Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan gedung–gedung baru cenderung bertingkat, hal ini sebagai
solusi semakin sempitnya lahan tanah yang ada. Namun disisi lain, dengan semakin
banyak berdirinya bangunan bertingkat, beberapa permasalahan mengenai keamanan
bangunan menjadi hal penting untuk diperhatikan, karena bangunan bertingkat lebih
beresiko mengalami gangguan, baik gangguan secara mekanik maupun gangguan
alam. Salah satu dari gangguan mekanik bisa dimungkinkan kerobohan gedung
karena kurang kokoknya bangunan, sedangkan gangguan alam yang sering terjadi
adalah terkenanya sambaran petir.
Secara geografis letak Indonesia yang dilalui garis katulistiwa menyebabkan
Indonesia beriklim tropis, akibatnya Indonesia memiliki hari guruh rata-rata per tahun
yang sangat tinggi. Dengan demikian bangunan – bangunan di Indonesia memiliki
resiko lebih besar mengalami kerusakan akibat terkena sambaran petir. Kerusakan
yang ditimbulkan dapat membahayakan peralatan serta manusia yang berada di dalam
gedung tersebut. Petir merusak struktur yang terbuat dari bahan, seperti batu, kayu,
beton dan baja yang dapat mengalirkan arus listrik yang tinggi dari petir sehingga
dapat memanaskan bahan dan akan menyebabkan potensi kebakaran atau kerusakan
berbahaya lainnya.
Untuk melindungi dan mengurangi dampak kerusakan dari sambaran petir
maka perlu dipasang sistem pengaman pada gedung bertingkat. Sistem pengaman itu
salah satunya berupa sistem penangkap petir beserta pentanahannya.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, ternyata permasalahan
yang ada masih kompleks. Oleh karena itu, identifikasi masalah akan diuraikan
sebagai berikut :
1. Apa itu petir
2. Mengapa terjadi petir?
3. Apa yang disambar petir?
4. Apa yang dimaksud system penangkap petir?
5. Mengapa system penangkap petir harus ada di bangunan gedung?
6. Bagaimana system penangkap petir dapat menetralisir bahaya petir?
7. Bagaimana memasang system penangkap petir?
8. Bagaimana system penangkap petir yang baik?
9. Apa itu Arrester?
10. Apa jenis jenis Arrester?

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA – CEVEST BEKASI 1


11. Apa yang dimaksud dengan grounding?
12. Bagaimana grounding yang baik?
13. Bagaimana cara memasang grounding?

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis akan mengangkat rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apa dampak dari sambaran petir?
2. Mengapa gedung harus menggunakan system penangkap petir?
3. Bagaimana kontruksi pemasangan system penangkap petir di gedung?
4. Penjelasan tentang Arrester?
5. Penjelasan tentang sistem grounding yang baik?

D. Tujuan Penulisan
Tujuan dibuatnya makalah ini, diharapkan mahasiswa dapat mencapai tujuan
sebagai berikut :
1. Menambah wawasan mahasiswa tentang sistem penangkap petir.
2. Mahasiswa dapat mengetahui dampak dari bahaya petir jika bangunan tidak
dipasang system penangkap petir.
3. Mahasiswa dapat mengetahui kontruksi pemasangan system penangkap petir.
4. Mahasiswa dapat mengetahui cara memasang dan menentukan nilai tahanan
pada system grounding.

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA – CEVEST BEKASI 2


BAB II
PEMBAHASAN MATERI

A. Dampak dari Sambaran Petir


Selain petir dapat menyambar sebuah bangunan yang telah di lengkapi anti
petir/penangkal petir konvensional maupun elektrostatis, petir juga dapat menyambar
melalui jaringan listrik PLN yang kabelnya terbentang di luar dan terbuka. Pada
Umumnya jaringan listrik terbuka seperti ini masih ada dan di pergunakan di beberapa
negara termasuk Indonesia. Arus petir yang merusak perangkat panel listrik bukan di
sebabkan oleh sambaran petir yang menyambar langsung ke bangunan yang telah di
pasang penangkal petir atau anti petir melainkan sambaran petir mengenai jaringan
listrik PLN sehingga arus petir ini masuk ke bangunan mengikuti kabel listrik dan
merusak panel listrik tersebut.
Jadi biasanya sambaran petir mengenai sesuatu yang jauh dari bangunan yang
telah terpasang instalasi penangkap petir baik instalasi penangkap petir
konvensional maupun penangkap petir elektrostatis, hal ini sudah biasa terjadi
karena kabel distribusi PLN memakai kabel distribusi terbuka dan letaknya tinggi,
seperti yang terpasang pada jaringan listrik tegangan tinggi di Indonesia.
Untuk penanganan agar peristiwa ini tidak terjadi maka perlu sekali jaringan
listrik pada sebuah bangunan di lengkapi dengan perangkat Surya Arrester (Pelepas
tegangan lebih/over voltage). Jenis dan merk Surge Arrester ini banyak sekali tersedia
di pasaran umum, yang jelas pemasangan arrester harus di hubungkan
dengan grounding ke bumi.

1. Bahaya Akibat Sambaran Petir

a. Sambaran Petir Langsung Melalui Bangunan


Sambaran petir yang langsung mengenai struktur bangunan rumah, kantor dan
gedung, tentu saja hal ini sangat membahayakan bangunan tersebut beserta seluruh
isinya karena dapat menimbulkan kebakaran, kerusakan perangkat elektrik/elektronik
atau bahkan korban jiwa. Maka dari itu setiap bangunan di wajibkan

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA – CEVEST BEKASI 3


memasang instalasi penangkal petir. Cara penanganannya adalah dengan cara
memasang terminal penerima sambaran petir serta instalasi pendukung lainnya yang
sesuai dengan standart yang telah di tentukan. Terlebih lagi jika
sambaran petir langsung mengenai manusia, maka dapat berakibat luka atau cacat
bahkan dapat menimbulkan kematian. Banyak sekali peristiwa sambaran petir
langsung yang mengenai manusia dan biasanya terjadi di areal terbuka.

b. Sambaran Petir Melalui Jaringan Listrik


Bahaya sambaran ini sering terjadi, petir menyambar dan mengenai  sesuatu di
luar area bangunan tetapi berdampak pada jaringan listrik di dalam bangunan tersebut,
hal ini karena sistem jaringan distribusi listrik/PLN memakai kabel udara terbuka dan
letaknya sangat tinggi, bilamana ada petir yang menyambar pada kabel terbuka ini
maka arus petir akan tersalurkan ke pemakai langsung. Cara penanganannya adalah
dengan cara memasang perangkat arrester sebagai pengaman tegangan lebih (over
voltage). Instalasi surge arresterlistrik ini dipasang harus dilengkapi dengan grounding
system.

