Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (cupping) diskus optikus, pengecilan lapangan pandang; biasanya disertai
peningkatan tekanan intraokuler. Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata
dengan terjadinya cacat lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi
(penggaungan) serta degenerasi papil saraf optik yang dapat berakhir dengan kebutaan.(1,2)

Berdasarkan etiologi, glaukoma dibagi menjadi 4 bagian yaitu glaukoma primer,


glaukoma kongenital, glaukoma sekunder dan glaukoma absolut sedangkan berdasarkan
mekanisme peningkatan tekanan intraokular glaukoma dibagi menjadi dua, yaitu glaukoma
sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup.(1)

Pada sebagian besar kasus, glaukoma tidak disertai dengan penyakit mata lainnya
(glaukoma primer). Glaukoma primer sudut terbuka merupakan bentuk yang tersering,
bersifat kronik dan bersifat progressive, menyebabkan pengecilan lapangan pandang bilateral
progressive asimptomatik yang muncul perlahan dan sering tidak terdeteksi sampai terjadi
pengecilan lapangan pandang yang ekstensif. Diagnosa glaukoma primer sudut terbuka jika
pada pemeriksaan didapatkan adanya peningkatan tekanan intraokular, gambaran kerusakan
diskus optikus dan defek lapangan pandang.  Adapun bentuk lain dari glaukoma yaitu
glaukoma primer sudut tertutup, glaukoma sekunder sudut terbuka, glaukoma sekunder sudut
tertutup, glaukoma kongenital dan glaukoma absolut.(1,2,3)

Mekanisme peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma adalah gangguan aliran


keluar aqueous humor akibat kelainan sistem drainase sudut bilik mata depan (glaukoma
sudut terbuka) atau gangguan akses aqueous humor ke sistem drainase (glaukoma sudut
tertutup). Pada semua pasien glaukoma, perlu tidaknya diberikan terapi dan efektifitas terapi
ditentukan dengan melakukan pengukuran tekanan intraokuler (tonometri), inspeksi diskus
optikus dan pengukuran lapangan pandang secara teratur.(1,2) 

Pengobatan pada glaukoma terdiri atas pengobatan medis serta terapi bedah dan laser.
Pengobatan ditujukan untuk menurunkan tekanan intraokuler  dan apabila mungkin
memperbaiki patogenesis yang mendasarinya.(1)

1
1.2. Batasan Masalah
Referat ini membahas mengenai epidemiologi, etiologi, patogenesis, gejala klinis,
diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis glaukoma primer sudut terbuka.
1.3. Tujuan Penulisan
Referat ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang
epidemiologi, etiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis
glaukoma primer sudut terbuka.
1.4. Metode Penulisan
Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari
berbagai literatur.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Epidemiologi

Glaukoma adalah penyebab kedua kebutaan di dunia, hampir 60 juta orang terkena
glaukoma. Di Amerika, penyakit ini merupakan penyebab utama kebutaan yang dapat
dicegah. Glaukoma sudut terbuka primer merupakan bentuk tersering pada ras kulit hitam
dan putih. Ras kulit hitam memiliki resiko yang lebih besar mengalami onset dini,
keterlambatan diagnosis dan penurunan penglihatan yang berat dibandingkan ras kulit putih.
Di Amerika Serikat, 1,29% orang berusia lebih dari 40 tahun, meningkat hingga 4,7% pada
orang berusia lebih dari 75 tahun, diperkirakan mengidap glaukoma sudut terbuka primer.
Pada penyakit ini terdapat kecenderungan familial yang kuat dan kerabat dekat pasien
dianjurkan menjalani pemeriksaan skrining yang teratur.(1,2,4)

Glaukoma sudut tertutup didapatkan pada 10-15% kasus ras kulit putih. Glaukoma
sudut tertutup primer berperan pada lebih dari 90% kebutaan bilateral akibat glaukoma di
China. Glaukoma tekanan normal merupakan tipe yang paling sering di Jepang. (1,2)

