Anda di halaman 1dari 19

AL-MUHKAN DAN AL-MUTASYABIH

‫اﻝﻤﺤﻜم و اﻝﻤﺘﺸﺎﺒﻪ‬
(OLEH: DRS. MASRAN, M. AG.)

DAFTAR ISI:

A. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih ............................................................................ 2

B. Sikap ulama terhadap ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih ........................................... 4

C. Fawatihus-suwar ............................................................................................................ 8

D. Hikmah adanya ayat-ayat mutasyabihat....................................................................... 17


A. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih

Muhkam:
Secara bahasa, kata Muhkam adalah kalimat bahasa Arab yang berasal
dari kata ‫ أَ ْ َ َ – ُ ْ ِ ُ – إ ْ َ ٌم‬, kemudian bentuk isim maf’ulnya menjadi ٌ َ ْ ُ
(muhkam). Kata ini mengandung makna: Kekukuhan, Kesempurnaan,
Keseksamaan, dan Pencegahan.

Mutasyabih:
Kata Mutasyabih berasal dari kata ٌ ُ َ َ – ُ َ َ َ َ – َ َ َ َ , kemudian isim
fa’ilnya menjadi ٌ ِ َ َ ُ (Mutasyabih). Kata ini mengandung arti keserupaan
dan kesamaan yang mengarah pada kesamaran.

Sedangkan menurut istilah, pengertian muhkam dan mutasyabih


mengundang banyak perhatian di kalangan ulama ahli ulumul Qur’an.
Beberapa pendapat di antaranya, seperti dikemukakan Al-Zarqani (1988: II,
272 – 275) adalah sebagai berikut:

1. Muhkam adalah ayat yang jelas dan nyata maksudnya serta tidak
mengandung kemungkinan nasakh. Sedangkan Mutasyabih ialah ayat yang
tersembunyi maknanya, tidak diketahui maksudnya kecuali hanya oleh
Allah Swt. Seperti ayat-ayat tentang akan datangnya hari kiamat, potongan
huruf-huruf hijaiyah di awal surat. Imam Al-Alusi menisbatkan pendapat
ini kepada Pemimpin Madzhab Hanafi.

2. Muhkam adalah ayat yang diketahui maksudnya, baik secara nyata maupun
dengan cara ta’wil. Sedangkan Mutasyabih ialah ayat yang hanya Allah
mengetahui maksudnya. Seperti tentang datangnya hari liyamat, keluarnya
Dajjal, dan potongan huruf-huruf Hijaiyah di awal surat. Pendapat ini
dipandang sebagai pendapat yang terpilih di kalangan Ahlus Sunnah.

3. Muhkam ialah ayat yang hanya mengandung satu kemungkinan makna


ta’wil. Sedangkan Mutasyabih ialah ayat yang banyak mengandung

2
kemungkinan makna ta’wil. Pendapat ini dinisbatkan kepada Ibnu Abbas
dan diikuti oleh kebanyakan ahli Ushul Fiqh.

4. Muhkam ialah ayat yang berdiri sendiri dan tidak memerlukan keterangan.
Sedangkan Mutasyabih ialah ayat yang tidak bisa berdiri sendiri, bahkan
memerlukan keterangan. Kadangkala diterangkan dengan sesuatu hal dan
kadangkala juga diterangkan dengan suatu hal yang lain lagi., karena
adannya perbedaan dalam penta’wilannya. Pendapat ini disandarkan
kepada Imam Ahmad r.a.

5. Muhkam ialah ayat yang redaksi dan susunannya tepat, serta melahirkan
makna yang lurus (ajeg), tanpa terjadinya penyimpangan. Sedangkan
Mutasyabih ialah ayat yang secara bahasa tidak terjangkau oleh ilmu
pengetahuan makna yang sebenarnya, kecuali bila dibarengi dengan suatu
indikasi tertentu atau dipahami secara kontekstual. Dalam pengertian
demikian ini, termasuk lafal musytarak. Pendapat ini dinisbatkan kepada
Imam Al-Haramain.

