Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN HYDROSEPALUS

Disusun Oleh :
ANJAR PRAYOGO
DINI RISMALA DEWI
DOTA ARDA SAS
SEFTIYANI
TITIK PURDIANTI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)


MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
TAHUN AJARAN 2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran allah swt,kami dari kelompok satu membuat makalah ini
bertujuan untuk memberitahu kepada pembaca tentang asuhan keperawatan
dengan hydrosepalus yang kami ketahui. Semoga bagi rekan-rekan yang membaca
dapat medapatkan ilmu yang bermanfaat dari makala yang kami buat. Kami
membuat makalah ini juga bertujuan agar mendapat nilai yang memuaskan dari
dosen pembimbing kami, semoga dosen pembimbing kami dapat menenerima
makalah yang kami buat.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini
disebabkan keterbatasan pengetahuan dan waktu yang dimiliki penulis. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun guna
menyempurnakanmalakah ini dimasa yang akan datang agar lebih baik.

Pringsewu, November 2016

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................1
C. Tujuan Penulisan..........................................................................1
D. Manfaat Penulisan........................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi.........................................................................................3
B. Epidemiologi ................................................................................4
C. Etiologi ........................................................................................4
D. Klasifikasi.....................................................................................6
E. Patofisiologi dan Patogenesis.......................................................9
F. Manifestasi Klinis.......................................................................10
G. Pemeriksaan diagnostik..............................................................13
H. Penatalaksanaan..........................................................................15
I. Komplikasi..................................................................................18
J. Prognosis.....................................................................................18

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN HYDROSEPALUS


A. Pengkajian ..................................................................................20
B. Diagnosa , Intervensi dan Rasional Keperawatan......................21

BAB I PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................28
B. Saran...........................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
 
A. Latar Belakang
Hidrosefalus adalah penumpukan CSS sehingga menekan jaringan otak.
Jumlah cairan bisa mencapai 1,5 liter bahkan ada sampai 5 liter, sehingga
tekanan intrakranial sangat tinggi. Hidrosefalus sering di jumpai sebagai
kelainan konginetal namun bisa pula oleh sebab postnatal. Angka kejadian
hidrosefalus kira-kira 30 % yang di temui sejak lahir, dan 50% pada 3 bulan
pertama. Frekuensi hidrosefalus ini utero 2:2000 bayi, dan kira-kira 12% dari
semua kelainan konginetal. Hidrosefalus sering menyebabkan distosia
persalinan. Apabila hidrosefalus berlanjut setelah lahir dan tetap hidup akan
menjadi masalah pediatri sosial.          

Pasien hidrosefalus memerlukan perawatan khusus dan benar karena pada


anak yang mengalami hidrosefalus ada kerusakan saraf yang menimbulkan
kelainan neurologis berupa gangguan kesadaran sampai pada gangguan pusat
vital dan resiko terjadi dekubitus.

Mahasiswa keperawatan perlu mempelajari cara mencegah dan


menanggulangi masalah hidrosefalus dengan student center learning berupa
pembuatan makalah dan diskusi antar teman di kelas.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep tentang hidrosefalus?
2. Bagimana asuhan keperawatan Hydrocephalus?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memahami konsep dan memberikan asuhan keperwatan pada klien dengan
Hydrocephalus.

1
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan tentang definisi Hydrocephalus
b. Mampu menjelaskan tentang epidemiologi dari hidrosefalus
c. Mampu menjelaskan tentang etiologi Hydrocephalus
d. Mampu menjelaskan tentang klasifikasi Hydrocephalus
e. Mampu menjelaskan tentang patofisiologi dan pathogenesis
Hydrocephalus
f. Mampu menjelaskan tentang manifestasi Klinis Hydrocephalus
g. Mampu menjelaskan tentang pemeriksaan Diagnostik Hydrocephalus
h. Mampu menjelaskan tentang penatalaksanaan Hydrocephalus
i. Mampu menjelaskan tentang komplikasi hidrosefalus
j. Mampu menjelaskan tentang prognosis hidrosefalus
k. Mampu menjelaskan tentang Web of Cause Hydrocephalus
l. Mampu menjelaskan tentang asuhan keperawatan Hydrocephalus