B. Anatomi dan Fisiologis

3
Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea perifer dan pangkal iris.
Ciri-ciri anatomi utama sudut ini adalah garis Schwalbe, anyaman trabekula (yang terletak di
atas kanal Schlemm), dan taji sklera (sclera spur).(4)

Garis Schwalbe menandai berakhirnya endotel kornea. Struktur ini merupakan tepi
membrane Descement dan terdiri dari suatu jaringan atau pinggiran yang sempit dimana
bagian dalam kornea bertemu dengan sklera, dengan jari-jari kelengkungan yang berbeda.
Dapat terlihat seperti sebuah garis atau pembukitan berwarna putih dan berbatasan dengan
bagian anterior anyaman trabekula. (5,6,7)

Anyaman trabekula berbentuk segitiga pada potongan melintang, dengan dasar yang
mengarah ke corpus ciliare. Anyaman ini tersusun atas lembar-lembar berlubang jaringan
kolagen dan elastik yang membentuk suatu filter dengan pori yang semakin mengecil ketika
mendekati kanal Schlemm. Bagian dalam anyaman ini, yang menghadap ke bilik mata depan
dikenal sebagai anyaman uvea; bagian luar yang berada dekat kanal Schlemm disebut
anyaman korneoskleral. Serat-serat longitudinal otot siliaris menyisip ke dalam anyaman
trabekula tersebut. (5,6)

Taji sklera merupakan penonjolan sklera ke arah dalam di antara corpus ciliare dan
kanal Sclemm, tempat iris dan  kanal Schlemm menempel. Kanal Schlemm merupakan
kapiler yang mengelilingi kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapis sel, diameter nya 0,5 mm.
Pada dinding sebelah dalam terdapat lubang-lubang sebesar 2 U, sehingga terdapat hubungan
langsung antara trabekula dan kanal Schlemm. Dari kanal Sclemm, keluar saluran kolektor
20-30 buah yang menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sklera dan episklera dan vena
siliaris anterior di badan siliar. (5,6,7)

Tekanan intraokuler ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor akueous dan


tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Humor akueous adalah suatu cairan jernih yang
mengisi camera oculi anterior dan camera oculi posterior. Volumenya adalah sekitar 250 µL,
dan kecepatan pembentukannya memiliki variasi diurnal adalah 2,5 µL/menit. Tekanan
osmotiknya lebih tinggi dibandingkan plasma. Komposisi humor akueous serupa dengan
plasma, kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat dan laktat yang lebih
tinggi serta protein, urea dan glukosa yang lebih rendah.(5,7)

Cairan bilik mata (humor akueous) dibentuk oleh epitel tak berpigmen corpus ciliare,
masuk ke dalam bilik mata belakang (camera oculi posterior) kemudian melaui pupil masuk

4
ke bilik mata depan (camera oculi anterior), ke sudut camera oculi anterior melalui trabekula
ke kanal Sclemm, saluran kolektor, kemudian masuk ke dalam pleksus vena di jaringan
sklera dan episklera juga ke dalam vena siliaris anterior di corpus ciliare. Saluran yang
mengandung cairan camera oculi anterior dapat dilihat di daerah limbus dan subkonjuntiva
yang dinamakan aqueos veins.(5,7)

C. Etiopatogenesis

Glaukoma merupakan sekelompok penyakit kerusakan saraf optik (neuropati optik)


yang biasanya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan okular pada papil saraf optik.
Iskemia tersendiri pada papil saraf optik juga penting. Hilangnya akson menyebabkan defek
lapangan pandang dan hilangnya ketajaman penglihatan jika lapangan pandang sentral
terkena.(1,9,10)

Ada dua teori utama mengenai mekanisme kerusakan serabut saraf oleh peningkatan
tekanan intraokular yaitu teori mekanik dan teori vaskular : (9,10)

 Peningkatan tekanan intraokular menyebabkan kerusakan mekanik pada akson saraf


optik dan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina, iris dan korpus
siliar juga menjadi atrofi, dan prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi
hialin sehingga terjadi penurunan penglihatan.
 Peningkatan tekanan intraokular menyebabkan iskemia akson saraf akibat
berkurangnya aliran darah pada papil saraf optik. Diskus optikus menjadi atrofi
disertai pembesaran cekungan optikus.