6. Muhkam ialah ayat yang jelas maknanya dan tidak problematis; terambil
dari kata Ihkam yang berarti sempurna (Itqan). Sedangkan Mutasyabih
adalah kebalikannya. Muhkam terdiri dari lafal Nash dan lafal Zhahir.
Mutasyabih terdiri dari isim-isim musytarak dan lafall-lafal yang
menggambarkan tasybih tentang hakekat Allah Swt. Pendapat ini
dinisbatkan kepada sebagian Ulama Mutaakhkhirin; tetapi ini sebenarnya
pendapat Al-Thibi.

7. Muhkam adalah ayat yang petunjuk (dilalah)nya kuat, yaitu berupa nash
dan zhahir; sedangkan mutasyabih adalah sebaliknya, petunjuk
(dilalah)nya tidak kuat, yaitu lafal-lafal yang bersifat mujmal (global),
mu’awwal (harus dita’wilkan), dan musykil (problematis, sulit dipahami).
Pendapat terakhir ini dinisbatkan kepada Imam Al-Razi dan diikuti oleh
kebanyakan ulama, [termasuk di dalamnya Imam Al-Zarqani sendiri].
3
B. Sikap ulama terhadap ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih
Mengenai status ayat-ayat Muhkamat (Muhkam) tidak ada perbedaan
pendapat di kalangan para ulama. Karena ayat-ayat muhkamat adalah ayat
yang sudah jelas dan tegas maknanya dan tidak perlu diperdebatkan lagi.
Perbedaan pendapat terjadi ketika membicarakan tentang kedudukan ayat-
ayat mutasyabihat (mutasyabih). Persoalannya adalah, “Apakah ayat-ayat
mutasyabihat itu dapat diketahui makna (ta’wil)nya oleh manusia atau
tidak?” Dengan kata lain, “Apakah makna (ta’wil) ayat-ayat mutasyabihat itu
hanya dapat diketahui oleh Allah saja, selain Allah tidak ada yang dapat
mengetahuinya? Atau manusia juga ada yang dapat mengetahuinya?”
Perbedaan pendapat di kalangan para ulama tentang kedudukan ayat-
ayat mutasyabihat ini bersumber dari perbedaan penafsiran mereka terhadap
surat Ali Imran/3: ayat 7 sebagai berikut:

É=≈tGÅ3ø9$# ‘Πé& £èδ ìM≈yϑs3øt’Χ ×M≈tƒ#u çµ÷ΖÏΒ |=≈tGÅ3ø9$# y7ø‹n=tã tΑt“Ρr& ü“Ï%©!$# uθèδ

çµ÷ΖÏΒ tµt7≈t±s? $tΒ tβθãèÎ6®KuŠsù Ô ÷ƒy— óΟÎγÎ/θè=è% ’Îû tÏ%©!$# $¨Βr'sù ( ×M≈yγÎ7≈t±tFãΒ ãyzé&uρ

tβθã‚Å™≡§9$#uρ 3 ª!$# āωÎ) ÿ…ã&s#ƒÍρù's? ãΝn=÷ètƒ $tΒuρ 3 Ï&Î#ƒÍρù's? u!$tóÏGö/$#uρ ÏπuΖ÷GÏ ø9$# u!$tóÏGö/$#

(#θä9'ρé& HωÎ) ㍩.¤‹tƒ $tΒuρ 3 $uΖÎn/u‘ ωΖÏã ôÏiΒ @≅ä. ϵÎ/ $¨ΖtΒ#u tβθä9θà)tƒ 3 ÉΟù=Ïèø9$# ’Îû

∩∠∪ É=≈t6ø9F{$#
Artinya: Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. di
antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al
qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat; adapun orang-orang yang
dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti
sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan

4
fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui
ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata:
"Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi
Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan
orang-orang yang berakal. [Ali Imran/3: 7]

5
SIKAP PARA ULAMA TERHADAP AYAT MUTASYABIHAT TERBAGI DUA:

‫د‬
$'‫ا‬
Hanya Allah yang dapat Ulama Salaf, dalam hal ini
mengetahui makna ayat-
diwakili oleh Golongan
ayat mutasyabihat
ahlussunnah wal Jama’ah