D. Manfaat Penulisan
Memahami konsep dan memberikan asuhan keperwatan pada klien dengan
Hydrocephalus.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Hidrosefalus (kepala-air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani: "hydro"
yang berarti air dan "cephalus" yang berarti kepala; sehingga kondisi ini sering
dikenal dengan "kepala air") adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan
aliran cairan di dalam otak (cairan serebro spinal atau CSS). Gangguan itu
menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak yang selanjutnya akan
menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf yang vital.
Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinalis, disebabkan baik oleh produksi yang
berlebihan maupun gangguan absorpsi, dengan atau pernah disertai tekanan
intrakanial yang meninggi sehingga terjadi pelebaran ruangan-ruangan tempat
aliran cairan serebrospinalis (Darto Suharso,2009)

Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan


bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan
intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono,
2005:209). Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara
produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat
sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-
kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran
sutura-sutura dan ubun-ubun (DeVito EE et al, 2007:328).

Hidrocephalus adalah: suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan


bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan
intra kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat
mengalirnya CSS (Ngastiyah,2005).

Hidrocepalus adalah akumulasi cairan serebrospinal dalam ventrikel cerebral,


ruang subarachnoid, atau ruang subdural (Suriadi,2006)

3
Hidrocephalus adalah sebuah kondisi yang disebabkan oleh produksi yang
tidak seimbang dan penyerapan dari cairan cerebrospinal (CSS) di dalam
sistem Ventricular. Ketika produksi CSS lebih besar dari penyerapan, cairan
cerebrospinal mengakumulasi di dalam sistem Ventricular (nining,2008). 

B. Epidemiologi 
Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi
hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43%
disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna
insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras.
Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih
sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah
akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid
dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior (Darsono,
2005:211). 

C. Etiologi 
Cairan Serebrospinal merupakan cairan jernih yang diproduksi dalam
ventrikulus otak oleh pleksus koroideus, Cairan ini mengalir dalam ruang
subaraknoid yang membungkus otak dan medula spinalis untuk memberikan
perlindungan serta nutrisi(Cristine Brooker:The Nurse’s Pocket Dictionary).
CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali
ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang
meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis
terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada
orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140
ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan
yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml (Darsono, 2005).

Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke
ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke
ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang

4
subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis
menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler. (DeVito
EE et al, 2007:32) 

Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal


(CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem
ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan,
terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis
pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang
abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik
sangat jarang terjadi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat
pada bayi dan anak ialah :  
1. Kelainan Bawaan (Kongenital) 
a. Stenosis akuaduktus Sylvii merupakan penyebab terbayank pada
hidrosefalus bayi dan anak ( 60-90%). Aqueduktus dapat merupakan
saluran yang buntu sama sekali atau abnormal, yaitu lebih sempit dari
biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak lahit atau progresif
dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah kelahiran
b. Spina bifida dan kranium bifida 
Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya yang berhubungan dengan
sindrom Arnould-Jhiari akibat tertariknya medulla spinalis dengan
medulla oblongata dan cerebellum letaknya lebih rendah dan menutupi
foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total. 
c. Sindrom Dandy-Walker 
Merupakan atresia congenital Luscha dan Magendie yang
menyebabkan hidrosefalus obtruktif dengan pelebaran system
ventrikel terutama ventrikel IV, yang dapat sedemikian besarnya
sehingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa pascaerior. 
d. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah 
Dapat terjadi congenital tapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder
suatu hematoma.

5
2. Infeksi 
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi
obliterasi ruangan subarahnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut
meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi
mekanik eksudat pirulen di aqueduktus sylviin atau system basalis.

