Anda di halaman 1dari 33

TUGAS KELOMPOK

MAKALAH PELAPORAN AKUNTANSI & KEUANGAN

“Transaksi dalam Mata Uang Asing &


Transaksi dengan Pihak Berelasi, Entitas Sepengendali,
Kerja Sama Operasi (KSO)”

Dosen Pengampu:
Dr. Hj. Taufeni Taufik, SE., M.Si., Ak., CA

Oleh Kelompok 1 :

1. RINA LESMANASARI : 1910246853


2. JUHAMDANI : 1910246967
3. LIZA ULFIANA : 1910246968
4. DIVA DWI ANDANI : 1910246970
5. EDWARD NAHANKEN GINTING : 1910247171

UNIVERSITAS RIAU
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur tim penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada tim penulis, sehingga tim penulis dapat
menyelesaikan tugas kelompok ini tepat pada waktunya.
Tidak lupa pula tim penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu Ibu
Dr. Hj. Taufeni Taufik, SE., M.Si., Ak., CA sebagai pengampu matakuliah Pelaporan
Akuntansi dan Keuangan yang telah membimbing serta memberikan arahan dalam
penugasan mata kuliah ini, serta tidak lupa kepada rekan-rekan tim sekalian dalam
menyelesaikan tugas ini. Tugas ini sengaja tim penulis buat untuk memenuhi dari pada
kewajiban tim penulis sebagai mahasiswa dalam melaksanakan pendidikan Program Magister
Akuntansi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Riau. Tugas kelompok yang berjudul
tentang “Transaksi dalam Mata Uang Asing & Transaksi dengan Pihak Berelasi,
Entitas Sepengendali, Kerja Sama Operasi (KSO)” yang tim penulis buat semoga dapat
dijadikan bahan bacaan bagi mahasiswa pada umumnya.
Penulis sadari “tiada gading yang tak retak dan tiada mawar tanpa duri” begitu pula
dengan tugas ini yang tentunya masih memiliki kekurangan baik dari segi materi maupun
sistematika penulisan. Oleh karenanya, kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun demi perbaikan tugas ini sangat penulis harapkan.

Pekanbaru, Juni 2020

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3
2.1 Transaksi Mata Uang Asing - PSAK 10 ......................................... 3
2.2 Transaksi Pihak Berelasi ................................................................ 8
2.3 Entitas Sepengendali ...................................................................... 12
2.4 Kerjasama Operasi (KSO) .............................................................. 16
2.5 Kasus 7: Transaksi Mata Uang Asing ............................................. 20
2.6 Kasus 9: Selisih Restrukturisasi Entitas Sepengendali .................... 26
BAB III PENUTUP .......................................................................................
3.1 Kesimpulan ....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada era globalisasi saat ini diantara bangsa-bangsa banyak hal positif dan negative
dengan meluasnya ekonomi dan bisnis internasional dan terbuka lebar di belahan dunia,
semakin mendorong terjadinya resiko bisnis yang semakin besar. Hal tersebut tidak dapat
dipungkiri karena memang transaksi atas kegiatan ekonomi dan bisnis global banyak
dipengaruhi oleh banyak faktor yang tidak pasti, misalnya saja kurs mata uang.
Kurs mata uang merupakan faktor penting yang menetukan harga sebuah transaksi
antar Negara yang melakukan kegiatan ekonomi dan bisnis. Apalagi posisi kurs mata uang
memang krusial dalam transaksi internasional sehingga beberapa pelaku bisnis memberikan
solusi dengan melakukan kontrak derevatif, dimana melalui lindung nilai akan mengurangi
resiko bisnis karena kontrak ini akan memberikan jaminan bagi pelaku bisnis atas pergerakan
kurs mata uang yang terjadi.
Perusahaan yang melakukan transaksi lintas negara (cross-border) terutama ekspor-
impor pada umumnya akan dihadapkan pada risiko perubahan kurs mata uang asing, atau
memiliki eksposur mata uang asing (foreign exchange exposure). Risiko perubahan kurs
tersebut mempunyai dampak potensial pada tingkat profitabilitas, arus kas bersih dan nilai
pasar perusahaan.
Eksposur transaksi (transaction exposure) disebutkan untuk mengukur perubahan
dalam nilai piutang atau kewajiban keuangan yang belum jatuh tempo atau dibayar, yang
timbul sebelum perubahan dalam kurs mata uang asing tertentu, sampai dengan dibayar atau
pelunasan di mana telah terjadi perubahan kurs mata uang asing tertentu. Dengan demikian,
ia terkait dengan perubahan dalam arus kas yang berasal dari kewajiban kontraktual yang
sudah ada, atau arus kas di masa depan yang sudah terikat dalam suatu kontrak atau
perjanjian (contractual future cash flows). Risiko ini pada umumnya terjadi pada piutang
dagang dan utang dagang dalam mata uang asing.
Sedangkan pada pengungkapan pihak-pihak yang berelasi diatur dalam PSAK 7. Dalam
pernyataan ini dijelaskan tentang hubungan dan transaksi dengan pihak-pihak berelasi, saldo
dan komitmen antara entitas dengan pihak-pihak berelasi. Pernyataan ini dianggap perlu
karena laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, transaksi dan saldo dipengaruhi oleh
keberadaan pihak berelasi termasuk komitmen dengan pihak-pihak tersebut. Pernyataan

1
Standar Akuntansi Keuangan nomor 7 ini dibuat untuk memastikan bahwa laporan keuangan
entitas berisi pengungkapan yang diperlukan untuk dijadikan perhatian terhadap
kemungkinan bahwa laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi telah dipengaruhi oleh
keberadaan pihak-pihak yang berlasi dan oleh transaksi dan saldo, termasuk komitmen
dengan pihak-pihak tersebut. Pernyataan ini mensyaratkan pengungkapan hubungan,
transaksi dan saldo pihak berelasi, termasuk komitmen, dalam laporan keuangan
konsolidasian dan laporan keuangan tersendiri.
Hubungan dengan pihak-pihak berelasi merupakan suatu karakteristik normal dari
perdagangan dan bisnis. Suatu hubungan dengan pihak-pihak berelasi dapat berpengaruh
terhadap laba atau rugi dan posisi keuangan entitas. Juga, transaksi antara pihak-pihak
berelasi mungkin tidak dilakukan dalam jumlah yang sama, seperti dengan pihak-pihak yang
tidak berelasi. Pihak-pihak berelasi dapat menyepakati transaksi di mana pihak-pihak yang
tidak berelasi tidak dapat melakukannya. Misalnya, entitas yang menjual barang kepada
entitas induknya pada harga perolehan, mungkin tidak menjual dengan persyaratan tersebut
kepada pelanggan lain. Selain itu, transaksi antara pihak-pihak berelasi mungkin tidak
dilakukan dalam jumlah yang sama, seperti dengan pihak-pihak yang tidak berelasi. Oleh
karena itu, pengetahuan mengenai transaksi entitas, saldo, termasuk komitmen, dan hubungan
antara pihak-pihak berelasi dapat mempengaruhi penilaian dari operasi entitas oleh pengguna
laporan keuangan, termasuk penilaian risiko dan kesempatan yang dihadapi entitas.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas
didalam makalah ini adalah
1. Apa saja ruang lingkup transaksi dalam mata uang asing?
2. Bagaimana transaksi dengan pihak-pihak yang berelasi, entitas sepengendali,
kerjasama operasi (KSO) ?

1.3. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :

1. Tujuannya untuk mengetahui ruang lingkup transaksi dalam mata uang asing
2. Tujuannya untuk mengetahui transaksi dengan pihak-pihak berelasi, entitas
sepengendali, dan kerja sama operasi (KSO).

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Transaksi Mata Uang Asing - PSAK 10


Suatu perusahaan dapat melakukan aktivitas yang menyangkut valuta asing (foreign
activities) dalam dua cara yakni melakukan transaksi dalam mata uang asing atau memiliki
kegiatan usaha luar negeri (foreign operations). Untuk memasukkan transaksi dalam valuta
asing pada laporan keuangan suatu perusahaan, transaksi tersebut harus dinyatakan dalam
mata uang pelaporan perusahaan.
Pernyataan ini mengatur akuntansi untuk transaksi dalam mata uang asing yang
meliputi penentuan kurs yang digunakan dan pengakuan pengaruh keuangan dari perubahan
kurs vauta asing dalam laporan keuangan.

A. Ruang Lingkup
Pernyataan ini harus diterapkan dalam akuntansi untuk transaksi dalam valuta asing.
Dimana pernyataan ini mengatur akuntansi hedge sebatas selisih kurs dalam transaksi hedge.
Aspek lain dari akuntansi hedge diatur dalam standar akuntansi keuangan terkait.
Pernyataan ini tidak mengatur tentang penjabaran laporan keuangan dari kegiatan
usaha luar negeri untuk tujuan konsolidasi, atau konsolidasi parsial, atau melalui penerapan
dengan metode ekuitas (lihat Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 11 tentang
Penjabaran Laporan Keuangan dalam Mata Uang Asing) dan pernyataan ini tidak mengatur
penyajian laporan arus kas tentang arus kas yang bersumber dari transaksi valuta asing (lihat
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 2 tentang Laporan Arus Kas).