Gambaran patologik utama pada glaukoma sudut terbuka primer adalah proses
degeneratif  di jaringan trabekular berupa penebalan lamella trabekula yang mengurangi
ukuran pori dan berkurangnya jumlah sel trabekula pembatas. Juga termasuk pengendapan
bahan ekstrasel di dalam jalinan dan di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm. Hal ini
berbeda dengan proses penuaan normal. Akibatnya adalah penurunan drainase humor
akueous yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler.(1,8)  

Tekanan intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang
merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi papil saraf
optik relatif lebih kuat daripada bagian tengah sehingga terjadi cekungan pada papil saraf
optik. (6,11)

5
D.     Faktor Resiko

Glaukoma bisa menyerang siapa saja. Deteksi dan perawatan dini glaukoma adalah
satu-satunya jalan untuk menghindari hilangnya penglihatan. Beberapa faktor resiko
terjadinya glaukoma sudut terbuka adalah : (3,10,12)

 Umur lebih dari 40 tahun


 Peningkatan tekanan intraokuler
 Keturunan Amerika-Afrika
 Riwayat trauma ocular
 Penggunaan kortikosteroid topikal, sistemik ataupun endogen
 Myopia
 Diabetes mellitus
 Penyakit vascular karotis
 Anemia
 Riwayat hipertensi sistemik
 Insufisiensi vascular

E.     Diagnosis

Diagnosis penyakit ini ditegakkan berdasarkan hasil yang didapat dari anamnesis dan
pemeriksaan ofthamologi.

1. Anamnesis

Masalah utama dalam mendeteksi glaukoma sudut terbuka primer adalah tidak adanya
gejala sampai stadium akhir. Mulai timbulnya gejala glaukoma primer sudut terbuka agak
lambat yang kadang-kadang tidak disadari oleh penderita sampai akhirnya berlanjut dengan
kebutaan. Sewaktu pasien menyadari ada pengecilan lapangan pandang, biasanya telah terjadi
pencekungan glaukomatosa yang bermakna. Mata tidak merah atau tidak terdapat keluhan,
yang mengakibatkan terdapat gangguan susunan anatomis dan fungsi tanpa disadari oleh
penderita.(1)

Pada glaukoma sudut terbuka, kerusakan lapangan pandang mata dimulai dari tepi
lapangan pandang dan lambat laun meluas ke bagian tengah. Dengan demikian penglihatan

6
sentral (fungsi macula) bertahan lama, walaupun penglihatan perifer sudah tidak ada sehingga
penderita tersebut seolah-olah melihat melalui teropong (tunnel vision).(6)

Diduga glaukoma primer sudut terbuka diturunkan secara dominan atau resesif pada
50% penderita sehingga riwayat keluarga juga penting diketahui dalam menggali riwayat
penyakit.(1,8)

2. Pemeriksaan Ofthamolog
       Pengukuran Tekanan Intraokular

Rentang tekanan intraokular normal adalah 10-21 mmHg. Pada usia lanjut, rerata
tekanan intraokularnya lebih tinggi sehingga batas atasnya adalah 24 mmHg. Tekanan bola
mata untuk satu mata tak selalu tetap, tetapi dapat dipengaruhi seperti pada saat bernapas
mengalami fluktuasi 1-2 mmHg dan pada jam 5-7 pagi paling tinggi, siang hari menurun,
malam hari naik lagi. Hal ini dinamakan variasi diurnal dengan fluktuasi 3 mmHg.(1,6)