Hidrosefalus banyak terjadi pada klien pasca meningitis. Pembesaran


kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah
sembuh dari meningitis. Secara patologis terlihat pelebaran jaringan
piamater dan arahnoid sekitar system basalis dan daerah lain. Pada
meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di
daerah basal sekitar sistem kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan
pada meningitis purunlenta lokasisasinya lebih tersebar. 
3. Neoplasma 
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat
aliran CSS. Pengobatannya dalam hal ini di tujukan kepada penyebabnya
dan apabila tumor tidak di angkat, maka dapat di lakukan tindakan paliatif
dengan mengalihkan CSS melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak,
penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii biasanya suatu glioma
yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III
disebabkan kraniofaringioma.
4. Perdarahan 
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan
fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain
penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri (Allan
H. Ropper, 2005:360).

D. Klasifikasi
Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya,
berdasarkan :

6
1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan
hidrosefalus tersembunyi (occult hydrocephalus).
2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus
akuisita.
3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.
4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non
komunikans.

Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus


eksternal menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas
permukaan korteks. Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang
mengalami obstruksi pada aliran likuor. Berdasarkan gejala, dibagi menjadi
hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus arrested
menunjukan keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi
ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo
adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak
primer, yang biasanya terdapat pada orang tua. (Darsono, 2005)

Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua:
1. Kongenital
Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan,
sehingga :
a. Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil.
b. Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya tekanan
intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.

Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya
adalah penyakit-penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang
otak dimana pengobatannya tidak tuntas.
Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi
kemudian terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan
intrakranial.Sehingga perbedaan hidrosefalus kongenital dengan di dapat

7
terletak pada pembentukan otak dan pembentukan otak dan kemungkinan
prognosanya.

Berdasarkan letak obstruksi CSS ( Cairan Serbrospinal ) hidrosefalus pada


bayi dan anak ini juga terbagi dalam dua bagian yaitu :
a. Hydrocephalus komunikan
Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga
terdapat aliran bebas CSS dalam sistem ventrikel sampai ke tempat
sumbatan. Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi
villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah yang
sangat sedikit atau malfungsional.

Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena


dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya
hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan
gejala – gejalapeningkatanICP).

Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus
arachnoid untuk mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah yang
sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang
dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid
dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien
memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP)
b. Hydrocephalus non komunikan
Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel
sehingga menghambat aliran bebas dari CSS. Biasanya gangguan
yang terjadi pada hidrosefalus kongenital adalah pada sistem vertikal
sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non komunikan.

Biasanya diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler yang


mencegah bersikulasinya CSS. Kondisi tersebut sering dijumpai pada
orang lanjut usia yang berhubungan dengan malformasi congenital

8
pada system saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space occuping
lesion) ataupun bekas luka. Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai
akibat dari obstruksi lesi pada sistem ventricular atau bentukan
jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di dalam system
ventricular. Pada klien dengan garis sutura yang berfungsi atau pada
anak–anak dibawah usia 12–18 bulan dengan tekanan intraranialnya
tinggi mencapai ekstrim, tanda–tanda dan gejala–gejala kenaikan ICP
dapat dikenali. Pada anak-anak yang garis suturanya tidak bergabung
terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan pembesaran kepala.

c. Hidrocephalus Bertekan Normal (Normal Pressure Hidrocephalus)


Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan
kompresi jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan
intrakranial biasanya normal, gejala – gejala dan tanda – tanda lainnya
meliputi ; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine. Kelainan ini
berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage serebral atau
thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus (Kelompok umur 60 – 70
tahun) ada kemingkinan ditemukan hubungan tersebut.
 
E. Patofisiologi dan Patogenesis
Dikarenakan kondisi CSS yang tidak normal hidrosefalus secara teoritis
terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu:
1. Produksi likuor yang berlebihan
2. Peningkatan resistensi aliran likuor
3. Peningkatan tekanan sinus venosa

Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan


intrakranial(TIK) sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan
absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan
berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus.

Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :

9
1. Kompresi sistem serebrovaskuler.
2. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler
3. Perubahan mekanis dari otak.
4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis
5. Hilangnya jaringan otak.
6. Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial.

Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan


aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus.
Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan
tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi
yang seimbang.

Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu


peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler
intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas
yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus
vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung
dari komplians tengkorak. (Darsono, 2005:212)

F. Manifestasi Klinis
Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada derajat
ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005).
Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi
intrakranial. Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan
menjadi dua golongan, yaitu :
1. Hidrosefalus Terjadi Pada Masa Neonatus
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus
kongenital dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya
adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah
selama tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah,
tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari

10
biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-
tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala
tampak melebar dan berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003).

2. Hidrosefalus Terjadi Pada Akhir Masa Kanak-Kanak


Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi
hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai
keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus.
Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien
hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang
progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu
tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas
ukuran normal. Makrokrania biasanya disertai empat gejala hipertensi
intrakranial lainnya yaitu:
a. Fontanel anterior yang sangat tegang.
b. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
c. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial
menonjol.
d. Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon).

Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar
dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah,
gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah
lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler
(bradikardia, aritmia respirasi). (Darsono, 2005:213)

Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama


kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik
oleh peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas
proporsi ukuran wajah dan bandan bayi. Puncak orbital tertekan ke bawah
dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan penonjolan putih mata
yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit

11
kepala menjadi tipis serta rapuh.Uji radiologis : terlihat tengkorak
mengalami penipisan dengan sutura yang terpisah – pisah dan pelebaran
vontanela. Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada sistim
ventrikel .

CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan


jaringan dan adnya massa pada ruangan Occuptional. Pada bayi terlihat
lemah dan diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada tipe
communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan
menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan
kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik.
a. Bayi :
1) Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
2) Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela
menjadi tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
3) Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :
4) Muntah
5) Gelisah
6) Menangis dengan suara ringgi
7) Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi,
peningkatan pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi
– stupor.
8) Peningkatan tonus otot ekstrimitas
9) Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh-pembuluh
darah terlihat jelas.
10) Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah-olah
di atas Iris
11) Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
12) Strabismus, nystagmus, atropi optic
13) Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.

12
b. Anak yang telah menutup suturanya :
Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial :
1) Nyeri kepala
2) Muntah
3) Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
4) Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10
tahun
5) Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
6) Strabismus
7) Perubahan pupil

G. Pemeriksaan diagnostik
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan
fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan
pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yaitu :
1. Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui:
a. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya
pelebaran sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik
berupa imopressio digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.
b. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka
dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan
tekanan intrakranial.

2. Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini
dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama
3 menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber
adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih
lebar 1-2 cm.

13
3. Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar
kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara
dua garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu.

Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal ini disebabkan
oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara
fungsional.

Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis


maka penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.

4. Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras lainnya
dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk
ke dalam ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan
terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang
besar karena fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras
dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau oksipitalis.
Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di
rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah
ditinggalkan.

5. Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG
diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat
lain mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata
tidak mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal
ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi
sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.

14
6. CT Scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya
pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas
ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel
IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh karena
terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS.
Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi
ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di
proksimal dari daerah sumbatan.

7. MRI (Magnetic Resonance Imaging)


Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan
menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat
bayangan struktur tubuh.

H. Penatalaksanaan
Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live
sustaining” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang
dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan
menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan
hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus
koroidalis dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat
azetasolamid (diamox) yang menghambat pembentukan cairan
serebrospinal. 
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan
tempat absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid 
3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni: 
a. Drainase ventrikule-peritoneal 
b. Drainase Lombo-Peritoneal 
c. Drainase ventrikulo-Pleural 
d. Drainase ventrikule-Uretrostomi 

15
e. Drainase ke dalam anterium mastoid 
f. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung
melalui kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang
memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini
merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter harus diganti
sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya
infeksi sekunder dan sepsis. 
g. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan
setelah diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan
kecil di daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan
selaput otak, lalu selang pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat
sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang
pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubiungakan
dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari
luar. 
h. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau
pintasan jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus.