‫د‬
‫ ا " ! ء‬$ %‫ا‬

‫د‬
$&‫ا‬
Ada manusia yang dapat Ulama Khalaf, dalam hal ini
mengetahui makna ayat-
diwakili oleh Golongan
ayat mutasyabihat
Mu’tazilah
‫د‬
Ulama Salaf: Mempercayai dan mengimani makna ayat Mutasyabihat
(khususnya tentang sifat-sifat Allah), dan menyerahkan
(tafwidh) hakekat maknanya kepada Allah, karena itu
mereka disebut Mufawwidhah (()*+ ).
Argumen Aqli: Menentukan maksud ayat-ayat mutasyabihat dengan
dasar kaedah-kaedah kebahasaan hanya akan melahirkan
makna yang zhanni (relatif). Sedangkan sifat Allah sebagai
masalah aqidah harus didasarkan kepada dalil yang qath’i
(pasti). Jika tidak ditemukan dalil qath’i, maka harus
bertawaqquf (tidak mengambil keputusan) dan
menyerahkan kepastian maknanya kepada Allah.
Argumen Naqli: Hadits Bukhari dan Muslim menyebutkan, bahwa
Rasulullah setelah membaca ayat 7 surat Ali Imran lalu
bersabda, ‫ ﷲ‬-!. / 0 ‫ ا‬12‫و ــ‬56 7 ' ‫"*ن‬9 / 0 ‫ ا‬: ‫=ذا رأ‬6
‫رھ‬0 6 “Jika engkau melihat orang-orang yang mengikuti
ayat-ayat mutasyabihat, mereka itulah orang-orang yang
disebutkan oleh Allah, maka hati-hatilah terhadap
mereka”. Dalam memahami ayat 7 surat Ali Imran, mereka
waqaf pada kata ‫ إ? ﷲ‬dan menempatkan huruf waw
sesudahnya sebagai ‫ ف‬72 .?‫( واو ا‬menunjukkan permulaan
kalimat).
Ulama Khalaf : Menta’wilkan makna ayat-ayat mutasyabihat tentang sifat
Allah yang makna lahirnya mustahil bagi Allah kepada
makna lain yang lebih layak bagi Allah; karena itu mereka
disebut ahlut ta’wil.
Argumen Aqli: Allah menurunkan Alquran sebagai petunjuk, karena itu
semua ayatnya dapat dipahami oleh manusia;kalau tidak,
maka ayat itu akan sia-sia.
Argumen Naqli: Hadits Riwayat Ibnu al-Mundzir, dari Ibnu Abbas,
bahwa ia ketikan membaca ayat,
(7 :‫ان‬A! ‫ا " )آل‬ 6 ‫&*ن‬.‫ا‬A ‫إ? ﷲ و ا‬ ‫و‬5 " ‫ و‬, lalu ia
berkata: aku termasuk orang yang mengetahui ta’wilnya.
Dalam memahami ayat tersebut mereka (ulama Khalaf)
memposisikan huruf waw setelah lafal ‫ إ? ﷲ‬sebagai huruf
‘athaf.

C. Fawatihus-suwar
Secara bahasa, Fawatih al-Suwar (‫ ا ' *ر‬D ‫ *ا‬6) berarti pembuka surat-
surat Alquran. Dalam hal ini, dari 114 surat yang terdapat dalam Alquran,
Allah membukanya dengan 10 (sepuluh) macam pembuka surat. Yaitu:
1. Pujian (‫ ء‬7E ‫ )ا‬, pembuka surat ini terbagi kepada:
a. al-Tahmid, ada lima surat:
1) al-Fâtihah,
∩⊄∪ šÏϑn=≈yèø9$# Å_Uu‘ ¬! ߉ôϑysø9$#
2) al-An’ẩm,
... “Ï%©!$# ¬! ߉ôϑptø:$#
3) al-Kahfi,
... tΑt“Ρr& ü“Ï%©!$# ¬! ߉÷Κptø:$#
4) Saba’,
... …çµs9 “Ï%©!$# ¬! ߉ôϑptø:$#
5) Fâthir.
... ̍ÏÛ$sù ¬! ߉ôϑptø:$#
b. al-Tabâruk, ada dua surat:

8
1) al-Furqan,
... “Ï%©!$# x8u‘$t6s?
2) al-Mulk.
... “Ï%©!$# x8t≈t6s?
c. al-Tasbīh, ada tujuh surat, yaitu:
1) al-Isrẩ’ (dalam bentuk mashdar),
... 3“uŽó r& ü“Ï%©!$# z≈ysö6ß™
2) al-Hadīd (dalam bentuk Fi’il Madhi),
... ¬! yx¬7y™
3) al-Hasyr (dalam bentuk Fi’il Madhi),
... ¬! yx¬7y™
4) al-Shaff (dalam bentuk Fi’il Madhi),
... ¬! yx¬7y™
5) al-Jumu’ah (dalam bentuk Fi’il Mudhari’),
... ¬! ßxÎm7|¡ç„
6) al-Taghâbun (dalam bentuk Fi’il Mudhari’),
... ¬! ßxÎm7|¡ç„
7) al-A’lâ (dalam bentuk Fi’il Amr).
... zΟó™$# ËxÎm7y™

2. Potongan Huruf Hijaiyah ( / )

Dalam Alquran terdapat 29 surat yang diawali dengan potongan huruf


hijaiyah. Ke 29 surat tersebut terbagi kepada lima kelompok:
a. Diawali dengan satu huruf (muwahhadah), ada tiga surat:
1) Shad/38:
∩⊇∪ ̍ø.Ïe%!$# “ÏŒ Éβ#uöà)ø9$#uρ 4 üÉ
2) Qaf/50:

9
∩⊇∪ ω‹Éfyϑø9$# Éβ#uöà)ø9$#uρ 4 úX
3) Nun (al-Qalam)/68:
∩⊇∪ tβρãäÜó¡o„ $tΒuρ ÉΟn=s)ø9$#uρ 4 úχ
b. Diawali dengan dua huruf (mutsanna), ada sembilan surat:
1) al-Mu’min/40:
∩⊄∪ ÉΟŠÎ=yèø9$# Í“ƒÍ“yèø9$# «!$# zÏΒ É=≈tGÅ3ø9$# ã≅ƒÍ”∴s? ∩⊇∪ üΝm
2) Fushshilat/41:
∩⊄∪ ÉΟŠÏm§9$# Ç≈uΗ÷q§9$# zÏiΒ ×≅ƒÍ”∴s? ∩⊇∪ $Οm
3) al-Dukhan/44:
∩⊄∪ ÈÎ7ßϑø9$# É=≈tGÅ6ø9$#uρ ∩⊇∪ üΝm
4) al-Jatsiyah/45:
∩⊄∪ ÉΟ‹Å3ptø:$# Í“ƒÍ“yèø9$# «!$# zÏΒ É=≈tGÅ3ø9$# ã≅ƒÍ”∴s? ∩⊇∪ üΝm
5) al-Ahqaf/46:
∩⊄∪ ÉΟ‹Å3ptø:$# Í“ƒÍ•yèø9$# «!$# zÏΒ É=≈tGÅ3ø9$# ã≅ƒÍ”∴s? ∩⊇∪ üΝm
6) Thaha/20:
∩⊄∪ #’s+ô±tFÏ9 tβ#uöà)ø9$# y7ø‹n=tã $uΖø9t“Ρr& !$tΒ ∩⊇∪ µÛ
7) al-Naml/27:
∩⊇∪ AÎ7•Β 5>$tGÅ2uρ Èβ#uöà)ø9$# àM≈tƒ#u y7ù=Ï? 4 û§Û
8) Yasin/36:
∩⊄∪ ÉΟ‹Å3ptø:$# Éβ#uöà)ø9$#uρ ∩⊇∪ û§ƒ

c. Diawali dengan tiga huruf (mutsalatsaah), ada 13 surat:


1) al-Baqarah/2:
ϵ‹Ïù ¡ |=÷ƒu‘ Ÿω Ü=≈tGÅ6ø9$# y7Ï9≡sŒ ∩⊇∪ $Ο!9#
2) Ali Imran/3:
∩⊄∪ ãΠθ•‹s)ø9$# ÷‘y⇔ø9$# uθèδ āωÎ) tµ≈s9Î) Iω ª!$# ∩⊇∪ $Ο!9#
3) al-Ankabut/29:

10
É=≈tGÅ3ø9$# àM≈tƒ#u y7ù=Ï? 4 ýϑ!9#
4) al-Rum/30:
∩⊄∪ ãΠρ”9$# ÏMt7Î=äñ ∩⊇∪ $Ο!9#
5) Luqman/31:
∩⊄∪ ÉΟ‹Å3ptø:$# É=≈tGÅ3ø9$# àM≈tƒ#u y7ù=Ï? ∩⊇∪ $Ο!9#
6) al-Sajadah/32:
ϵŠÏù |=÷ƒu‘ Ÿω É=≈tGÅ6ø9$# ã≅ƒÍ”∴s? ∩⊇∪ $Ο!9#

d. Diawali dengan empat huruf (muraba’ah), ada dua surat:


1) al-Ra’d/13:
É=≈tGÅ3ø9$# àM≈tƒ#u y7ù=Ï? 4 ýϑ!9#
2) al-A’raf/7:
y7ø‹s9Î) tΑÌ“Ρé& ë=≈tGÏ. ∩⊇∪ Èýϑ!9#
e. Diawali dengan lima huruf (mukhamasah), ada dua surat:
1) Mayam/19:
∩⊄∪ !$−ƒÌŸ2y— …çνy‰ö7tã y7În/u‘ ÏMuΗ÷qu‘ ãø.ÏŒ ∩⊇∪ üÈÿè‹γ!2
2) al-Syura/42:
∩⊄∪ ý,û¡ÿã ∩⊇∪ $Οm

Dalam kaitannya dengan kajian tentang Muhkam dan Mutasyabih, jenis


pembuka surat yang terdiri dari potongan huruf-huruf hijaiyah ini
merupakan fawatih al-suwar yang merupakan ayat-ayat mutasyabihat.
3. Al-Nida’ (Seruan/Panggilan), jenis pembuka surat ini terbagi menjadi:
a. Panggilan kepada Nabi, ada tiga surat:
1) al-Ahzab/33:
©!$# È,¨?$# ÷É<¨Ζ9$# $pκš‰r'¯≈tƒ
2) al-Muzzammil/73:

11
∩⊇∪ ã≅ÏiΒ¨“ßϑø9$# $pκš‰r'¯≈tƒ
3) al-Muddatstsir/74:
∩⊇∪ ãÏoO£‰ßϑø9$# $pκš‰r'¯≈tƒ

b. Panmggilan kepada orang-orang mukmin, ada tiga surat:


1) al-Ma’idah/5:
4 ÏŠθà)ãèø9$$Î/ (#θèù÷ρr& (#þθãΨtΒ#u šÏ%©!$# $y㕃r'¯≈tƒ
2) al-hujurat/49:
( Ï&Î!θß™u‘uρ «!$# Ä“y‰tƒ t÷t/ (#θãΒÏd‰s)è? Ÿω (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$# $pκš‰r'¯≈tƒ
3) al-Mumtahanah/60:
... (#ρä‹Ï‚−Gs? Ÿω (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$# $pκš‰r'¯≈tƒ
c. Panggilan kepada Manusia, ada dua surat:
1) al-Nisa’/4:
... ãΝä3−/u‘ (#θà)®?$# â¨$¨Ζ9$# $pκš‰r'¯≈tƒ
2) al-Hajj/22:
... 4 öΝà6−/u‘ (#θà)®?$# â¨$¨Ζ9$# $y㕃r'¯≈tƒ
4. Jumlah Khabariah (Kalimat Berita), jenis pembuka surat ini terbagi kepada dua
macam:
a. Jumlah Ismiyah (Kalimat Nominal), ada sepuluh surat:
1) al-Taubah/9:
... ÿÏ&Î!θß™u‘uρ «!$# zÏiΒ ×οu!#tt/
2) al-Nur/24:
... $yγ≈oΨôÊtsùuρ $yγ≈oΨø9t“Ρr& îοu‘θß™
3) al-Zumar/39:
∩⊇∪ ÉΟ‹Å3ptø:$# Í“ƒÍ“yèø9$# «!$# zÏΒ É=≈tGÅ3ø9$# ã≅ƒÍ”∴s?
4) Muhammad/47:
... «!$# È≅‹Î6y™ tã (#ρ‘‰|¹uρ (#ρãx x. tÏ%©!$#
5) al-Fath/48:
12
∩⊇∪ $YƏÎ7•Β $[s÷Gsù y7s9 $oΨóstFsù $¯ΡÎ)
6) al-Rahman/55:
∩⊇∪ ß≈oΗ÷q§9$#
7) al-Haqqah/69:
∩⊇∪ èπ©%!$ptø:$#
8) Nuh/71:
... ÿϵÏΒöθs% 4’n<Î) %·nθçΡ $uΖù=y™ö‘r& !$¯ΡÎ)
9) al-Qadr/97:
∩⊇∪ Í‘ô‰s)ø9$# Ï's#ø‹s9 ’Îû çµ≈oΨø9t“Ρr& !$¯ΡÎ)
10) al-Qari’ah/101:
∩⊇∪ èπtãÍ‘$s)ø9$#
11) al-Kautsar/108:

b. Jumlah Fi’liyah (Kalimat Verbal), ada 12 surat:


1) al-Anfal/8:
...( ÉΑ$x ΡF{$# Çtã y7tΡθè=t↔ó¡o„
2) al-Nahl/16:
... 4 çνθè=Éf÷ètGó¡n@ Ÿξsù «!$# ãøΒr& #’tAr&
3) al-Anbiya’/21:
... öΝßγç/$|¡Ïm Ĩ$¨Ψ=Ï9 z>uŽtIø%$#
4) al-Mu’minun/23:
∩⊇∪ tβθãΖÏΒ÷σßϑø9$# yxn=øùr& ô‰s%
5) al-Qamar/54:
∩⊇∪ ãyϑs)ø9$# ¨,t±Σ$#uρ èπtã$¡¡9$# ÏMt/uŽtIø%$#
6) al-Mujadilah/58:
... y7ä9ω≈pgéB ÉL©9$# tΑöθs% ª!$# yìÏϑy™ ô‰s%
7) al-Ma’arij/70:
∩⊇∪ 8ìÏ%#uρ 5>#x‹yèÎ/ 7≅Í←!$y™ tΑr'y™

13
8) al-Qiyamah/75:
∩⊇∪ Ïπyϑ≈uŠÉ)ø9$# ÏΘöθu‹Î/ ãΝÅ¡ø%é& Iω
9) ‘Abasa/80:
∩⊇∪ #’¯<uθs?uρ }§t6tã
10) al-Balad/90:
∩⊇∪ Ï$s#t7ø9$# #x‹≈pκÍ5 ãΝÅ¡ø%é& Iω
11) al-Takatsur/102:
∩⊇∪ ãèO%s3−G9$# ãΝä39yγø9r&
5. Al-Qasam (Sumpah), jenis ini terbagi kepada:
a. ‘Ulya, ada delapan surat:
1) al-Shaffat/37:
∩⊇∪ $y |¹ ÏM≈¤ ¯≈¢Á9$#uρ
2) al-Najm/53:
∩⊇∪ 3“uθyδ #sŒÎ) ÉΟôf¨Ψ9$#uρ
3) al-Mursalat/77:
∩⊇∪ $]ùóãã ÏM≈n=y™ößϑø9$#uρ
4) al-Nazi’at/79:
∩⊇∪ $]%öxî ÏM≈tãÌ“≈¨Ψ9$#uρ
5) al-Buruj/85:
∩⊇∪ lρçŽã9ø9$# ÏN#sŒ Ï!$uΚ¡¡9$#uρ
6) al-Thariq/86:
∩⊇∪ É−Í‘$©Ü9$#uρ Ï!$uΚ¡¡9$#uρ
7) al-Fajr/89:
∩⊇∪ ̍ôfx ø9$#uρ
8) al-Syams/91:
∩⊇∪ $yγ8ptéÏuρ ħ÷Κ¤±9$#uρ
b. Sufla, ada empat surat:
1) al-Dzariyat/51:

14
∩⊇∪ #Yρö‘sŒ ÏM≈tƒÍ‘≡©%!$#uρ
2) al-Thur/52:
∩⊇∪ Í‘θ’Ü9$#uρ
3) al-Tin/95:
∩⊇∪ ÈβθçG÷ƒ¨“9$#uρ ÈÏnG9$#uρ
4) al-‘Adiyat/100:
∩⊇∪ $\⇔÷6|Ê ÏM≈tƒÏ‰≈yèø9$#uρ
c. Waqt, ada tiga surat:
1) al-Lail/92:
∩⊇∪ 4y´øótƒ #sŒÎ) È≅ø‹©9$#uρ
2) al-Dhuha/93:
∩⊇∪ 4y∏‘Ò9$#uρ
3) al-‘Ashr/103:
∩⊇∪ ΎóÇyèø9$#uρ
6. Al-Syarth (Kalimat Syarat), jenis ini terbagi kepada dua:
a. Syarath dengan Jumlah Ismiyah, ada tiga surat:
1) al-Takwir/81:
∩⊇∪ ôNu‘Èhθä. ߧ÷Κ¤±9$# #sŒÎ)
2) al-Infithar/82:
∩⊇∪ ôNtsÜx Ρ$# â!$yϑ¡¡9$# #sŒÎ)
3) al-Insyiqaa/84:
∩⊇∪ ôM¤)t±Σ$# â!$uΚ¡¡9$# #sŒÎ)
b. Syarath dengan Jumlah Fi’liyah, ada empat surat:
1) al-Waqi’ah/56:
∩⊇∪ èπyèÏ%#uθø9$# ÏMyès%uρ #sŒÎ)
2) al-Munafiqun/63:
3 «!$# ãΑθß™ts9 y7¨ΡÎ) ߉pκô¶tΡ (#θä9$s% tβθà)Ï ≈uΖßϑø9$# x8u!%y` #sŒÎ)
3) al-Zalzalah/99:

15
∩⊇∪ $oλm;#t“ø9Η ÞÚö‘F{$# ÏMs9Ì“ø9ã— #sŒÎ)
4) al-Nashr/110:
∩⊇∪ ßx÷Gx ø9$#uρ «!$# ãóÁtΡ u!$y_ #sŒÎ)
7. Al-Amr (Fi’il Amar/Perintah), Jenis ini terbagi dua:
a. Amr dengan Iqra’, hanya ada satu surat, yaitu al-‘Alaq/96:
∩⊇∪ t,n=y{ “Ï%©!$# y7În/u‘ ÉΟó™$$Î/ ù&tø%$#
b. Amr dengan Qul, terdapat tiga surat:
1) al-Jinn/72:
... ÇdÅgø:$# zÏiΒ Öx tΡ yìyϑtGó™$# 絯Ρr& ¥’n<Î) zÇrρé& ö≅è%
2) al-Kafirun/109:
∩⊇∪ šχρãÏ ≈x6ø9$# $pκš‰r'¯≈tƒ ö≅è%
3) al-Ikhlash/112:
∩⊇∪ î‰ymr& ª!$# uθèδ ö≅è%
4) al-Falaq/113:
∩⊇∪ È,n=x ø9$# Éb>tÎ/ èŒθããr& ö≅è%
5) al-Nas/114:
∩⊇∪ Ĩ$¨Ψ9$# Éb>tÎ/ èŒθããr& ö≅è%
8. Al-Istifham (Kalimat Tanya), jenis ini terbagi kepada:
a. al-Istifham al-Ijabiy (Kalimat tanya positif), ada tiga surat:
1) al-Insan/76:
... ̍÷δ¤$!$# zÏiΒ ×Ïm Ç≈|¡ΣM}$# ’n?tã 4’tAr& ö≅yδ
2) al-Naba’/78:
∩⊇∪ tβθä9u!$|¡tFtƒ §Νtã
3) al-Ghasyiyah/88:
∩⊇∪ Ïπu‹Ï±≈tóø9$# ß]ƒÏ‰ym y79s?r& ö≅yδ

b. al-Istifham al-Salabiy (Kalimat tanya negasi), ada dua surat:


1) al-Insyirah/94:

16
∩⊇∪ x8u‘ô‰|¹ y7s9 ÷yuŽô³nΣ óΟs9r&
2) al-Ma’un/107
∩⊇∪ ÉÏe$!$$Î/ Ü>Éj‹s3ム“Ï%©!$# |M÷ƒuu‘r&
9. Ad-Du’a’ (Do’a), jenis ini terbagi kepada dua:
a. Du’a dengan jumlah Ismiyah, ada dua surat:
1) al-Muthaffifin/83:
∩⊇∪ tÏ Ïe sÜßϑù=Ïj9 ×≅÷ƒuρ
2) al-Lumazah/104:
∩⊇∪ >οt“yϑ—9 ;οt“yϑèδ Èe≅à6Ïj9 ×≅÷ƒuρ
b. Du’a dengan Jumlah Fi’liyah, hanya ada satu surat, yaitu surat al-
Lahab/111:
∩⊇∪ ¡=s?uρ 5=yγs9 ’Î1r& !#y‰tƒ ôM¬7s?
10.Lam at-Ta’lil (Lam yang berarti Karena), jenis ini hanya terdapat satu surat dalam
Alquran, yaitu Surat Qureisy/106:

∩⊇∪ C·÷ƒtè% É#≈n=ƒ\}

D. Hikmah adanya ayat-ayat mutasyabihat


1. Memperbanyak pahala bagi orang yang memiliki kecendrungan mendalami
Alquran. Karena semakin banyak bidang kajian yang harus dikembangkan.
2. Pembenaran terhadap adanya perbedaan pendapat di kalangan umat Islam,
sehingga setiap kelompok umat menyadari keterbatasannya dalam
memahami firman Tuhan. Sebagai konsekwensi logis dari kesadaran ini
adalah tidak adanya fanatisme golongan yang menafikan kebenaran pada
pihak lain.
3. Meningkatkan semangat keilmuan di kalangan umat Islam yang berupaya
memahami makna ayat-ayat mutasyabihat, sehingga lahirlah berbagai
macam metode istinbath hukum yang sangat berguna bagi pengembangan
ilmu pengetahuan.

17
4. Sebagai agama dakwah, ajaran Islam tertuju kepada semua lapisan umat
manusia, ‘awam maupun intelek. Karena itu gambaran antrophomorfis
tantang Tuhan dapat menggiring masyarakat ‘awam untuk mengenal
Tuhan sebagai Dzat yang Immateri.

18
Referensi:
1. Shubhi Ash-Shalih, ‫آن‬A ‫*م ا‬ 6 H 9 (MEMBAHAS ILMU-ILMU ALQURAN, Alih
Bahasa Tim Pustaka Firdaus), Pustaka Firdaus, Jakarta Cet. IV, 1993, hal. 373 – 380.

2. Manna’ Khalil al-Qaththan, (Studi Ilmu-ilmu Alquran), Litera Antar


Nusa, Jakarta, Cet. I, 1992, Hal. 301 – 310.
3. Muhammad Chirzin, Alquran & Ulumul-Quran, Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta,
1998, Hal. 70 – 77.

4. Jalaluddin Abd. Rahman As-Suyuthi, !" , ed. Ahmad bin Ali, Daar al-
Hadits, Kaero, 2006, Jilid III, Hal. 5 – 32.
5. Rosihon Anwar, Ulumul Quran untuk IAIN, STAIN, PTAIS, Pustaka Setia, Bandung,
Cet. I, 2000, Hal.123 – 144.
6. Ramli Abdul Wahid, M. A., ULUMUL QURAN, Rajawali Pers, Jakarta, Cet. II, 1994,
hal. 81 – 114.

19

Anda mungkin juga menyukai