c. Sambaran Petir Melalui Jaringan Telekomunikasi


Bahaya sambaran petir jenis ini hampir serupa dengan yang ke-2 akan tetapi
berdampak pada perangkat telekomunikasi, misalnya telepon dan PABX.
Penanganannya dengan cara pemasangan arresterkhusus untuk jaringan PABX yang
di hubungkan dengan grounding. Bila bangunan yang akan di lindungi mempunyai
jaringan internet yang koneksinya melalui jaringan telepon maka alat ini juga dapat
melindungi jaringan internet tersebut.
Pengamanan terhadap suatu bangunan atau objek dari sambaran petir pada
prinsipnya adalah sebagai penyedia sarana untuk menghantarkan arus petir yang
mengarah ke bangunan yang akan kita lindungi tanpa melalui struktur bangunan yang
bukan merupakan bagian dari sistem proteksi petir atau instalasi penangkap petir,
tentunya harus sesuai dengan standart pemasangan instalasinya.
Ada 2 jenis kerusakan yang di sebabkan sambaran petir, yaitu :
1. Kerusakan Thermis, kerusakan yang menyebabkan timbulnya kebakaran.
2. Kerusakan Mekanis, kerusakan yang menyebabkan struktur bangunan retak,
rusaknya peralatan elektronik bahkan menyebabkan kematian.

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA – CEVEST BEKASI 4


2. Efek Sambaran Petir

a. Efek Listrik
Ketika arus petir melalui kabel penyalur (konduktor) menuju resistansi
elektroda bumi instalasi penangkap petir, akan menimbulkan tegangan jatuh resistif,
yang dapat dengan segera menaikan tegangan sistem proteksi kesuatu nilai yang
tinggi dibanding dengan tegangan bumi. Arus petir ini juga menimbulkan gradien
tegangan yang tinggi disekitar elektroda bumi, yang sangat berbahaya bagi makluk
hidup. Dengan cara yang sama induktansi sistem proteksi harus pula diperhatikan
karena kecuraman muka gelombang pulsa petir. Dengan demikian tegangan jatuh
pada sistem proteksi petir adalah jumlah aritmatik komponen tegangan resistif dan
induktif

b. Efek Tegangan Tembus - Samping


Titik sambaran petir pada sistem proteksi petir bisa memiliki tegangan yang
lebih tinggi terhadap unsur logam didekatnya. Maka dari itu akan dapat menimbulkan
resiko tegangan tembus dari sistem proteksi petir yang telah terpasang menuju
struktur logam lain. Jika tegangan tembus ini terjadi maka sebagian arus petir akan
merambat melalui bagian internal struktur logam seperti pipa besi dan kawat.
Tegangan tembus ini dapat menyebabkan resiko yang sangat berbahaya bagi isi dan
kerangka struktur bangunan yang akan dilindungi

c. Efek Termal
Dalam kaitannya dengan sistem proteksi petir, efek termal pelepasan
muatan petir adalah terbatas pada kenaikan temperatur konduktor yang dilalui
arus petir. Walaupun arusnya besar, waktunya adalah sangat singkat dan pengaruhnya
pada sistem proteksi petir biasanya diabaikan. Pada umumnya luas penampang
konduktor instalasi penangkap petir dipilih terutama umtuk memenuhi persyaratan
kualitas mekanis, yang berarti sudah cukup besar untuk membatasi kenaikan
temperatur 1 derajat celcius.

d. Efek Mekanis
Apabila arus petir melalui kabel penyalur pararel (konduktor) yang berdekatan
atau pada konduktor dengan tekukan yang tajam akan menimbulkan gaya mekanis
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA – CEVEST BEKASI 5
yang cukup besar, oleh karena itu diperlukan ikatan mekanis yang cukup kuat. Efek
mekanis lain ditimbulkan oleh sambaran petir yang disebabkan kenaikan temeratur
udara yang tiba-tiba mencapai 30.000 K dan menyebabkan ledakkan pemuaian udara
disekitar jalur muatan bergerak. Hal ini dikarenakan jika konduktifitas logam diganti
dengan konduktifitas busur api listrik, enegi yang timbul akan meningkatkan sekitar
ratusan kali dan energi ini dapat menimbulkan kerusakan pada struktur bangunan
yang dilindungi.

e. Efek Kebakaran Karena Sambaran Langsung


Ada dua penyebab utama kebakaran bahan yang mudah terbakar
karena sambaran petir, pertama akibat sambaran langsung pada fasilitas tempat
penyimpanan bahan yang mudah terbakar. Bahan yang mudah terbakar ini mungkin
terpengaruh langsung oleh efek pemanasan sambaran atau jalur sambaran petir.
Kedua efek sekunder, penyebab utama kebakaran minyak. Terdiri dari muatan
terkurung, pulsa elektrostatis dan elektromagnetik dan arus tanah

f. Efek Muatan Terjebak


Muatan statis ini di induksikan oleh badai awan sebagai kebalikan dari proses
pemuatan lain. Jika proses netralisasi muatan berakhir dan jalur sambaran sudah netral
kembali, muatan terjebak akan tertinggal pada benda yang terisolir dari kontak
langsung secara listrik dengan bumi, dan pada bahan bukan konduktor seperti bahan
yang mudah terbakar. Bahan bukan konduktor tidak dapat memindahkan muatan
dalam waktu singkat ketika terdapat jalur sambaran.

B. Gedung Harus Memakai SPP


1. Kebutuhan Bangunan Terhadap Ancaman Bahaya Petir 
Suatu instalasi penangkap petir yang telah terpasang harus dapat melindungi
semua bagian dari struktur bangunan dan arealnya termasuk manusia serta peralatan
yang ada didalamnya terhadap ancaman bahaya dan kerusakan akibat sambaran petir.
Berikut ini akan dibahas mengenai cara menentukan besarnya kebutuhan bangunan
akan proteksi petir menggunakan beberapa standart yaitu berdasarkan Peraturan
Umum Instalasi Penangkap Petir, Nasional Fire Protection Association 780,
International Electrotechnical Commision 1024-1-1.

