Anda di halaman 1dari 5

Pasien-pasien sirosis memiliki karakteristik ikatan protein plasma yang sangat bervariasi.

Variasi
ini kemungkinan mencerminkan fakta bahwa beberapa pesien sirosis memiliki suatu stimulus yang kuat
untuk produksi AAG, sedngkan pasien lain yang mengidap penyakit haptic lebih serius tidak mampu
membuat protein-protein ikatan tersebut.

AFINITAS IKATAN

Afinitas ikatan protein plasma untuk suatu obat juga dapat mengubah fraksi obat yang bebas (fu).
Protein plasma pada pasien uremia (gagal ginjal stadium akhir yang parah) memiliki afinitas yang lebih
rendah untuk fenitoin daripada protein yang dapat pada individu yang tidak menderita uremia.

C bebas
fu=
C terikat +C bebas ¿
¿
C bebas
¿
C total ¿
¿
Kesimpulannya setiap factor yang mempengaruhi ikatan protein memiliki makna klinis yang penting
apabila obat memiliki ikatan protein yang tinggi ( fu <0,1 atau 10% tidak terikat)

Walaupun pada contoh tempak bahwa pasien dengan ikatan proten yang berubah memilki konsentrasi
obat tidak terikat yang lebih tinggi, peningkatan konsentrasi obat tidak terikat tidak disebabkan oleh
penurunan ikatan. Sebagai aturan umum, jika fraksi tidak terikat meningkat dalam situasi tertentu,
klinis harus meunurunkan C yang diharapkan dengan perbandingan yang sama. Dengan kata lain, jika fu
meningkat dua kali lipat, C yang diharapkan harus harus diturunkan menjadi setengah dari nilai biasa.

Prubahan ikatan plasma akan mnimbulkan efek yang sangat besar pada konsentrasi obat dalam plasma
karena konsentrasi obat terikat telah berubah. Akibatnya, konentrasi obat (fu) dalam plasma mengali
perubahan. Konentrasi obat tidak terikat umumnya tidak terpengaruh. Namun hal yang harus diingat
bahwa fraksi bebas (fu) adalah perbandingan antara konsentrasi obat tidak terikat dengan konsentrasi
total. Fu bergantung pada karekteristik ikatan bukan pada penyebab konsentrasi obat bebas atau obat
tidak terikat seperti yang mungkin tersirat.

PEMANTAUAN KONSENTRASI OBAT BEBAS ATAU TIDAK TERIKAT DALAM PLASMA

Pemantauan konsentrasi obat bebas atau tidak terikat dalam plasma tidak akan berpengaruh signifikan
terhadap evaluasi status klinis pasien. Walaupun secara teoritis memiliki keunggulan klinis namun hanya
sedikit bukti yang menunjukan bahwa pemantauan kadar obat tidak terikat meningkat korelasi antara
konsentrasi obat dalam plasma dan farmakologi atau prognosis terapeutik.

Ketikan pemantauan dilakukan, kita harus mengetahui adanya factor-faktor yang dapat mengubah
hubungan antara karakteristik ikatan plasma in vitro dan in vivo. Sehungga kita dapat memperhatikan
metode yang akan digunakan untuk menentukan kadar obat bebas, misalnya dialisi kesetimbangan,
ultrafiltrasi, pengambilan sampel saliva, dll. Dan kondisi pengambilan sampel dapat mengubah hasil
pengukuran in vitro. Hal tersebut akan menyebabkan pemakaian pemantauan kadar obat bebas atai
todak terikat dalam plasma bukan standar praktik dan hanya digunakan dalam sejumlah kondisi klinis
tertentu. Jika pengukuran konsentrasi obat tidak terikat dalam serum jarang dilakukan, hsil pengukuran
perlu dievaluasi dengan seksama dan dibandingkan terhadap kadar obat bebas yang diperkirakan dan
respon klinis pasien.