Menurut Langley dan kawan-kawan, pada glaukoma primer sudut terbuka terdapat
empat tipe variasi diurnal yaitu 1) Flat type, TIO sama sepanjang hari; 2) Falling type,
puncak TIO terdapat pada waktu bangun tidur; 3) Rising type, puncak TIO didapat pada
malam hari; 4) Double variation; puncak TIO didapatkan pada jam 9 pagi dan malam hari.
Menurut Downey, jika pada sebuah mata didapatkan variasi diurnal melebihi 5 mmHg
ataupun selalu terdapat perbedaan TIO sebesar 4 mmHg atau lebih maka menunjukan
kemungkinan suatu glaukoma primer sudut terbuka, meskipun TIO normal.(6,10)

Pada glaukoma sudut terbuka primer, 32-50% individu yang terkena akan
memperlihatkan tekanan intraokular yang normal saat pertama kali diperiksa. Sebaliknya,
peningkatan tekanan intraokular semata tidak selalu diartikan bahwa pasien mengedap
glaukoma sudut terbuka primer; untuk menegakkan diagnosis diperlukan bukti-bukti lain
seperti adanya diskus optikus glaukomatosa atau kelainan lapangan pandang. Apabila
tekanan intraokular terus-menerus meninggi sementara diskus optikus dan lapangan pandang
normal (hipertensi okular), pasien dapat diobservasi secara berkala sebagai tersangka
glaukoma.(1,10,12)

Ada empat macam tonometer yang dikenal yaitu tonometer schiotz, tonometer digital,
tonometer aplanasi dan tonometeri Mackay-Marg. Pengukuran tekanan intraokular yang
paling luas digunakan adalah tonometer aplanasi Goldmann, yang dilekatkan ke slit lamp dan
mengukur gaya yang diperlukan untuk meratakan daerah kornea tertentu.(1,8,11)

7
Tonometer aplanasi merupakan alat yang paling tepat untuk mengukur tekanan bola
mata dan tidak dipengaruhi oleh faktor kekakuan sklera. Tonometer schiotz merupakan alat
yang paling praktis sederhana. Pengukuran tekanan bola mata dinilai secara tidak langsung
yaitu dengan melihat daya tekan alat pada kornea, karna itu dinamakan juga tonometri
indentasi schiotz. Dengan tonometer ini dilakukan penekanan terhadap permukaan kornea
menggunakan sebuah beban tertentu. Makin rendah tekanan bola mata, makin mudah bola
mata ditekan, yang pada skala akan terlihat angka skala yang lebih besar. Tansformasi
pembacaan skala tonometer ke dalam tabel akan menunjukan tekanan bola mata dalam
mmHg. Kelemahan alat ini adalah mengabaikan faktor kekakuan sklera. (8,10,11)

Tonometer digital adalah cara yang paling buruk dalam penilaian terhadap tekanan
bola mata oleh karena bersifat subjektif. Dasar pemeriksaannya adalah dengan merasakan
reaksi kelenturan bola mata (balotement) pada saat melakukan penekanan bergantian dengan
kedua jari tangan. Tekanan bola mata dengan cara digital dinyatakan dengan nilai N+1, N+2,
N+3, dan sebaliknya N-1 sampai seterusnya.(11,13)

Pada penderita tersangka glaukoma, harus dilakukan pemeriksaan serial tonometri.


Variasi diurnal tekanan intraokular pada pada orang normal berkisar 6 mmHg dan pada
pasien glaukoma variasi dapat mencapai 30 mmHg.(10)

 Pemeriksaan Sudut Bilik Mata Depan

Merupakan suatu cara untuk menilai lebar dan sempitnya sudut bilik mata depan. Lebar sudut
bilik mata depan dapat diperkirakan dengan pencahayaan oblik bilik mata depan,
menggunakan sebuah senter atau dengan pengamatan kedalaman bilik mata depan perifer
menggunakan slitlamp, yang umumnya digunakan yaitu teknik Van Herick. Dengan teknik
ini, berkas cahaya langsung diarahkan ke kornea perifer, menggunakan sinar biru untuk
mencegah penyinaran yang berlebihan dan terjadinya miosis. Pada teknik ini, kedalaman
sudut bilik mata depan (PAC) dibandingkan dengan ketebalan kornea (CT) pada limbus
kornea temporal dengan sinar sudut 60º. Penilaiannnya dibagi dalam empat grade yaitu: (1,15)