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA – CEVEST BEKASI 6


Kebutuhan Bangunan Terhadap Ancaman Bahaya Petir Berdasarkan Peraturan
Umum Instalasi Penangkal Petir. Jenis Bangunan yang perlu diberi penangkap petir
dikelompokan menjadi :
1. Bangunan tinggi seperti gedung bertingkat, menara dan cerobong pabrik.
2. Bangunan penyimpanan bahan mudah meledak atau terbakar, misalnya pabrik
amunisi, gudang bahan kimia.
3. Bangunan untuk kepentingan umum seperti gedung sekolah, stasiun, bandara
dan sebagainya.
4. Bangunan yang mempunyai fungsi khusus dan nilai estetika misalnya museum,
gedung arsip negara.
Besarnya kebutuhan suatu bangunan terhadap instalasi proteksi
petir ditentukan oleh besarnya kemungkinan kerusakan serta bahaya yang terjadi jika
bangunan tersebut tersambar petir. Berdasarkan Peraturan umum Instalasi Penangkap
Petir besarnya kebutuhan tersebut mengacu kepada penjumlahan indeks-indeks
tertentu yang mewakili keadaan bangunan di suatu lokasi dan dituliskan sebagai
berikut;

R = A+B+C+D+E

Dari persamaan tersebut maka akan terlihat bahwa semakin besar nilai indeks
akan semakin besar pula resiko (R) yang di tanggung suatu bangunan sehingga
semakin besar kebutuhan bangunan tersebut akan sistem proteksi petir.

Bebarapa Indeks perkiraan bahaya petir di tunjukkan ke dalam tabel berikut ini


Tabel 2.1 IndeksA : Bahaya Berdasarkan Jenis Bangunan

Penggunaan dan Isi Indeks A

Bangunan biasa yang tak perlu -10


diamankan baik bangunan maupun isinya

Bangunan dan isinya jarang dipergunakan 0


misalnya menara atau tiang dari metal

Bangunan yang berisi peralatan sehari- 1


hari atau tempat tinggal misalnya rumah
tinggal, industri kecil, stasiun kereta

Bangunan dan isinya cukup penting 2


misalnya menara air, toko barang-barang

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA – CEVEST BEKASI 7


berharga dan kantor pemerintah

Bangunan yang isinya banyak sekali orang 3


misalnya sarana ibadah, sekolah dan atau
monumen sejarah yang penting

Instalasi gas minyak atau bensin, dan 5


rumah sakit

Bangunan yang mudah meledak dan 15


menimbulkan bahaya yang tak terkendali
bagi sekitarnya misalnya instalasi nuklir.

sumber : Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan. Peraturan Umum Instalasi Penangkap


Petir untuk Bangunan di Indonesia. Hal 17.

Tabel 2.2 IndeksB : Bahaya Berdasarkan Kontruksi Bangunan

Kontruksi bangunan Indeks B

Seluruh bangunan terbuat dari logam dan 0


mudah menyalurkan listrik

Bangunan dengan kontruksi beton 1


bertulang atau rangka besi dengan atap
logam

Bangunan dengan kontruksi beton 2


bertulang, kerangka besi dan atap bukan
logam

Bangunan kayu dengan atap bukan logam 3

sumber : Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan. Peraturan Umum Instalasi Penangkap


Petir untuk Bangunan di Indonesia. Hal 18.

Tabel 2.3 IndeksC : Bahaya Berdasarkan Tinggi Bangunan

Tinggi bangunan berdasarkan......(m) Indeks C

6 0

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA – CEVEST BEKASI 8


12 2

17 3

25 4

35 5

50 6

70 7

100 8

140 9

200 10

Sumber: Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan. Peraturan Umum Instalasi Penangkap


Petir untuk Bangunan di indonesia hal.19

Tabel 2.4 indeks D : Bahaya Berdasarkan Situasi Bangunan

Situasi bangunan Indeks D

Di anah daar pada semua ketinggian 0

Di kaki bukit sampai % tinggi bukit atau 1


pegunungan sampai 1000 metter

Dipuncak gunung atau pegunungan yang 2


lebih dari 1000 meter

Sumber : Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan. Peraturan Umum Instalasi Penangkap


Petir untuk Bangunan di Indonesia. Hal 19.

Tabel 2.5 Indeks E : Bahaya Berdasarkan Hari Buruh

Hari guruh per tahun Indeks E

2 0

4 1

8 2

16 3

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA – CEVEST BEKASI 9


32 4

64 5

128 6

256 7

Sumber : Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan. Peraturan Umum


Instalasi Penangkap Petir untuk Bangunan di Indonesia. Hal 19.
2. Prinsip perlindungan petir
Jika kita memperhatikan bahaya yang di akibatkan sambaran petir, maka
sistem perlindungan petir harus mampu melindungi struktur bangunan atau fisik
maupun melindungi peralatan dari sambaran langsung dengan di
pasangnya penangkap petir eksternal (Eksternal Protection) dan sambaran tidak
langsung dengan di pasangnya penangkap petir internal (Internal Protection) atau
yang sering di sebut surge arrester serta pembuatan grounding sistem yang memadai
sesuai standar yang telah di tentukan.
Sampai saat ini belum ada alat atau sistem proteksi petir yang dapat
melindungi 100 % dari bahaya sambaran petir, namun usaha perlindungan mutlak dan
wajib sangat di perlukan. Selama lebih dari 60 tahun pengembangan dan penelitian di
laboratorium dan lapangan terus dilakukan, berdasarkan usaha tersebut suatu
rancangan sistem proteksi petir secara terpadu telah di kembangan oleh Flash Vectron
Lightning Protection "SEVEN POINT PLAN".
Tujuan dari "SEVEN POINT PLAN" adalah menyiapkan sebuah perlindungan
efective dan dapat di andalkan terhadap serangan petir, "Seven Point Plan' tersebut
meliputi :
1. Menangkap Petir
Dengan cara menyediakan system penerimaan (AirTerminal Unit) yang dapat
dengan cepat menyambut sambaran arus petir, dalam hal ini mampu untuk lebih cepat
dari sekelilingnya dan memproteksi secara tepat dengan memperhitungkan
besaran petir. Terminal Petir Flash Vectron mampu memberikan solusi sebagai alat
penerima sambaran petir karena desainnya dirancang untuk digunakan khusus di
daerah tropis.
2. Menyalurkan Arus Petir
Sambaran petir yang telah mengenai terminal penangkap petir sebagai alat
penerima sambaran akan membawa arus yang sangat tinggi, maka dari itu harus
dengan cepat disalurkan ke bumi (grounding) melalui kabel penyalur sesuai standart
sehingga tidak terjadi loncatan listrik yang dapat membahayakan struktur bangunan
atau membahayakan perangkat yang ada di dalam sebuah bangunan.
3. Menampung Petir

