakan
untuk mengetahui respon dari variasi eksternal sepeti suhu, curah hujan, tanah dan aktivitas
tumbuhan( Adji dan Haryono, 2004). Uji tracer digunakan untuk mengetahui karakteristik
sistem aliran airtanahnya sehingga diketahui model pengembangan wisatanya. Selain itu uji
tracer juga digunakan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara aliran sungai
bawah tanah dengan aliran sungai bawah tanah lainnya.

[5]
Menurut Bahtiar dan Cahyadi (2014) goa yang memiliki karakteristik berupa aliran
diffuse dan fisure dapat dimanfaatkan sepanjang musim karena tidak akan terjadi banjir yang
berlangsung secara cepat. Untuk goa dengan aliran sungai bawah tanah yang conduit
pemanfaatannya disarankan hanya pasa musim kemarau saja karena dapat terjadi banjir
dengan sangat cepat.

PENUTUP/KESIMPULAN
Karakteristik aliran sungai bawah tanah yang berada dalam kawasan karst Gunung
Sewu dapat berupa aliran lorong/saluran (conduit), aliran celah (fissure) dan aliran rembesan
(diffuse). Pemanfaatan potensi dari aliran sungai bawah tanah yang ada dapat digunakan
sebagai sumber air bersih, sumber tenaga hydropower, dan wisata minat khusus yang
menyajikan pemandangan alam.

UCAPAN TERIMA KASIH


Makalah ini merupakan bagian dari penilaian dalam praktikum Geohifrologi tahun
2018 di Program Studi Geografi dan Ilmu Lingkungan Departemen Geografi Linngkungan
Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Ucapan terimakasih saya sampakan kepada
kepada rekan, panitia, dosen, asisten yang ikut serta memberikan bahan atau membantu
kelancaran dalam penulisan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
.
Adji, T. N. Haryono, E. Fatchurohman, H. dan Oktama, R. 2017. Spatial and Temporal
Hydrochemistry Variations Of Karst Water in Gunung Sewu, Java, Indonesia. Journal
Environmental Earth Sciences (2017) 76: 709
Adji, T.N.; Mujib, M.A.; Fatchurohman, H. dan Bachtiar, I.Y. 2015. Analisis Tingkat
Perkembangan Akuifer Karst di Kawasan Karst Gunung Sewu, Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Karst Rengel, Tuban, Jawa Timur Berdasarkan Analisis Hidrograf.
Pekan Ilmiah Tahunan Ikatan Geograf Indonesia. Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta.
Bahtiar, I. Y. dan Cahyadi, A. 2014. Analisis Karakteristik Hidrologi Aliran Sungai Bawah
Tanah di Kawasan Karst untuk Mendukung Pengembangan Geowisata. Ekologi
Lingkungan Kawasan Karst Indonesia: Menjaga Asa Kelestarian Kawasan Karst
Indonesia. Yogyakarta: Deepublish
Cahyadi, A. 2010. PENGELOLAAN KAWASAN KARST DAN PERANANNYA DALAM
SIKLUS KARBON DI INDONESIA. Dipresentasikan dalam Seminar Nasional

[6]
Perubahan Iklim di Indonesia, 13 Oktober 2010. Yogyakarta: Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Gadjah Mada.
Ford, D.C. dan William, P.W. 1989. Karst Geomorphology and Hydrology. London: Chapman
and Hall
Handayani, A. 2009. ANALISIS POTENSI SUNGAI BAWAH TANAH DI GOA SEROPAN
DAN GOA SEMULUH UNTUK PENDATAAN SUMBERDAYA AIR KAWASAN KARST
DI KECAMATAN SEMANU KABUPATEN GUNUNG KIDUL PROPINSI DAERAH
ISTIMEWA JOGYAKARTA TAHUN 2007. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sebelas Maret.
Haryono, E. 2001. Nilai Hidrologis Bukit Karst. Makalah pada seminar Nasional, Eko-Hidrolik.
28-29 Maret 2001. Yogyakarta: Jurusan Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada.
Haryono, E. dan Adji, T. N. 2004. Pengantar Geomorfologi dan Hidrologi Karst. Yogyakarta:
Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada
Haryono, E. dan Adji, T. N. n.d. Bahan Ajar Geomorfologi dan Hidrologi Karst. Yogyakarta:
Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada
Haryono, E. Barianto, D. H. dan Cahyadi, A. 2017. Petunjuk Kegiatan Lapangan
Hidrogeologi Kawasan Karst Gunungsewu. Yogyakarta: Pekan Ilmiah Tahunan
Perhimpunan Ahli Airtanah Indonesia (PIT PAAI) 2017.
Karlsruhe Institute of Technology (KIT). 2010. Pre-Design of the Hydropower Plat with Wood
Stave Pipeline in Goa Seropan, Joint Project Integrated Water Resources
Management (IWRM) in Gunung Kidul, Yogyakarta, Indonesia
Mac Donald and Partners, 1984. Greater Yogyakarta Groundwater Resources Study.
Groundwater Vol 3. Yogyakarta: Departement of Public Work Directorate General of
water Resources Development, Groundwater Resources Development Project
(PP2AT)
Pramono, H. dan Ashari, H. 2014. Geomorfologi Dasar. Yogyakarta: UNY Press.
Suyono. 2004. Hidrologi Dasar. Yogyakarta : Fakulats Geografi UGM.
White, W.B. 1988. Geomorphology and Hydrology of Karst Terrains. New York: Oxford
University Press.
Zulqhisti, G. dan Cahyadi, A. 2014. Konservasi Sumberdaya Air Kawasan Karst
Gunungsewu dengan Peningkatan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat. Ekologi
Lingkungan Kawasan Karst Indonesia: Menjaga Asa Kelestarian Kawasan Karst
Indonesia. Yogyakarta: Deepublish

[7]

Anda mungkin juga menyukai