Dua tujuan dalam kebijakan ekonomi yang ingin dicapai namun sering bertentangan adalah
inflasi yang rendah dan pengangguran yang rendah.
Misalnya, pembuat kebijakan menggunakan kebijakan fiskal / moneter untuk memperbesar
permintaan agregat. Kebijakan ini akan menggerakkan perekonomian sepanjang kurva
penawaran agregat jangka pendek ke titik output yang lebih tinggi dan tingkat harga yang lebih
tinggi.
Output yang lebih tinggi berarti pengangguran yang lebih rendah, karena perusahaan
membutuhkan lebih banyak pekerja ketika memproduksi lebih banyak. Tingkat harga yang
tinggi, berdasarkan tingkat harga tahun sebelumnya, berarti inflasi yang lebih tinggi. jadi, ketika
para pembuat kebijakan menggerakkan perekonomian ke atas sepanjang kurva penawaran
agregat jangka pendek, mereka menurunkan tingkat pengangguran dan menaikkan tingkat inflasi.
Sebaliknya, ketika mereka mengontraksi permintaan agregat dan menggerakkan perekonomian
ke bawah pada kurva penawaran agregat jangka pendek, pengangguran naik dan inflasi turun.
Tradeoff antara inflasi dan pengangguran ini, yang disebut kurva Phillips.
Kurva Phillips merupakan refleksi dari kurva penawaran agregat jangka pendek: ketika para
pembuat kebijakan menggerakkan perekonomian sepanjang kurva penawaran agregat jangka
pendek, pengangguran dan inflasi bergerak dalam arah berlawanan.
Kurva Phillips adalah cara yang berguna untuk menunjukan penawaran agregat karena inflasi
dan pengangguran merupakan ukuran kinerja perekonomian yang penting.
Faktor utama yang menentukan pergeseran atau perubahan pada Kurva Phillips adalah
tingkat Inflasi dan Tingkat Pengangguran. Tinggi rendahnya tingkat Inflasi dan Pengangguran
dapat merubah arah dari Kurva Phillips itu sendiri. Tetapi selain tingkat Inflasi dan
Pengangguran, pergeseran Kurva Phillips juga dapat di sebabkan oleh beberapa hal lain meski
faktor tersebut juga tidak terlepas dari masalah Inflasi dan Pengangguran. Faktor tersebut antara
lain :
1. Demografi
Masalah Kependudukan atau tinggi rendahnya jumlah penduduk di suatu negara akan
mempengaruhi tingkat pengangguran yang pada akhirnya berdampak pada pergesern Kurva
Phillips.
Dalam kondisi keseimbangan pasar kerja, secara alamiah akan selalu terdapat
pengangguran. Dalam Kurva Phillips, pengangguran alamiah tersebut di buktikan dengan adanya
titik potong antara Kurva Phillips dan sumbu horizontal.
Inflation
rate
(percent
per year)
B
7
A
3
Phillips
Curve
2 6 Unemployment
Rate (percent)
Pergeseran Kurva Phillips dapat di jelaskan melalui beberapa tahapan periode berikut :
1. Periode Awal
Pada periode ini, tingkat pengangguran berada pada tingkat normal dan tidak terdapat
permintaan atau penawaran yang moncolok.
2. Periode Kedua
Peningkatan yang cepat pada output selama ekspansi ekonomi menurnkan tingkat
pengangguran. Seiring menurunnya pengangguran, perusahaan cenderung merkrut pekerja lebih
banyak lagi dan memberikan peningkatan upah yang lebih besar dari biasanya. Saat output
melebihi potensinya, utilitas kapasitas meningkat dan penggelembungan dana meningkat, upah
dan harga mulai naik.
3. Periode Ketiga
Dengan naiknya inflasi maka perusahaan dan pekerja akan mengharapkan inflasi yang
lebih tinggi. Harapan inflasi yang lebih tinggi tampak dalam keputusan upah dan harga. Tingkat
ekspetasi inflasi lalu meningkat. Tingkat ekspetasi meningkat diatas Kurva Philips awal yang
menunjukkan tingkat ekspetasi inflasi yang lebih tinggi.
