Muhkam Mutasyabih-Ed
Muhkam Mutasyabih-Ed
اﻝﻤﺤﻜم و اﻝﻤﺘﺸﺎﺒﻪ
(OLEH: DRS. MASRAN, M. AG.)
DAFTAR ISI:
C. Fawatihus-suwar ............................................................................................................ 8
Muhkam:
Secara bahasa, kata Muhkam adalah kalimat bahasa Arab yang berasal
dari kata أَ ْ َ َ – ُ ْ ِ ُ – إ ْ َ ٌم, kemudian bentuk isim maf’ulnya menjadi ٌ َ ْ ُ
(muhkam). Kata ini mengandung makna: Kekukuhan, Kesempurnaan,
Keseksamaan, dan Pencegahan.
Mutasyabih:
Kata Mutasyabih berasal dari kata ٌ ُ َ َ – ُ َ َ َ َ – َ َ َ َ , kemudian isim
fa’ilnya menjadi ٌ ِ َ َ ُ (Mutasyabih). Kata ini mengandung arti keserupaan
dan kesamaan yang mengarah pada kesamaran.
1. Muhkam adalah ayat yang jelas dan nyata maksudnya serta tidak
mengandung kemungkinan nasakh. Sedangkan Mutasyabih ialah ayat yang
tersembunyi maknanya, tidak diketahui maksudnya kecuali hanya oleh
Allah Swt. Seperti ayat-ayat tentang akan datangnya hari kiamat, potongan
huruf-huruf hijaiyah di awal surat. Imam Al-Alusi menisbatkan pendapat
ini kepada Pemimpin Madzhab Hanafi.
2. Muhkam adalah ayat yang diketahui maksudnya, baik secara nyata maupun
dengan cara ta’wil. Sedangkan Mutasyabih ialah ayat yang hanya Allah
mengetahui maksudnya. Seperti tentang datangnya hari liyamat, keluarnya
Dajjal, dan potongan huruf-huruf Hijaiyah di awal surat. Pendapat ini
dipandang sebagai pendapat yang terpilih di kalangan Ahlus Sunnah.
2
kemungkinan makna ta’wil. Pendapat ini dinisbatkan kepada Ibnu Abbas
dan diikuti oleh kebanyakan ahli Ushul Fiqh.
4. Muhkam ialah ayat yang berdiri sendiri dan tidak memerlukan keterangan.
Sedangkan Mutasyabih ialah ayat yang tidak bisa berdiri sendiri, bahkan
memerlukan keterangan. Kadangkala diterangkan dengan sesuatu hal dan
kadangkala juga diterangkan dengan suatu hal yang lain lagi., karena
adannya perbedaan dalam penta’wilannya. Pendapat ini disandarkan
kepada Imam Ahmad r.a.
5. Muhkam ialah ayat yang redaksi dan susunannya tepat, serta melahirkan
makna yang lurus (ajeg), tanpa terjadinya penyimpangan. Sedangkan
Mutasyabih ialah ayat yang secara bahasa tidak terjangkau oleh ilmu
pengetahuan makna yang sebenarnya, kecuali bila dibarengi dengan suatu
indikasi tertentu atau dipahami secara kontekstual. Dalam pengertian
demikian ini, termasuk lafal musytarak. Pendapat ini dinisbatkan kepada
Imam Al-Haramain.
6. Muhkam ialah ayat yang jelas maknanya dan tidak problematis; terambil
dari kata Ihkam yang berarti sempurna (Itqan). Sedangkan Mutasyabih
adalah kebalikannya. Muhkam terdiri dari lafal Nash dan lafal Zhahir.
Mutasyabih terdiri dari isim-isim musytarak dan lafall-lafal yang
menggambarkan tasybih tentang hakekat Allah Swt. Pendapat ini
dinisbatkan kepada sebagian Ulama Mutaakhkhirin; tetapi ini sebenarnya
pendapat Al-Thibi.