B. Definisi
Berikut adalah pengertian istilah yang digunakan dalam pernyataan ini:
1. Kegiatan usaha luar negeri (foreign operation) adalah suatu anak perusahaan (subsidiary),
perusahaan asosiasi (associates), usaha patungan (joint venture) atau cabang perusahaan
pelapor, yang aktivitasnya dilaksanakan di suatu negara di luar negara perusahaan pelapor.
Kegiatan usaha tersebut dapat merupakan suatu bagianintegral dari suatu perusahaan
pelapor atau suatu entitas asing. Entitas asing (foreign entity) adalah suatu kegiatan usaha
luar negeri (foreign operation), yang aktivitasnya bukan merupakan suatu

3
bagian integral dari perusahaan pelapor.
2. Mata uang pelaporan adalah mata uang yang digunakan dalam menyajikan laporan
keuangan.
3. Mata uang asing adalah mata uang selain mata uang pelaporan suatu perusahaan.
4. Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang.
5. Selisih kurs (exchange difference) adalah selisih yang dihasilkan dari pelaporan jumlah
unit mata uang asing yang sama dalam mata uang pelaporan pada kurs yang berbeda.
6. Kurs penutup (closing rate) adalah nilai tukar spot pada tanggal neraca.
7. Investasi neto dalam suatu entitas asing adalah bagian (share) perusahaan pelapor dalam
aktiva neto suatu entitas asing.
8. Pos moneter adalah kas dan setara kas, aktiva dan kewajiban yang akan diterima atau
dibayar yang jumlahnya pasti atau dapat ditentukan.
9. Nilai wajar (fair value) adalah suatu jumlah yang dapat digunakan sebagai dasar
pertukaran aktiva atau penyelesaian kewajiban antara pihak yang paham (knowledgeable)
dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar (arm's length transaction).

C. Pengakuan Awal
Suatu transaksi dalam mata uang asing adalah suatu transaksi yang didenominasi atau
membutuhkan penyelesaian dalam suatu mata uang asing, termasuk transaksi yang timbul
ketika suatu perusahaan:
1. Membeli atau menjual barang atau jasa yang harganya didenominasi dalam suatu mata
uang asing.
2. Meminjam (hutang) atau meminjamkan (piutang) dana yang didenominasi dalam suatu
mata uang asing.
3. Menjadi suatu pihak untuk suatu perjanjian dalam valuta asing yang belum terlaksana;
atau
4. Memperoleh atau melepaskan aktiva, menimbulkan atau melunasi kewajiban, yang
didenominasi dalam suatu mata uang asing.

Transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan menggunakan kurs pada saat
terjadinya transaksi. Kurs tunai yang berlaku pada tanggal transaksi sering disebut kurs spot
(spot rate). Untuk alasan praktis, suatu kurs yang mendekati kurs tanggal transaksi sering

4
digunakan, contohnya, suatu kurs rata-rata selama seminggu atau sebulan mungkin
digunakan untuk seluruh transaksi dalam setiap mata uang asing yang terjadi selama periode
itu. Namun, jika kurs berfluktuasi secara signifikan, penggunaan kurs rata-rata untuk satu
periode tidak dapat diandalkan.

D. Pelaporan Pada Tanggal Neraca Berikutnya


Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada setiap tanggal neraca:
1. Pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing dilaporkan ke dalam mata
uang rupiah dengan menggunakan kurs tanggal neraca. Apabila terdapat kesulitan
dalam menentukan kurs tanggal neraca, maka dapat digunakan kurs tengah Bank
Indonesia sebagai indikator yang obyektif.
2. Pos non- moneter tidak boleh dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal neraca
tetapi tetap harus dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal transaksi, dan
3. Pos non- moneter yang dinilai dengan nilai wajar dalam mata uang asing harus
dilaporkan dengan menggunakan kurs yang berlaku pada saat nilai tersebut
ditentukan.

Nilai terbawa dari suatu pos ditentukan sesuai dengan standar akuntansi yang relevan.
Misalnya, instrumen keuangan dan properti tertentu (investasi yang dilakukan Dana
Pensiun), mungkin dinilai pada nilai wajar atau pada biaya historis. Apakah nilai tercatat
ditentukan berdasarkan biaya historis atau nilai wajar, nilai yang ditentukan untuk pos
valuta asing dilaporkan pada mata uang pelaporan sesuai dengan Pernyataan ini. Untuk
setiap tanggal neraca:
1. Pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing dilaporkan ke dalam mata
uang rupiah dengan menggunakan kurs tanggal neraca;
2. Pos non-moneter tidak boleh dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal neraca
tetapi tetap harus dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal transaksi; dan
3. Pos non- moneter yang dinilai dengan nilai wajar dalam mata uang asing harus
dilaporkan dengan menggunakan kurs yang berlaku pada saat nilai tersebut
ditentukan.

5
E. Pengakuan Selisih Kurs (Recognition of Exchange Differences)
Pernyataan ini mengatur akuntansi hedge sebatas selisih kurs dalam
transaksihedge. Aspek lain dari akuntansi hedge diatur dalam standar akuntansi keuangan
terkait. Kecuali untuk selisih penjabaran pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata
uang asing pada tanggal neraca dan laba rugi kurs yang timbul dari transaksi dalam mata
uang asing dikreditkan atau dibebankan pada laporan laba rugi periode berjalan.
Selisih kurs timbul apabila terdapat perubahan kurs antara tanggal transaksi dan
tanggal penyelesaian (settlement date) pos moneter yang timbul dari transaksi dalam mata
uang asing. Bila timbulnya dan penyelesaian suatu transaksi berada dalam suatu periode
akuntansi yang sama, maka seluruh selisih kurs diakui dalam periode tersebut. Namun jika
timbulnya dan diselesaikannya suatu transaksi berada dalam beberapa periode akuntansi,
maka selisih kurs harus diakui untuk setiap periode akuntansi dengan memperhitungkan
perubahan kurs untuk masing-masing periode.
Selisih penjabaran pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing pada
tanggal neraca dan laba rugi kurs yang timbul dari transaksi dalam mata uang asing
dikreditkan atau dibebankan pada laporan laba rugi periode berjalan.

F. Transaksi Valuta Berjangka


Salah satu transaksi valuta berjangka SWAP adalah transaksi pertukaran dua valuta
asing melalui pembelian tunai dengan penjualan kembali secara berjangka atau penjualan
tunai dengan pembelian kembali secara berjangka. Pada hakekatnya transaksi tersebut
dilakukan untuk lebih mendapatkan kepastian tentang kurs penjabaran yang bersifat tetap
selama dalam kontrak sehingga pembuat transaksi terhindar dari kerugian akibat perubahan
kurs. Dalam transaksi SWAP pembuat transaksi umumnya memperhitungkan premi yang
ditetapkan terlebih dahulu.
Perlakuan akuntansi transaksi valuta berjangka yang dilakukan untuk tujuan hedging
hutang adalah sebagai berikut:
1. Selisih kurs tunai (spot rate) dan kurs masa depan (forward rate) dicatat sebagai
diskonto atau premi yang arus diamortisasi sesuai dengan jangka waktu kontrak valuta
berjangka.
2. Setiap akhir periode harus dihitung selisih kurs untuk hutang dalam mata uang asing
(yang diproteksi melalui hedging), forward receivable dan forward payable dalam mata
uang asing. Selisih kurs yang timbul sebagai akibat perbedaan antara kurs tanggal neraca

6
dengan kurs tunai pada saat terjadinya transaksi diakui sebagai keuntungan atau kerugian
kurs periode berjalan.
3. Dalam neraca, forward receivable atau forward payable, dan diskonto atau premi yang
belum diamortisasi yang timbul dari kontrak valuta berjangka yang berhubungan harus
dijadikan satu di bagian aktiva atau kewajiban, tergantung pada posisi neto dari seluruh
pos tersebut.

G. Investasi Neto dalam suatu Entitas Asing.


Selisih kurs yang timbul pada suatu pos moneter yang dalam substansinya
membentuk bagian investasi neto perusahaan dalam suatu entitas asing harus diklasifikasikan
sebagai ekuitas dalam laporan keuangan perusahaan hingga saat pelepasan (disposal)
investasi neto dan pada saat tersebut harus diakui sebagai pendapatan atau beban.
Suatu perusahaan mungkin memiliki suatu pos moneter berupa hutang piutang dengan
suatu entitas asing. Apabila timbulnya dan penyelesaian pos moneter tersebut tidak terencana,
dalam substansinya merupakan suatu perluasan, atau pengurangan dari, investasi neto
perusahaan dalam entitas asing tersebut. Pos moneter itu mungkin mencakup piutang jangka
panjang atau pinjaman tetapi tidak mencakup piutang dagang atau hutang dagang.
Selisih kurs yang timbul dari kewajiban valuta asing yang diperhitungkan sebagai
suatu hedging dari investasi neto perusahaan dalam suatu entitas asing harus diklasifikasikan
sebagai ekuitas dalam laporan keuangan perusahaan hingga pelepasan (disposal) investasi
neto, dan pada saat tersebut harus diakui sebagai pendapatan atau sebagai beban.

H. Perlakuan Alternatif yang Diijinkan


Selisih kurs dapat disebabkan karena suatu devaluasi atau depresiasi luar biasa suatu
mata uang dalam keadaan tidak tersedia fasilitas hedging dan menimbulkan kewajiban yang
tak terselesaikan akibat-perolehan aktiva yang baru saja dilakukan dan harus dilunasi dalam
mata uang asing. Selisih kurs tersebut dapat dimasukkan sebagai nilai tercatat (carrying
amount) aktiva tersebut sepanjang nilai tercatat aktiva yang telah disesuaikan tidak melebihi
jumlah terendah antara biaya pengganti (replacement cost) dan jumlah yang dapat diperoleh
kembali (amount recoverable) dari penjualan atau penggunaan aktiva tersebut. Alternatif
yang dipilih harus diungkapkan secukupnya.
Selisih kurs tidak termasuk dalam nilai tercatat suatu aktiva jika tersedia fasilitas
hedging hutang valuta asing yang timbul dari perolehan aktiva. Tetapi, kerugian akibat

7
perubahan kurs adalah bagian yang secara langsung dapat diatribusikan pada biaya perolehan
aktiva jika kewajiban tidak dapat diselesaikan dan tidak terdapat alat praktis untuk hedging.
Contohnya, jika sebagai hasil dari pengendalian valuta asing terdapat penundaan dalam
memperoleh mata uang asing. Maka dalam keadaan demikian biaya perolehan aktiva
termasuk selisih kurs.

I. Pengungkapan
Sebuah perusahaan harus mengungkapkan:
1. Jumlah selisih kurs yang diperhitungkan dalam laba neto atau kerugian untuk periode
tersebut;
2. Selisih kurs neto yang diklasifikasikan dalam kelompok ekuitas sebagai suatu unsur
yang terpisah, dan rekonsiliasi selisih kurs tersebut pada awal dan akhir periode; dan
3. Jumlah selisih kurs yang timbul selama periode, yang termasuk dalam nilai tercatat
suatu aktiva sesuai dengan perlakuan alternatif yang diijinkan.

Perusahaan mengungkapkan dampak atas pos-pos moneter mata uang asing


sehubungan dengan suatu perubahan dalam kurs yang terjadi setelah tanggal neraca jika
perubahan tersebut sedemikian besar sehingga bila tidak diungkapkan akan mempengaruhi
kemampuan pembaca laporan keuangan untuk membuat evaluasi dan keputusan yang tepat.
Pengungkapan juga diperlukan sehubungan dengan kebijakan manajemen risiko mata uang
asing.

2.2 Transaksi Pihak Berelasi


Pihak-pihak yang Mempunyai Hubungan Berelasi (istimewa) adalah pihak-pihak
yang dianggap mempunyai hubungan istimewa bila satu pihak mempunyai kemampuan untuk
mengendalikan pihak lain atau mempunyai pengaruh signifikan atas pihak lain dalam
mengambil keputusan keuangan dan operasional.
Transaksi antara Pihak-Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa adalah suatu
pengalihan sumber daya atau kewajiban antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa, tanpa menghiraukan apakah suatu harga diperhitungkan.
Pengendalian adalah kepemilikan langsung melalui anak perusahaan dengan lebih
dari setengah hak suara dari suatu perusahaan, atau suatu kepentingan substansial dalam hak
suara dan kekuasaan untuk mengarahkan kebijakan keuangan dan operasi manajemen

8
perusahaan berdasarkan anggaran dasar atau perjanjian.
Pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa merupakan gejala normal dalam
perniagaan dan usaha. Misalnya, perusahaan seringkali melaksanakan kegiatannya secara
terpisah-pisah melalui anak perusahaan dan atau perusahaan afiliasi, memperoleh
kepentingan dalam perusahaan lain - untuk tujuan investasi atau untuk alasan perniagaan -
dalam proporsi yang cukup untuk mengendalikan atau melaksanakan pengaruh yang
signifikan dalam pengambilan keputusan keuangan dan operasi perusahaan penerima
investasi (investee).
Posisi keuangan dan hasil usaha dari suatu perusahaan dapat terpengaruh oleh
hubungan istimewa dengan suatu pihak walaupun tidak terjadi sesuatu transaksi dengan pihak
tersebut. Suatu hubungan istimewa dapat mempengaruhi transaksi perusahaan pelapor dengan
pihak lain. Sebagai contoh, suatu anak perusahaan dapat mengakhiri hubungan dengan suatu
mitra dagangnya karena induk perusahaan telah mengakuisisi suatu perusahaan lain yang
berusaha dalam bidang perdagangan yang sama dengan mitra dagang terdahulu. Di samping
itu, suatu tindakan dapat tertunda karena pengaruh yang signifikan dari pihak lain. Sebagai
contoh, suatu anak perusahaan dapat diinstruksikan oleh induknya untuk tidak ikut serta
dalam riset dan pengembangan.
Pengakuan akuntansi suatu pengalihan sumber daya secara normal didasarkan pada
suatu harga yang disepakati pihak yang bersangkutan. Harga yang berlaku antara pihak yang
tidak mempunyai hubungan istimewa adalah harga pertukaran antara pihak yang independen
(arm's length price). Pihak yang mempunyai hubungan istimewa mungkin mempunyai suatu
tingkat keluwesan dalam proses penentuan harga, yang tidak terdapat dalam transaksi antara
pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa .
Suatu cara untuk menentukan harga dalam suatu transaksi antara pihak yang
mempunyai hubungan istimewa adalah dengan metode harga pasar bebas yang dapat
diperbandingkan. Bila barang atau jasa dipasok dalam suatu transaksi antara pihak yang
mempunyai hubungan istimewa, dan keadaan yang bersangkutan itu adalah serupa dengan
keadaan dalam transaksi perdagangan normal, metode ini sering digunakan. Metode ini juga
sering digunakan untuk menentukan biaya pembelanjaan
Bila barang dialihkan antara pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebelum
dijual kepada pihak yang independen, metode harga penjualan kembali (resale price) sering
digunakan. Metode ini mengurangi harga penjualan kembali dengan suatu margin yang
wajar. Metode ini juga digunakan untuk pengalihan/transfer sumber daya lain, seperti hak dan
jasa.

9
Pendekatan lain adalah metode biaya-plus (cost-plus method), yang menambahkan
suatu kenaikan (mark-up) tertentu pada biaya pemasok. Kesulitan-kesulitan mungkin dialami
baik dalam menentukan unsur biaya yang dapat diatribusikan maupun kenaikan (mark-up)
tersebut. Di antara ukuran-ukuran yang dapat membantu menentukan harga transfer adalah
hasil (return) yang dapat dibandingkan dalam industri sejenis atas volume penjualan atau
modal yang digunakan.
Berikut ini adalah contoh situasi transaksi antara pihak yang mempunyai hubungan
istimewa mungkin memerlukan pengungkapan oleh suatu perusahaan pelapor:
o pembelian atau penjualan barang,
o pembelian atau penjualan properti dan aktiva lain,
o pemberian atau penerimaan jasa,
o pengalihan riset dan pengembangan,
o pendanaan (termasuk pemberian pinjaman dan penyetoran modal baik secara
tunai maupun dalam bentuk natura),
o garansi dan penjaminan (collateral), dan
o kontrak manajemen.
Jika terdapat transaksi antara pihak yang mempunyai hubungan istimewa, perlu
diungkapkan hakekat transaksi dan unsur-unsur transaksi yang diperlukan agar laporan
keuangan tersebut dapat dimengerti. Unsur-unsur ini biasanya mencakup:
o suatu petunjuk mengenai volume transaksi, baik jumlahnya maupun proporsinya,
o jumlah atau proporsi pos-pos terbuka (outstanding items),dan
o kebijakan harga
Pihak-pihak yang berelasi menurut PSAK 7 adalah orang atau entitas yang terkait
dengan entitas tertentu dalam menyiapkan laporan keuangannya. Yang merupakan pihak-
pihak berelasi adalah sebagai berikut:
1. Orang atau anggota keluarga terdekat mempunyai relasi jika:
a. Memiliki pengendalian atau pengendalian bersama atas entitas pelapor. Pengendalian
adalah kekuasaan untuk mengatur kebijakan keuangan dan operasional darisuatu entitas
sehingga memperoleh manfaat dari aktivitas entitas tersebut. Pengendalian bersama
adalah persetujuan kontraktual untuk berbagi pengendalian terhadap suatu aktivitas
ekonomi.
b. Memiliki pengaruh signifikan terhadap entitas pelapor. Pengaruh Signifikan adalah
kekuasaan untuk berpartisipasi dalam keputusan kebijakan keuangan dan operasional dari
suatu entitas, tetapi tidak mengendalikan kebijakan tersebut. Pengaruh signifikan dapat