VOLUME DISTRIBUSI (V)


Volume distribusi obat atau “volume distribusi nyata” tidak sepenuhnya menunjukan kompertemen
fisiologik tertentu di dalam tubuh. parameter tersebut hanya menyatakan ukuran suatu kompartemen,
yang dibutuhkan untuk menghitung total jumlah obat didalam tubuh apabila obat berada diseluruh
tubuh dengan konsentrasi yang sama dengan didalam plasa.

Ab
V=
C
Keterangan :

V = volume distribusi nyata

Ab = total jumlah dalamtubuh

C = konsentrasi obat dalam plasma

Volume distribusi nyata merupakan fungsi dari kelarutan obat dalam lipid terhadap kelarutan obat
dalam air serta fungsi dari sifar dari sifat ikatan obat dalam protein plasma dan dalam protein jaringan.
Faktor-faktor yang cenderung menahan obat dalam plasma atau meningkatkan C ( seperti kelarutan
yang tinggi dalam air, ikatan protein yang meningkat, atau ikatan jaringan yang menurun) cenderung
menurunkan volume distribusi nyata. Sebaliknya factor-faktor yang menurunkan C dalam plsma (seperti
ikatan protein plasma yang menurun, ikatan jaringan yang meningkat, dan kelarutan dalam lipid yang
lebih besar) cenderung meningkatkan volume distribusi nyata.

DOSIS MUATAN

Volume distribusi merupakan factor yang menyangkut keseluruhan obat dalam tubuh, sehingga
v=menjadi variable penting dalam mengestimasi dosis muatan yang diperlakukan untuk mencapai
konsentrasi yang diharapkan dalam plasma dengan cepat.

( V )(C )
Dosis Muatan=
( S) ( F) ¿
¿
Keterangan

V = Volume distribusi

C =konsentrasi yang diharapkan dalam plasma

SF = fraksi dosis pemberian yang mencapai sirkulasi sistemik


Untuk mengestimasikan dosis muatan yang diperlukan untuk mencapai konsentrsi plasma yang lebih
tinggi daripada konsentrasi plasma yang lebih tinggi daripada konsentrasi yang sedang berjalan. Rumus
ini diperoleh dengan mengganti C dengan parameter yang menyatakan kenaikan yang diharapkan pda
konsentrasi plasma.

(V )(C yang diharapkan−Cawal)


Dosis Muatan Tambahan=
(S ) (F ) ¿
¿

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME DISTRIBUSI (V) DAN DOSIS MUATAN

Setiap faktor yang mengubah volume distribusi secara teoritis akan mempengaruhi dosis muatan.

Ikatan jaringan yag menurun akan meningkatkan C karena lebih bayak obat yang tinggal dalam plasma.
Karena itu, jika kadar plasma yang diharapkan tidak berubah, dosis muatan yang diperlukan lebih kecil.
Seblaiknya,, ikatan protein plasma yang menurun cenderung meningkatkan volume distribusi nyata
karena obat dalam kondisi normal berada didalam plasma lebih banyak tersedia untuk membentuk
kesetimbangan dangan jaringan dan tempat ikatan jaringan. Ikatan protein plasma yang menurun juga
meningkatkan fraksi obat bebas atau obat aktif sehingga C yang diharapkan untuk menghasilkan respon
terapeutik tertentu berkurang. Kesimpulannya, berkurangnya ikatan pada protein plasma meningkatkan
V dan menurunkan C sehingga tidak menghasilkan efek akhir pada dosis muatan.

(↑ V )(C ↓)
↔ Dosis Muatan=
( S) ( F ) ¿
¿
Sebagian besar obat didalam tubuh sebenarnya berada diluar kompartemen plasma dan bahwa jumlah
obat yang terikat pada protein plasma hanya sebagian kecil dari jumlah total di dalam tubuh.

Dosis muatan fenitoin yang menghasilkan efek terapeutik normal pada pasien uremia sama dengan pada
pasien non-uremia karena volume distribusi meningkat sekitar dua kali lipat pada pengidap uremia.
Maka jika volume distribusi meningkat dangan faktor 2 dan konsentrasi obat yang diharapkan menurun
dengan faktor ½.