7. Muhkam adalah ayat yang petunjuk (dilalah)nya kuat, yaitu berupa nash
dan zhahir; sedangkan mutasyabih adalah sebaliknya, petunjuk
(dilalah)nya tidak kuat, yaitu lafal-lafal yang bersifat mujmal (global),
mu’awwal (harus dita’wilkan), dan musykil (problematis, sulit dipahami).
Pendapat terakhir ini dinisbatkan kepada Imam Al-Razi dan diikuti oleh
kebanyakan ulama, [termasuk di dalamnya Imam Al-Zarqani sendiri].
3
B. Sikap ulama terhadap ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih
Mengenai status ayat-ayat Muhkamat (Muhkam) tidak ada perbedaan
pendapat di kalangan para ulama. Karena ayat-ayat muhkamat adalah ayat
yang sudah jelas dan tegas maknanya dan tidak perlu diperdebatkan lagi.
Perbedaan pendapat terjadi ketika membicarakan tentang kedudukan ayat-
ayat mutasyabihat (mutasyabih). Persoalannya adalah, “Apakah ayat-ayat
mutasyabihat itu dapat diketahui makna (ta’wil)nya oleh manusia atau
tidak?” Dengan kata lain, “Apakah makna (ta’wil) ayat-ayat mutasyabihat itu
hanya dapat diketahui oleh Allah saja, selain Allah tidak ada yang dapat
mengetahuinya? Atau manusia juga ada yang dapat mengetahuinya?”
Perbedaan pendapat di kalangan para ulama tentang kedudukan ayat-
ayat mutasyabihat ini bersumber dari perbedaan penafsiran mereka terhadap
surat Ali Imran/3: ayat 7 sebagai berikut:
É=≈tGÅ3ø9$# ‘Πé& £èδ ìM≈yϑs3øt’Χ ×M≈tƒ#u çµ÷ΖÏΒ |=≈tGÅ3ø9$# y7ø‹n=tã tΑt“Ρr& ü“Ï%©!$# uθèδ
çµ÷ΖÏΒ tµt7≈t±s? $tΒ tβθãèÎ6®KuŠsù Ô ÷ƒy— óΟÎγÎ/θè=è% ’Îû tÏ%©!$# $¨Βr'sù ( ×M≈yγÎ7≈t±tFãΒ ãyzé&uρ
tβθã‚Å™≡§9$#uρ 3 ª!$# āωÎ) ÿ…ã&s#ƒÍρù's? ãΝn=÷ètƒ $tΒuρ 3 Ï&Î#ƒÍρù's? u!$tóÏGö/$#uρ ÏπuΖ÷GÏ ø9$# u!$tóÏGö/$#
(#θä9'ρé& HωÎ) ã©.¤‹tƒ $tΒuρ 3 $uΖÎn/u‘ ωΖÏã ôÏiΒ @≅ä. ϵÎ/ $¨ΖtΒ#u tβθä9θà)tƒ 3 ÉΟù=Ïèø9$# ’Îû
∩∠∪ É=≈t6ø9F{$#
Artinya: Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. di
antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al
qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat; adapun orang-orang yang
dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti
sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan
4
fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui
ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata:
"Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi
Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan
orang-orang yang berakal. [Ali Imran/3: 7]
5
SIKAP PARA ULAMA TERHADAP AYAT MUTASYABIHAT TERBAGI DUA:
د
$'ا
Hanya Allah yang dapat Ulama Salaf, dalam hal ini
mengetahui makna ayat-
diwakili oleh Golongan
ayat mutasyabihat
ahlussunnah wal Jama’ah
د
ا " ! ء$ %ا
د
$&ا
Ada manusia yang dapat Ulama Khalaf, dalam hal ini
mengetahui makna ayat-
diwakili oleh Golongan
ayat mutasyabihat
Mu’tazilah
د
Ulama Salaf: Mempercayai dan mengimani makna ayat Mutasyabihat
(khususnya tentang sifat-sifat Allah), dan menyerahkan
(tafwidh) hakekat maknanya kepada Allah, karena itu
mereka disebut Mufawwidhah (()*+ ).