10
diperoleh dari kepemilikan saham, anggaran dasar atau perjanjian.
c. Merupakan personil manajemen kunci entitas pelapor atau entitas induk entitas pelapor.
Personil manajemen kunci adalah orang-orang yang mempunyai kewenangan dan
tanggungjawab untuk merencanakan, memimpin, dan mengendalikan aktivitas entitas,
secara langsung atau tidak langsung, termasuk direktur dan komisaris (baik eksekutif
maupun bukan eksekutif) dari entitas.
Berdasarkan PSAK No. 7, transaksi dengan pihak berelasi harus diungkapkan sebagai
berikut :
Untuk memungkinkan pengguna L/K memahami dampak dari hubungan pihak
berelasi pada suatu entitas, maka hubungan antara entitas induk dan entitas anak harus
diungkapkan terlepas dari apakah telah terjadi transaksi antara mereka.PSAK 7 mensyaratkan
adanya tambahan pengungkapan terkait transaksi dengan pihak berelasi dalam Laporan
keuangan konsolidasian (PSAK 4). Entitas mengungkapkan kompensasi personil manajemen
kunci secara total dan untukmasing-masing kategori berikut:
1. Imbalan kerja jangka pendek, seperti upah, gaji, dan kontribusi jaminan social, cuti
tahunan dan cuti sakit yang dibayar, bagi hasil dan bonus (jika dibayar dalam waktu
dua belas bulan setelah akhir periode) dan imbalan non keuangan (seperti perawatan
kesehatan, perumahan, mobil, dan barang/ jasa gratis yang disubsidi) bagi karyawan
saat ini.
2. Imbalan pascakerja, seperti pension, manfaat pension lain, asuransi jiwa
pascakerja dan perawatan medis pascakerja.
3. Imbalan kerja jangka panjang lainnya, termasuk cuti besar, cuti hari raya, imbalan
cacat permanen, dan bagi laba, bonus dan kompensasi yang ditangguhkan
(jika terutang seluruhnya lebih dari dua belas bulan pada akhir periode pelaporan).
4. Pesangon pemutusan kontrak kerja, dan
5. Pembayaran berbasis saham.
Jika entitas memiliki transaksi dengan pihak-pihak berelasi selama periode yang
dicakup dalam laporan keuangan, maka entitas mengungkapkan sifat dari hubungan dengan
pihak-pihak berelasi serta informasi mengenai transaksi dan saldo, termasuk komitmen, yang
diperlukan untuk memahami potensi dampak hubungan tersebut dalam laporan keuangan.
Sekurang-kurangnya, pengungkapan meliputi:
a. Jumlah transaksi;
b. Jumlah saldo, termasuk komitmen, dan:
c. Persyaratan dan ketentuannya, termasuk apakah terdapat jaminan, dan sifat imbalan

11
yang akan diberikan, untuk penyelesaian; dan
d. Rincian garansi yang diberikan atau diterima;
e. Penyisihan piutang ragu-ragu terkait dengan jumlah saldo tersebut; dan
f. Beban yang di akui selama periode dalam hal piutang ragu-ragu atau
penghapusan piutang dari pihak-pihak berelasi
Pengungkapan yang disyaratkan diatas dilakukan secara terpisah untuk masing-
masing kategori berikut :
a. Entitas induk
b. Entitas dengan pengendalian bersama atau pengaruh signifikan terhadap
entitas;
c. Entitas anak;
d. Entitas asosiasi;
e. Ventura bersama dimana entitas merupakan venturer;
f. Personil manajemen kunci dari entitas atau entitas induknya; dan
g. Pihak-pihak berelasi lainnya
Apabila ada transaksi antara pihak-pihak berelasi, maka harus dilakukan dengan dasar
nilai wajar. Pengungkapan bahwa transaksi pihak-pihak berelasi dilakukan dengan ketentuan
yang setara dengan yang berlaku dalam transaksi yang wajar dapat dilakukan hanya jika hal
tersebut dapat dibuktikan. Oleh karena itu, transaksi pihak-pihak berelasi baik yang dilakukan
dengan nilai wajar maupun dengan ketentuan yang setara dengan nilai wajar harus dibuktikan
dengan dokumen pendukung yang lengkap yang menyatakan transaksi tersebut telah sesuai
dengan standar yang ada.

2.3 Entitas Sepengendali


Sejumlah entitas usaha di Indonesia memiliki karakteristik pemilikian mayoritas dan
atau pengendalian oleh pihak yang sama, baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Entitas usaha yang memiliki karakteristik seperti ini disebut entitas spengendali. Dalam
transaksi restrukturisasi entitas sepengendali tidak terjadi perubahan substansi ekonomi
pemilikan, walaupun bentuk hukum (legal form) pemilikan saham atau aktiva atau kewajiban
atau instrumen kepemilikan lainnya berubah.
Pengendalian (control) adalah kekuasaan (power) untuk menentukan kebijakan
keuangan dan operasi suatu badan usaha agar dapat menikmati manfaat dari kegiatan
perusahaan tersebut.Induk perusahaan (Parent Company) adalah perusahaan yang memiliki
satu atau lebih anak perusahaan.

12
Anak perusahaan (Subsidiaries) adalah perusahaan yang dikendalikan oleh
perusahaan lain (yang dikenal sebagai induk perusahaan), baik melalaui pemilikan mayoritas
atau cara lain.
Kelompok minoritas (Minority interest) adalah bagian hasil usaha dan bagian aktiva
bersih anak perusahaan, yang tidak dimiliki, baik secara langsung maupun tidak langsung
(melalaui anak perusahaan), oleh induk perusahaan.
Nilai wajar (fair value) adalah suatu jumlah yang dapat digunakan sebagai dasar
pertukaran aktiva atau penyelesaian kewajiban anatara pihak yang paham (knowladgeable)
dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar (arms’s lenght transaction).
Tanggal Restrukturisasi adalah tanggal pada saat kendali atas aktiva bersih dan
operasi perusahaan yang diakuisisi secara efektif beralih ke perusahaan pengakuisisi.
Entitas sepengendali (Under common control) adalah pihak (perorangan, perusahaan,
atau bentuk entitas lainnya) yang secara langsung atau tidak langsung (melalaui satu atau
lebih perantara), mengendalaikan atau dikendalaikan oleh atau berada di bawah pengendalian
yang sama.
Transaksi Restrukturisasi entitas sepengendali (restructuring transactions among
under common control companies) merupakan transaksi pengalihan aktiva, kewajiban, saham
atau bentuk instrumen kepemilikan lainnya anatara pihak – pihak (perorangan, perusahaan
atau bentuk entitas lainnya) yang, secara langsung atau tidak langsung (melalui satu atau
lebih perantara), mengendalikan atau dikendalikan oleh atau berada di bawah pengendalian
yang sama.
Pengendalian dianggap ada apabila pihak pengendali (induk perusahaan) memiliki
lebih dari 50% hak suara pada suatu perusahaan terkendali (anak perusahaan), baik secara
langsung atau tidak langsung (melalui anak perusahaan lain).
Walaupun suatu perusahaan memiliki hak suara 50% atau kurang, pengendalian tetap
dianggap ada apabila dapat dibuktikan adanya salah satu kondisi berikut:
a. mempunyai hak suara lebih dari 50% berdasarkan perjanjian dengan investor lain;
b. mempunyai hak untuk mengatur kebijakan keuangan dan operasi perusahaan lain tersebut
berdasarkan anggaran dasar atau perjanjian;
c. kekuasaaan untuk mengangkat dan memberhentikan sebagian besar anggota pengurus
perusahaan yang lain tersebut;
d. mampu menguasai suara mayoritas dalam rapat pengurus.

13
Transaksi restrukturisasi antara entitas sepengendali, berupa pengalihan aktiva,
kewajiban, saham atau instrumen kepemilikan lainnya yang dilakukan dalam rangka
reorganisasi entitas-entitas yang berada dalam suatu kelompok usaha yang sama, bukan
merupakan perubahan pemilikan dalam arti substansi ekonomi, sehingga transaksi demikian
tidak dapat menimbulkann laba atau rugi bagi seluruh kelompok perusahaan ataupun bagi
entitas individual dalam kelompok perusahaan tersebut.

Contoh-contoh transaksi antara entitas sepengendali adalah sebagai berikut:


a. Suatu induk perusahaan memindahkan sebagai aktiva bersih dari anak perusahaan
yang dimiliki induk perusahaan tersebut menjadi aktiva induk perusahaan yang
bersangkutan. Transaksi ini menyebabkan perubahan dalam bentuk hukum (legal
form) pemilikan atas aktiva bersih tersebut, tetapi tidak menyebabkan perubahan
substansi ekonomi (economic substance) pemilikan aktiva bersih tersebut.
b. Induk perusahaan mengalihkan sebagaian hak pemilikannya dalam suatu anak
perusahaan ke anak perusahaan lainnya yang dimiliki oleh induk perusahaan.
Transaksi ini juga merupakan perubahan bentuk hukum pemilikan anak perusahaan,
tetapi tidak merupakan perubahan substansi ekonomi pemilikan anak perusahaan
tersebut.
c. Suatu induk perusahaan menukar pemilikannya atas sebagian aktiva bersih dalam
anak perusahaan yang dimiliki induk perusahaan tersebut dengan saham tambahan
yang diterbitkan oleh anak perusahaan lainnya (yang tidak dimiliki 100%), sehingga
pemilikan induk perusahaan dalam anak perusahaan lainnya tersebut bertambah,
sedangkan presentase kepemilikan pemegang saham minoritas dalam anak perusahaan
tersebut berkurang. Dalam hal ini, walaupun bentuk hukum pemilikan akiva bersih
dalam anak perusahaan berubah (dari milik langsung induk perusahaan menjadi milik
anak perusahaan lainnya), tetapi tidak terjadi perubahan substansi ekonomi
kepemilikan atas aktiva bersih tersebut.
Transaksi pembelian saham atau akativa bersih milik pemegang saham minoritas
(yang tidak berada dalam pengendalian yang sama dengan pemegang saham mayoritas)
merupakan transaksi yang mencakup perubahan substansi ekonomi pemilikan dari pemegang
saham minoritas ke pemegang saham mayoritas, oleh karena itu transaksi ini bukan
merupakan transaksi restrukturisasi entitas sepengendali.
Karena transaksi restrukturisasi anatara entitas sepengendali tidak mengakibatkan
perubahan substansi ekonomi pemilikan atas aktiva, saham, kewajiban atau instrumen

14
kepemilikan lainnya yang dipertukarkan, maka aktiva maupun kewajiban yang pemilikannya
dialihkan (dalam bentuk hukumnya) harus dicatat sesuai dengan nilai buku seperti
penggabungan usaha berdasarkan metode penyatuan kepemilikan (pooling of interest).
Dalam menerapkan metode penyatuan kepemilikan, unsur-unsur laporan keuangan
dari perusahaan yang direstrukturisasi untuk periode terjadinya restrukturisasi tersebut dan
untuk periode perbandingan yang disajikan, harus disajikan sedemikian rupa seolah-olah
perusahaan tersebut telah bergabung sejak permulaan periode yang disajikan tersebut.
Laporan keuangan suatu perusahaan tidak boleh memasukkan adanya penyatuan kepemilikan
walaupun perusahaan tersebut adalah salah satu pihak yang bergabung, apabila penyatuan
kepemilikan terjadi pada suatu tanggal setelah tanggal neraca terakhir disajikan.