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA – CEVEST BEKASI 10


Dengan cara membuat grounding sistem dengan resistansi atau tahanan tanah
kurang dari 5 Ohm. Hal ini agar arus petir dapat sepenuhnya diserap oleh tanah tanpa
terjadinya step potensial. Bahkan dilapangan saat ini umumnya resistansi atau tahanan
tanah untuk instalasi penangkap petir harus dibawah 3 Ohm.
4. Proteksi Grounding Sistem
Selain memperhatikan resistansi atau tahanan tanah, material yang digunakan
untuk pembuatan grounding juga harus diperhatikan, jangan sampai mudah korosi
atau karat, terlebih lagi jika didaerah dengan dengan laut. Untuk menghindari
terjadinya loncatan arus petir yang ditimbulakn adanya beda potensial tegangan maka
setiap titik grounding harus dilindungi dengan cara integrasi atau bonding system.
5. Proteksi Jalur Power Listrik
Proteksi terhadap jalur dari power muntak diperlukan untuk mencegah
terjadinya induksi yang dapat merusah peralatan listrik dan elektronik.
6. Proteksi Jalur PABX
Melindungi seluruh jaringan telepon dan signal termasuk pesawat faxsimile
dan jaringan data
7. Proteksi Jalur Elektronik
Melindungi seluruh perangkat elektronik seperti CCTV, mesin dll dengan
memasang surge arrester elektronik.

C. Konstruksi Sistem Penangkap Petir


A. Bagaimana Konstruksi Pemasangan Penangkap Petir Pada Gedung
Penangkap petir adalah sebuah batang logam atau konduktor yang dipasang di
atas gedung dan pada perangkat listrik yang terhubung ke tanah melalui kawat, untuk
melindungi bangunan pada saat terjadi petir
1. Jenis-jenis metode penangkap petir
a. Penangkap Petir Konvensional / Faraday / Frangklin
Kedua ilmuwan tersebut Faraday dan Frangklin menjelaskan sistem yang
hampir sama, yakni system penyalur arus listrik yang menghubungkan antara bagian
atas bangunan dan grounding, sedangkan sistem perlindungan yang di hasilkan ujung
penerima/splitzer adalah sama pada rentang 30 - 40 derajat. Perbedaannya adalah
sistem yang di kembangkan Faraday bahwa kabel penghantar berada pada sisi luar
bangunan dengan pertimbangan bahwa kabel penghantar juga berfungsi sebagai

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA – CEVEST BEKASI 11


material penerima sambaran petir, yaitu berupa sangkar elektris atau biasa disebut
dengan sangkar faraday.
b. Penangkal Petir Radio Aktif
Penelitian terus berkembang akan sebab terjadinya petir, dan semua ilmuwan
sepakat bahwa terjadinya petir karena ada muatan listrik di awan berasal dari proses
ionisasi, maka untuk menggagalkan proses ionisasi dilakukan dengan cara
menggunakan zat berradiasi sepertiRadiun 226 dab Ameresium 241 karena kedua
bahan ini mampu menghamburkan ion radiasinya yang dapat menetralkan muatan
listrik awan. Maka manfaat lain hamburan ion radiasi tersebut akan menambah
muatan pada ujung finial/splitzer, bila mana awan yang bermuatan besar tidak mampu
di netralkan zat radiasi kemudian menyambar maka akan cenderung mengenai
penangkal petir ini. Keberadaan penangkal petir jenis ini telah dilarang pemakaiannya,
berdasarkan kesepakatan internasional dengan pertimbangan mengurangi zat beradiasi
di masyarakat, selain itu penangkal petir ini dianggap dapat mempengaruhi kesehatan
manusia.
c. Penangkal Petir Elektrostatis
Prinsip kerja penangkap petir elektrostatis mengadopsi sebagian system
penangkal petir radio aktif, yaitu menambah muatan pada ujung finial/splitzer
agar petir selalu melilih ujung ini untuk di sambar. Perbedaan dengan system radio
aktif adalah jumlah energi yang dipakai. Untuk penangkal petir radio aktif muatan
listrik dihasilkan dari proses hamburan zat berradiasi sedangkan pada
penangkal petir elektrostatis energi listrik yang dihasilkan dari listrik awan yang
menginduksi permukaan bumi.

2. Cara Pemasangan Instalasi Penangkap Petir/Anti Petir Flash Vectron


Penangkap petir Flash Vectron adalah terminal petir unggulan jenis elektrostatik
yang di desain khusus untuk daerah tropis mampu memberikan solusi petir terbaik
khususnya di Indonesia. Selain sudah melewati uji laboratorium PLN dan
laboratorium tegangan tinggi di lembaga terkait, penangkap petir Flash Vectron juga
telah di uji langsung di lapangan yang rawan akan sambaran petir.
Secara garis besar, cara pemasangan instalasi penangkap petir/anti petir Flash
Vectron sebagai berikut.

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA – CEVEST BEKASI 12


Gb.1 pemasangan grounding
Pada tahap awal pengerjaan di mulai dengan mengerjakan bagian grounding
system terlebih dahulu, dengan pertimbangan keamanan dan kemudahan. Kemudian
dilakukan pengukuran resistansi/tahanan tanah menggunakan Earth Testermeter,
apabila hasil pengukuran tersebut menunjukan < 5 Ohm maka tahapan kerja
berikutnya dapat dilakukan. Seandainya hasil resistansi/tahanan tanah menunjukan >
5 Ohm maka di lakukan pembuatan atau penambahan grounding lagi di sebelahnya
dan di pararelkan dengan grounding pertama agar resistansi/tahanan tanahnya
menurun sesuai dengan standarnya < 5 Ohm.

Gb.2 memasang kabel penyalur


Setelah selesai membuat grounding, langkah berikutnya adalah
memasang kabel penyalur (Down Conductor) dari titik grounding sampai keatas
bangunan, tentunya dengan mempertimbangkan jalur kabel yang terdekat dan hindari
banyak belokan/tekukkan 90 derajat sehingga kebutuhan material dan kualitas
instalasi dapat efektif dan efisien. Kabel penyalur petir yang biasa di gunakan antara
lain BC (Bare Copper), NYY atau Coaxial. Untuk tempat - tempat tertentu sebaiknya
di beri pipa pelindung (Conduite) dengan maksud kerapihan dan keamanan.

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA – CEVEST BEKASI 13


Gb.3 pemasangan head terminal

Bila kabel penyalur petir telah terpasang dengan rapih, maka tahap selanjutnya


pemasangan head terminal petir Flash Vectron tentunya harus terhubung
dengan kabel penyalur tersebut sampai ke grounding sistem.