Argumen Aqli: Menentukan maksud ayat-ayat mutasyabihat dengan
dasar kaedah-kaedah kebahasaan hanya akan melahirkan
makna yang zhanni (relatif). Sedangkan sifat Allah sebagai
masalah aqidah harus didasarkan kepada dalil yang qath’i
(pasti). Jika tidak ditemukan dalil qath’i, maka harus
bertawaqquf (tidak mengambil keputusan) dan
menyerahkan kepastian maknanya kepada Allah.
Argumen Naqli: Hadits Bukhari dan Muslim menyebutkan, bahwa
Rasulullah setelah membaca ayat 7 surat Ali Imran lalu
bersabda, ﷲ-!. / 0 ا12و ــ56 7 ' "*ن9 / 0 ا: =ذا رأ6
رھ0 6 “Jika engkau melihat orang-orang yang mengikuti
ayat-ayat mutasyabihat, mereka itulah orang-orang yang
disebutkan oleh Allah, maka hati-hatilah terhadap
mereka”. Dalam memahami ayat 7 surat Ali Imran, mereka
waqaf pada kata إ? ﷲdan menempatkan huruf waw
sesudahnya sebagai ف72 .?( واو اmenunjukkan permulaan
kalimat).
Ulama Khalaf : Menta’wilkan makna ayat-ayat mutasyabihat tentang sifat
Allah yang makna lahirnya mustahil bagi Allah kepada
makna lain yang lebih layak bagi Allah; karena itu mereka
disebut ahlut ta’wil.
Argumen Aqli: Allah menurunkan Alquran sebagai petunjuk, karena itu
semua ayatnya dapat dipahami oleh manusia;kalau tidak,
maka ayat itu akan sia-sia.
Argumen Naqli: Hadits Riwayat Ibnu al-Mundzir, dari Ibnu Abbas,
bahwa ia ketikan membaca ayat,
(7 :انA! ا " )آل 6 &*ن.اA إ? ﷲ و ا و5 " و, lalu ia
berkata: aku termasuk orang yang mengetahui ta’wilnya.
Dalam memahami ayat tersebut mereka (ulama Khalaf)
memposisikan huruf waw setelah lafal إ? ﷲsebagai huruf
‘athaf.
C. Fawatihus-suwar
Secara bahasa, Fawatih al-Suwar ( ا ' *رD *ا6) berarti pembuka surat-
surat Alquran. Dalam hal ini, dari 114 surat yang terdapat dalam Alquran,
Allah membukanya dengan 10 (sepuluh) macam pembuka surat. Yaitu:
1. Pujian ( ء7E )ا, pembuka surat ini terbagi kepada:
a. al-Tahmid, ada lima surat:
1) al-Fâtihah,
∩⊄∪ šÏϑn=≈yèø9$# Å_Uu‘ ¬! ߉ôϑysø9$#
2) al-An’ẩm,
... “Ï%©!$# ¬! ߉ôϑptø:$#
3) al-Kahfi,
... tΑt“Ρr& ü“Ï%©!$# ¬! ߉÷Κptø:$#
4) Saba’,
... …çµs9 “Ï%©!$# ¬! ߉ôϑptø:$#
5) Fâthir.
... ÌÏÛ$sù ¬! ߉ôϑptø:$#
b. al-Tabâruk, ada dua surat:
8
1) al-Furqan,
... “Ï%©!$# x8u‘$t6s?
2) al-Mulk.
... “Ï%©!$# x8t≈t6s?
c. al-Tasbīh, ada tujuh surat, yaitu:
1) al-Isrẩ’ (dalam bentuk mashdar),
... 3“uó r& ü“Ï%©!$# z≈ysö6ß™
2) al-Hadīd (dalam bentuk Fi’il Madhi),
... ¬! yx¬7y™
3) al-Hasyr (dalam bentuk Fi’il Madhi),
... ¬! yx¬7y™
4) al-Shaff (dalam bentuk Fi’il Madhi),
... ¬! yx¬7y™
5) al-Jumu’ah (dalam bentuk Fi’il Mudhari’),
... ¬! ßxÎm7|¡ç„
6) al-Taghâbun (dalam bentuk Fi’il Mudhari’),
... ¬! ßxÎm7|¡ç„
7) al-A’lâ (dalam bentuk Fi’il Amr).