Ada 2 macam terapi pintas / “ shunting “: 


a. Eksternal 
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya
sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi
hidrosefalus tekanan normal.
b. Internal 
1) CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain :
a) Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-
Kjeldsen) 
b) Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior 
c) Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus. 
d) Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum 

16
e) Ventrikulo-Peritoneal, CSS d ialirkan ke rongga
peritoneum. 
2) “Lumbo Peritoneal Shunt” 
CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga
peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy
secaraperkutan.
Teknik Shunting:
a) Sebuah kateter ventrikular dimasukkan melalui kornu
oksipitalis atau kornu frontalis, ujungnya ditempatkan setinggi
foramen Monroe. 
b) Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk
dilakukan analisis. 
c) Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik
yang terletak proksimal dengan tipe bola atau diafragma
(Hakim, Pudenz, Pitz, Holter) maupun yang terletak di distal
dengan katup berbentuk celah (Pudenz). Katup akan membuka
pada tekanan yang berkisar antara 5-150 mm, H2O. 
d) Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke
dalam atrium kanan jantung melalui v. jugularis interna
(dengan thorax x-ray ujung distal setinggi 6/7). 
e) Ventriculo-Peritneal Shunt 
1) Slang silastik ditanam dalam lapisan subkutan 
2) Ujung distal kateter ditempatkan dalam ruang peritoneum.
Pada anak-anak dengan kumparan silang yang banyak,
memungkinkan tidak diperlukan adanya revisi walaupun
badan anak tumbuh memanjang.
Komplikasi yang sering terjadi pada shunting: infeksi,
hematom subdural, obstruksi, keadaan CSS yang rendah,
ascites akibat CSS, kraniosinostosis.

17
I. Komplikasi
Komplikasi sering terjadi karena pemasangan VP shunt adalah infeksi dan
malfungsi. Malfungsi disebakan oleh obstruksi mekanik atau perpindahan
didalam ventrikel dari bahan – bahan khusus ( jaringan /eksudat  ) atau ujung
distal dari thrombosis sebagai akibat dari pertumbuhan. Obstruksi VP shunt
sering menunjukan kegawatan dengan manifestasi klinis peningkatan TIK
yang lebih sering diikuti dengan status neurologis buruk. 

Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi umumnya


akibat dari infeksi pada saat pemasangan VP shunt. Infeksi itu meliputi septik,
Endokarditis bacterial, infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis, dan
ventrikulitis. Komplikasi VP shunt yang serius lainnya adalah subdural
hematoma yang di sebabkan oleh reduksi yang cepat pada tekanan ntrakranial
dan ukurannya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah peritonitis abses
abdominal, perforasi organ-organ abdomen oleh kateter atau trokar (pada saat
pemasangan), fistula hernia, dan ilius.

J. Prognosis
Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus ditentukan ada
atau tidaknya anomali yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik dari
hidrosefalus yang bersama dengan malformasi lain (hidrosefalus komplikata).
Prognosis hidrosefalus infatil mengalami perbaikan bermakna namun tidak
dramatis dengan temuan operasi pisau. Jika tidak dioperasi 50-60% bayi akan
meniggal karena hidrosefalus sendiri ataupun penyakit penyerta. Skitar 40%
bayi yang bertahan memiliki kecerdasan hampir normal. Dengan bedah saraf
dan penatalaksanaan medis yang baik, sekitar 70% diharap dapat melampaui
masa bayi, sekitar 40% dengan intelek normal, dan sektar 60% dengan cacat
intelek dan motorik bermakna. Prognosis bayi hidrosefalus dengan
meningomilokel lebih buruk.

Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan


neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan

18
meninggal karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh
karena aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti (arrested
hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai kecerdasan yang normal (Allan
H. Ropper, 2005).

