Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK (OMSK)

Trini Andini Muhtar


70300114019

(CI Lahan) (CI Institusi)

Jurusan Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
2018
BAB I
Pendahuluan

A. Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis
media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ket elinga tengah melalui
tubaeustachius (Kusuma, Hardi & Amin Huda Nurarif, 2013). Otitis media
supuratif kronik (OMSK) adalah stadium dari penyakit telinga tengah
dimana terjadi peradangan kronis dari telinga tengah, mastoid dan
membrane timpani tidak intak (perforasi) dan ditemukan sekret (otorea),
purulen yang hilang timbul. Istilah kronik digunakan apabila penyakit ini
hilang timbul atau menetap selama 2 bulan atau lebih (Fung, K, 2004).
OMSK adalah infeksi di telinga tengah dengan perforasi membran timpani
dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus- menerus atau hilang
timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah
(Efiaty, 2007).
B. Etiologi
Kejadian OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media
berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi
biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis),
mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius
yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak
dengan cleft palate dan down’s syndrom. Faktor host yang berkaitan
dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immune
sistemik. Penyebab OMSK antara lain:
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi
belum jelas, tetapi mempunyai hubungan erat antara penderita
dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi
rendah memiliki insiden yang lebih tinggi.Tetapi sudah hampir
dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secaraumum,
diet, tempat tinggal yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini,
terutama apakah insidenOMSK berhubungan dengan luasnya sel
mastoid yang dikaitkan sebagai faktorgenetik. Sistem sel-sel udara
mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapibelum
diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.
3. Otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan
kelanjutan dari otitismedia akut dan atau otitis media dengan efusi,
tetapi tidak diketahui faktor apayang menyebabkan satu telinga dan
bukan yang lainnya berkembang menjadikronis.
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga
tengah hampir tidakbervariasi pada otitis media kronik yang aktif
menunjukkan bahwa metode kulturyang digunakan adalah tepat.
Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram-negatif, flora
tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya.
5. Infeksi saluran napas bagian atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi
infeksi saluran nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi
mukosa telinga tengah menyebabkanmenurunnya daya tahan tubuh
terhadap organisme yang secara normal beradadalam telinga
tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden
lebih besar terhadapotitis media kronis.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis
yang lebih tinggidibanding yang bukan alergi. Yang menarik
adalah dijumpainya sebagianpenderita yang alergi terhadap
antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun
hal ini belum terbukti kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustacius
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering
tersumbat oleh edematetapi apakah hal ini merupakan fenomen
primer atau sekunder masih belumdiketahui. Pada telinga yang
inaktif berbagai metode telah digunakan untukmengevaluasi fungsi
tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tubatidak
mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal.
C. Patofisiologi
OMSK dibagi dalam 2 jenis, yaitu benigna atau tipe mukosa, dan
maligna atau tipe tulang. Berdasarkan sekret yang keluar dari kavum
timpani secara aktif juga dikenal tipe aktif dan tipe tenang (Arif Mansjoer,
2011). Pada OMSK benigna, peradangan terbatas pada mukosa saja, tidak
mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Jarang menimbulkan
komplikasi berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom. (Arif Mansjoer,
2011). OMSK tipe maligna disertai dengan kolesteatom. Perforasi terletak
marginal, subtotal, atau di atik. Sering menimbulkan komplikasi yang
berbahaya atau fatal (Arif Mansjoer, 2011). Kolesteotoma yaitu suatu kista
epiterial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi terbentuk
terus, lalu menumpuk. Sehingga kolesteotoma bertambah besar.
D. Manifestasi Klinik
Pasien mengeluh otore, vertigo, tinitus, rasa penuh ditelinga atau
gangguan pendengaran. (Arif Mansjoer, 2011). Nyeri telinga atau tidak
nyaman biasanya ringan dan seperti merasakan adanya tekanan ditelinga.
Gejala-gejala tersebut dapat terjadi secara terus menerus atau intermiten
dan dapat terjadi pada salah satu atau pada kedua telinga
a. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan
encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan
oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada
OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau
busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah
oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekretbiasanya
hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi
saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah
mandi atau berenang.
Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adanya sekret telinga.
Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi
kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-
keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas
unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena
rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah
berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan
merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu
sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan
tuberkulosis.
b. Gangguan pendengaran.
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran.
Biasanyadijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi
sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat
menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak
dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai
bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi
dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran
lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak
perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem
pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna
biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang
pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai
penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus
diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi kohlea biasanya
terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi
toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin
tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis
supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat
menggambarkan sisa fungsi kohlea.
c. Otalgia ( nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada
merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat
karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya
ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan
abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya
otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang
komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau
trombosis sinus lateralis.
d. Vertigo.
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius
lainnya. Keluhanvertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya
fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo
yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak
atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya
karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan
labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran
infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo.
Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula
merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat
berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga
timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi meningitis.
Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo.
Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada
membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga
telinga tengah.
E. Komplikasi
Menurut Fung, 2004 komplikasi OMSK
1. Kerusakan yang permanen dari telinga dengan berkurangnya pandangan
atau ketulian.
2. Mastuiditis
3. Cholesteatoma
4. Abses apidural (peradangan disekitar otak)
5. Paralisis wajah
6. Labirin titis
Menurut Arief Mansjoer, dkk. 2001 halaman 82 : Paralisis nervus
fasialis, fistula labirin, labirinitis, labirinitis supuratif, petrositis,
tromboflebitis sinus lateral, abses ekstra dural, abses subdural, meningitis,
abses otak, dan hidrosefalus otitis.
F. Pemeriksaan Penunjang
Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik
sebagai berikut :

1. Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati
tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural,
beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara
ditelinga tengah. Paparela, pada penderita OMSK ditemukan tuli
sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam
skala timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga
menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang secara
temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung basal
kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea. Gangguan
pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang berat,
dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan ( audiometri atau
test berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan
rata-rata kehilangan intensitas pendengaran pada frekuensi percakapan
terhadap skala ISO Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran

a. Normal : 10 dB sampai 26 dB 

b. Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB 

c. Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB 

d. Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB 

e. Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB

f. Tuli total : lebih dari 90 dB.


Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan
fungsi kohlea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada
hantaran udara dan tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan
tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan
manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan
pendengaran. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bias
membantu :

a. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih


dari 15-20 dB 

b. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan


tuli konduktif 30-50 dB apabila disertai perforasi. 

c. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang


membran yang masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65
dB. 
d. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli
bagaimanapun keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan
kohlea parah.
Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian
pendengarandengan menggunakan garpu tala dan test Barani.
Audiometri tutur dengan maskingadalah dianjurkan, terutama pada
tuli konduktif bilateral dan tuli campur.

2. Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga
kronis nilai diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat
otoskopi dan audiometri. Pemerikasaan radiologi biasanya
mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan
pneumatisasi leb ih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau
yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan
kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan
adalah :

a. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi


mastoid dariarah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk
pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan
tegmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi
ini sangat membantu ahli bedah untuk menghindari dura atau sinus
lateral.

b. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga
tengah. Akantampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik
sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai
struktur-struktur.

c. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid


petrosusdan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius
interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini
menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat
menunjukan adanya pembesaran akibatkolesteatom.

d. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal


sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik.
Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan
tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang
pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis
semisirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi
jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada keadaan
tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior
menunjukan adanya penyakit mastoid.
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Fokus Pengkajian
Data Subyektif :
Tanda-tanda dan gejala utama infeksi ekstrena dan media adalah neyeri
serta hilangnya pendengaran. Data harus disertai pernyataan mengenai mulai
serangan, lamanya, tingakt nyerinya. Rasa nyeri timbul karena adanya
tekanan kepada kulit dinding saluran yang sangat sensitif dan kepada
membran timpani oleh cairan getah radang yang terbentuk didalam telinga
tengah. Saluran eksterna yang penuh dan cairan di telinga tengah
mengganggu lewatnya gelombang suara, hal ini menyebabkan pendengaran
berkurang. Penderita dengan infeksi telinga perlu ditanya apakah ia mengerti
tentang cara pencegahannya.
Data Obyektif :
Telinga eksternal dilihat apakah ada cairan yang keluar dan bila ada
harus diterangkan. Palpasi pada telinga luar menimbulkan nyeri pada otitis
eksterna dan media. Pengkajian dari saluran luar dan gedang telinga
(membran timpani). Gendang telinga sangat penting dalam pengkajian
telinga, karena merupakan jendela untuk melihat proses penyakit pada telinga
tengah. Membran timpani yang normal memperlihatkan warna yang sangat
jelas, terlihat ke abu-abuan. Terletak pada membran atau terlihat batas-
batasnya. Untuk visulaisasi telinga luar dan gendang telinga harus digunakan
otoskop. Bagian yang masuk ke telinga disebut speculum (corong) dan
dengan ini gendang telinga dapat terlihat, untuk pengkajian yang lebih cermat
perlu dipakai kaca pembesar. Otoskop dipakai oleh orang yang terlatih,
termasuk para perawat.
B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri Akut
2. Gangguan Persepsi Sensor
3. Resiko Injuri
4. Resiko Infeksi
C. Penyimpanan KDM
D. Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1 Nyeri akut NOC : NIC :
 Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri
 pain control, secara komprehensif termasuk
 comfort level lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor
Setelah dilakukan tindakan presipitasi
keperawatan selama ….Pasien 2. Observasi reaksi nonverbal
tidak mengalami dari ketidaknyamanan
nyeri, dengan kriteria hasil: 3. Bantu pasien dan keluarga
1. Mampu mengontrol nyeri untuk mencari dan
(tahu penyebab nyeri, menemukan dukungan
mampu menggunakan 4. Kontrol lingkungan yang dapat
tehnik nonfarmakologi mempengaruhi nyeri seperti
untuk mengurangi nyeri, suhu ruangan, pencahayaan
mencari bantuan) dan kebisingan
2. Melaporkan bahwa nyeri 5. Kurangi faktor presipitasi
berkurang dengan nyeri
menggunakan manajemen 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
nyeri untuk menentukan intervensi
3. Mampu mengenali nyeri 7. Ajarkan tentang teknik non
(skala, intensitas, farmakologi: napas dala,
frekuensi dan tanda nyeri) relaksasi, distraksi, kompres
4. Menyatakan rasa nyaman hangat/ dingin
setelah nyeri berkurang 8. Berikan analgetik untuk
5. Tanda vital dalam rentang mengurangi nyeri……...
normal 9. Tingkatkan istirahat
6. Tidak mengalami 10. Berikan informasi tentang
gangguan tidur nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
11. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
2 Ganguan persepsi Kompensasi Tingkah Laku Communication Enhancement:
Hearing Defecit
sensori Pendengaran
1. Bersihkan serumen dengan
Setelah dilakukan tindakan
