Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS DEPARTMENT BEDAH

Kepaniteraan Klinik Periode 20 Oktober 2014 - 27 Desember 2014

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dilakukan presentasi kasus dengan judul


Hernia Scrotalis Dextra Reponibel

Telah disetujui oleh:

dr. Tan Suhardi, Sp. B-KBD

1
LAPORAN KASUS DEPARTMENT BEDAH
Kepaniteraan Klinik Periode 20 Oktober 2014 - 27 Desember 2014

BAB I
STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien
Nama : Tn. SF
No. RM : 44-49-58
Umur/ Tanggal Lahir : 26 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : PRATU
Status social : Menikah
Alamat : Menteng

II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan cara Autoanamnesis kepada pasien pada hari Senin,
10 November 2014.
Keluhan Utama
Terdapat benjolan pada lipat paha kanan sejak 1 tahun SMRS
Keluhan Tambahan
Tidak ada
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik dengan keluhan terdapat benjolan yang hilang
timbul di daerah lipatan paha kanan sejak 1 tahun SMRS. Awalnya benjolan kecil dan
jarang timbul, namun semakin lama benjolan semakin besar dan turun dan juga
semakin sering timbul. Pasien mengatakan sejak 4 bulan terakhir benjolan tersebut
mulai turun sampai ke area kemaluan. Pasien mengatakan benjolan timbul terutama
saat pasien berdiri, mengedan atau mengangkat sesuatu yang berat. Benjolan terasa
sedikit nyeri (skala 2) dan akan masuk dengan sendirinya saat pasien beristirahat dan
tiduran.
Pasien menyangkal adanya keluhan mual dan muntah, susah BAB dan perut
kembung. BAB pasien 1 kali sehari dengan konsistensi lunak, tidak berdarah. BAK
lancar dan tidak ada keluhan.

2
LAPORAN KASUS DEPARTMENT BEDAH
Kepaniteraan Klinik Periode 20 Oktober 2014 - 27 Desember 2014

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat darah tinggi, penyakit gula, asma, tuberkulosis disangkal. Riwayat
alergi disangkal

Riwayat Operasi
Pasien menyangkal pernah melakukan operasi sebelumnya
Riwayat Kebiasaan
Pasien mempunyai kebiasaan merokok sejak 8 tahun lalu, dengan jumlah
rokok 10 batang perhari. Pasien tidak mengkonsumsi alcohol dan minum obat-
obatan.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada orang di rumah pasien yang mempunyai gejala yang sama. Ayah
pasien meninggal karena penyakit jantung.

III. Pemeriksaan Fisik


a. Status Generalis
● Keadaan Umum : Baik
● Kesadaran : Kompos mentis , GCS: E4M6V5
Tanda-tanda vital
● Tekanan darah : 130/90 mmHg
● Pernafasan : 16 x/menit
● Nadi : 80 x/menit
● Suhu : 36,5oC
● BB : 62 kg
● TB : 168 cm
● BMI : 22,13 (gizi normal)
Pemeriksaan Fisik
● Kepala : Normosefali, deformitas (-)
● Mata : Sklera ikterik -/-, konjungtiva anemis -/-
● Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), luka (-), secret (-)
● Mulut :
 Tonsil : T1 / T1
 Gigi: Tidak ada karies
 Mukosa Bibir : Tampak kering

3
LAPORAN KASUS DEPARTMENT BEDAH
Kepaniteraan Klinik Periode 20 Oktober 2014 - 27 Desember 2014

 Leher : Tidak teraba pembesaran KGB, Treakea teraba intak di tengah,


tidak ada massa sekitar leher.
● Thorax:
 Jantung
○ Inspeksi Iktus cordis (-)
o Palpasi Iktus cordis teraba di sela iga IV linea midklavikularis sinistra
○ Perkusi Batas jantung tidak melebar
○ Auskultasi S1 dan S2 regular, murmur (-), gallop (-)
 Paru
○ Inspeksi Simetris saat inspirasi-ekspirasi
○ Palpasi Taktil fremitus kedua lapang paru simetris
○ Perkusi Sonor pada kedua lapang paru
○ Auskultasi Suara nafas vesikular, Rhonki: -/-, Wheezing: -/-.
● Abdomen:
o Inspeksi Datar
o Auskultasi Bising usus (+) normal
o Perkusi Timpani pada di seluruh regio abdomen
o Palpasi Supel, nyeri tekan (-)
● Daerah Inguinal
Look : Terdapat benjolan di inguinal dextra. Benjolan
berwarna sama dengan kulit sekitar yang turun
sampai ke scrotum berbentuk lonjong dengan
batas tidak tegas. (Valsava maneuver)
Auskultasi : Terdengar suara bising usus pada benjolan
Feel : Tidak ada nyeri tekan, permukaan perabaan
lunak dan licin.
Finger Test : +
● Ekstremitas : Akral hangat, capillary refill time< 2 detik

IV. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium untuk persiapan operasi
Pemeriksaan Nilai
Hb 16,3
Ht 45

4
LAPORAN KASUS DEPARTMENT BEDAH
Kepaniteraan Klinik Periode 20 Oktober 2014 - 27 Desember 2014

Eritrosit 5,4
Leukosit 6050
Basofil 0
Eosinofil 3
Neutrofil Batang 3
Neutrofil Segment 64
Limfosit 24
Monosit 6
Trombosit 258.000
PT 10,4
APTT 34,6
SGOT 23
SGPT 19
Ureum 20
Kreatinin 1,0
GDS 102
Na 145
K 4,0
Cl 103
Albumin 4,3

V. Resume
Laki- laki, 26 tahun datang dengan keluhan terdapat benjolan yang hilang timbul
yang progresif dan sedikit nyeri (skala 2) pada daerah inguinal kanan sejak 1 tahun
SMRS. Sekarang turun ke scrotum dextra. Tanda- tanda obstruksi usus (-). Pasien sadar
dan tanda-tanda vital stabil. Pemeriksaan fisik generalis dalam batas normal. Status
lokalis pada inguinal dextra, pada inspeksi dengan valsava maneuver tampak benjolan
yang turun sampai ke scrotum berwarna sama dengan kulit berbentuk lonjong dengan
batas tidak tegas, pada auskultasi terdengar suara bising usus pada benjolan, pada palpasi
didapatkan perabaan lunak dan licin, nyeri tekan negative, finger test (+). Pemeriksaan
penunjang dilakukan untuk persiapan operasi, laboratorium dan foto toraks dalam batas
normal.

VI. Diagnosa Kerja


Hernia scrotalis dextra reponibel

VII. Tatalaksana
Operative

5
LAPORAN KASUS DEPARTMENT BEDAH
Kepaniteraan Klinik Periode 20 Oktober 2014 - 27 Desember 2014

Dilakukan herniotomi dengan hernioplasty dengan menggunakan mesh


Persiapan Operasi
1.Puasa 6- 8 jam sebelum operasi
2. Periksa Lab (darah lengkap, fungsi hati, faktor pembekuan, fungsi ginjal) dan
foto thorax  normal
3. Ceftriaxone 2 gram IV dalam NaCl 0.9% 100 ml 2 jam sebelum operasi
Informed consent
4.Konsul anestesi
Laporan operasi
Instruksi Pasca Operasi:

Tanggal pembedahan : 11-11-2014


Tn. PC
Usia 40 tahun
33.14.80
Macam pembedahan : Kecil, berencana, bersih
Dokter ahli bedah : dr. Boediono, SpB-KBD Asisten: dr. Ocsyavina
Diagnosa pra bedah : Hernia scrotalis dextra Reponibilis
Cara bius : spinal anestesi

Mulai : 14.50 Selesai : 16.00 Lama pembedahan : 1 jam 10 menit OK : II

- Dilakukan insisi pada 2 jari anteromedial SIAS kanan hingga kearah


tuberculum pubicum
- Tampak funiculus spermaticus, dibebaskan dari jaringan sekitarnya, dilakukan
observasi dengan tali
- Identifikasi kantung hernia, lalu digunting, tampak omentum lalu dimasukkan
kedalam peritonium
- Dilakukan bridging untuk kantung hernia proximal dan distal
- Kemudian diikat pada kantung proximal
- Dilanjutkan dengan pemasangan mesh
- Jahit luka Op
- Operasi selesai
Diagnosa pasca bedah : Hernia scrotalis dextra reponibel
Komplikasi : Tidak ada, perdarahan 10 cc

1. Awasi TTV
2. IVFD RL
3. Cegah nyeri
- Ketorolac 3x 30 mg
4. Cegah infeksi

6
LAPORAN KASUS DEPARTMENT BEDAH
Kepaniteraan Klinik Periode 20 Oktober 2014 - 27 Desember 2014

- Ceftriaxone 1x 2 g
- Vit C 1x400 mg
5. Cegah stress ulcer
- Ranitidine 2x50 mg
6. Diet lunak
7. Luka operasi di cek, GV jika rembes

Edukasi sebelum pasien dipulangkan


- Kurangi aktifitas mengangkat berat, mengedan dan kegiatan lain yang dapat
meningkatkan tekanan perut kurang lebih selama 6- 8 minggu. Selanjutnya,
secara perlahan aktifitas dapat ditingkatkan. Hal ini untuk meminimalkan
rekurensi dari hernia.
- Perawatan luka dan menjaga kebersihan agar tidak terjadi infeksi, diharapkan
luka akan sembuh 6- 8 minggu.
- Minum obat yang diberikan secara teratur
- Makanan tidak ada yang pantang, tingkatkan gizi
- Kontol 1 minggu setelah keluar dari RS

VIII. Prognosis
- Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad functionam : ad bonam
- Quo ad sanationam : ad bonam

IX. Follow Up
Tanggal 12 November 2014 (06.00)
S Nyeri luka operasi (+; VAS: 3), Mual (-), Muntah (-), Kentut (-),
BAB (-), Demam (-)
O E4, M6, V5
HR: 80
RR: 16
TD: 125/80
S: 36.5
Kepala : normosefali
Mata : CA -/-, SI -/-

7
LAPORAN KASUS DEPARTMENT BEDAH
Kepaniteraan Klinik Periode 20 Oktober 2014 - 27 Desember 2014

Bibir : Mukosa agak kering


Thorax : simestris, bunyi jantung S1 S2 reguler, snv +/+, wh -/-, rh
-/-
Abdomen : Supel, datar, bunyi usus (+), nyeri tekan (-), Palpasi
tidak ditemukan massa, perkusi timpani
Skrotum : tidak bengkak, tidak edema, dan tidak ada hematoma
Ekstrimitas :hangat
Luka operasi : tidak terlihat adanya rembes, tidak terlihat adanya
hematoma edema
A Post herniotomi + hernioplasti dekstra hari I
P Monitor TTV dan luka operasi
Diet padat
Cegah infeksi, nyeri, stress ulcer
IVFD : RL 20 tpm
Injeksi : Ceftriaxone 1 x 2 gram IV
Ketorolac 3 x 30 mg IV
Ranitidin 2 x 50 mg IV
Tirah Baring
Kateter urine dilepas

Tanggal 13 November 2014 (06.00)

S Nyeri luka operasi berkurang (+; VAS: 2), Mual (-), Muntah (-),
Kentut (+), BAB (+), Demam (-)
O E4, M6, V5
HR: 80
RR: 16
TD: 120/80
S: 36.5
Kepala : normosefali
Mata : CA -/-, SI -/-
Bibir : Mukosa baik
Thorax : simestris, bunyi jantung S1 S2 reguler, snv +/+, wh -/-, rh
-/-
Abdomen : Supel, datar, bunyi usus (+), nyeri tekan (-), palpasi

8
LAPORAN KASUS DEPARTMENT BEDAH
Kepaniteraan Klinik Periode 20 Oktober 2014 - 27 Desember 2014

tidak ditemukan massa, perkusi timpani


Skrotum : tidak bengkak, tidak edema, dan tidak ada hematoma
Ekstrimitas :hangat
Luka operasi : tidak terlihat adanya rembes, tidak terlihat adanya
hematoma edema
A Post herniotomi + hernioplasti dekstra hari II
P Monitor TTV dan luka operasi
IVFD dilepas
Diet padat
Cegah infeksi, nyeri, stress ulcer
Ganti obat oral
Cefixime 2 x 200 mg
Asam Mefenamat 3x500 mg
Ranitidin 2 x 150 mg
Rawat jalan
Latihan jalan
Pulang hari ini, kontrol 17-11-2014

9
LAPORAN KASUS DEPARTMENT BEDAH
Kepaniteraan Klinik Periode 20 Oktober 2014 - 27 Desember 2014

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hernia scrotalis

2.1 Definisi1,2
Secara umum, hernia adalah protrusi atau penonjolan suatu organ melalui defek atau bagian
lemah dari dinding rongga yang bersangkutan. Pada hernia scrotalis, isi perut (usus) menonjol
melalui defek pada lapisan musculo-aponeurotik dinding perut melewati canalis inguinalis
dan turun hingga ke rongga scrotum. Dengan kata lain, hernia scrotalis adalah hernia
inguinalis lateralis (indirek) yang mencapai rongga scrotum. Ada beberapa macam hernia
yang terdapat pada dinding abdomen yaitu:

10
LAPORAN KASUS DEPARTMENT BEDAH
Kepaniteraan Klinik Periode 20 Oktober 2014 - 27 Desember 2014

2.2 Klasifikasi1,2
Menurut sifat atau keadaannya, hernia dibedakan menjadi:
1. Hernia Reponibel
Disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat kembali ke dalam rongga perut dengan
sendirinya. Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau
didorong masuk ke perut, tidak ada keluhan nyeri ataupun gejala obstruksi usus.
2. Hernia Ireponibel
Disebut hernia ireponibel bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke dalam rongga
perut. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong hernia.
Tidak ada keluhan rasa nyeri ataupun tanda sumbatan usus.
3. Hernia Inkarserata
Disebut hernia inkarserata bila isinya terjepit oleh cincin hernia sehingga isi kantong
terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut. Akibatnya, terjadi gangguan
pasase seperti muntah, tidak bisa flatus maupun buang air besar. Secara klinis, hernia
inkarserata lebih dimaksudkan untuk hernia ireponibel dengan gangguan pasase.
4. Hernia Strangulata
Disebut hernia strangulata bila telah terjadi gangguan vaskularisasi. Pada keadaan
sebenarnya, gangguan vaskularisasi telah terjadi pada saat jepitan dimulai, dengan berbagai
tingkat gangguan mulai dari bendungan sampai nekrosis.

Epidemiologi2,3
Hampir 75% dari hernia abdomen merupakan hernia ingunalis. Hernia inguinalis
dibagi menjadi hernia ingunalis lateralis (indirek) dan hernia ingunalis medialis (direk)
dimana hernia ingunalis lateralis ditemukan lebih banyak dua pertiga dari hernia ingunalis.
Sepertiga sisanya adalah hernia inguinalis medialis.
Hernia ingunalis lebih banyak ditemukan pada pria daripada wanita, sedangkan pada wanita
lebih sering terjadi hernia femoralis. Perbandingan antara pria dan wanita untuk hernia
ingunalis 7 : 1. Prevalensi hernia ingunalis pada pria dipengaruhi oleh umur.
Hernia inguinalis lateralis lebih sering terjadi pada bayi prematur daripada bayi aterm
di mana sebanyak 13,7% berkembang pada bayi yang lahir pada usia kandungan di bawah 32
minggu.

Etiologi dan Faktor Resiko1,5

11
LAPORAN KASUS DEPARTMENT BEDAH
Kepaniteraan Klinik Periode 20 Oktober 2014 - 27 Desember 2014

Hernia inguinal dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu acquired dan kongenital.
Umumnya, hernia inguinal disebabkan oleh berbagai faktor dan yang paling utama adalah
kelemahan otot abdomen, karena itu biasanya penyebabnya acquired. Sementara pada hernia
kongenital, pada saat fetus terjadilah penurunan testis dari dalam abdomen (intraabdominal)
ke skrotum pada trimester ketiga. Penurunan testis ini melalui gubernaculum dan
diverticulum peritoneum yang menembus melalui inguinal canal dan terjadilah prosesus
vaginalis. Pada antara minggu ke-36 sampai ke-40, prosesus vaginalis menutup dan
menghilangkan bukan peritoneal pada internal inguinal ring. Jika tidak menutup dengan
sempurna maka akan menimbulkan hernia.
Berikut ini adalah beberapa faktor yang dapat menimbulkan hernia:
1. Batuk
2. Obese
3. Mengejan
4. Merokok
5. Mengangkat barang berat
6. Ascites
7. Pregnancy

Patofisiologi4
Ligamentum gubernaculum turun pada tiap sisi abdomen dari pole inferior gonad ke
permukaan interna labial/scrotum. Gubernaculum akan melewati dinding abdomen yang
mana pada sisi bagian ini akan menjadi kanalis inguinalis. Processus vaginalis merupakan
evaginasi diverticular peritoneum yang membentuk bagian ventral gubernaculum bilateral.
Pada pria testis awalnya terletak retroperitoneal dan dengan adanya processus vaginalis, testis
akan turun melewati canalis inguinalis ke scrotum akibat adanya kontraksi pada ligamentum
gubernaculum. Pada sisi sebelah kiri terjadi penurunan terlebih dahulu sehingga angka
kejadiannya lebih banyak pada sebelah kanan.
Proses selanjutnya yang terjadi adalah menutupnya processus vaginalis. Jika processus
vaginalis tidak menutup maka hidrokel atau hernia inguinalis lateralis akan terjadi. Akan
tetapi tidak semua hernia ingunalis disebabkan karena kegagalan menutupnya processus
vaginalis dibuktikan pada 20%-30% autopsi yang terkena hernia ingunalis lateralis proseccus
vaginalisnya telah menutup sempurna.

Manifestasi Klinis2

12
LAPORAN KASUS DEPARTMENT BEDAH
Kepaniteraan Klinik Periode 20 Oktober 2014 - 27 Desember 2014

Pada hernia yang reponibel bisa saja tidak ditemukan gejala apapun termasuk penonjolan
pada lokasi hernia, sedangkan pada hernia ireponibel penonjolan jelas terlihat pada lokasi
hernia akan tetapi tidak menimbulkan keluhan seperti nyeri dan defans muskular.
Pada hernia inkarserata, tampak penonjolan pada lokasi hernia dengan disertai rasa nyeri dan
tanda-tanda obstruksi saluran cerna seperti muntah, sulit flatus, sulit buang air besar, dan
peningkatan bising usus.
Pada hernia strangulata tampak gejala seperti pada hernia inkarserata namun pasien tampak
lebih toksik. Keadaan toksik ini kemungkinan disebabkan oleh isi hernia yang telah
mengalami iskemia atau bahkan nekrosis.

Diagnosis5
Diagnosis hernia scrotalis dapat ditegakkan hanya dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Inspeksi Daerah Inguinal
Meskipun hernia dapat didefinisikan sebagai setiap penonjolan viskus, atau sebagian
daripadanya, melalui lubang normal atau abnormal, 90% dari semua hernia ditemukan di
daerah inguinal. Biasanya impuls hernia lebih jelas dilihat daripada diraba.
Pasien disuruh memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan. Lakukan inspeksi
daerah inguinal dan femoral untuk melihat timbulnya benjolan mendadak selama batuk, yang
dapat menunjukkan hernia. Jika terlihat benjolan mendadak, mintalah pasien untuk batuk lagi
dan bandingkan impuls ini dengan impuls pada sisi lainnya. Jika pasien mengeluh nyeri
selama batuk, tentukanlah lokasi nyeri dan periksalah kembali daerah itu.
Pemeriksaan Hernia Inguinalis
Palpasi hernia inguinal dilakukan dengan meletakan jari pemeriksa di dalam skrotum di atas
testis kiri dan menekan kulit skrotum ke dalam. Harus ada kulit skrotum yang cukup banyak
untuk mencapai cincin inguinal eksterna. Jari harus diletakkan dengan kuku menghadap ke
luar dan bantal jari ke dalam. Tangan kiri pemeriksa dapat diletakkan pada pinggul kanan
pasien untuk sokongan yang lebih baik.
Telunjuk kanan pemeriksa harus mengikuti korda spermatika di lateral masuk ke
dalam kanalis inguinalis sejajar dengan ligamentum inguinalis dan digerakkan ke atas ke arah
cincin inguinal eksterna, yang terletak superior dan lateral dari tuberkulum pubikum. Cincin
eksterna dapat diperlebar dan dimasuki oleh jari tangan.
Dengan jari telunjuk ditempatkan pada cincin eksterna atau di dalam kanalis
inguinalis, mintalah pasien untuk memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan.
Seandainya ada hernia, akan terasa impuls tiba-tiba yang menyentuh ujung atau bantal jari

13
LAPORAN KASUS DEPARTMENT BEDAH
Kepaniteraan Klinik Periode 20 Oktober 2014 - 27 Desember 2014

penderita. Jika ada hernia, suruh pasien berbaring terlentang dan perhatikanlah apakah hernia
itu dapat direduksi dengan tekanan yang lembut dan terus-menerus pada massa itu. Jika
pemeriksaan hernia dilakukan dengan perlahan-lahan, tindakan ini tidak akan menimbulkan
nyeri.
Setelah memeriksa sisi kiri, prosedur ini diulangi dengan memakai jari telunjuk kanan
untuk memeriksa sisi kanan. Sebagian pemeriksa lebih suka memakai jari telunjuk kanan
untuk memeriksa sisi kanan pasien, dan jari telunjuk kiri untuk memeriksa sisi kiri pasien.
Cobalah kedua teknik ini dan lihatlah cara mana yang anda rasakan lebih nyaman.
Jika ada massa skrotum berukuran besar yang tidak tembus cahaya, suatu hernia
inguinal indirek mungkin ada di dalam skrotum. Auskultasi massa itu dapat dipakai untuk
menentukan apakah ada bunyi usus di dalam skrotum, suatu tanda yang berguna untuk
menegakkan diagnosis hernia inguinal indirek.
Transluminasi Massa Skrotum
Jika anda menemukan massa skrotum, lakukanlah transluminasi. Di dalam suatu ruang yang
gelap, sumber cahaya diletakkan pada sisi pembesaran skrotum. Struktur vaskuler, tumor,
darah, hernia dan testis normal tidak dapat ditembus sinar. Transmisi cahaya sebagai
bayangan merah menunjukkan rongga yang mengandung cairan serosa, seperti hidrokel atau
spermatokel.
Diagnosis Banding5
Adapun diagnosis banding dari hernia scrotalis seperti yang terlihat pada tabel di bawah
ini.

Gambar 3. Diagnosis banding pembesaran scrotum yang lazim dijumpai

Penatalaksanaan 1,2,3,6,7,8
1. Konservatif

14
LAPORAN KASUS DEPARTMENT BEDAH
Kepaniteraan Klinik Periode 20 Oktober 2014 - 27 Desember 2014

a. Reposisi Spontan
- Berikan analgesik dan sedativa untuk mencegah nyeri dan merelaksasikan pasien. Pasien
harus istirahat untuk mengurangi tekanan intraabdomen.
- Pasien tidur dengan posisi telentang dan letakkan bantal di bawah lutut pasien.
- Tempat tidur pasien dimiringkan 15⁰ - 20⁰, di mana kepala lebih rendah daripada kaki
(Trandelenburg).
- Kaki yang ipsi lateral dengan tonjolan hernia diposisikan fleksi dan eksternal rotasi
maksimal (seperti kaki kodok).
- Tonjolan hernia dapat dikompres menggunakan kantong es atau air dingin untuk
mengurangi nyeri dan mencegah pembengkakan.
- Ditunggu selama 20-30 menit, bila berhasil operasi dapat direncanakan secara elektif

b. Reposisi Bimanual
- Tangan kiri memegang isi hernia membentuk corong sedangkan tangan kanan
mendorongnya ke arah cincin hernia dengan tekanan lambat dan menetap sampai terjadi
reposisi. Penekanan tidak boleh dilakukan pada apeks hernia karena justru akan
menyebabkan isi hernia keluar melalui cincin hernia. Konsultasi dengan dokter spesialis
bedah bila reposisi telah dicoba sebanyak 2 kali dan tidak berhasil.

2. Pembedahan
Indikasi pembedahan:
- Reduksi spontan dan manual tidak berhasil dilakukan
- Adanya tanda-tanda strangulasi dan keadaan umum pasien memburuk
- Ada kontraindikasi dalam pemberian sedativa misal alergi
Pada pria dewasa, operasi cito terutama pada keadaan inkarserata dan strangulasi. Pada
pria tua, ada beberapa pendapat bahwa lebih baik melakukan elektif surgery karena angka
mortalitas, dan morbiditas lebih rendah jika dilakukan cito surgery. Pada anak-anak
pembedahan dilakukan dengan memotong cincin hernia dan membebaskan kantong hernia
(herniotomy). Sedangkan pada orang dewasa dilakukan herniotomy dan hernioraphy, selain
dilakukan pembebasan kantong hernia juga dilakukan pemasangan fascia sintetis berupa
mesh yang terbuat dari proline untuk memperbaiki defek. Kedua tindakan herniotomy dan
hernioplasty disebut juga dengan hernioraphy.

15
LAPORAN KASUS DEPARTMENT BEDAH
Kepaniteraan Klinik Periode 20 Oktober 2014 - 27 Desember 2014

Manajemen Operasi Hernia


Anestesi. Anestesi dapat general, epidural (spinal) atau lokal. Anestesi epidural atau lokal
dengan sedasi lebih dianjurkan.
Insisi. Oblique atau tranverse, 0,5 inchi diatas titik midinguinal (6-8 cm). Setelah memotong
fascia scarpa dan vena superfisialis, insisi diperdalam hingga mencapai aponeurosis musculus
obliquus eksternus.
Membuka canalis inguinalis. Identifikasi ring eksterna yang terletak pada aspek superior dan
lateral dari tuberculum pubicum. Dinding anterior dari kanalis inguinalis dibuka sejajar serat
dari aponeursis musculus obliquus eksternus, lakukan preservasi N. Iliohipastric dan
N.ilioinguinal. Lakukan identifkasi dan mobilisasi spermatic cord, dimulai dari bagian
tuberculum pubicum, mobilisasi secara sirkular, dan retraksi dengan penrose drain atau
kateter foley.
Identifikasi kantong hernia. Kantong hernia indirek ditemukan pada aspek anteromedial dari
spermatic cord. Setelah dijepit dengan klem, kantong diotong ke arah proksimal. Pada hernia
direk, kantong hernia ditemukan di trigonum Hesselbach.
Eksisi kantong hernia. Pada kantong hernia indirek, setelah kantong dibuka semua isi
kantong hernia, dapat berupa usus atau omentum, dimasukkan ke dalam intra-abdomen.
Kemudian leher hernia dijahit dan diligasi. Kantong dieksisi dibagian distal dari ligasi.
Sementara pada hernia direk kantong dapat diinsersikan ke rongga peritoneum, namun pada
kantong yang besar diakukan eksisi pada kantong.
Pada bayi dan anak-anak, operasi hernia terbatas dengan memotong kantong hernia. Tidak
diperlukan repair pada hernia bayi dan anak. Hal ini didasarkan bahwa sebagian besar hernia
pada anak tidak disertai dengan kelemahan dinding abdomen.

Teknik Hernia Repair


Bassini repair. Teknik ini mulai diperkenalkan pada
tahun 1889, merupakan teknik yang simple dan cukup
efektif. Prinsipnya adalah approksimasi fascia
tranversalis, otot tranversus abdominis dan otot
obliqus internus (ketiganya dinamai the bassini triple
layer) dengan ligamentum inguinal. Approksimasi
dilakukan dengan menggunakan jahitan interrupted.
Teknik dapat digunakan pada hernia direk dan hernia indirek.

16
LAPORAN KASUS DEPARTMENT BEDAH
Kepaniteraan Klinik Periode 20 Oktober 2014 - 27 Desember 2014

Shouldice Repair. Teknik ini dipopulerkan di Kanada, merupakan modifikasi dari Bassini
repair. Pada tenik ini jahitan yang digunakan adalah running sutures/countinues. Jahitan
pertama dimulai dari tuberculum pubicum kemudian ke lateral untuk aproksimasi otot
obliqus internus, otot tranversus abdominis dan fascia tranversalis (bassini triple layers)
dengan ligamentum inguinal. Jahitan diteruskan hingga ke arah ring interna. Jahitan yang
sama kemudian dilanjutkan dengan berbalik arah, dari ring interna ke tuberculum pubicum.
Jahitan kedua dilakukan aproksimasi antara otot obliqus internus dengan ligamentum inguinal
dimulai dari tuberculum pubicum. Karena jahitan aproksimasi pada teknik ini yang berlapis,
kejadian rekurensi dari teknik ini jarang dilaporkan.
McVay (Cooper Ligament) repair. Pada teknik ini terdapat dua komponen penting; repair
dan relaxing incision. Repair dilakukan dengan approksimasi fasia tranversalis ke
ligamentum Cooper. Repair menggunakan benang nonabsorbable, 2.0 atau 0. Repair dimulai
dari tuberculum pubicum dan berjalan ke arah lateral. Jahitan pertama merupakan jahitan
terpenting karena pada bagian tersebut sering terjadi rekurensi. Langkah kedua adalah
relaxing incision secara vertikal pada fascia anterior musculus rectus. Teknik ini dapat
digunakan untuk hernia inguinalis dan femoralis.
Tension-Free Herniorrhaphy/ Lichtenstein. Teknik ini menggunakan mesh prostetik untuk
untuk mencegah terjadinya tension. Dapat dilakukan dengan anastesi lokal. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa teknik ini memberikan outcome yang lebih baik; pasien lebih
cepat untuk kembali berkerja, nyeri pasca operasi yang lebih minimal, pasien lebih nyaman
dan rekurensi yang lebih minimal. Teknik ini dapat digunakan baik pada hernia direk maupun
hernia indirek.
Variasi teknik dengan menggunakan mesh telah berkembang hingga menggunakan mesh
plug, disamping mesh patch seperti tenik diatas. Mesh plug digunakan untuk mengisi defek
pada hernia. Mesh patch ini dapat dikombinasikan dengan mesh plug, dan teknik ini cukup
berkembang saat ini. Teknik ini juga dapat digunakan pada kasus-kasus hernia rekuren.
Repair Dengan Laparoskopi. Terdapat tiga teknik yang berkembang untuk repair hernia
dengan laparoskopi yaitu; transabdominal preperitoneal (TAPP), intraperitoneal onlay mesh
(IPOM), totally ekstraperitoneal (TEP).

Komplikasi
Komplikasi saat pembedahan antara lain:
- Perdarahan, arteri-vena epigastrika inferior atau arteri vena spermatika.
- Lesi nervus ileohypogastrika,ileoinguinalis.

17
LAPORAN KASUS DEPARTMENT BEDAH
Kepaniteraan Klinik Periode 20 Oktober 2014 - 27 Desember 2014

- Lesi vas defferens, buli buli, usus


Komplikasi segera setelah pembedahan:
- Hematome
- Infeksi
Komplikasi lanjut:
- Atrofi Testis
- Hernia residif

Prognosis
Umumnya sebanyak 1-3% tindakan operasi yang dilakukan oleh dokter bedah yang
expert dapat terjadi hernia rekuren dalam waktu 10 tahun yang mungkin dapat diakibatkan
karena kurangnya jaringan dan tidak kuatnya hernioplasty yang dilakukan.