... zΟó™$# ËxÎm7y™
9
∩⊇∪ ω‹Éfyϑø9$# Éβ#uöà)ø9$#uρ 4 úX
3) Nun (al-Qalam)/68:
∩⊇∪ tβρãäÜó¡o„ $tΒuρ ÉΟn=s)ø9$#uρ 4 úχ
b. Diawali dengan dua huruf (mutsanna), ada sembilan surat:
1) al-Mu’min/40:
∩⊄∪ ÉΟŠÎ=yèø9$# Í“ƒÍ“yèø9$# «!$# zÏΒ É=≈tGÅ3ø9$# ã≅ƒÍ”∴s? ∩⊇∪ üΝm
2) Fushshilat/41:
∩⊄∪ ÉΟŠÏm§9$# Ç≈uΗ÷q§9$# zÏiΒ ×≅ƒÍ”∴s? ∩⊇∪ $Οm
3) al-Dukhan/44:
∩⊄∪ ÈÎ7ßϑø9$# É=≈tGÅ6ø9$#uρ ∩⊇∪ üΝm
4) al-Jatsiyah/45:
∩⊄∪ ÉΟ‹Å3ptø:$# Í“ƒÍ“yèø9$# «!$# zÏΒ É=≈tGÅ3ø9$# ã≅ƒÍ”∴s? ∩⊇∪ üΝm
5) al-Ahqaf/46:
∩⊄∪ ÉΟ‹Å3ptø:$# Í“ƒÍ•yèø9$# «!$# zÏΒ É=≈tGÅ3ø9$# ã≅ƒÍ”∴s? ∩⊇∪ üΝm
6) Thaha/20:
∩⊄∪ #’s+ô±tFÏ9 tβ#uöà)ø9$# y7ø‹n=tã $uΖø9t“Ρr& !$tΒ ∩⊇∪ µÛ
7) al-Naml/27:
∩⊇∪ AÎ7•Β 5>$tGÅ2uρ Èβ#uöà)ø9$# àM≈tƒ#u y7ù=Ï? 4 û§Û
8) Yasin/36:
∩⊄∪ ÉΟ‹Å3ptø:$# Éβ#uöà)ø9$#uρ ∩⊇∪ û§ƒ
10
É=≈tGÅ3ø9$# àM≈tƒ#u y7ù=Ï? 4 ýϑ!9#
4) al-Rum/30:
∩⊄∪ ãΠρ”9$# ÏMt7Î=äñ ∩⊇∪ $Ο!9#
5) Luqman/31:
∩⊄∪ ÉΟ‹Å3ptø:$# É=≈tGÅ3ø9$# àM≈tƒ#u y7ù=Ï? ∩⊇∪ $Ο!9#
6) al-Sajadah/32:
ϵŠÏù |=÷ƒu‘ Ÿω É=≈tGÅ6ø9$# ã≅ƒÍ”∴s? ∩⊇∪ $Ο!9#
11
∩⊇∪ ã≅ÏiΒ¨“ßϑø9$# $pκš‰r'¯≈tƒ
3) al-Muddatstsir/74:
∩⊇∪ ãÏoO£‰ßϑø9$# $pκš‰r'¯≈tƒ
13
8) al-Qiyamah/75:
∩⊇∪ Ïπyϑ≈uŠÉ)ø9$# ÏΘöθu‹Î/ ãΝÅ¡ø%é& Iω
9) ‘Abasa/80:
∩⊇∪ #’¯<uθs?uρ }§t6tã
10) al-Balad/90:
∩⊇∪ Ï$s#t7ø9$# #x‹≈pκÍ5 ãΝÅ¡ø%é& Iω
11) al-Takatsur/102:
∩⊇∪ ãèO%s3−G9$# ãΝä39yγø9r&
5. Al-Qasam (Sumpah), jenis ini terbagi kepada:
a. ‘Ulya, ada delapan surat:
1) al-Shaffat/37:
∩⊇∪ $y |¹ ÏM≈¤ ¯≈¢Á9$#uρ
2) al-Najm/53:
∩⊇∪ 3“uθyδ #sŒÎ) ÉΟôf¨Ψ9$#uρ
3) al-Mursalat/77:
∩⊇∪ $]ùóãã ÏM≈n=y™ößϑø9$#uρ
4) al-Nazi’at/79:
∩⊇∪ $]%öxî ÏM≈tãÌ“≈¨Ψ9$#uρ
5) al-Buruj/85:
∩⊇∪ lρçã9ø9$# ÏN#sŒ Ï!$uΚ¡¡9$#uρ