-          Grade 4 : PAC > 1 CT

-          Grade 3 : PAC > ¼-1/2 CT

-          Grade 2 : PAC = ¼ CT

-          Grade 1 : PAC ¼ CT

8
PAC = ¼ CT sudut sempit (kedalaman sudut 20º)

Untuk menilai kedalaman sudut digunakan sistem Shaffer (1960) yaitu sebagai berikut:

Klasifikasi Tertutup Interprestasi

Grade 0 Tertutup

Grade slit Hanya terbuka Kemungkinan beresiko tertutup


beberapa derajat

Grade I 10º Beresiko tertutup

Grade II 20º Observasi

Grade III 30º Tidak ada resiko sudut tertutup

Grade IV 40º atau lebih Tidak ada resiko sudut tertutup

Akan tetapi, sudut mata depan sebaiknya ditentukan dengan gonioskopi yang
memungkinkan visualisasi langsung  struktur-struktur sudut. Dengan gonioskopi juga dapat
dibedakan glaukoma sudut tertutup dan glaukoma sudut terbuka, selain itu juga dapat dilihat
apakah terdapat perlekatan iris bagian perifer ke bagian depan.(1,10,15)

Apabila keseluruhan anyaman trabekular, taji sklera dan processus iris dapat terlihat,
sudut dinyatakan terbuka. Apabila hanya garis Schwalbe atau sebagian kecil dari anyaman
trabekular yang terlihat, sudut dinyatakan sempit. Apabila garis Scwalbe tidak terlihat, sudut
dinyatakan tertutup.(1,13)

 Penilaian Diskus Optikus

Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya yang ukurannya


bervariasi bergantung pada jumlah relative serat yang menyusun saraf optikus terhadap
ukuran lubang sklera yang harus dilewati oleh serat-serat tersebut.(1,12)

Pada glaukoma mula-mula terjadi pembesaran konsentrik cekungan optik yang diikuti
oleh pencekungan superior dan inferior serta disertai pembentukan takik (notching) fokal di
tepi diskus optikus. Hasil akhir proses pencekungan pada glaukoma adalah apa yang disebut
sebagai cekungan “bean pot”, yang tidak memperlihatkan jaringan saraf di bagian tepinya.
(1,2,11,13)

Rasio cekungan diskus adalah cara yang digunakan untuk mencatat ukuran diskus
optikus pada pasien glaukoma. Besaran tersebut adalah perbandingan antara ukuran cekungan

9
terhadap garis tengah diskus misalnya cawan kecil rasionya 0,1 dan cawan besar 0,9. Apabila
terdapat kehilangan lapangan pandang atau peningkatan tekanan intraokular, rasio cawan
diskus lebih dari 0,5 atau terdapat asimetri yang bermakna antara kedua mata diindikasikan
adanya atrofi gluakomatosa. (1,13)

 Pemeriksaan Lapangan Pandang

Lapangan pandang adalah bagian ruangan yang terlihat oleh suatu mata dalam sikap
diam memandang lurus ke depan. Lapangan pandang normal adalah 90 derajat temporal, 50
derajat atas, 50 derajat nasal dan 65 derajat bawah.(11)

Berbagai cara untuk memeriksa lapangan pandang pada glaukoma adalah automated


perimeter (misal Humphrey, Octopus, atau Henson), perimeter Goldmann, Friedmann field
analyzer, dan layar tangent. (1,2,11,13)

Perimeter berupa alat berbentuk setengah bola dengan jari-jari 30 cm, dan pada pusat
parabola ini mata penderita diletakkan untuk diperiksa. Objek digeser perlahan-lahan dari tepi
ke arah titik tengah kemudian dicari batas-batas pada seluruh lapangan pada saat benda mulai
terlihat.(11,12)