D. Arrester
Pada umumnya pusat pembangkit tenaga listrik menyalurkan energinya
melalui saluran transmisi udara dimana saluran transmisi tenaga listrik yang terpasang
di udara ini sangatlah rentanterhadap gangguan yang disebabkan oleh sambaran petir.
Sambaran petir ini akan menghasilkangelombang berjalan (Surja Tegangan) pada
saluran transmisi dan pada akhirnya dapat masuk kepusat pembangkit tenaga listrik.
Oleh alasan ini, dalam pusat pembangkit tenaga listrik harusdilengkapi
dengan lightening arrester (penangkap petir).
Gelombang berjalan (surja tegangan) selain dihasilkan oleh gangguan petir,
juga dapatterjadi karena adanya pembukaan dan penutupan pemutus tenaga listrik
(Open Closing Circuit Breaker) atau adanya switching pada jaringan tenaga listrik.
Pada sistem Tegangan Ekstra Tinggi (TET) yang besarnya di atas 350 kV (500 kV
untuk standar tranmisi udara tegangan ekstra tinggi/SUTET di Indonesia), surja
tegangan ini lebih banyak disebabkan oleh switching tenaga listrik padajaringan
dibandingkan yang disebabkan oleh gangguan petir.
Saluran udara yang keluar dari pusat pembangkit listrik merupakan bagian
instalasi pusat pembangkit listrik yang paling rawan sambaran petir dan karenanya
harus diberi lightning arrester. Selain itu, lightning arrester harus berada di depan
setiap transformator dan harus terletak sedekat mungkin dengan transformator. Hal ini
perlu karena pada petir yang merupakan gelombang berjalanmenuju ke transformator
akan melihat transformator sebagai suatu ujung terbuka (karenatransformator
mempunyai isolasi terhadap bumi/tanah) sehingga gelombang pantulannya akan
saling memperkuat dengan gelombang yang datang. Berarti transformator dapat
mengalami tegangan surja dua kali besarnya tegangan gelombang surja yang datang.
Untuk mencegah terjadinya hal ini, lightning arrester harus dipasang sedekat mungkin
dengan transformator.
Lightening arrester ini akan bekerja pada tegangan tertentu di atas dari
tegangan operasi yang berfungsi untuk membuang muatan listrik dari surja petir dan
berhenti beroperasi pada tegangan tertentu di atas tegangan operasi agar tidak terjadi
arus pada tegangan operasi. Perbandingan dua tegangan ini disebut juga rasio proteksi
arrester. Tingkat isolasi bahan arrester harus berada di bawah tingkat isolasi bahan

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA – CEVEST BEKASI 14


transformator agar apabila sampai terjadi flashover, maka flashover diharapkan terjadi
pada arrester dan tidak pada transformator.
Rating arus arrester ditentukan dengan mempelajari statistik petir setempat.
Misalnya di suatu tempat mempunyai data statistik yang menyatakan probabilitas
petir yang terbesar adalah 15 killo ampere (kA), maka rating arrester yang dipilih
adalah 15 kA. 

1. PRINSIP KERJA ARRESTER


 Pada prinsipnya arrester membentuk jalan yang mudah dilalui oleh petir,
sehingga tidak timbul tegangan lebih yang tinggi pada peralatan. Pada kondisi normal
arrester berlaku sebagai isolasi tetapi bila timbul surja, arrester berlaku sebagai
konduktor yang berfungsi melewatikan aliran arus yang tinggi ke tanah. Setelah itu
hilang arrester harus dengan cepat kembali menjadi isolator.
Pada pokoknya arrester ini terdiri dari dua unsure yaitu : 1. Sela api (spark
gap); 2. Tahanan kran (valve resistor). Keduanya dihubungkan secara seri. Batas atas
dan bawah dari tegangan percikan ditentukan oleh tegangan sistem maksimum dan
oleh tingkat isolasi peralatan yang dilindungi. Sering kali masalah ini dapat
dipecahkan hanya dengan mengeterapkan cara – cara khusus pengaturan tegangan
(voltage control) oleh karena itu sebenarnya arrester terdiri dari tiga unsure
diantaranya yaitu :

1. Sela api (spark gap)


2. Tahanan kran (valve resistor)
3. Tahanan katup dan system pengaturan atau pembagian tegangan (grading system)
Jika hanya melindungi isolasi terhadap bahaya kerusakan karena gangguan
dengan tidak memperdulikan akibatnya terhadap pelayanan, maka cukup dipakai sela
batang yang memungkinkan terjadinya percikkan pada waktu tegangannya mencapai
keadaan bahaya.
Dalam hal ini, tegangan system bolak – balik akan tetap mempertahankan
busur api sampai pemutus bebannya dibuka. Dengan menyambung sela api ini dengan
sebuah tahanan, maka mungkin apinya dapat dipadamkan. Tetapi bila tahanannya
mempunyai harga tetap, maka jatuh tegangannya menjadi besar sekali sehingga
maksud untuk meniadakan tegangan lebih tidak terlaksana, dengan akibat bahwa
maksud melindungi isolasi pun gagal.
Oleh sebab itu dipakailah tahanan kran (valve resistor), yang amempunyai
sifat khusus bahwa tahanannya kecil sekali bila tegangannya dan arusnya besar.
Proses pengecilan tahanan berlangsung cepat sekali yaitu selama teganngan lebih
mencapai harga puncaknya. Tegangan lebih dalam hal ini mengakibatkan penurunan

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA – CEVEST BEKASI 15


drastic dari pada tahanan sehingga jatuh tegangannya dibatasi meskipun arusnya
besar.
Bila tegangan lebih habis dan tinggal tegangan normal, tahanannya naik lagi
sehingga arus susulannya dibatasi kira – kira 50 ampere. Arus susulan ini akhirnya
dimatikan oleh sela api pada waktu tegangan sistemnya mencapai titik nol yang
pertama sehingga alat ini bertindak sebagai sebuah kran yang menutup arus, dari sini
didapatkan nama tahanan kran.
Pada arrester modern pemandangan arus susulan yang cukup besar (200 – 300
A) dilakukan dengan bantuan medan magnet. Dalam hal ini, maka baik amplitude
maupun lamanya arus susulan dapat dikurangi dan pemadamannya dapat dilakukan
sebelum tegangan system mencapai harga nol.
Dapat ditambahkan bahwa arus susulan tidak selalu terjadi tiap kali arrester
bekerja, ada tidaknya tergantung dari saat terjadinya tegangan lebih. Hal ini dapat
dimengerti karena arus susulan itu justru dipadamkan pada arus nol yang pertama atau
sebelumnya.