6) al-Thariq/86:
∩⊇∪ É−Í‘$©Ü9$#uρ Ï!$uΚ¡¡9$#uρ
7) al-Fajr/89:
∩⊇∪ Ìôfx ø9$#uρ
8) al-Syams/91:
∩⊇∪ $yγ8ptéÏuρ ħ÷Κ¤±9$#uρ
b. Sufla, ada empat surat:
1) al-Dzariyat/51:
14
∩⊇∪ #Yρö‘sŒ ÏM≈tƒÍ‘≡©%!$#uρ
2) al-Thur/52:
∩⊇∪ Í‘θ’Ü9$#uρ
3) al-Tin/95:
∩⊇∪ ÈβθçG÷ƒ¨“9$#uρ ÈÏnG9$#uρ
4) al-‘Adiyat/100:
∩⊇∪ $\⇔÷6|Ê ÏM≈tƒÏ‰≈yèø9$#uρ
c. Waqt, ada tiga surat:
1) al-Lail/92:
∩⊇∪ 4y´øótƒ #sŒÎ) È≅ø‹©9$#uρ
2) al-Dhuha/93:
∩⊇∪ 4y∏‘Ò9$#uρ
3) al-‘Ashr/103:
∩⊇∪ ÎóÇyèø9$#uρ
6. Al-Syarth (Kalimat Syarat), jenis ini terbagi kepada dua:
a. Syarath dengan Jumlah Ismiyah, ada tiga surat:
1) al-Takwir/81:
∩⊇∪ ôNu‘Èhθä. ߧ÷Κ¤±9$# #sŒÎ)
2) al-Infithar/82:
∩⊇∪ ôNtsÜx Ρ$# â!$yϑ¡¡9$# #sŒÎ)
3) al-Insyiqaa/84:
∩⊇∪ ôM¤)t±Σ$# â!$uΚ¡¡9$# #sŒÎ)
b. Syarath dengan Jumlah Fi’liyah, ada empat surat:
1) al-Waqi’ah/56:
∩⊇∪ èπyèÏ%#uθø9$# ÏMyès%uρ #sŒÎ)
2) al-Munafiqun/63:
3 «!$# ãΑθß™ts9 y7¨ΡÎ) ߉pκô¶tΡ (#θä9$s% tβθà)Ï ≈uΖßϑø9$# x8u!%y` #sŒÎ)
3) al-Zalzalah/99:
15
∩⊇∪ $oλm;#t“ø9Η ÞÚö‘F{$# ÏMs9Ì“ø9ã— #sŒÎ)
4) al-Nashr/110:
∩⊇∪ ßx÷Gx ø9$#uρ «!$# ãóÁtΡ u!$y_ #sŒÎ)
7. Al-Amr (Fi’il Amar/Perintah), Jenis ini terbagi dua:
a. Amr dengan Iqra’, hanya ada satu surat, yaitu al-‘Alaq/96:
∩⊇∪ t,n=y{ “Ï%©!$# y7În/u‘ ÉΟó™$$Î/ ù&tø%$#
b. Amr dengan Qul, terdapat tiga surat:
1) al-Jinn/72:
... ÇdÅgø:$# zÏiΒ Öx tΡ yìyϑtGó™$# 絯Ρr& ¥’n<Î) zÇrρé& ö≅è%
2) al-Kafirun/109:
∩⊇∪ šχρãÏ ≈x6ø9$# $pκš‰r'¯≈tƒ ö≅è%
3) al-Ikhlash/112:
∩⊇∪ î‰ymr& ª!$# uθèδ ö≅è%
4) al-Falaq/113:
∩⊇∪ È,n=x ø9$# Éb>tÎ/ èŒθããr& ö≅è%
5) al-Nas/114:
∩⊇∪ Ĩ$¨Ψ9$# Éb>tÎ/ èŒθããr& ö≅è%