SELISIH ANTARA HARGA PENGALIHAN DAN NILAI BUKU


Selisih antara harga pengalihan dengan nilai buku setiap transaksi restrukturisasi
antara entitas sepengendali dibukukan dalam akun Selisih Nilai Transaksi Restrukturisasi
Entitas Sepengendali. Saldo akun tersebut selanjutnya disajikan sebagai unsur Ekuitas.Selisih
harga pengalihan dengan nilai sehubungan dengan transaksi restrukturisasi antara entitas
sepengendali bukan merupakan goodwill.Saldo akun Selisih Nilai Transaksi Restrukturisasi
Antara Entitas Sepengendali tidak berubah akibat pengalihan lebih lanjut aktiva, kewajiban,
saham atau instrumen kepemilikan lainnya tersebut kepada entitas lain yang tidak
sepengendali.
Untuk semua transaksi restrukturisasi entitas sepengendali, pengungkapan berikut harus
dibuat dalam laporan keuangan pada periode terjadinya restrukturisasi:
a. jenis, nilai buku dan harga pengalihan aktiva, kewajiban, saham atau instrumen
kepemilikan lainnya yang dialihkan
b. tanggal transaksi restrukturisasi anatara entitas sepengendali
c. nama entitas terkait
d. metode akutansi yang digunakan

SIFAT TRANSAKSI RESTRUKTURISASI ENTITAS SEPENGENDALI


1. Transaksi restrukturisasi antara entitas sepengendali, berupa pengalihan aktiva,
kewajiban, saham atau instrumen kepemilikan lainnya yang dilakukan dalam rangka
reorganisasi entitas-entitas yang berada dalam suatu kelompok usaha yang sama, bukan
merupakan perubahan pemilikan dalam arti substansi ekonomi, sehingga transaksi
demikian tidak dapat menimbulkan laba atau rugi bagi seluruh kelompok perusahaan
ataupun bagi entitas individual dalam kelompok perusahaan tersebut.

15
2. Pihak tidak sepengendali diperlukan sebagai entitas sepengendali apabila dalam jangka
waktu dua puluh empat bulan atau kurang:
a. Pihak tidak sepengendali tersebut pernah berada di bawah pengendalian yang sama, atau
b. Aktiva, kewajiban, saham atau instrumen kepemilikan lainnya yang dialihkan pernah
dimiliki entitas sepengendali.
3. Transaksi pembelian saham atau aktiva bersih milik pemegang saham minorias (yang
tidak berada dalam pengendalian yang sama dengan pemegang saham mayoritas)
merupakan transaksi yang mencakup perubahan substansi ekonomi pemilikan dari
pemegang saham minoritas ke pemegang saham mayoritas, oleh karena itu transaksi ini
bukan merupakan transaksi restrukturisasi entitas sepengendali.
4. Karena transaksi restrukturisasi antara entitas sepengendali tidak mengakibatkan
perubahan substansi ekonomi pemilikan atas aktiva, saham, kewajiban atau instrumen
kepemilikan lainnya yang dipertukarkan, maka aktiva maupun kewajiban yang
pemilikannya dialihkan (dalam bentuk hukumnya) harus dicatat sesuai dengan nilai buku
seperti penggabungan usaha berdasarkan metode penyatuan kepemilikan (pooling of
interest).
5. Dalam menerapkan metode penyatuan kepemilikan, unsur-unsur laporan keuangan dari
perusahaan yang direstrukturisasi untuk periode terjadinya restrukturisasi tersebut dan
untuk periode perbandingan yang disajikan, harus disajikan sedemikian rupa seolah-olah
perusahaan tersebut telah bergabung sejak permulaan periode yang disajikan tersebut.
Laporan Keuangan suatu perusahaan tidak boleh memasukkan adanya penyatuan
kepemilikan walaupun perusahaan tersebut adalah salah satu pihak yang bergabung,
apabila penyatuann kepemilikan terjadi pada suatu tanggal setelah tanggal neraca terakhir
disajikan.

2.4 KERJASAMA OPERASI (KSO)


Dunia Bisnis selalu ditandai oleh keinginan untuk melakukan investasi pada usaha
yang menguntungkan dengan risiko yang kecil. Keinginan dunia bisnis untuk melakukan
investasi seringkali melebihi kemampuan satu entitas usaha untuk menyediakan dana.
Seorang pengusaha yang memiliki peluang investasi, tetapi tidak memiliki dana atau aset
yang cukup, akan berusaha mengajak mitra usaha untuk memanfaatkan peluang tersebut
dengan membentuk Kerjasama Operasi (KSO).
Kerjasama Operasi berlandaskan Hukum Perdata umumnya. Hukum perikatan
khususnya, sehingga hak, kewajiban, kepemilikan, pola kepemilikan aset, pola bagi

16
pendapatan-beban-hasil akibat perikatan tersebut hendaknya diungkapkan dalam Catatan atas
Laporan Keungan.
Kerjasama Operasi antara entitas akuntansi Indonesia dan pihak luar negeri berlandas
pada kesepakatan antar pihak, dengan memperhatikan hukum di negara masing-masing dan
hukum internasional, mempunyai konsekuensi pengungkapan yang sama Inti dari semua
bentuk KSO adalah sama, yakni pengusaha berusaha memperoleh dana dan atau aset yang
mencukupi untuk melakukan investasi yang diinginkan, dan atau memperoleh sinerji dari
aliansi stratejik, dan atau membagi risiko investasi dengan pengusaha lain. Seorang
pengusaha yang memiliki akses ke dana dan sumber daya lain yang cukup, dan tidak ingin
membagi risiko dengan pengusaha lain, mungkin tidak akan tertarik dengan bentuk-bentuk
kerjasama. Dia mungkin merasa lebih baik bila meminjam uang di bank atau mencari dana di
pasar modal. Dengan demikian ada perbedaan pokok antara KSO dengan bentuk-bentuk
pendanaan lain, yaitu KSO memiliki unsur adanya keterbatasan seorang pengusaha untuk
memanfaatkan dana dari institusi keuangan yang ada, atau memiliki kesulitan dalam
perolehan sumber daya atau hak usaha tertentu, dan atau adanya kehendak untuk membagi
risiko investasi.
Bentuk-bentuk KSO berkembang dengan berbagai variasi, tetapi bisa dibagi menjadi
dua golongan, yakni:
 KSO dengan entitas hukum yang terpisah (separate legal entity) dari entitas hukum para
partisipan KSO, dan
 KSO tanpa pembentukan entitas hukum yang terpisah.
KSO yang pertama bisa berbentuk badan hukum atau persekutuan. Sedang KSO tanpa
entitas hukum bisa berbentuk Pengendalian Bersama Operasi (PBO) dan Pengendalian
Bersama Aset (PBA), atau KSO dimana hanya satu pihak saja dari partisipan KSO yang
memiliki kendali yang signifikan atas operasi atau aset KSO. Dalam KSO dengan pola PBO
dan PBA, masing-masing partisipan KSO memilki kendali yang signifikan atas operasi atau
aset KSO, karena itu nama kerjasama ini adalah pengendalian bersama (jointly controlled).
KSO yang diatur dalam Pernyataan ini adalah KSO dengan batasan dimana hanya satu pihak
saja yang secara signifikan (berarti) memiliki kendali atas aset dan operasi KSO.
Kerjasama Operasi (KSO) adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana
masing-masing sepakat untuk melakukan suatu usaha bersama dengan menggunkan aset dan
atau hak usaha yang dimiliki dan secara bersama menanggung risiko usaha tersebut.
Pemilik Aset adalah pihak yang memilki aset atau hak penyelenggaraan usaha tertentu

17
yang dipakai sebagai obyek atau sarana Kerjasama Operasi. Misalnya orang yang memiliki
tanah untuk dibangun gedung perkantoran diatasnya dalam perjanjian KSO, atau PT Jasa
Marga yang memiliki hak penyelenggaraan jalan tol.Investor adalah pihak yang menyediakan
dana, baik seluruh atau sebagian, untuk memungkinkan aset atau hak usaha pemilik aset
diberdayakan atau dimanfaatkan dalam KSO.
Aset KSO adalah aset tetap yang dibangun atau digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan
KSOPengelola KSO adalah pihak, yang mengoperasikan aset KSO. Pengelola KSO mungkin
pemilik aset , mungkin juga pihak lain yang ditunjuk.
Masa Konsesi adalah jangka waktu dimana investor dan pemilik aset masih terikat
dengan perjanjian bagi hasil atau bagi pendapatan atau bentuk pembayaran lain yang
tercantum di dalam perjanjian KSO.