Pada kelompok yang dioperasi, angka kematian adalah 7%. Setelah operasi
sekitar 51% kasus mencapai fungsi normal dan sekitar 16% mengalami
retardasi mental ringan. Adalah penting sekali anak hidrosefalus mendapat
tindak lanjut jangka panjang dengan kelompok multidisipliner. (Darsono,
2005)
 

19
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN HYDROSEPALUS

A. Pengkajian 
1. Anamnesa  
a. Pengumpulan data : nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat  
b. Riwayat Penyakit / keluhan utama : Muntah, gelisah, nyeri kepala,
lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan
perifer. 
c. Riwayat Penyakit dahulu  
2. Antrenatal : Perdarahan ketika hamil  
3. Natal : Perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir 
4. Postnatal : Infeksi, meningitis, TBC, neoplasma 
a. Riwayat penyakit keluarga
b. Pengkajian persistem
1) B1 (Breath)   : Dispnea, ronchi, peningkatan frekuensi napas
2) B2 (Blood)    : Pucat, peningkatan systole tekanan darah,
penurunan nadi
3) B3 (Brain)   : Sakit kepala, gangguan kesadaran, dahi menonjol
dan  mengkilat, pembesaran kepala, perubahan pupil, penglihatan
ganda, kontruksi penglihatan perifer, strabismus ( juling ), tidak
dapat melihat keatas “ sunset eyes ”, kejang
4) B4 ( Bladder ) : Oliguria
5) B5 ( Bowel )   : Mual, muntah, malas makan
6) B6 ( Bone )     : Kelemahan, lelah, peningkatan tonus otot
ekstrimitas
5. Observasi tanda – tanda vital :
a. Peningkatan systole tekanan darah
b. Penurunan nadi / bradikardia
c. Peningkatan frekuensi pernapasan

20
B. Diagnosa , Intervensi dan Rasional Keperawatan
 
  Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
1. Potensial Tidak terjadi  Kesadaran - Observasi ketat - Untuk mengetahui secara dini
komplikasi peningkatan Komposmetis - tanda-tanda peningkatan peningkatan TIK
peningkatan TIK  Tidak terjadi nyeri TIK (Nyeri kepala, - Penurunan keasadaran
tekanan intrakranial kepala muntah, lethargi, lelah, menandakakan adanya
berhubungan  TTV norma apatis, perubahan peningkatan TIK
dengan akumulasi  tampak rileks, personalitas, ketegangan - Untuk mengetahui kondisi aliran
cairan tidak meringis dari sutura cranial dapat darah dan aliran oksigen ke otak
serebrospinal. kesakitan terlihat pada anak - Dengan dilakukan pembedahan,
berumur 10 tahun, diharapkan cairan cerebrospinal
penglihatan ganda, berkurang, sehingga TIK
kontruksi penglihatan menurun, tidak terjadi penekanan
perifer strabismus, pada lobus oksipitalis dan tidak
Perubahan pupil) terjadi pembesaran pada kepala
- Pantau terus tingkat - Membantu dalam mengevaluasi
kesadaran anak rasa nyeri.
- Pantau terus adanya - Pujian yang diberikan akan

21
perubahan TTV meningkatkan kepercayaan diri
- Berkolaborasi dengan anak untuk mengatasi nyeri dan
dokter untuk melakukan kontinuitas anak untuk terus
pembedahan, untuk berusaha menangani nyerinya
mengurangi peningkatan dengan baik.
- Kaji pengalaman nyeri
pada anak, minta anak
menunjukkan area yang
sakit dan menentukan
peringkat nyeri dengan
skala nyeri 0-5 (0 = tidak
nyeri, 5 = nyeri sekali)
Rasional : Membantu
dalam mengevaluasi rasa
nyeri.
- Bantu anak mengatasi
nyeri seperti dengan
memberikan pujian
kepada anak untuk