Penurunan lapangan akibat glaukoma sendiri tidak spesifik karena gangguan ini
terjadi akibat defek berkas serat saraf yang dapat dijumpai pada semua penyakit saraf optikus.
Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30 derajat lapangan
pandang bagian tengah. Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya skotoma relative atau
absolut yang terletak pada 30 derajat sentral.. Pada stadium akhir penyakit, ketajaman
penglihatan sentral mungkin normal tetapi hanya 5 derajat lapangan pandang di tiap-tiap
mata. Pada glaukoma lanjut, pasien mungkin memiliki ketajaman penglihatan 20/20 tetapi
secara legal buta. (1,6,12)

3. Tes Provokasi

10
Tes ini dilakukan pada suatu keadaan yang meragukan. Pada glaukoma primer sudut
terbuka dapat dilakukan beberapa tes provakasi sebagai berikut : (6)

 Tes minum air

Penderita disuruh berpuasa, tanpa pengobatan selama 24 jam. Kemudian disuruh minum satu
liter air dalam lima menit. Lalu diukur tiap 15 menit selama 1,5 jam. Kenaikan tensi 8 mmHg
atau lebih, dianggap mengidap glaukoma.

 Pressure Congestion Test

Pasang tensimeter pada ketinggian 50-60 mmHg selama satu menit. Kemudian ukur tensi
intraokular nya. Kenaikan 9 mmHg atau lebih mencurigakan, sedang bila lebih 11 mmHg
berarti patologis.

 Tes steroid

            Pada mata pasien diteteskan larutan dexamethason 3-4 dd gt, selama dua minggu.
Kenaikan tensi intraokular 8 mmHg menunjukan glaukoma.

F. Diagnosis Banding

1. Hipertensi okular

Pasien dengan hipertensi okular memperlihatkan peningkatan tekanan intraokular


secara signifikan dalam beberapa tahun tanpa memperlihatkan tanda-tanda adanya kerusakan
nervus optik ataupun gangguan lapangan pandang. Diagnosis ini secara umum ditegakkan
jika didapatkan kenaikan TIO di atas 21 mmHg sesuai dengan rata-rata TIO dalam populasi.
Beberapa dari pasien ini akan menunjukan peningkatan tekanan intraokular tanpa lesi
glaukoma, tetapi beberapi dari mereka akan menderita glaukoma sudut terbuka.(10,12)

2. Glaukoma tekanan normal (tekanan rendah)

Pasien dengan glaukoma tekanan rendah memperlihatkan peningkatan perubahan


glaukomatosa pada diskus optik dan defek lapangan pandang tanpa peningkatan tekanan
intraokular. Kamal dan Hitchings menetapkan beberapa criteria yaitu:

 Tekanan intraocular rata-rata adalah 21 mmHg dan tidak pernah melebihi 24 mmHg.
 Pada pemeriksaan gonioskopi didapatkan sudut bilik mata depan terbuka.

11
 Gambaran kerusakan diskus optikus dengan cupping glaumatosa yang disertai defek
lapangan pandang.
 Kerusakan glaumatosa yang progressive.

Pasien-pasien ini susah diterapi  karena penanganan terapinya tidak berfokus pada kontrol
tekanan intraokular. (10,12) 

G. Penanganan

1. Penanganan Non Bedah

Pengobatan non bedah menggunakan obat-obatan yang berfungsi menurunkan produksi


maupun sekresi dari humor akueous.(1,9,11,10,12)

 Obat-obatan topikal

Supresi pembentukan humor akueous

Penghambat beta adrenergik adalah obat yang paling luas digunakan. Dapat
digunakan tersendiri atau dikombinasi dengan obat lain. Preparat yang tersedia antara lain
Timolol maleat 0,25% dan 0,5%, betaksolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol 0,25% dan 0,5%
dan metipranol 0,3%.

Apraklonidin (larutan 0,5% tiga kali sehari dan 1% sebelum dan sesudah terapi laser)
adalah suatu agonis alfa adrenergik yang baru berfungsi menurunkan produksi humor
akueous tanpa efek pada aliran keluar. Obat ini tidak sesuai untuk terapi jangka panjang
karena bersifat takifilaksis (hilangnya efek terapi dengan berjalannya waktu) dan tingginya
reaksi alergi. Epinefrin dan dipiferon juga memiliki efek yang serupa.

