Oleh :
Banyak istilah yang dipakai dalam menyatakan suatu trauma atau cedera pada
kepala di Indonesia. Beberapa Rumah Sakit ada yang memakai istilah cedera
kepala dan cedera otak sebagai suatu diagnosis medis untuk suatu trauma pada
kepala, walaupun secara harfiah kedua istilah tersebut sama karena memakai
gradasi responds Glaso Coma Scale (GCS) sebagai tingkat gangguan yang terjadi
akibat suatu cedera di kepala.
1. Tujuan Umum
Setelah membahas tentang “Asuhan Keperawatan Pada Klien Cedera
Kepala” mahasiswa mampu memahami “Asuhan Keperawatan Pada Klien
Cedera Kepala”.
2. Tujuan Khusus
Setelah membahas tentang “Asuhan Keperawatan Cedera Kepala”
mahasiswa mampu :
a. Memahami dan menjelaskan Konsep Penyakit Cedera Kepala.
b. Memahami dan menjelaskan Asuhan Keperawatan Cedera Kepala.
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Definisi
Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik
dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam
substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. (Arif Muttaqin,
2008, hal 270-271).
Trauma atau cedera kepala adalah di kenal sebagai cedera otak
gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun
trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia alba,
iskemia, dan pengaruh masa karena hemoragik, serta edema serebral
disekitar jaringan otak (Batticaca Fransisca, 2008, hal 96).
Berdasarkan Glassgow Coma Scale (GCS) cedera kepala atau otak dapat di
bagi menjadi 3 gradasi :
Otak dibungkus oleh selaput otak (meningen) yang terdiri dari 3 lapisan
yaitu:
1. Duramater : Lapisan luar, berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat
yang bersifat liat, tebal, tidak elastis, berupa serabut dan berwarna abu-
abu.
2. Arachnoid : Membran bagian tengah, bersifat tipis dan lembut.
Berwarna putih karena tidak dialiri darah, terdapat pleksus khoroid
yang memproduksi cairan serebrospinal (CSS) terdapat villi yang
mengabsorbsi CSS pada saat darah masuk ke dalam sistem (akibat
trauma, aneurisma, stroke).
3. Piamater : Membran paling dalam, berupa dinding yang tipis,
transparan yang menutupi otak dan meluas ke setiap lapisan otak.
Sirkulasi Serebral
Menerima kira-kira 20% dari curah jantung/750 ml per menit. Sirkulasi ini
sangat dibutuhkan, karena otak tidak menyimpan makanan, sementara
mempunyai kebutuhan metabolisme yang tinggi.
1) Sepasang pembuluh darah karotis : denyut pembuluh darah besar ini
dapat kita raba dileher depan, sebelah kiri dan kanan dibawah mandibula,
sepasang pembuluh darah ini setelah masuk ke rongga tengkorak akan
bercabang menjadi tiga :
3. Etiologi
Epidural hematoma adalah hematoma yang terletak antara dura mater dan
tulang, biasanya sumber perdarahannya adalah sobeknya arteri meningica
media (paling sering), vena diploica (oleh karena adanya fraktur kalvaria),
vena emmisaria, sinus venosus duralis. Secara klinis ditandai dengan
penurunan kesadaran yang disertai lateralisasi (ada ketidaksamaan antara
tanda-tanda neurologis sisi kiri dan kanan tubuh) yang dapat berupa
hemiparese/hemiplegia, pupil anisokor, adanya refleks patologis satu sisi,
adanya lateralisasi dan jejas pada kepala menunjukan lokasi dari EDH. Pupil
anisokor /dilatasi dan jejas pada kepala letaknya satu sisi dengan lokasi EDH
sedangkan hemiparese/hemiplegia letaknya kontralateral dengan lokasi EDH.
Lucid interval bukan merupakan tanda pasti adanya EDH karena dapat terjadi
pada perdarahan intrakranial yang lain, tetapi lucid interval dapat dipakai
sebagai patokan dari prognosisnya. Semakin panjang lucid interval maka
semakin baik prognosisnya klien EDH (karena otak mempunyai kesempatan
untuk melakukan kompensasi). Nyeri kepala yang hebat dan menetap tidak
hilang pemberian analgetik. Pada pemeriksaan CT scan didapatkan gambaran
area hiperdens dengan bentuk bikonveks di antara 2 sutura, gambaran adanya
perdarahan volumenya lebih dari 20 cc atau lebih dari 1 cm atau dengan
pergeseran garis tengah (midline shift) lebih dari 5 mm. Operasi yang
dilakukan adalah evakuasi hematoma, menghentikan sumber perdarahan
sedangkan tulang kepala dapat dikembangkan. Jika saat operasi tidak
didapatkan adanaya edema serebri sebaliknya tulang tidak dikembangkan jika
saat operasi didapatkan dura mater yang tegang dan dapat disimpan subgalea.
4. Patofisiologi
Tanda dan gejala yang timbul dapat berupa ganguan kesadaran, konfusi,
abnormalitas pupil, serangan (onset) tiba-tiba berupa defisit neuorologis,
perubahan tanda vital, ganguan penglihatan, disfungsi sensorik, kejang otot,
sakit kepala, vertigo(pusing), ganguan pergerakan, kejang, dan syok akibat
cidera multi sistem.
Klasifikasi cidera kepala berdasarkan mekanisme dan keparahan cidera :
1. PENGKAJIAN
Pengumpulan data klien baik subjektif maupun objektif pada cedera
kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri, dan adanya
komplikasi pada organ vital lainnya.
a. Anamnesis
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan tergantung seberapa jauh dampak trauma
kepala yang di sertai dengan penurunan tinngkat kesadaran.
b. Riwayat penyakit saat ini
Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat KLL, jatuh
dari dari ketinggian dan trauma langsung kekepala. Adanya
penurunan atau perubahan pada tingkat kesadarn di hubungkan
dengan perubahan didalam intrakranial. Keluhan perubahan
perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat
terjadi letargi, tidak responsif dan koma
c. Riwayat penyakit terdahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat
hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya, DM, penyakit
jantung anemia, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, dan konsumsi alkohol yang
berlebihan.
d. Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita
hipertensi dan DM.
e. Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai
respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari
f. Pemeriksaan fisik
Setelah melkukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari
pengkajian anamnesis
g. Keadaan umum
Pada pasien yang mengalami cedera kepala umumnya mengalami
penurunan kesadaran CKR atau COR dengan GCS 13-15, CKS
dengan GCS 9-12, CKB dengan GCS≤8
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah
metabolisme.
3. INTERVENSI
D. EVALUASI
1. Fungsi serebral membaik, penurunan fungsi neurologis dapat d
minimalkan /distabilkan.
2. Tidak ada tanda- tanda peningkatan TIK
3. Tingkat kesadaran membaik
4. Pola napas kembali efektif
5. Kebutuhan klien terpenuhi
DAFTAR PUSTAKA
Arif Muttaqin, 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan, Jakarta : Salemba Medika
Batticaca Fransisca B, 2008, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta : Salemba Medika
Pierce A. Grace & Neil R. Borley, 2006, Ilmu Bedah, Jakarta : Erlangga
Lecture Notes, 2005, Neurologi, Lionel Ginsberg : Erlangga
http://id.scribd.com/doc/85827418/Laporan-Kasus-Cedera-Kepala (di unduh pada
tanggal 21 November 2012)
http://asuhan-keperawatan-yuli.blogspot.com/2009/11/laporan-pendahuluan-cedera-
kepala.html (di unduh pada tanggal 26 November 2012)