2. SYARAT PEMASANGAN LIGHTENING ARRESTER


Sebelum melakukan instalasi lightening arrester, ada beberapa persyaratan
yang harus dipenuhi, diantaranya adalah:
a. Tegangan percikan (sparkover voltage) dan tegangan pelepasannya (discharge
voltage), yaitu tegangan pada terminalnya pada waktu pelepasan, harus cukup
rendah, sehingga dapat mengamankan isolasi peralatan. Tegangan percikan
disebut juga tegangan gagal sela (gap breakdown voltage) sedangkan tegangan
pelepasan disebut juga tegangan sisa (residual voltage) atau jatuh tegangan
(voltage drop) Jatuh tegangan pada arrester = I x R Dimana
I = arus arrester maksimum (A)
R = tahanan arrester (Ohm)
b. Arrester harus mampu memutuskan arus dinamik dan dapat bekerja terus
seperti semula. Batas dari tegangan system dimana arus susulan ini masih
mungkin, disebut tegangan dasar (rated voltage) dari arrester.

3. JENIS-JENIS ARRESTER 
Adapun jenis-jenis arrester di kelompokan menjadi dua yaitu sebabagai berikut:
a. Arrester jenis ekspulsi (expulsion type) atau tabung pelindung (protector tube)
b. Arrester katup (valve type)
Untuk jenis arrester sendiri terdiri dari beberapa jenis seperti di bawah ini: 
1. Arrester jenis ekspulsi atau tabung pelindung.

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA – CEVEST BEKASI 16


Pada prinsipnya terdiri dari sela percik yang berada dalam tabung serat dan
sela percik yang berada diluar diudara atau disebut juga sela seri lihat pada gambar.
Bila ada tegangan surja yang tinggi sampai pada jepitan arrester kedua sela percik,
yang diluar dan yang berada didalam tabung serat, tembus seketika dan membentuk
jalan penghantar dalam bentuk busur api. Jadi arrester menjadi konduktor dengan
impedansi rendah dan melalukan surja arus dan arus daya system bersama – sama.
Panas yang timbul karena mengalirnya arus petir menguapkan sedikit bahan tabung
serat, sehingga gas yang ditimbulkannya menyembur pada api dan mematikannya
pada waktu arus susulan melewati titik nolnya.
Arus susulan dalam arrester jenis ini dapat mencapai harga yang tinggi sekali
tetapi lamanya tidak lebih dari 1 (satu) atau 2 (dua) gelombang, dan biasannya kurang
dari setengah gelombang. Jadi tidak menimbulkan gangguan. Arrester jenis ekspulasi
ini mempunyai karakteristik volt – waktu yang lebih baik dari sela batang dan dapat
memutuskan arus susulan. Tetapi tegangan percik impulsnya lebih tinggi dari arrester
jenis katup. Tambahan lagi kemampuan untuk memutuskan arus susulan tergantung
dari tingkat arus hubung singkat dari system pada titik dimana arrester itu dipasang.
Dengan demikian perlindungan dengan arrester jenis ini dipandang tidak memadai
untuk perlindungan transformator daya, kecuali untuk system distribusi. Arrester jenis
ini banyak juga digunakan pada saluran transmisi untuk membatasi besar surja yang
memasuki gardu induk. Dalam penggunaan yang terakhir ini arrester jenis ini sering
disebut sebagai tabung pelindung.
 2. Arrester jenis katup
Arrester jenis katup ini terdiri dari sela pecik terbagi atau sela seri yang
terhubung dengan elemen tahanan yang menpunyai karakteristik tidak
linier.Tegangan frekwensi dasar tidak dapat menimbulkan tembus pada sela seri.
Apabila sela seri tembus pada saat tibanya suatu surja yang cukup tinggi, alat tersebut
menjadi pengahantar. Sela seri itu tidak bias memutuskan arus susulan. Dalam hal ini
dibantu oleh tak linier yang mempunyai karakteristik tahanan kecil untuk arus besar
dan tahanan besar untuk arus susulan dari frekwensi dasar terlihat pada karakteristik
volt ampere.
Arrester jenis katup ini dibagi dalam dua jenis yaitu :
a. Arrester katup jenis gardu
Arrester katup jenis gardu ini adalah jenis yang paling effisien dan juga paling
mahal. Perkataan “ gardu “ disini berhubungan dengan pemakaiannya secara umum
pada gardu induk besar. Umumnya dipakai untuk melindungi alat – alat yang mahal
pada rangkaian – rangkaian mulai dari 2400 volt sampai 287 kV dan tinggi.
b. Arrester katup jenis saluran
Arrester jenis saluran ini lebih murah dari arrester jenis gardu . kata “saluran”
disini bukanlah berarti untuk saluran transmisi. Seperti arrester jenis gardu, arrester
jenis saluran ini dipakai untuk melindungi transformator dan pemutus daya serta
dipakai pada system tegangan 15 kV sampai 69 kV.

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA – CEVEST BEKASI 17


E. Sistem Grounding
Sambungan ke tanah diperlukan untuk melindungi peralatan – peralatan
komunikasi dan personal terhadap bahaya petir atau kesalahan pada power sistem dan
juga dapat berfungsi sebagai service pada suatu sistem.
Untuk merencanakan suatu sistem pentanahan ada beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan, antara lain Tahanan Jenis Tanah, Struktur tanah, keadaan
lingkungan, biaya, ukuran dan bentuk sistemnya.
Biasanya tahanan pentanahan yang lebih rendah sangat efektif, tetapi biaya
menjadi besar. Untuk itu perlu dipertimbangkan efek fungsi dan ekonomisnya. Oleh
karena itu perlu kiranya bagi kita untuk dapat merencanakan dan membuat sistem
pentanahan yang sesuai dengan keperluannya.

1. SYARAT – SYARAT SISTEM PENTANAHAN YANG EFEKTIF


Tahanan pentanahan harus memenuhi syarat yang di inginkan untuk suatu
keperluan pemakaian. Elektroda yang ditanam dalam tanah harus :
a. Bahan Konduktor yang baik
b. Tahan Korosi
c. Cukup Kuat
d. Jangan sebagai sumber arus galvanis
e. Elektroda harus mempunyai kontak yang baik dengan tanah sekelilingnya.
f. Tahanan pentanahan harus baik untuk berbagai musim dalam setahun.
g. Biaya pemasangan serendah mungkin.

2. FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN TAHANAN PENTANAHAN


Tahanan pentanahan suatu elektroda tergantung pada tiga faktor :
a. Tahanan elektroda itu sendiri dan penghantar yang menghubungkan ke
peralatan yang ditanahkan.
b. Tahan kontak antara elektroda dengan tanah.
c. Tahanan dari massa tanah sekeliling elektroda.
Namun demikian pada prakteknya tahanan elektroda dapat diabaikan, akan
tetapi tahanan kawat penghantar yang menghubungkan keperalatan akan mempunyai
impedansi yang tinggi terhadap impuls frekuensi tinggi seperti misal pada saat terjadi
lightning discharge. Untuk menghindarinya, sambungan ini di usahakan dibuat
sependek mungkin.
Dari ketiga faktor tersebut diatas yang dominan pengaruhnya adalah tahanan
sekeliling elektroda atau dengan kata lain tahanan jenis tanah (ρ).