PENGAKUAN DAN PENGUKURAN


 Pembangunan Aset Kerjasama Operasi
Aset yang diserahkan pemilik aset untuk diusahakan dalam perjanjian Kerjasama
Operasi (KSO) harus dicatat oleh pemilik aset sebagai aset KSO sebesar biaya perolehannya.
Dana yang ditanamkan pemilik aset dalam KSO dicatat sebagai penyertaan KSO. Di sisi lain
investor mencatat dana yang diterima ini dalam penyertaan KSO oleh pemilik aset sebagai
kewajiban.
 Pengoperasian Aset Kerjasama Operasi
Aset KSO yang dibangun dengan didanai oleh investor harus dicatat oleh pihak yang
mengelola aset KSO tersebut, dalam hal yang mengelola adalah salah satu dari investor atau
pemilik asset.
Aset KSO harus dicatat sebesar biaya perolehannya, atau biaya pembangunan yang
tercantum di perjanjian KSO, atau sebesar nilai wajar, dipilih yang paling obyektif atau
berdaya uji.
Investor mencatat penyerahan aset KSO kepada pemilik aset di akhir masa konsesi
dengan menghapus seluruh akun yang timbul berkaitan dengan KSO yang bersangkutan.
Pemilik aset, pada sisi lain, mencatat penyerahan ini sebagai aset dengan mengkredit
penghasilan KSO apabila memiliki kepastian tentang adanya manfaat ekonomi dari aset
tersebut, atau mengkredit penghasilan tangguhan (deffered income) apabila tidak memiliki
kepastian yang cukup tentang manfaat ekonomi dari aset tersebut.
Bila investor melakukan penyerahan aset KSO kepada pemilik aset untuk dioperasikan pada
saat aset KSO selesai di bangun, penyerahan ini harus dicatat sebagai hak bagi pendapatan

18
atau penghasilan KSO. Penerimaan kas atau hak atas pendapatan/penghasilan secara periodik
dari bagi hasil atau bagi pendapatan atau bentuk lain yang timbul dari KSO ini diakui sebagai
pendapatan KSO.
Dari transaksi pada paragraf 40, pemilik aset mencatat penyerahan tersebut dalam akun
aset KSO dengan mengkredit akun kewajiban jangka panjang KSO. Pembayaran periodik
kepada kepada investor karena adanya perjanjian KSO ini dicatat sebagai pelunasan utang
beserta bunga dan beban atau penghasilan KSO.
Penghitungan bunga untuk transaksi yang termuat dalam paragraf 40 dan 41 adalah dengan
mengacu pada tingkat bunga normal dikalikan dengan sisa kewajiban atau sisa piutang bagi
investor. Selisih anatara beban bunga (atau penghasilan bunga bagi investor) dan bagian dari
kewajiban KSO (atau piutang KSO bagi investor) dari jumlah yang dibayarkan (atau
diterima investor) dimasukkan sebagai penghasilan atau beban KSO.
Aset KSO harus disusutkan secara sistematis oleh pengelola KSO selama umur
ekonominya. Untuk investor, masa penyusutan tidak boleh lebih panjang dari masa konsesi
KSO.Hak bagi pendapatan atau hasil diamortisasi oleh investor.
Pengungkapan
Sehubungan dengan perjanjian Kerjasama Operasi (KSO), pengungkapan berikut ini
harus dibuat:
a) pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian KSO,
b) hak dan kewajiban dari masing-masing partisipan KSO berkenaan dengan perjanjian
KSO,
c) ketentuan tentang perubahan perjanjian KSO, bila ada.
Sehubungan dengan pengungkapan yang lazim untuk aktiva tetap, pengungkapan
berikut harus dibuat untuk aset Kerjasama Operasi (KSO):
a) klasifikasi aktiva yang membentuk aset KSO,
b) penentuan biaya perolehan aset KSO,
c) penentuan depresiasi atau amortisasi aset KSO.
Sehubungan dengan perjanjian bagi pendapatan/hasil KSO, pengungkapan berikut ini
harus dibuat:
a. penghitungan atau penentuan hak bagi pendapatan/hasil KSO,
b. penentuan amortisasi hak bagi pendapatan /hasil KSO,
c. penghitungan (tambahan) beban atau penghasilan KSO yang timbul dari pembayaran bagi
pendapatan/hasil KSO.

19
2.5 Kasus 7 : Aplikasi PSAK Transaksi dalam Mata Uang Asing -Di Emiten PT.
Perusahaan Gas Negara, Tbk (PGN)

Profil PGN

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19/1965 Perusahaan Gas Negara (PGN) menjadi
badan hukum yang berhak untuk melakukan usahanya secara mandiri dengan ruang lingkup
usaha penyediaan tenaga gas dan industri gas, terutama untuk meningkatkan derajat
kehidupan masyarakat umum.

NAMA PT Perusahaan Gas Negara (Persero)


Tbk

BIDANG USAHA Transmisi dan distribusi gas bumi

AN Pemerintah Indonesia 56,97% Publik 43,03%

TANGGAL PENDIRIAN 13 Mei 1965

DASAR HUKUM PENDIRIAN PP No.19/1965

MODAL DASAR Rp7.000.000.000.000

MODAL DITEMPATKAN Rp2.424.150.819.


DAN DISETOR PENUH

20
PENCATATAN DI BURSA Saham Perseroan telah dicatatkan di Bursa Efek Jakarta
dan Bursa Efek Surabaya pada tanggal 15 Desember 2003 dengan Kode Saham di
Bursa: PGAS

Bidang Usaha

Bidang Usaha PGN sesuai dengan Anggaran Dasar yang ditetapkan pada 6 April
2011.

1. Perencanaan, pembangunan dan pengembangan usaha hilir bidang gas bumi yang
meliputi kegiatan pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan niaga.
2. Perencanaan, pembangunan, pengembangan produksi, penyediaan, penyaluran dan
distribusi gas buatan (gas hidrokarbon).
3. Selain kegiatan usaha utama, Perusahaan dapat melakukan kegiatan usaha
penunjang lain yang berkaitan langsung dan atau yang mendukung kegiatan usaha
utama sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

Hasil Assessment
Perusahaan telah melakukan assessment terhadap PSAK yang memilik dampak
signifikan antara lain:
1. PSAK 10 (Revisi 2010) Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing;
2. PSAK 30 (Revisi 2007) Sewa;
3. PSAK 50 (Revisi 2006) Instrumen Keuangan: Penyajian dan Pengungkapan
dan PSAK 55 (Revisi 2006) Instrumen Keuangan: Pengakuan dan
Pengukuran;
4. ISAK 08 Interprestasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan: penentuan
apakah suatu perjanjian mengandung suatu sewa dan pembahasan lebih lanjut
ketentuan transisi PSAK No. 30 (Revisi 2007).

Dokumen Acuan Kerja


Perusahaan membuat standar akuntansi (manual) yang telah disesuaikan dengan
kebutuhan dan kewajiban perusahaan dalam bentuk dokumen acuan kerja

Pengembangan Sistem Informasi


Hasil assessment yang dilakukan oleh konsultan PWC terhadap mata uang
fungsional dan pelaporan PGN adalah mata uang USD. Sesuai dengan PSAK 10
(Revisi 2010) paragraf 21 “Pada pengakuan awal, suatu transaksi mata uang asing
harus dicatat dalam mata uang fungsional”. Oleh karena itu per 1 Januari 2012 PGN
harus melakukan pembukuan dan pelaporan dalam mata uang USD. Namun demikian
UU No 28 Tahun 2007 Tentang KUP Pasal 28 berbunyi “Pembukuan atau pencatatan harus
diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan satuan mata uang Rupiah”.

21
Bertolak dari 2 (dua) aturan yang berbeda, maka PGN mengambil kebijakan melakukan
Pembukuan dan Pelaporan dalam 2 Mata Uang (Rupiah dan USD). Untuk itu PGN
mengaktifkan fitur Multi Reporting Currency (MRC) di sistem Oracle dan sudah siap
digunakan untuk laporan keuangan Triwulan 1 Tahun 2012.

PERSIAPAN PEMBUKUAN DAN PELAPORAN DALAM MATA UANG


FUNGSIONAL USD
Aktivitas PGN sebagai perusahaan transportasi dan distribusi gas menjadikan PGN lebih
dominan menggunakan mata uang USD dibandingkan dengan Rupiah baik untuk
pembelian dan penjualan gas maupun kontrak-kontrak lain seperti pembangunan fasilitas
operasional PGN. Berdasarkan assesment yang dilakukan oleh konsultan PWC per
Desember 2010 pendapatan PGN sebesar 80% adalah dalam denominasi USD dan 20%
dalam denominasi Rupiah, sedangkan biaya utama PGN sebesar 70% dalam denominasi
USD demikian juga arus kas keluar untuk pembelian gas adalah dalam USD sehingga
mata uang fungsional PGN adalah USD. Namun demikian, untuk pembukuan dan
pelaporan keuangan, PGN masih menggunakan mata uang Rupiah sesuai dengan UU
No 28 Tahun 2007 Tentang KUP sehingga akan terjadi selisih kurs dari USD ke IDR
setiap ada transaksi dalam mata uang USD, dan untuk pos-pos yang berdenominasi selain
Rupiah akan timbul selisih kurs translasi setiap akhir periode pelaporan. Timbulnya
selisih kurs translasi dan transaksi ini akan berpengaruh terhadap kinerja keuangan
perusahaan yang sesungguhnya.