irigasi,sucstion, spoeling atau
keperawatan selama 1x15
instrumentasi
menit ganguan pendegaran
2. Kurangi kegaduhan
sensori teratasi dengan
lingkungan
kriteria hasil:
3. Ajari klien untuk
1. Pasien bisa mendengar
menggunakan tanda non
dengan baik
verbal dan bantu komunikasi
2. Telingah bersih
lainnya
3. Pantau gejala kerusakan
4. Kolaborasi dalam pemberian
pendegaran
terapi obat
4. Posisi tubuh untuk
5. Beritahu pasien bahwa suara
menguntungkan
akanterdengar berbeda
pendegaran
dengan memakai alat bantu
5. Menghilangkan
6. Jaga kebersihan alat bantu
gangguan
7. Mendengar dengan penuh
6. Memperoleh alat bantu
perhatian
pendengaran
8. Menahan diri dari berteriak
7. Menggunakan layanan
pada pasien yang mengalami
pendukungun untuk
ganguan komunikasi
pendengaran yang lemah
9. Dapatkan perhatian pasien
melalui sentuhan.
3 Resiko terjadi injuri Noc: Nic:
 Knowledge: personal Environmental management
safety safety
 Safety behavior: fall 1. Sediakan lingkungan yang
prevention aman untuk pasien
 Safety behavior: physicial 2. Identifikasi kebutuhan
injury kemamanaan pasien, sesuai
 Tissue integrity: skin and dengan kondisi fisik dan fungsi
mucous membrane kognitif pasien dan riwayat
penyakit terdahulu pasien.
Kriteria Hasil: 3. Menghindari lingkungan yang
1. Pasien terbebas dari berbahaya
trauma fisik 4. Memasang slide rail tempat
2. Lingkungan rumah aman tidur
3. Perilaku pencegahan jatuh 5. Menyediakan tempat tidur
4. Dapat mendeteksi resiko yang nyaman dan bersih
5. Pengendalian resiko: 6. Menempatkan saklar lampu
penggunaan alkohol ditempat-tempat yang mudah
6. Pengendalian resiko: dijangkau pasien
penggunaan narkoba 7. Membatasi pengunjung
7. Pengendalian resiko: 8. Memberikan penerangan yang
pencahayaan sinar cukup
matahari 9. Menganjurkan keluarga
8. Pengetahuaan keamaanan memahami pasien
terhadap anak 10. Mengontrol lingkungan dari
9. Pengetahuan personal kebisingan
sefety 11. Memindahkan barang-barang
10. Dapat meproteksi yang dapat membahayakan
terhadap kekerasan. 12. Berikan penejelasan pada
pasien keluarga atau
pengunjung adanya perubahan
status kesehatan dan penyebab
penyakit.
4. Resiko Terjadi Infeksi NOC : NIC :
 Immune Status 1. Pertahankan teknik aseptif
 Knowledge : Infection 2. Batasi pengunjung bila perlu
Control 3. Cuci tangan setiap sebelum
 Risk control dan sesudah tindakan
keperawatan
Setelah dilakukan tindakan 4. Gunakan baju, sarung tangan
keperawatan selama 1x15 sebagai alat pelindung
menit pasien tidak mengalami 5. Ganti letak IV perifer dan
infeksi dengan kriteria dressing sesuai dengan
hasil: petunjuk umum
1. Klien bebas dari tanda 6. Gunakan kateter intermiten
dan gejala infeksi untuk menurunkan infeksi
2. Menunjukkan kemampuan kandung kencing
untuk mencegah 7. Tingkatkan intake nutrisi
timbulnya infeksi 8. Berikan terapi antibiotik
3. Jumlah leukosit dala batas 9. Monitor tanda dan gejala
normal infeksi sistemik dan lokal
4. Menunjukkan perilaku 10. Pertahankan teknik isolasi k/p
hidup sehat 11. Inspeksi kulit dan membran
5. Status imun, mukosa terhadap kemerahan,
gastrointestinal, panas, drainase
genitourinaria dalam batas 12. Monitor adanya luka
normal 13. Dorong masukan cairan
14. Dorong istirahat
15. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
16. Kaji suhu badan pada pasien
neutropenia setiap 4 jam
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, 2011. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Efiaty. 2007. Buku Ajar Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika

Kusuma, Hardi & Amin Huda Nurarif. 2013. Asuhan Keperawatan anak. Jakarta:
EGC

Sylvia A. Price & Lorraine M.W. 2006. Patofisiologi konsep klinis dan proses-
proses penyakit. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai