Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
A. Latar Belakang
Arsen adalah elemen kimia dengan simbol As dan nomor atom 33 serta merupakan
bahan racun yang sangat berbahaya. Seperti kebanyakan zat kimia lain, pemaparan manusia
terhadap arsenik terjadi dari sumber alami, sumber industri, dan sumber pertanian. Arsenik
juga dapat ditemukan dalam bijih tambang berbagai logam seperti emas, timbal, tembaga,
timah, dan zink.
Arsenik dilepas ke atmosfer sebagai produk samping dari peleburan bijih tambang
nonfero, dari proses pembuatan pestisida, dan dari pembakaran kaca yang digunakan untuk
pembuatan gelas. Karena senyawa arsenik terkadang dipakai sebagai pestisida, maka debu
dan gas yang dilepaskan dari mesin pemisah biji kapas dan dari mesin pemotong tembakau
mengandung arsenik (WHO 2002).
Dalam kerak bumi, arsen terdapat pada konsentrasi rata-rata 2-5 ppm. Pembakaran
bahan bakar fosil terutama batubara, mengeluarkan sejumlah As2O3 ke lingkungan dan
sebagian besar akan masuk ke dalam perairan. Arsen terdapat di alam bersama-sama dengan
mineral fosfat dan dilepaskan ke lingkungan bersama dengan senyawa fosfor (Achmad,
2004). Meskipun arsen merupakan logam yang terdapat dimana-mana, kadarnya dalam air
dan udara sehari-hari biasanya rendah. Sumber utama pajanan manusia adalah makanan, dan
pada makanan hasil laut kadar arsen dapat mencapai 5 ppm (Lu 1995).
Berdasarkan penjelasan di atas maka penting untuk mengetahui karakteristik arsen
termasuk metabolisme hingga dampak yang diakibatkannya. Hal tersebut dilakukan agar
kontaminasi arsen pada manusia dapat diminimalisir.
B. Tujuan
1. Mengetahui karakteristik arsen
2. Mengetahui metabolism arsen dalam tubuh
3. Mengetahui biomarker arsen
4. Mengetahui nilai ambang batas arsen dari berbagai standar
C. Tinjauan Pustaka
1. Karakteristik Agen Kimia : Arsen
Arsen adalah suatu metaloid, terdapat dalam banyak jenis mineral terutama yang
berhubungan dengan sulfur dan logam-logam. Kegunaan utama arsen adalah untuk
memperkuat campuran tembaga terutama timbal, khususnya untuk baterai mobil. Arsen
juga digunakan untuk produksi pestisida (herbisida, fungisida dan insektisida). Arsen
adalah senyawa yang sangat beracun terhadap banyak jenis organisme dan merupakan
logam berat yang merupakan masalah untuk air minum di banyak negara di dunia. Hal ini
disebabkan oleh adanya arsenik dalam air tanah, dan sumber-sumber lain seperti air
sungai dan udara (Sembel 2015).
Senyawa arsen dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu (Chandiramani
et al. 2007):
a. Anorganik
Arsenik anorganik dapat terbentuk menjadi trivalen (3, arsenit) atau
pentavalen (5, arsenat) arsenik. Senyawa trivalen arsenik anorganik yang paling umum
adalah arsenik trioksida, natrium arsenit, dan triklorida arsenik. Sedangkan, senyawa
anorganik pentavalen seperti pentoksida arsen, asam arsenik, dan senyawa arsen
seperti timbal arsenat dan kalsium arsenat. Senyawa arsenik anorganik biasa
digunakan dalam pembuatan logam, manufaktur elektronik (semi-konduktor), dan
sebagai pengawet kayu. Arsen anorganik juga dapat terbentuk selama peleburan logam
dan pembakaran batu bara (ATSDR 2007).
b. Organik
Senyawa arsen organik terbentuk ketika arsen berikatan dengan karbon.
Senyawa arsenik organik dapat berupa trivalen (+3, arsenit) atau pentavalen (5,
arsenat). Sebagian besar senyawa arsenik organik ditemukan dalam lingkungan yang
termetilasi sebagai akibat dari biomethylation oleh organisme di dalam tanah atau air.
Arsen organik seperti disodium methylarsenate (DSMA) dan monosodium
methylarsenate (MSMA), digunakan sebagai herbisida. Senyawa arsen organik juga
digunakan sebagai obat aditif pakan ternak. Arsenobetain merupakan bentuk organik
dari arsenik, dapat ditemukan dalam makanan laut dan tidak beracun (ATSDR 2007).
c. Gas arsin
Gas arsin terbentuk oleh reaksi hidrogen dengan arsen dan berbau seperti
bawang putih pada konsentrasi tinggi. Gas arsin digunakan secara komersial dalam
industri semi konduktor, selama sintesis senyawa arsenik organik, dan dalam
pembuatan kristal untuk chip komputer serta serat optik. Gas arsin dapat dihasilkan
selama peleburan dan pemurnian logam nonferrous serta dalam proses penambangan
(ATSDR 2007).
