saudara! 2. Bagaimana pencegahan KDRT jika dihubungkan dengan pola-pola pencegahan kejahatan diatas? 3. Apa pendapat saudara atas pernyataan gambar dibawah ini? Analisa jawaban saudara dengan peraturan perUUan yang mengatur tentang KDRT di Indonesia! Jawaban 1. Ada. Bentuk kekerasan secara fisik, emosional, dan seksual, termasuk penelantaran, dapat terjadi dalam lingkup keluarga. Jika perlakuan kekerasan terjadi selama masa pembentukkan kepribadian, dan mencapai tingkat keparahan, maka dampaknya pada kepribadian dan kehidupan masa depan anak. Anak dapat bersikap permisif, depresif, desruktif, agresif atau berperilaku menyimpang. 2. Untuk mencegah perilaku kekerasan terhadap anak, orang tua atau pengasuh perlu mendapat bimbingan untuk mengolah stress, agar mampu mengatasi dan mengendalikan emosi, latihan ketrampilan kelekatan yang aman, latihan untuk mengenal deteksi dini pada anak korban kekerasan, latihan merubah interpretasi pengalaman kekerasan menjadi motivasi bagi anak. Untuk menghindari kerentanan anak mendapatkan kekerasan psikologis, anak harus tetap mendapatkan pengasuhan. Jika pengasuhan dari orang tua tidak memungkinkan, maka anak dapat memeperolehnya dari orang tua pengganti atau kerabat, atau Lembaga Sosial Pelayanan anak. Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) juga telah menetapkan upaya-upaya untuk mencegah kekerasan dalam rumah tangga dengan strategi Three Ends yaitu 1) Akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak; 2) akhiri perdagangan orang; dan 3) akhiri ketidakadilan akses ekonomi bagi perempuan. 3. Situasi darurat bencana pandemic Covid-19 cenderung mengakibatkan stress bagi manusia. Stress di tengah pandemi itulah yang kemudian menghasilkan perilaku kekerasan termasuk KDRT. Dalam hal ini, peran pemerintah sangat dibutuhkan. Pemerintah harus memprioritaskan kesehatan masyarakat lewat adanya kebijakan atau regulasi yang memastikan bahwa upaya penanggulangan pandemi ini dilakukan secara komperehensif. Jika mengacu pada Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UUPKDRT) No. 23 Tahun 2004, hal tersebut tidak sepenuhnya memberikan solusi bagi fakta sosial yang terjadi hari ini. Pengaruh pandangan maskulin dan rumusan UUPKDRT, dapat dijumpai pada pasal 51, 52, dan 53 yang menempatkan tindak kekerasan dalam rumah tangga dalam bentuk fisik, psikis, dan seksual yang dilakukan suami kepada istri sebagai delik aduan. Itu memberikan makna bahwa keadilan bagi perempuan dan pengalaman perempuan tidak mendapatkan penekanan dalam perumusan UUPKDRT tersebut. Dari fakta peningkatan tindakan KDRT yang terjadi, tentu evaluasi harus dilakukan pemerintah terhadap program penanggulangan KDRT. Sebab di lapangan, minimnya partisipasi kaum perempuan, serta terbatasnya organisasi non-pemerintah (NGO) dalam mengawal penghapusan KDRT menjadi salah satu alasan mengapa KDRT masih terus terjadi. Dalam hal ini, pemerintah harus menyadari bahwa tangan kekuasaan yang dimiliki melalui dua jalur tersebut terbatas, dan perlu partisipasi masyarakat untuk turut serta. 4.