4. Periode Akhir
Price Inflation
Level SRAS rate
(percent
per year)
104 B B
Peningkatan 7
AD
100 A
A
3
AD2
Phillips
AD1 Curve
Quantity of 2 6 Unemployment
output Rate (percent)
Sebagai contoh, tingkat harga awal adalah 100. Kemudian pada tahun berikutnya
permintaan aggregat mengalami peningkatan. Sehingga kurva permintaan aggregat
bergeser ke kanan, hingga mencapai keseimbangan baru di titik B. Titik B ini juga
berhubungan dengan titik B di kurva Phillips. Jadi, ketika permintaan aggregat
meningkat, tingkat inflasi relatif tinggi dan tingkat pengangguran relatif rendah.
Dari manakah persamaan untuk kurva Phillips ini berasal? Meskipun kelihatannya tidak
biasa, kita bisa menderivasinya dari persamaan untuk penawaran agregat. Untuk melihat
bagaimana caranya, tulislah persamaan penawaran agregat sebagai
P = Pe + (1/a)(Y — Y),
Dengan satu penambahan, satu pengurangan, dan satu substitusi, kita bisa memanipulasi
persamaan ini untuk mendapatkan hubungan antara inflasi dan pengangguran.
Inilah tiga tahap tersebut. Pertama, tambahkan sisi kanan persamaan itu dengan
guncangan penawaran v untuk menunjukkan per-istiwa eksogen (seperti perub.ahan
harga minyak dunia) yang mengubah tingkat harga dan menggeser kurva penawaran
agregat jangka pendek:
P = Pe + (1/α)(Y- Y) + v.
Selanjutnya, untuk mengubah dari tingkat harga menjadi tingkat inflasi, kurangi tingkat
harga tahun lalu P-1 dari kedua sisi persamaan untuk mendapatkan
(P – P-1) = (Pe - P-1 + (1/a)(Y - Y) + v.
Symbol pada sisi kiri, P- P-1, adalah perbedaan antara tingkat harga sekarang dan tingkat
harga tahun lalu, yang merupakan inflasi π8simbolpada sisi kanan, Pe - P-1 adalah
perbedaanantara tingkat harga yang diharapkan dan tingkat harga tahun lalu, yang
merupakan inflasi yang (diharapkan. π8Karna itu, kita bisa mengantiP — P-1 dengan π
dan Pe'- P-1 dengan πe
π= π+(1-α)(Y — Y) + v.
Ketiga, untuk beralih dari output ke pengangguran, ingatlah dari Bab 9 bahwahukum
Okun memberikan hubungan antara dua variabel ini. Sato versi dari hukum Okun
nienyatakan bahwa penyimpangan output dari tingkat alamiah berbanding terbalik
dengan penyimpangan pengangguran dari tingkat alamiah; yaitu, bila output lebih tinggi
dari tingkat output alamiah, pengangguran lebih rendah daripada tingkat pengangguran
alamiah. Kira bisa menulisnya sebagai
(1/α) (Y – Y) = - β(u – ue).
Dengan menggunakan hubungan hukum Okun ini, kita bisa mensubstitusi - β(u- u")
untuk (1/α) (Y — Y) dalam persamaan sebelumnya untuk mendapatkan:
π – πe - β(u – ue) + v
jadi, kita bisa menderivasi persamaan kurva Phillips dari persamaan penawaran agregat.
Seluruh proses aljabar ini menunjukkan satu hal: persamaan kurva Phillips dan
persamaan penawaran agregat jangka pendek pada dasarnya menunjukkan gagasan
makroekonomi yang sama. Lebih jelasnya, kedua persamaan itu menunjukkan hubungan
antara variabel riil dan nominal.