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA – CEVEST BEKASI 18


3. TAHANAN JENIS TANAH (ρ)
Dari rumus untuk menentukan tahanan tanah dari statu elektroda yang
hemispherical R = ρ/2πr terlihat bahwa tahanan pentanahan berbanding lurus dengan
besarnya ρ. Untuk berbagai tempat harga ρ ini tidak sama dan tergantung pada
beberapa faktor :
1. sifat geologi tanah
2. Komposisi zat kimia dalam tanah
3. Kandungan air tanah
4. Temperatur tanah
5. Selain itu faktor perubahan musim juga mempengaruhinya.
6. Sifat Geologi Tanah
Ini merupakan faktor utama yang menentukan tahanan jenis tanah. Bahan
dasar dari pada tanah relatif bersifat bukan penghantar. Tanah liat umumnya
mempunyai tahanan jenis terendah, sedang batu-batuan dan quartz bersifat sebagai
insulator.

Tabel dibawah ini menunjukkan harga-harga ( ρ ) dari berbagai jenis tanah.

TAHANAN JENIS
No JENIS TANAH  TANAH( ohm.meter
. )  
 
 

Tanah yang mengandung


1. 5–6
air garam
2. 30
Rawa
3. 100
Tanah liat
4. 200
Pasir Basah
5. 500
Batu-batu kerikil basah
6. 1000
Pasir dan batu krikil kering
7. 3000
Batu

KOMPOSISI ZAT – ZAT KIMIA DALAM TANAH


Kandungan zat – zat kimia dalam tanah terutama sejumlah zat organik
maupun anorganik yang dapat larut perlu untuk diperhatikan pula.
Didaerah yang mempunyai tingkat curah hujan tinggi biasanya mempunyai
tahanan jenis tanah yang tinggi disebabkan garam yang terkandung pada lapisan atas

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA – CEVEST BEKASI 19


larut. Pada daerah yang demikian ini untuk memperoleh pentanahan yang efektif yaitu
dengan menanam elektroda pada kedalaman yang lebih dalam dimana larutan garam
masih terdapat.
KANDUNGAN AIR TANAH
Kandungan air tanah sangat berpengaruh terhadap perubahan tahanan jenis
tanah ( ρ ) terutama kandungan air tanah sampai dengan 20%.
Dalam salah satu test laboratorium untuk tanah merah penurunan kandungan
air tanah dari 20% ke 10% menyebabkan tahanan jenis tanah naik samapai 30
kali.Kenaikan kandungan air tanah diatas 20% pengaruhnya sedikit sekali.
TEMPERATUR TANAH
Temperatur bumi pada kedalaman 5 feet (= 1,5 m) biasanya stabil terhadap
perubahan temperatur permukaan.
Bagi Indonesia daerah tropic perbedaan temperatur selama setahun tidak
banyak, sehingga faktor temperatur boleh dikata tidak ada pengaruhnya.
ELEKTRODA PENTANAHAN
Jenis Elektroda pentanahan
Pada dasarnya ada 3 (tiga) jenis elektroda yang digunakan pada sistem
pentanahan yaitu :
1. Elektroda Batang
2. Elektroda Pelat
3. Elektroda Pita
Elektroda – elektroda ini dapat digunakan secara tunggal maupun multiple dan
juga secara gabungan dari ketiga jenis dalam suatu sistem.

ELEKTRODA BATANG

Elektroda batang terbuat dari batang atau pipa


logam yang di tanam vertikal di dalam tanah.
Biasanya dibuat dari bahan tembaga, stainless steel atau galvanised steel. Perlu
diperhatikan pula dalam pemilihan bahan agar terhindar dari galvanic couple yang
dapat menyebabkan korosi.
Ukuran Elektroda :
diameter 5/8 ” - 3/4 ”
Panjang 4 feet – 8 feet
Elektroda batang ini mampu menyalurkan arus discharge petir maupun untuk
pemakaian pentanahan yang lain.

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA – CEVEST BEKASI 20


ELEKTRODA PELAT
Bentuk elektroda pelat biasanya empat perseguí atau
empat persegi panjang yang tebuat dari tembaga,
timah atau pelat baja yang ditanam didalam tanah.
Cara penanaman biasanya secara vertical, sebab
dengan menanam secara horizontal hasilnya tidak
berbeda jauh dengan vertical. Penanaman secara
vertical adalah lebih praktis dan ekonomis.
ELEKTRODA PITA

Elektroda pita jenis ini terbuat dari bahan


metal berbentuk pita atau juga kawat BCC yang di tanam di dalam tanah secara
horizontal sedalam ± 2 feet. Elektroda pita ini bisa dipasang pada struktur tanah yang
mempunyai tahanan jenis rendah pada permukaan dan pada daerah yang tidak
mengalami kekeringan.
Hal ini cocok untuk daerah – daerah pegunungan dimana harga tahanan jenis tanah
makin tinggi dengan kedalaman.

PENGKONDISIAN TANAH
Bagi daerah – daerah yang mempunyai struktur tanah dengan tahanan jenis
tanah yang tinggi untuk memperoleh tahanan pentanahan yang diinginkan seringkali
sukar diperoleh. Ada tiga cara untuk mengkondisikan tanah agar pada lokasi elektroda
ditanam tahanan jenis tanah menjadi rendah, yaitu :
Dengan membuat lubang penanaman elektroda yang lebar dan dimasukkan
mengelilingi elektroda tersebut bahan – bahan seperti tanah liat atau cokas.
Mengelilingi elektroda pada statu jarak tertentu diberi zat-zat nimia yang mana
akan memperkecil tahanan jenis tanah di sekitarnya. Zat-zat kimia yang biasa di pakai
adalah sodium chloride, calsium chloride, magnesium sulfat, dan coper sulfat.

1) Menggunakan bentonite
Campuran bentonite tersebut dapat menghasilkan tahanan jenis tanah yang
rendah. Dengan menanamkan campuran bentonite tersebut disekeliling elektroda
maka tahanan pentanahandapat diperkecil 1/10 – 1/15 kali.
 Bahan: bentonite jenis bleaching earth, air dan garam CaCL2.
 Adonan:  setiap 1 kg bentonite dicampur dengan 111 gram garam CaCL2 dan
air sebanyak 2 liter.
 Banyaknya  adonan  sesuai  dengan  lubang  yang  dibuat,  asal  sesuai  dengan
perbandingan tersebut diatas.