22
ketahanan dan
memperlihatkan bahwa
nyeri telah ditangani
dengan baik.
2. Gangguan persepsi Tidak terjadi  Penurunan a. Mempertahankan visus - Ketidakmampuan dalam
sensori disorientasi visus tidak agar tidak terjadi penglihatan tidak bertambah
berhubungan pada anak bertambah penurunan visus yang parah, klien tidak mengalami
dengan penekanan lebih parah lebih parah disorientasi tempat, Klien merasa
lobus oksipitalis  Anak bisa a. Membantu ADL pasien nyaman dan aman
karena mengenali b. Membantu orientasi - Klien tidak banyak bergantung
meningkatnya TIK lingkungan tempat pada orang lain
sekitarnya c. Berikan tempat yang
  nyaman dan aman
( pencahayaan terang,
bed plang dll dipasang
agar tidak cedera )
- Membantu pasien untuk
mengenali sesuatu dengan
kondisi penglihatan yang

23
terganggu
3. Kurang Meningkatka  Kecemasan - Beri kesempatan orang tua - Keluarga dapat mengemukakan
pengetahuan orang n orang tua pada untuk mengekspresikan perasaannya sehinnga perasaan
tua berhubungan pengetahuan kondisi kesedihannya orang tua dapat lebih lega
dengan penyakit orang tua kesehatan - Beri kesempatan orang tua - Pengetahuan orang tua bertambah
yang di derita oleh mengenai anaknya dapat untuk bertanya mengenai mengenai penyakit yang di derita
anaknya penyakit yang berkurang kondisi anaknya oleh anaknya sehinnga
diderita ü Orang tua - Jelaskan tentang kondisi kecemasan orang tua dapat
anaknya mengungkapka penderita, prosedur, terapi berkurang
n pemahaman dan prognosanya. - Pengetahuan kelurga bertambah
tentang - Ulangi penjelasan tersebut dan dapat mempersiapkan
penyakit, bila perlu dengan contoh keluarga dalam merawat klien
pengobatan bila keluarga belum post operasi
dan perubahan mengerti - Keluarga dapat menerima seluruh
pola hidup informasi agar tidak
yang menimbulkan salah persepsi
dibutuhkan
4. Resiko Jalan nafas  Anak tidak - Posisikan klien posisi - Klien merasa nyaman dan tidak
ketidakefektifan tetap efektif sesak napas semifowler merasa sesak napas

24
pola nafas yang  Tidak terdapat - Pemberian oksigen - Suplai oksigen klien dapat
berhubungan ronchi - Observasi pola dan tercukupi sehingga klien tidak
dengan penurunan  Tidak retraksi frekuensi napas mengalami hipoksia
refleks batuk otot bantu - Auskultasi suara napas - Untuk mengetahui ada tidaknya
pernapasan ketidakefektifan pola napas
 Pernapasan - Untuk mengetahui adanya
teratur, RR kelainan suara
dalam batas
normal
5. Gangguan Klien tidak  Pertumbuhan - Memberikan diet nutrisi - Mempertahankan berat badan
pertumbuhan dan mengalami dan untuk pertumbuhan (asuh) agar tetap stabil
perkembangan gangguan perkembangan - Memberikan stimulasi - Agar perkembangan klien tetap
berhubungan pertumbuhan klien tidak atau rangsangan untuk optimal
pembesaran kepala dan mengalami perkembangan kepada - Memenuhi kebutuhan psikologis
perkembanga keterlambatan anak (asah)
n dan sesuai - Memberikan kasih sayang
dengan tahapan ( asih )
usia
6. Resiko tinggi Tidak  TD dalam - Pantau tanda-tanda infeksi - Mengetahui penyebab terjadinya