Dorzolamid hydrochloride larutan 2% dan brinzolamide 1% (dua atau tiga kali sehari
adalah penghambat anhidrase topical yang terutama efektif bila diberikan sebagai tambahan,
walaupun tidak seefektif penghambat anhidrase karbonat sistemik. Dorzolamide juga tersedia
berasama timolol dalam larutan yang sama.

Fasilitasi aliran keluar humor akueous

Analog prostaglandin berupa larutan bimastoprost 0,003%, latanoprost 0,005% dan


travoprost 0,004% masing-masing sekali setiap malam dan larutan unoprostone 0,15% dua
kali sehari yang berfungsi untuk meningkatkan aliran keluar humor akueous melaului

12
uveosklera. Semua analaog prostaglandin dapat menimbulkan hyperemia konjungtiva,
hiperpigmentasi kulit periorbita, pertumbuhan bola mata dan penggelapan iris yang
permanen.

Obat parasimpatomimetik seperti pilocarpin meningkatkan aliran keluar humor


akueous dengan bekerja pada anyaman  trabekular melalui kontraksi otot siliaris. Obat ini
diberikan dalam bentuk larutan 0,5-6% yang diteteskan hingga empat kali sehari atau bentuk
gel 4% yang diberikan sebelum tidur. Obat-obat parasimpatomimetik menimbulkan miosis
disertai penglihatan suram.

 Obat-obatan sistemik

Inhibitor karbonat anhidrase sistemik asetozolamid digunakan apabila terapi topikal


tidak memberikan hasil memuaskan. Obat ini mampu menekan pembentukan humor akueous
sebesar 40-60%. Asetozolamid dapat diberikan peroral dalam dosis 125-250 mg sampai
empat kali sehari atau sebagai Diamox sequels 500 mg sekali atau dua kali sehari, dapat
diberikan secara intravena (500 mg). Penghambat anhidrase karbonat menimbulkan efek
samping sistemik mayor yang membatasi keguanaannya untuk terapi jangka panjang.

2. Penanganan Bedah dan Laser

Indikasi penanganan bedah pada pasien glaukoma sudut terbuka primer adalah yaitu
terapi obat-obatan tidak adekuat seperti reaksi alergi, penurunan penglihatan akibat
penyempitan pupil, nyeri, spasme siliaris dan ptosis. Penanganan bedah meliputi: (1,10,12)

 Trabekuloplasti laser

Trabekuloplasti laser digunakan dalam terapi awal glaukoma sudut terbuka primer.
Jenis tindakan ini yaitu penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu
geniolensa ke jalinan trabekular sehingga dapat mempermudah aliran keluar humor akueous
karena efek luka bakar tersebut. Teknik ini dapat menurunkan tekanan okular 6-8 mmHg
selama dua tahun.

13
 Trabekulektomi

Trabekulektomi adalah prosedur yang paling sering digunakan untuk memintas


saluran-saluran drainase normal sehingga terbentuk akses langsung humor akueous dari bilik
mata depan ke jaringan subkonjungtiva  dan orbita.

           Walaupun sulit untuk menentukan target tekanan intraocular, beberapa panduan


menyebutkan kontrol TIO sebagai berikut:

 Pasien dengan kerusakan dini diskus optikus dan defek lapangan pandang atau di
bawah fiksasi sentral, TIO harus di bawah 18mmHg.
 Pasien dengan kerusakan moderat diskus optikus (CDR > 0,8) terdapat skotoma
arkuata superior dan inferior defek lapanan pandang, harus dipertahankan TIO di
bawah 15 mmHg.
 Pasien dengan kerusakan dikus optikus lanjut (CDR > 0,9) dan defek lapangan
pandang yang meluas, harus dipertahankan TIO di bawah 12 mmHg.
H. Komplikasi