2. Metabolisme Arsen
a. Proses Toksikokinetik Arsen
Selain menyebabkan efek lokal di tempat kontak, suatu zat toksik akan
menyebabkan kerusakan bila ia diserap oleh organisme. Absorbsi dapat terjadi melalui
kulit, saluran cerna, dan saluran nafas. Selain itu sifat dan hebatnya zat kimia terhadap
organisme tergantung dari kadarnya di organ sasaran. Kadar ini tidak hanya tergantung
pada konsentrasi dosis yang diterima, tetapi juga pada faktor lain misalnya derajat
absorbsi, distribusi, dan ekskresi (Sari 2002).
Racun arsen yang masuk ke dalam saluran cerna akan diserap secara
sempurna di dalam usus dan masuk ke aliran darah dan disebar ke seluruh organ
tubuh. Sebagai suatu racun protoplasmik arsen melakukan kerjanya melalui efek
toksik ganda, yaitu (Sari 2002):
1) Arsen mempengaruhi respirasi sel dengan cara mengikat gugus sulfhidril (SH) pada
dihidrolipoat sehingga menghambat kerja enzim yang terkait dengan transfer
energi, terutama pada piruvate dan succinate oxidative pathway, sehingga
menimbulkan efek patologis yang reversibel. Efek toksik ini dikatakan reversible
karena dapat dinetralisir dengan pemberian dithiol, 2,3, dimerkaptopropanol
(dimercaprol, BritishAnti-Lewisite atau BAL) yang akan berkompetisi dengan
arsen dalam mengikat gugus sulfhidril (2,3). Selain itu sebagian arsen juga
menggantikan gugus fosfat sehingga terjadi gangguan oksidasi fosforilasi dalam
tubuh.
2) Senyawa arsen mempunyai tempat predileksi pada endotel pembuluh darah,
khususnya di dearah splanknik dan menyebabkan paralisis kapiler, dilatasi dan
peningkatan permeabilitas yang patologis. Pembuluh darah jantung yang terkena
menyebabkan timbulnya petekie subepikardial dan subendokardial yang jelas serta
ekstravasasi perdarahan. Efek lokal arsen pada kapiler menyebabkan serangkaian
respons mulai dari kongesti, stasis serta trombosis sehingga menyebabkan nekrosis
dan iskemia jaringan.
3) Di dalam darah, arsen yang masuk akan mengikat globulin dalam darah. Dalam
waktu 24 jam setelah dikonsumsi, arsen dapat ditemukan dalam konsentrasi tinggi
di berbagai organ tubuh, seperti hati, ginjal, limpa, paru- paru serta saluran cerna,
dimana arsen akan mengikat gugus sulfhidril dalam barrier. Didalam tulang arsen
menggantikan posisi fosfor, sehingga arsen dapat dideteksi didalam tulang setelah
bertahun-tahun kemudian
Sebagian arsen dibuang melalui urin dalam bentuk methylated arsenik dan
sebagian lainnya ditimbun dalam kulit, kuku dan rambut. Fakta terakhir ini penting,
karena setiap kali ada paparan arsen, maka menambah depot arsen di dalam kulit, kuku
dan rambut. Dalam penyidikan kasus pembunuhan dengan menggunakan arsen,
adanya peracunan kronis dan berulang dapat dilacak dengan melakukan pemeriksaan
kadar arsen pada berbagai bagian (fragmen) potongan rambut dari pangkal sampai ke
ujungnya. Penyerapan senyawa arsen dalam bentuk padat halus lebih cepat
dibandingkan bentuk padat kasar, sehingga gejala klinis yang terjadipun lebih berat
juga. Secara umum efek arsen terhadap tubuh tergantung dari sifat fisik dan kimiawi
racun, jumlah racun yang masuk, kecepatan absorpsi, serta kecepatan dan jumlah
eliminasi, baik yang terjadi alamiah (melalui muntah dan diare) maupun buatan,
misalnya akibat pengobatan (Sari 2002).
Arsen anorganik yang masuk ke tubuh wanita hamil dapat menembus
pembuluh darah plasenta dan masuk ke tubuh janin. Pada keadaan ini pemberian obat
BAL tampaknya aman, tetapi D-penicillamin tidak boleh diberikan karena bersifat
teratogen pada janin (Hayati 2009).
b. Toksikodinamik Arsen
Salah satu akibat yang merugikan dari arsen bagi kehidupan manusia adalah
apabila air minum mengandung unsur tersebut melebihi nilai ambang batas; dengan
gejala keracunan kronis yang ditimbulkannya pada tubuh manusia berupa iritasi usus,
kerusakan syaraf dan sel (Herman 2006). Selain itu, intoksikasi tubuh manusia terhadap
arsen (As) dapat berakibat buruk terhadap mata, kulit, darah, dan liver. Efek arsen
terhadap mata adalah gangguan penglihatan dan kontraksi mata pada bagian perifer
sehingga mengganggu daya pandang (visual fields) mata. Pada kulit menyebabkan
berwarna gelap (hiperpigmentasi), penebalan kulit (hiperkeratosis), timbul seperti bubul
(clavus), infeksi kulit (dermatitis) dan mempunyai efek pencetus kanker (karcinogenik)
(Hayati 2009).