Dalam PSAK 10 (Revisi 2010) par. 21 disebutkan bahwa “Pada pengakuan awal, suatu
transaksi mata uang asing harus dicatat dalam mata uang fungsional.”

Dalam pernyataan di atas, PSAK mengharuskan pengakuan transaksi dalam mata uang
fungsional dimana mata uang fungsional tersebut ditentukan oleh faktor dominan antara
lain:
a. Lingkungan ekonomi utama dalam menghasilkan dan mengeluarkan kas.
PGN menghasilkan sebagian besar pendapatan (80%) dan mengeluarkan sebagian
besar biaya operasional dalam mata uang USD (70%).
b. Faktor yang mempengaruhi harga jual untuk barang dan jasa.
Pasar gas bumi di Indonesia mengunakan USD sebagai mata uang penawaran dan
penjualan sehingga PGN juga akan mengunakan USD dalam penjualan gas kepada
pelanggan.
c. Mata uang yang paling mempengaruhi biaya tenaga kerja, material dan biaya-biaya
lain dari pengadaan barang atau jasa.
Konstruksi fasilitas operasional PGN sebagian besar menggunakan USD.
d. Mata uang sumber pendanaan.
PGN mempunyai kewajiban jangka panjang ke beberapa institusi keuangan yang
sebagian besar berdenominasi USD.

22
e. Mata uang penyimpanan dana hasil kegiatan operasi.
Saldo kas dan setara kas PGN sebagian besar ada dalam mata uang USD.

Dalam menerapkan PSAK 10 (Revisi 2010) tentang Pengaruh Perubahan Kurs Valuta
Asing yang berlaku mulai 1 Januari 2012, PGN menyiapkan beberapa strategi
implementasi :

1. Aspek Legalitas
Perusahaan telah mengirimkan surat ke Direktorat Jenderal Perpajakan dengan No.
018900.S/ KU.02.01/KEU/2012 tanggal 27 Februari 2012 perihal Permohonan izin
untuk menyelenggarakan pembukuan dalam Bahasa Inggris dan Mata Uang Dollar
Amerika Serikat. Dan pada tanggal 20 Maret 2012 Direktorat Jenderal Perpajakan
melalui keputusan Menteri Keuangan No.KEP.278/WPJ.19/2012 memberikan
persetujuan kepada PGN untuk menyelenggarakan pembukuan dalam Bahasa Inggris
dan Mata Uang Dollar Amerika Serikat.

2. Aspek Kesiapan Sistem


Sehubungan dengan belum diperolehnya ijin untuk menyelenggarakan pembukuan
dan pelaporan dalam mata uang USD hingga Hingga 31 Desember 2011, PGN
menyelenggarakan pembukuan dan pelaporan dalam mata uang IDR, karena itu
PGN harus menyelenggarakan dua pembukuan dengan menggunakan mata uang
Rupiah untuk perpajakan dan mata uang USD sebagai mata uang fungsional guna
memenuhi PSAK 10 (Revisi 2010) yang berlaku sejak 1 Januari 2012.

Dalam penyelenggaran dua pembukuan, PGN membuat Strategi implementasi sebagai


berikut:
a. Konversi saldo Laporan Keuangan Audited per 31 Desember 2011 ke dalam mata
uang USD untuk dimasukkan sebagai saldo awal di dalam Pembukuan USD.
Konversi tersebut dibantu oleh Kantor Akuntan Publik PriceWaterhouse &
Coopers.
b. Persiapan Sistem Oracle
c. Terdapat dua kebutuhan laporan Keuangan (Rupiah untuk perpajakan dan USD
sebagai mata uang fungsional), maka Sistem Oracle Perusahaan harus dapat
mengakomodasi kebutuhan tersebut.
d. Strategi Implementasi yang digunakan yaitu dengan tetap menggunakan IDR
sebagai primary currency dan mengaktifkan fitur MRC (Multi Reporting
Currency) pada sistem Oracle untuk menghasilkan pembukuan dan pelaporan
dalam mata uang USD.

Kemajuan Implementasi dan Perkembangan Terkini


• Saldo awal sedang disusun untuk penyajian komparatif selama 3 tahun ke belakang
per triwulan sejak 2008 - 2011.

23
• Pada tahun 2011, Sistem Oracle dengan fitur MRC sudah berjalan di server
development.
• Pembukuan dan pelaporan dalam mata uang fungsional USD sudah siap digunakan
pada laporan keuangan Triwulan I tahun 2012.
• Kementerian Keuangan melalui Kanwil DJP Wajib Pajak Besar telah menyetujui
pembukuan dan pelaporan dalam mata uang USD melalui KMK No. Kep.
278/WPJ.19/2012 tanggal 20 Maret 2012. Dengan persetujuan ini pada dasarnya
PGN hanya perlu menyusun laporan keuangan dalam mata uang USD.

INSTRUMEN KEUANGAN

Yang dimiliki oleh PGN sepanjang tahun 2011 adalah sebagai berikut:
I. Surat berharga dalam bentuk surat hutang (obligasi)
Dalam rangka pemanfaatan idle cash perusahaan, sepanjang tahun 2011 PGN telah
melakukan sejumlah pembelian instrument keuangan
berupa surat berharga dalam bentuk surat hutang (obligasi). Investasi dilakukan pada
instrumen keuangan yang memiliki jatuh tempo lebih dari
3 bulan, dan dengan acuan utama tingkat imbal hasil berada diatas rata-rata imbal hasil
deposito. Adapun sumber dana pembelian seluruh surat berharga (obligasi) sepanjang
tahun 2011 berasal dari pendanaan internal.

2. Obligasi Pertamina (PERTIJ2 5,25%) PGN membeli obligasi PT Pertamina


(Persero) sebesar USD 16 juta di pasar sekunder. Obligasi ini diterbitkan Mei
2011 dan akan jatuh tempo pada tahun 2021 dalam denominasi USD dengan
tingkat bunga (kupon) 5,25% per tahun.

3. Obligasi Berkelanjutan Perum Pegadaian Tahap I tahun 2011 Seri c PGN


membeli obligasi Perum Pegadaian sebesar Rp 20 miliar melalui pasar perdana.
Obligasi ini diterbitkan di bulan Oktober 2011 dan akan jatuh tempo pada tahun
2021 dalam denominasi IDR dengan tingkat bunga (kupon) 9,00% per tahun.

4. Obligasi Berkelanjutan I Antam dengan Tingkat Suku Bunga Tetap Tahap I


Tahun 2011 PGN membeli obligasi PT Aneka Tambang (Persero) Tbk. sebesar Rp
25 miliar melalui pasar perdana. Obligasi ini diterbitkan di bulan Desember 2011
dan akan jatuh tempo pada tahun 2021 dalam denominasi IDR dengan tingkat
bunga (kupon) 9,05% per tahun.

5. Obligasi Berkelanjutan Indonesia Exim Bank I Tahun 2011


PGN membeli obligasi PT Bank Ekspor Indonesia (Persero) sebesar Rp 50
miliar melalui pasar perdana. Obligasi ini diterbitkan di bulan Desember 2011
dan akan jatuh tempo pada tahun 2018 dalam denominasi IDR dengan tingkat
bunga (kupon) 8,5% per tahun.

24
II. Transaksi Lindung Nilai
Perusahaan mempunyai kontrak lindung nilai dalam bentuk cross currency swap USD -
JPY dengan Bank RBS, kontrak ini pertama kali ditandatangani pada tahun 2007.
Tujuan dari ditandatanganinya kontrak ini adalah sebagai lindung nilai atas kewajiban
jangka panjang perusahaan yang berdenominasi Yen Jepang. Sedangkan kontrak
tersebut akan berakhir pada tahun 2019.

RISIKO ATAS MASING-MASING INSTRUMEN KEUANGAN


• Untuk obligasi/surat hutang:
- Pergerakan nilai suku bunga di pasar, yang akan mempengaruhi pergerakan harga
dari masing- masing obligasi tersebut.
- Obligasi yang dibeli PGN merupakan unsecured bond, sehingga tidak ada jaminan
spesifik atas obligasi tersebut.

• Untuk transaksi lindung nilai:


- Pergerakan nilai mata uang Yen Jepang terhadap USD akan mempengaruhi
pergerakan nilai wajar dan adanya potensi penalti.

KEBIJAKAN MANAJEMEN RISIKO ATAS INSTRUMENT KEUANGAN


• Untuk obligasi/surat hutang:
- Rating obligasi yang baik (minimal sama dengan rating perusahaan untuk rating
internasional atau setara dengan AA untuk rating lokal).
- Tingkat pengembalian obligasi yang dipilih harus berada diatas rata-rata tingkat
pengembalian deposito milik PGN.
- Emiten yang dipilih adalah emiten yang tidak memiliki catatan buruk atas
penerbitan obligasi sebelumnya, berada di industri yang berkembang baik, dan
mempunyai kinerja keuangan yang baik.