Kontrol tekanan intraokular yang jelek akan menyebabkan semakin rusaknya nervus
optik dan semakin menurunnya visus sampai terjadi kebutaan.(10)

I.      Prognosis

Apabila terdeteksi dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani dengan baik
secara medis. Tanpa pengobatan, glaukoma sudut terbuka dapat berkembang secara perlahan
sehingga akhirnya menimbulkan kebutaan total. Apabila obat tetes antiglaukoma dapat
mengontrol tekanan intaokular pada mata yang belum mengalami kerusakan glaumatosa luas,
prognosis akan baik (walaupun penurunan lapangan pandang dapat terus berlanjut).(1,10)

14
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

 Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (cupping) diskus optikus, pengecilan lapangan pandang; biasanya
disertai peningkatan tekanan intraokuler.
 Glaukoma primer sudut terbuka merupakan bentuk yang tersering, bersifat kronik dan
bersifat progressive.
 Etiologi glaucoma primer sudut terbuka antaranya kerusakan fungsi trabekula dan
peningkatan tekanan intra okuler.
 Beberapa faktor resiko glaucoma primer sudut terbuka adalah umur lebih dari 40
tahun, peningkatan tekanan intraokuler, keturunan Amerika-Afrika, riwayat trauma
ocular, penggunaan kortikosteroid topikal, sistemik ataupun endogen, myopia,
diabetes mellitus, penyakit vascular karotis, anemia, riwayat hipertensi sistemik dan
insufisiensi vascular.
 Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi.
 Tatalaksana meliputi non-bedah dan bedah.
 Komplikasi glaukoma primer sudut terbuka adalah kerusakan saraf mata dan bisa
menyebabkan kebutaan.
 Glaukoma primer sudut terbuka merupakan penyakit kronis yang tidak dapat diobati
dan hanya dapat diperlambat.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Asbury, Vaughan. Glaukoma. Dalam : Oftalmologi Umum. Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran ECG; 2010.

2. Ilyas S. Glaukoma. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin; 2007.

3. Skuta GL, Cantor BL, Jayne SW. Open-Angle Glaucoma. In : Section 10 Glaucoma.


Singapore :  American Academy of Ophtamology; 2008.

4. Colleman AL. Epidemiology and Genetics of Glaucoma. In : Glaucoma Science and


Practice. NewYork : Thieme; 2003.

5. Asbury, Vaughan. Anatomi dan Embriologi Mata. Dalam : Oftalmologi Umum. Jakarta :


Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2010.

6. Wijana N. Glaukoma. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Jakarta; 1993.

7. Morrison JC, Freedo TF, Toris CB. Anatomy and Physiology of Aqueous Humor
Formation.. In : Glaucoma Science and Practice. NewYork : Thieme; 2003.

8. Lang GK. Glaucoma. In : Opthalmology A Pocket Textbook Atlas. NewYork : Thieme;


2006.

9. James B, Chew C, Bron A. Glaukoma. Dalam : Oftalmologi. Jakarta : Penerbit Erlangga;


2010.

10. Kooner KS. Primary Open Angle Glaucoma. In : Clinical Pathway of Glaucoma.


NewYork : Thieme; 2000.

11. Ilyas S. Pemeriksaan Anatomi dan Fisiologi Mata Serta Kelainan Pada Pemeriksaan
Mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin;
2007.

12. Morrison JC, Pollack IP. Primary Open Angle Glaucoma. In : Glaucoma Science and
Practice. NewYork : Thieme; 2003.

13. Blaco AA, Costa VP, Wilson RP. Chronic or Primary Open Angle Glaucoma. In :
Handbook of Glaucoma. United Kingdom : Martin Dunitz Ltd; 2002.

16
14. Jampel H. Intraocular Pressure and Tonometry. In : Glaucoma Science and Practice. New
York : Thieme; 2003.

15. Seda H, Harmen. Gambaran Sudut Trabekula Pada Glaukoma Primer Sudut Tertutup.


Padang : Bagian Ilmu Kesehatan Mata; 2007.

17

Anda mungkin juga menyukai