Pada darah, menyebabkan kegagalan fungsi sumsum tulang dan terjadinya
pancytopenia (yaitu menurunnya jumlah sel darah perifer). Pada liver, mempunyai efek
yang signifikan pada paparan yang cukup lama (paparan kronis), berupa meningkatnya
aktifitas enzim pada liver (enzim SGOT, SGPT, gamma GT), ichterus (penyakit
kuning), liver cirrhosis (jaringan hati berubah menjadi jaringan ikat dan ascites
(tertimbunnya cairan dalam ruang perut). SGOT dan SGPT merupakan dua enzim
transaminase yang dihasilkan terutama oleh sel-sel hati. Bila sel-sel hati rusak, biasanya
kadar kedua enzim ini meningkat sedangkan Gamma GT adalah enzim yang
berhubungan dengan penanda adanya sumbatan pada kantung empedu. Pada Pada ginjal
akan menyebabkan kerusakan ginjal berupa renal damage (terjadi ischemia dan
kerusakan jaringan). Pada saluran pernafasan, akan menyebabkan timbulnya laryngitis
(infeksi laring), bronkhitis (infeksi bronkus) dan dapat pula menyebabkan kanker paru.
DAFTAR PUSTAKA
ATSDR, 2007. Toxicological Profile for Arsenic, 2007, Atlanta. Available at:
http://www.atsdr.cdc.gov/toxprofiles/tp2.html .
Biggs, M. Lou et al., 1997. Relationship of urinary arsenic to intake estimates and a biomarker of
effect, bladder cell micronuclei. Elsevier, 386(3), pp.185–195. Available at:
http://asrg.berkeley.edu/index_files/Publications_PDF/97BiggsRelationshipUrinaryAs.pdf.
Chandiramani, M., Kosina, P. & Jones, J., 2007. Arsenic toxicity. , pp.1–5. Available at:
http://www.knowledgebank.irri.org/ckb/agronomy-wheat/arsenic-toxicity.html.
Hall, M. et al., 2006. Blood arsenic as a biomarker of arsenic exposure: Results from a
prospective study. Toxicology, 225(2–3), pp.225–233. Available at:
http://www.ldeo.columbia.edu/~avangeen/publications/documents/Hall_Tox_06.pdf.
Hanifa, A. dan P.N., 2014. A Cross-Sectional Study of Well Water Arsenic and Child IQ in
Maine School Children. Available at:
http://www.academia.edu/10355679/ELAAH_KRITIS_JURNAL_MATA_KULIAH_MAN
AJEMEN_PENGOLAHAN_LIMBAH.
Hayati, N., 2009. Analisis kadar Arsen (As) pada kerang (Bivalvia) yang berasal dari laut
Belawan. , pp.1–66.
Herman, D.Z., 2006. Tinjauan terhadap tailing mengandung unsur pencemar Arsen ( As ),
Merkuri ( Hg ), Timbal ( Pb ), dan Kadmium ( Cd ) dari sisa pengolahan bijih logam.
Jurnal Geologi Indonesia, 1(1), pp.31–36. Available at: http://ijog.bgl.esdm.go.id.
Hughes, M.F., 2006. Biomarkers of exposure: A case study with inorganic arsenic.
Environmental Health Perspectives, 114(11), pp.1790–1796. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1665401/pdf/ehp0114-001790.pdf.
Lasut, H.E., Kawung, N.J. & Lasut, M.T., 2016. Kandungan Arsen (As), Berbentuk Suspensi dan
Terlarut, di Perairan Teluk Manado. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis, 1.
Lu, F., 1995. Toksikologi Dasar: Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Risiko Edisi II., Jakarta:
UIP Medan.
Melamed, D., 2004. Monitoring Arsenic in the Environment : A Review of Science and
Technologies for Field Measurements and Sensors. , pp.1–23. Available at:
http://users.physics.harvard.edu/~wilson/arsenic/measurement/EPA_review.pdf.
Sari, H., 2002. Deteksi dan Pengendalian Keracunan Arsen pada Pekerja. Majalah Kesehatan
Masyarakat, VI(1).
Sembel, D.T., 2015. Toksikologi Lingkungan A. Pramesta, ed., Yogyakarta: Penerbit Andi.
Sentra Infromasi Keracunan Nasional (SiKer Nas), 2010. ARSENIK, Available at:
http://ik.pom.go.id/v2012/katalog/arsenik.pdf.
Sudarmaji, J.M. dan C.I.., 2006. Toksikologi Logam Berat B3. Jurnal Kesehatan Lingkungan.