25
2.6 KASUS 9: SELISIH RESTRUKTURISASI ENTITAS SEPENGENDALI
TELKOM DAN INDOSAT

Perusahaan Perseroan (Persero) PT Telekomunikasi, Tbk., yang selanjutnya disebut


TELKOM merupakan perusahaan penyelenggara jasa telekomunikasi terbesar di Indonesia
dan tengah berkembang menjadi perusahaan informasi dan komunikasi (InfoCom) yang
menyediakan jasa dan jaringan telekomunikasi (full service and network provider).
TELKOM menyediakan jasa InfoCom baik secara langsung maupun melalui perusahaan
asosiasi, mencakup antara lain jasa telepon tetap (fixed-wireline), jasa telepon tetap nirkabel
(fixed wireless), jasa telepon bergerak (mobile phone), data dan internet, serta network dan
interkoneksi.
Pada tahun 1980 PT Indonesian Satellite Corporation (Indosat) didirikan untuk
menyelenggarakan jasa telekomunikasi internasional., terpisah dari Perusahaan Umum
Telekomunikasi (Perumtel), dimana Perumtel yang menyelenggarakan jasa telekomunikasi
baik nasional maupun internasional. Kemudian di tahun 1991, Perumtel berubah bentuk
menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) Telekomunikasi Indonesia (TELKOM) berdasarkan
PP no. 25 tahun 1991. Penawaran umum perdana saham TELKOM (Initial Public Offering/
IPO) dilakukan pada tanggal 14 November 1995.
Dalam kepemilikan dan pengendalian perusahaan dikenal adanya dua jenis
kepemilikan, yaitu kepemilikan dengan sistem piramid dan kepemilikan silang. Kepemilikan
dengan sistem piramid terdiri dari piramid dua tingkat dan pyramid tiga tingkat. Dalam
piramid yang terdiri dari dua tingkat, pemegang saham minoritas pengendali memegang
saham pengendali di dalam suatu perusahaan induk (holding company) yang selanjutnya
memegang saham pengendali (controlling stake) di perusahaan yang menjalankan
operasional (operating company). Di dalam piramid yang terdiri dari tiga tingkat, perusahaan
induk utama (primary holding company) memegang kendali atas perusahaan induk sekunder
yang selanjutnya memegang kendali atas perusahaan yang menjalankan operasional. Berbeda
dengan sistem piramid holding, perusahaan-perusahaan dalam suatu struktur cross-ownership
mempunyai hubungan kepemilikan yang bersilang secara horizontal (horizontal cross-
holding) pada saham pengendali yang mempunyai kekuatan pengendalian secara terpusat.
Dengan demikian, struktur kepemilikan silang berbeda dengan piramid terutama bahwa hak
suara yang digunakan untuk mengendalikan kelompok perusahaan tetap didistribusikan ke
seluruh anggota grup bukan terkonsentrasi di tangan satu perusahaan atau pemegang saham.
Cross Ownership terjadi antara PT Telekomunikasi Indonesia Tbk dan PT Indosat Tbk

26
dimana Telkom dan Indosat bersama-sama memiliki saham di PT Satelindo dan di
Telkomsel. Cross Ownership ini terjadi karena ketentuan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, dimana ditentukan bahwa penyelenggaraan
telekomunikasi dilaksanakan oleh pemerintah, yang selanjutnya untuk penyelenggaraan jasa
telekomunikasi dasar dilimpahkan kepada Badan Penyelenggara. Badan lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang
Telekomunikasi hanya dapat menyelenggarakan jasa telekomunikasi dasar dengan bekerja
sama dengan Badan Penyelenggara.
Dua Badan Usaha Miliki Negara (BUMN) yang diberi kewenangan dan tanggung
jawab untuk mengelola dan menyelenggarakan jasa telekomunikasi dasar adalah PT
Telekomunikasi Indonesia Tbk. yang merupakan Badan Penyelenggara jasa telekomunikasi
dalam negeri (Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor
KM.61/PT.102/ MPPT-95 tentang Penegasan Status Perusahaan Perseroan (Persero) PT
Telekomunikasi Indonesia Sebagai Badan Penyelenggara Jasa Telekomunikasi Dalam
Negeri), dan PT Indonesian Satellite Corporation, Tbk yang merupakan Badan Penyelenggara
jasa telekomunikasi internasional, hal ini tertuang di dalam Keputusan Menteri Pariwisata,
Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.6/PT.102/MPPT-95 tentang Penyelenggaraan Jasa
Telekomunikasi Dasar Internasional.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1989 Tentang Telekomunikasi yang mengatur mengenai
penyelenggaraan telekomunikasi berbunyi sebagai berikut:
Pasal 12
1. Penyelenggaraan telekomunikasi dilaksanakan oleh pemerintah, yang selanjutnya untuk
penyelenggaraan jasa telekomunikasi dapat dilimpahkan kepada badan penyelenggara.
2. Badan lain selain badan penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat
menyelenggarakan jasa telekomunikasi dasar atas dasar kerja sama dengan badan
penyelenggara, menyelenggarakan jasa telekomunikasi bukan dasar badan lain dapat
melaksanakannya tanpa kerja sama dengan badan lain.
Dengan adanya ketentuan di atas, perusahaan yang ingin menjadi penyelenggara
telekomunikasi diharuskan bekerjasama dengan Badan Penyelenggara, yaitu Telkom untuk
telekomunikasi domestik dan Indosat untuk telekomunikasi internasional. Akibatnya dalam
perjalanan bisnis selanjutnya kedua badan penyelenggara ini secara bersama terlibat di dalam
pendirian berbagai perusahaan yang bergerak dalam penyelenggaraan telekomunikasi
sehingga terjadilah kepemilikan silang di antara kedua Badan Penyelenggara tersebut.

27
Sebagai akibat kebijakan dan pengaturan berdasarkan undang-undang telekomunikasi
tersebut, TELKOM dan INDOSAT memiliki kepemilikan silang (cross ownership) saham di
beberapa perusahaan, sebagai berikut:
1. Berdirinya Telkomsel pada tanggal 26 Mei 1995 dengan pemegang sahamnya adalah
TELKOM sebesar 51% dan Indosat sebesar 49%.
2. Pada tahun 1996, KPN dan Sedco masuk ke Telkomsel sehingga komposisi
kepemilikan saham Telkomsel adalah TELKOM 42,72%, Indosat 35%, KPN 17,28%
dan Sedco 5%.
3. PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo), sahamnya dimiliki oleh Telkom (22,50%),
Indosat (7,5%), DeTe Asia (25%), dan Bimagraha (45%).
4. PT. Aplikanusa Lintasarta (Lintasarta), sahamnya dimiliki oleh Telkom (37,66%),
Indosat (32,64%), dan Lain-lain (29,70%).
Kepemilikan silang Telkom-Indosat ini diselesaikan melalui cross transaction
(transaksi silang), dimana Telkom mengalihkan sahamnya di Satelindo dan Lintasarta kepada
Indosat dan Indosat mengalihkan sahamnya di Telkomsel kepada Telkom.
Penyelesaian cross ownership ini dilakukan atas desakan IMF dalam rangka reformasi
sektor telekomunikasi di Indonesia, dan atas desakan itu pada tanggal 20 Januari 2000,
Pemerintah mengirimkan Letter of Intent kepada IMF yang isinya pada butir 71 menyatakan
antara lain bahwa Pemerintah akan menyelesaikan kepemilikan silang antara Telkom dan
Indosat.

28
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari uraian pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
Mata uang fungsional (mata uang pengukuran) adalah mata uang yang
digunakan dalam transaksi pengukuran. Sedangkan mata uang pelaporan adalah mata
uang yang digunakan dalam menyajikan laporan keuangan. Pada umumnya laporan
keuangan dilaporkan dalam mata uang lokal. Namun demikian, apabila perusahaan
menggunakan mata uang selain mata uang lokal (misalnya dolar Amerika) sebagai
mata uang pelaporan, maka mata uang pelaporan tersebut harus merupakan mata uang
fungsional. Mata uang fungsional dapat merupakan mata uang rupiah atau mata uang
selain rupiah (misalnya dolar Amerika), tergantung pada fakta substansi ekonominya.
Dan Yang termasuk dalam pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa
adalah transaksi yang dilakukan dengan: perusahaan yang memiliki hubungan
kepemilikan, perorangan sebagai pemilik atau karyawan yang mempunyai pengaruh
signifikan, anggota keluarga terdekat dari perorangan tersebut, dan perusahaan yang
dimiliki secara subtansial oleh perorangan tersebut.
Transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa perlu
untuk diungkapkan guna menilai kewajaran transaksi tersebut. Pihak-pihak yang
mempunyai hubungan istimewa dapat melakukan transaksi yang tidak akan dilakukan
oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa, dan juga dapat
dilakukan dengan harga yang berbeda dengan transaksi serupa yang dilakukan antara
pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa. Dan selisih nilai
restrukturisasi entitas terjadi pada transaksi pada perusahaan yang sepengendali.
Oleh karena itu, pengetahuan mengenai transaksi entitas, saldo, termasuk
komitmen, dan hubungan antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa
dapat mempengaruhi penilaian dari operasi entitas oleh pengguna laporan keuangan,
termasuk penilaian risiko dan kesempatan yang dihadapi entitas. Transaksi entitas,
saldo, termasuk komitmen, dan hubungan antara pihak-pihak yang mempunyai
hubungan istimewa harus diungkapkan dalam laporan keuangan sesuai dengan PSAK
Nomor 7.
DAFTAR PUSTAKA

IAI (2015). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat, Jakarta.


Kieso,Kimmel Weygandt, Tahun 2015, Financial Accounting-IFRS 3 edition,printplus Ltd

30

Anda mungkin juga menyukai