18
LAPORAN KASUS DEPARTMENT BEDAH
Kepaniteraan Klinik Periode 20 Oktober 2014 - 27 Desember 2014

BAB III
PEMBAHASAN

Pada kasus di atas, didapatkan diagnose hernia scrotalis dextra reponibel atas
dasar anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesa didapatkan keluhan utama
terdapat benjolan pada lipat paha kanan sejak 1 tahun SMRS. Benjolan tersebut hilang
timbul, hal tersebut menggambarkan hernia reponibel. Benjolan tersebut dirasakan
sedikit nyeri, hal tersebut menggambarkan belum terjadi strangulasi pada hernia.
Pasien mengatakan BAB tidak ada keluhan, muntah dan perut kembung juga tidak
ada, hal ini menandakan tidak ada tanda- tanda obstruksi pada pasien ini. Selain itu
pasien juga mempunyai beberapa faktor resiko yaitu sering mengangkat berat, sering
mengedan dan merokok dimana hal ini dapat menurunkan kekuatan otot abdomen
sehingga dapat yang menyebabkan terjadinya hernia.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan adanya tanda- tanda vital yang stabil dan
compos mentis dengan GCS 15. Pada status generalis didapatkan dalam batas normal.
Pada status lokalis, daerah inguinal dextra didapatkan benjolan berwarna sama dengan
kulit yang turun sampai ke scrotum berbentuk lonjong dengan batas tidak tegas pada
inspeksi dengan menggunakan valsava maneuver. Pada auskultasi terdengar suara
bising usus pada benjolan. Pada palpasi didapatkan perabaan lunak dan licin, nyeri
tekan negative, finger test positif, teraba pada ujung jari. Tes ini merupakan tes yang
dapat membedakan hernia inguinalis indirek/ direk. Pada hernia ingunalis direk akan
teraba benjolan pada bagian median jari. Pada hernia inguinalis indirek akan teraba
benjolan pada ujung jari. Pada pasien ini terdapat hernia inguinalis indirek sehingga
hal inilah yang membuat hernia pasien turun ke scrotum.
Pada pemeriksaan penunjang dilakukan tes laboratorium dan foto thorax untuk
persiapan operasi. Pemeriksaan penunjang seperti USG, CT scan ataupun laparoskopi
tidak dilakukan karena dari anamesa dan pemeriksaan fisik sudah dapat mendiagnosa
pasti hernia.
Sehingga penatalaksanaan yang tepat adalah dilakukan operasi herniorafi yang
meliputi herniotomi dan hernioplasti dengan persiapan operasi puasa 6- 8 jam
sebelum operasi dan ceftriaxon sebagai profilaksis. Selain itu juga dilakukan
pengisian informed consent dan konsul ke bagian anastesi.

19
LAPORAN KASUS DEPARTMENT BEDAH
Kepaniteraan Klinik Periode 20 Oktober 2014 - 27 Desember 2014

Operasi dilakukan dalam waktu 1 jam 10 menit dengan anestesi spinal.


Pembedahan dilakukan secara terbuka dan dipasang mesh dengan perdarahan 10 cc.
Diagnosa pasca operasi adalah Hernia scrotalis dextra reponibel.
Setelah operasi dilakukan follow up perhari dan didapatkan kondisi pasien tampak
baik dan stabil sehingga pada hari kedua dapat direncanakan untuk pulang. Sebelum
dipulangkan pasien diberikan edukasi seperti, kurangi aktifitas yang dapat
menyebabkan meningkatnya tekanan intra abdomen seperti, mengangkat berat dan
mengedan kurang lebih selama 6- 8 minggu. Aktifitas dapat ditingkatkan secara
perlahan. Hal ini dapat mengurangi rekurensi hernia. Merwat luka dan menjaga
kebersihannya agar tidak terjadi infeksi, diharapkan luka akan sembuh 6- 8 mg. selalu
meminum obat dengan teratur. Tidak ada makanan yang pantang, tingkatkan gizi.
Kontrol ke poli 1 mg setelah keluar dari RS.

20
LAPORAN KASUS DEPARTMENT BEDAH
Kepaniteraan Klinik Periode 20 Oktober 2014 - 27 Desember 2014

DAFTRA PUSTAKA

8. Sjamsuhidayat, R.; Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.
Jakarta : EGC, pp. 519-37
9. Nicks, Bret A. 2012. Hernias. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/775630-overview#showall pada
tanggal 11 Nov 2014
10. Townsend, Courtney M. 2004. Hernias. Sabiston Textbook of Surgery 17th
Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders. 1199-1217
11. Jeffrey A. 2001. Hernias And Abdominal Wall Defects. Surgery Basic
Science and Clinical Evidence. New York. Springer. 787-803.
12. Brunicardi, F. Charles., dkk. 2010. Schwartz’s Principles of Surgery, 9th ed.
United States: The McGraw-Hill Companies.
13. Cook, John. 2000. Hernia. General Surgery at the Distric Hospital.
Switzerland. WHO. 151-156.
14. Debas, Haile T. 2003. Gastrointestinal Surgery, Pathophysiology and
Management. New York: Springer
15. Brunicardi, et al. 2006. Schwartz’s Manual Surgery 8th edition. New York:
McGraw-Hill

21

Anda mungkin juga menyukai