25
infeksi terdapat batas normal (letargi, nafsu makan in
berhubungan tanda-tanda  Tidak terdapat menurun, ketidakstabilan, feksi
dengan infeksi ( 3 x perdarahan perubahan warna kulit) - Mencegah timbulnya ifeksi
pemasangan 24 jam )  Tidak terdapat - Lakukan rawat luka - Asupan nutrisi dapat membantu
drain/shunt kemerahan - Pantau asupan nutrisi menyembuhkan luka
- Kolaborasi dalam - Antibiotik dapat mencegah
pemberian antibiotik timbulnya infeksi
7. Ketidakseimbangan Setelah tidak terjadi - Pertahankan kebersihan - Mulut yang tidak bersih dapat
nutrisi kurang dari dilaksakan penurunan berat badan mulut dengan baik mempengaruhi rasa makanan dan
kebutuhan tubuh asuhan sebesar 10% dari berat sebelum dan sesudah meninbulkan mual
yang berhubungan keperawatan awal, tidak adanya mengunyah makanan. - Makan dalam porsi kecil tetapi
dengan muntah diharapkan mual-muntah. - Tawarkan makanan porsi sering dapat mengurangi beban
sekunder akibat ketidakseimb kecil tetapi sering untuk saluran pencernaan. Saluran
kompresi serebral angan nutrisi mengurangi perasaan pencernaan ini dapat mengalami
dan iritabilitas. kurang dari tegang pada lambung gangguan akibat hidrocefalus
kebutuhan - Atur agar mendapatkan - Agar asupan nutrisi dan kalori
tubuh teratasi nutrien yang berprotein/ klien adeakuat
dengan kalori yang disajikan pada - Menimbang berat badan saat baru
saat individu ingin makan bangun dan setelah berkemih

26
- Timbang berat badan untuk mengetahui berat badan
pasien saat ia bangun dari mula-mula sebelum mendapatkan
tidur dan setelah berkemih nutrient
pertama. - -          Konsultasi ini dilakukan
- Konsultasikan dengan ahli agar klien mendapatkan nutrisi
gizi mengenai kebutuhan sesuai indikasi dan kebutuhan
kalori harian yang realistis kalorinya.
dan adekuat.

27
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hidrocephalus adalah: suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan
intra kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat
mengalirnya CSS.

Merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif pada
sistem ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan – jaringan
serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan
absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan
meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang –
ruang tempat mengalirnya liquor. Berdasarkan letak obstruksi CSF
hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam dua bagian yaitu :
Hidrochepalus komunikan
Hidrochepalus non-komunikan
Hidrochepalus bertekanan normal
Insidens hidrosefalus pada anak-anak belum dapat ditentukan secara pasti dan
kemungkinan hai ini terpengaruh situasi penanganan kesehatan pada masing-
masing rumah sakit.

B. Saran
Tindakan alternatif selain operasi diterapkan khususnya bagi kasus-kasus yang
yang mengalami sumbatan didalam sistem ventrikel. Dalam hal ini maka
tindakan terapeutik semacan ini perlu.
 
 

28
DAFTAR PUSTAKA
 

Anonymuous, 2010. http://ms32.multiply.com/journal/item/23. Diakses tanggal 23


Oktober  2010

Anonymous,2010.http://idmgarut.wordpress.com/2009/02/02/hidrosefalus/.Diaks
es tanggal 23 Oktober  2010

Anonymuous, 2010.http://Asuhan keperawatan pada klien ”HIDROSEFALUS”


Blog Penuh Cinta.htm. Diakses tanggal 23 Oktober 2010

Ropper, Allan H. And Robert H. Brown. 2005. Adams And Victor’s Principles Of


Neurology: Eight Edition. USA.

Anonymuous 2010. http://hesa-andessa.blogspot.com/2010/08/asuhan-


keperawatan-anak-dengan.html tanggal akses 20 Oktober 2010 pukul 18.00
WIB

Anonymuous ,2010 .http://putrisayangbunda.blog.com/2009/11/30/asuhan-


keperawatan-pada-klien-hidrosefalus-2/.tanggal akses 20 Oktober 2010
pukul 18.15 WIB

Muttaqin, arief. 2008, ‘’Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan System


Persyarafan hal 396-399”.Jakarta, Salemba Medika.

29

Anda mungkin juga menyukai