8. Al-Istifham (Kalimat Tanya), jenis ini terbagi kepada:
a. al-Istifham al-Ijabiy (Kalimat tanya positif), ada tiga surat:
1) al-Insan/76:
... Ì÷δ¤$!$# zÏiΒ ×Ïm Ç≈|¡ΣM}$# ’n?tã 4’tAr& ö≅yδ
2) al-Naba’/78:
∩⊇∪ tβθä9u!$|¡tFtƒ §Νtã
3) al-Ghasyiyah/88:
∩⊇∪ Ïπu‹Ï±≈tóø9$# ß]ƒÏ‰ym y79s?r& ö≅yδ
16
∩⊇∪ x8u‘ô‰|¹ y7s9 ÷yuô³nΣ óΟs9r&
2) al-Ma’un/107
∩⊇∪ ÉÏe$!$$Î/ Ü>Éj‹s3ム“Ï%©!$# |M÷ƒuu‘r&
9. Ad-Du’a’ (Do’a), jenis ini terbagi kepada dua:
a. Du’a dengan jumlah Ismiyah, ada dua surat:
1) al-Muthaffifin/83:
∩⊇∪ tÏ Ïe sÜßϑù=Ïj9 ×≅÷ƒuρ
2) al-Lumazah/104:
∩⊇∪ >οt“yϑ—9 ;οt“yϑèδ Èe≅à6Ïj9 ×≅÷ƒuρ
b. Du’a dengan Jumlah Fi’liyah, hanya ada satu surat, yaitu surat al-
Lahab/111:
∩⊇∪ ¡=s?uρ 5=yγs9 ’Î1r& !#y‰tƒ ôM¬7s?
10.Lam at-Ta’lil (Lam yang berarti Karena), jenis ini hanya terdapat satu surat dalam
Alquran, yaitu Surat Qureisy/106:
17
4. Sebagai agama dakwah, ajaran Islam tertuju kepada semua lapisan umat
manusia, ‘awam maupun intelek. Karena itu gambaran antrophomorfis
tantang Tuhan dapat menggiring masyarakat ‘awam untuk mengenal
Tuhan sebagai Dzat yang Immateri.
18
Referensi:
1. Shubhi Ash-Shalih, آنA *م ا 6 H 9 (MEMBAHAS ILMU-ILMU ALQURAN, Alih
Bahasa Tim Pustaka Firdaus), Pustaka Firdaus, Jakarta Cet. IV, 1993, hal. 373 – 380.
4. Jalaluddin Abd. Rahman As-Suyuthi, !" , ed. Ahmad bin Ali, Daar al-
Hadits, Kaero, 2006, Jilid III, Hal. 5 – 32.
5. Rosihon Anwar, Ulumul Quran untuk IAIN, STAIN, PTAIS, Pustaka Setia, Bandung,
Cet. I, 2000, Hal.123 – 144.
6. Ramli Abdul Wahid, M. A., ULUMUL QURAN, Rajawali Pers, Jakarta, Cet. II, 1994,
hal. 81 – 114.
19