(2 V )(1 /2 C)
↔ Dosis Muatan=
(S ) (F ) ¿
¿
MODEL DUA KOMPARTEMEN

Dalam situasi tertentu tubuh lebih tepat dipandang sebaga dua kompartemen. Kompartemen pertama
dapat digambarkan sebagai volume yang lebih kecildan cepat setibang, yang biasanya terdiri dari atas
plasma atau darah dan organ atau jaringan yang memiliki aliran darah yang tinggi dan mencapai
kesetimbangan dengan konsentrasi obat dalam darah atau plasma. Kompartemen pertama ini memiliki
volume yang dilambangkan dengan V1 atau volume distribusi awal. Kompartemen kedua membentuk
kesetimbangan dengan obat dalam periode yang lebih lama. Volume ini disebut dengan Vt atau volume
distribusi jaringan. Waktu paruh untuk fase distribusi dinyatakan sebagai waktu paruh alfa (α), dan
waktu paruh untuk fase distribusi adalah waktu paruh beta (β). Jumalah Vi dan Vt merupakan volume
distribusi nyata (V). Obat diasumsikan masuk kedalam Vi dan dieliminasi dari Vt. Semua obat yang
didistribusikan ke dalam kompartemen jaringan (Vt) harus mencapai kesetimbangan kembali kedalam Vi
sebelum dieliminasi.

Efek Model Dua Komparetemen pda Dosis Muatan dan Konsentrasi Plasma (C)

Dibutuhkan waktu tertentu untuk ,emdistribusikan obat kedalam Vt dosis muatan yang diberikan secara
cepat yang dihitung berdsarkan V(Vi+Vt) akan menghasilkan C awal yang lebih tingg dari pada yang di
prediksikan kaena Vi selalu lebih kecil dari pada V. konsekuensi nilai C yang lebih tinggi dari pada C yang
diharapkan bergantung pada aoakah organ target yang diharapkan memberikan respon klinis berprilaku
seolah-olah berada dalam Vi atau Vt.

Jika dosis muatan dihitung berdasarkan volume distribusi total konsentrasi obat yang dihantarkan pada
organ akan lebih tinggi sehingga menimbulkan toksisitas jika dosis muatan tidak diberikan secara
tepat.panduan untuk laju pemberian obat seringkali didasarkan pada prinsip model dua komparemen
dengan reseptor untuk respon klinis (toksik atau terapeutik) memberi respon seolah-olah berada dalam
Vi. Pendekatan kedua adalah dengan memberikan dosis matan dalam bentuk dosis bolus individual yang
cukup kecil.

Distribusi obat yang lambat kedlam kompartemen jaringan dapat menimbulakan maslah dalam
memperoleh interpretasi yang akurat tentang konsentrasi obat.

Obat-Obat dengan Model Dua Kompartemen yang Signifikan dan Tidak Signifikan

Pernyataan tidak signifikan berarti bahwa jika pasien tidak dirugikan oleh konsentrasi obat yang mula-
muka nail fase α dan tidak ada sampel obat pada fase α, obat dapat dimodel sebagai obat satu
kompartemen. Obat-obat dengan model dua komparteman yang signifikan adalah obat-obat yang
dieliminasi cukup besar selama fase α awal. Beberapa klinis berpendapat bahwa obat-obat ini dapat
dimonitor lebih baik dengan menggunakan farmakokinetika model dua kompartemen. Model dua
kompartemen tersedia untuk memonitor obat terapeutik.

KLIRES (Cl)
Klirens dapat dinyatakan sebagaikemampuan instrinsik tubuh atau organ eliminasi tubuh (ginjal, hati)
engeluarkan obat dari darah atau plasma. Klirens dinyatakan sebagai volume persatuan waktu. Pada
keadaan tunak (steady state), laju pemberian obat (RA) sama dengan laju eliminasai obat (RE) (lihat juga
konstanta laju eliminasi (K) dan aktu paruh (t1/2)).

Anda mungkin juga menyukai