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA – CEVEST BEKASI 21


 Pemasangan: buat lubang sesuai dengan ukuran yang diperlukan,
tanam/masukkan  kutub pentanahan apapun  bentuknya,  tuangkan  adonan
bentonite  sampai  menutup  seluruh  kutub  pentanahan, urug kembali dengan
tanah urug.

2) Menggunakan arang kayu


 Bahan: arang kayu, garam dapur dan air
 Adonan: tidak kritis, semuanya secukupnya
 Pemasangan: buat lubang sesuai dengan ukuran yang diperlukan,
tanam/masukkan  kutub pentanahan apapun bentuknya, tuangkan adonan
arang kayu sampai menutup seluruh kutub pentanahan, urug kembali dengan
tanah urug.

3) Menggunakan tepung logam


 Bahan: Tepung logam
 Pemasangan: buat lubang sesuai dengan ukuran yang diperlukan,
tanam/masukkan  kutub pentanahan apapun bentuknya, tuangkan adonan
tepung logam sampai menutup seluruh kutub pentanahan, urug kembali
dengan tanah urug.

4) Menggunakan garam
 Bahan: garam NaCL atau CaCL2 atau CuSO4
 Adonan: campur sejumlah garam dengan air
 Pemasangan: Buat parit disekeliling kutub pentanahan, tuangkan cairan air
garam dan tutup kembali.

5) Menggunakan semen konduktif (biasanya digunakan dengan kutub mendatar)


 Bahan: semen konduktif, bikin adukan secukupnya
 Pemasangan:  Gali  parit  dengan  kedalaman  sesuai  kebutuhan,  tanam
kutub  tanah  mendatar  dalam
 adukan semen konduktif, tutup kembali dengan tanah urug

Ada empatcara menurunkan tahanan pentanahan yakni:


1. Menambah Panjang/Kedalaman Elektroda Grounding (Pentanahan)
Satu cara yang sangat efektif untuk menurunkan tahanan tanah adalah
memperdalam elektroda Grounding (pentanahan). Tanah tidak tetap tahanannya dan
tidak dapat diprediksi.Ketika memasang elektroda pentanahan, elektroda berada di
bawah garis beku (frosting line). Ini dilakukan sehingga tahanan tanah tidak akan
dipengaruhi oleh pembekuan tanah disekitarnya. Ada kejadian-kejadian dimana
secara fisik tidak mungkin dilakukan pendalaman batang elektroda grounding
(pentanahan) daerah-daerah yang terdiri dari batu, granit, dan sebagainya. Dalam
keadaan demikian, metode alternatif yang menggunakan semen pentanahan

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA – CEVEST BEKASI 22


(grounding cement) bisa digunakan. Dari hasil penelitian, membenamkan rod
dua kali lebih dalam (rodnya diperpanjang) dapat memperkecil nilai tahanan
grounding sebanyak 40.
2. Menambah Diameter Elektroda Grounding (Pentanahan)
Menambah diameter elektroda grounding (pentanahan) berpengaruh sangat
kecil dalam menurunkan tahanan. Misalnya, bila diameter elektroda digandakan
tahanan pentanahan hanyamenurun sebesar 10%.Grafik berikut
menggambarkan hal tersebut.
3. Menambah Jumlah Elektroda Grounding (Pentanahan)
Cara lain menurunkan tahanan tanah adalah menggunakan banyak elektroda
grounding (pentanahan). Dalam desain ini, lebih dari satu elektroda dimasukkan ke
tanah dan dihubungkan secara paralel untuk mendapatkan tahanan yang lebih rendah.
Agar penambahan elektroda efektif, jarak batang tambahan setidaknya harus sama
dalamnya dengan batang yang ditanam. Tanpa pengaturan jarak elektroda grounding
(pentanahan) yang tepat, bidang pengaruhnya akan berpotongan dan tahanan tidak
akan menurun. Untuk membantu dalam memasang batang pentanahan yang akan
memenuhi kebutuhan tahanan tertentu, maka dapat menggunakan table tahanan
pentanahan di bawah ini. Ingatlah, ini hanya digunakan sebagai pedoman, karena
tanah memiliki lapisan dan jarang yang sama (homogen). Nilai tahanan akan sangat
berbeda-beda.

Tabel Desain Sistem Grounding (Pentanahan)


Sistem grounding (pentanahan) sederhana terdiri dari satu elektroda
grounding (pentanahan) yang dimasukkan ke tanah. Penggunaan satu elektroda
pentanahan adalah hal yang umum dilakukan dalam grounding (pentanahan) dan bisa
ditemukan di luar rumah atau tempat usaha perorangan lebih jelasnya perhatikan
gambar berikut. Ada pula system grounding (pentanahan) kompleks terdiri dari
banyak batang pentanahan yang terhubung, jaringan bertautan atau kisi-kisi, plat
tanah, dan loop tanah. Sistem-sistem ini dipasang secara khusus di substasiun
pembangkit listrik, kantor pusat, dan tempat-tempat menara seluler. Jaringan
kompleks meningkatkan secara dramatis jumlah kontak dengan tanah sekitarnya dan
menurunkan tahanan tanah.

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA – CEVEST BEKASI 23


BAB III
PENUTUP

A. Pertanyaan
1. Sistem penangkap petir sangat penting untuk bangunan bergedung tinggi untuk
menghindari dari bahaya petir. Apakah akibat yang disebabkan oleh sambaran
petir jika gedung tinggi tidak menggunakan system penangkap petir?
2. Dalam pemasangan grounding kita diharuskan untuk mendapatkan nilai tahanan
maksimal 5 ohm. Sebutkan cara cara untuk mengurangi nilai tahanan grounding?
3. Arrester merupakan bagian dari system penangkap petir yang berfungsi meredam /
memotong tegangan surja sebelum dialirkan ke grounding. Sebutkan jenis jenis
dari arrester?

B. Kesimpulan
Sistem Penangkap Petir (SPP) sangat penting digunakan untuk melindungi
bangunan, terutama yang tinggi. Karena begitu dasyatnya akibat yang disebabkan
oleh sambaran petir bahkan dapat penghancurkan gedung tersebut. Maka dalam
pemasangan instalasi SPP harus memperhatikan semua faktor yang ada seperti niai
tahanan yang maksimal 5 Ω, karena jika di atas 5 Ω maka dapat merusak peralatan
elektronik dan membahayakan manusia yang terdapat di dalam gedung tersebut.

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA – CEVEST BEKASI 24

Anda mungkin juga menyukai