Anda di halaman 1dari 81

BAB II

TINJAUAN PUSTAKAN

2.1 Asuhan Keperawatan Pasien Lansia Dengan Artritis Reumatoid

2.1.1 Konsep Lansia Dengan Artritis Reumatoid

a. Lanjut usia

1. Pengertian lanjut usia

Lansia adalah seseorang yang mengalami tahap akhir dalam

perkembangan kehidupan manusia. UU No. 13/Tahun 1998

tentang Kesejahteraan Lansia disebutkan bahwa lansia adalah

seseorang yang berusia lebih dari 60 tahun (Dewi, 2014). Proses

menua adalah proses alamiah kehidupan yang terjadi mulai dari

awal seseorang hidup, dan memiliki beberapa fase yaitu anak,

dewasa, dan tua (Kholifah, 2016). Lansia adalah tahap akhir dalam

proses kehidupan yang terjadi banyak penurunan dan perubahan

fisik, psikologi, sosial yang saling berhubungan satu sama lain,

sehingga berpotensi menimbulkan masalah kesehatan fisik maupun

jiwa pada lansia (Cabrera, 2015). Lansia mengalami penurunan

biologis secara keseluruhan, dari penurunan tulang, massa otot

yang menyebabkan lansia mengalami penurunan keseimbangan

yang berisiko untuk terjadinya jatuh pada lansia (Susilo, 2017)


2. Batasan Usia lansia

Batasan usia pada lansia berbeda-beda, umumnya berkisar antara

60-65 tahun. Berikut pendapat para ahli dalam Nugroho (2008)

mengenai batasan usia. Menurut organisasi kesehatan WHO ada

empat tahap yaitu :

a. Usia pertengahan (middle age) : 45-49 tahun

b. Lanjut usia (elderly) : 60-74 tahun

c. Lanjut usia tua (old) : 75-90 tahun

d. Usia Sangat tua (very old) : diatas 90 tahun

3. Perubahan- Perubahan yang terjadi pada Lansia

Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia (Potter & Perry,

2009).

1) Sistem Integumen

Pada lansia sudah mengalami perubahan yang terjadi hilangnya

elastisitas kulit, perubahan pigmentasi, atrofi kelenjar,

penipisan rambut dan pertumbuhan kuku yang lambat.

2) Sistem Pendengaran

Terjadinya presbicusis atau hilangnya kemampuan

pendengaran sekitar 50% terjadi pada usia diatas 65 tahun.

3) Sistem Penglihatan

Terjadinya penurunan daya akomodasi mata (presbyopia),

hilangnya respon terhadap sinar, penurunan adaptasi terang

gelap dan lensa mata sudah mulai menguning.


4) Sistem Respirasi

Penurunan reflex batuk, pengeluaran lendir, debu, iritan

saluran napas berkurang dan terjadi peningkatan infeksi

saluran nafas.

5) Muskuloskeletal

Terjadinya penurunan massa otot dan kekuatan otot,

kekakuan pada sendi serta terjadi penurunan produksi

cairan sinovial. Otot pada lansia mengalami pengecilan

akibat kurangnya aktivitas, proses pembentukan tulang

mengalami perlambatan. Tulang menjadi berongga yang

disebabkan penyerapan kalsium oleh vitamin D mengalami

penurunan akibatnya rawan untuk terjadi patang tulang

pada lansia. Penurunan fungsi sistem muskuloskeletal pada

lansia dapat menyebabkan beberapa perubahan seperti

osteoarthritis, osteoporosis yang dapat memunculkan

keluhan nyeri, kekauan pada sendi, hilangnya pergerakan,

dan muncul tanda-tanda inflamasi, pembengkakan serta

mengakibatkan gangguan mobilitas (Sevilla, 2013)

4. Pengertian Jatuh

Jatuh adalah suatu kejadian yang dipengaruhi oleh beberapa faktor

seperti faktor fisik, biologis, dan lingkungan (Sabatini). Kusuma&

Tambunan, 2015). Jatuh adalah penurunan keseimbangan pada

seseorang akibat dari kelemahan kerja otot dan terganggunya


sistem keseimbangan seperti mata, dan telinga tengah yang

menyebabkan seseorang jatuh secara tiba-tiba yang tidak

disengaja, lansia yang sering mengalami jatuh akan mengakibatkan

penurunan kepercayaan diri untuk beraktivitas (Wilson, 2017).

Jatuh adalah penyebab utama cedera yang dapat meningkatkan

risiko kematian pada lansia (Young, 2016).

5. Faktor Risiko Jatuh

Ada empat faktor yang menyebabkan lansia jatuh yaitu kondisi

patologis dan penurunan fungsional, efek obat, dan faktor

lingkungan (Miller, 2012):

a. Usia

Bertambahnya usia dapat meningkatkan risiko jatuh, karena

dengan bertambahnya usia akan mengalami penurunan massa

dan kekuatan tulang yang menimbudlkan kerapuhan pada

tulang , lansia yang memiliki usia lebih dari 75 tahun lebih

sering mengalami jatuh.

b. Kondisi Patologis dan Penurunan Fungsional

c. Lansia mengalami masalah patologis dan penurunan fungsional

seperti osteoporosis, osteoarthritis, perubahan gaya berjalan,

hipotesis postural akibat dari penurunan pada sistem

muskuloskeletal. Lansia juga mengalami demensia,

kebingungan, depresi, dan kecemasan akibat dari perubahan


psikologi dan penurunan kognitifnya. Demensia pada lansia

diasosiasikan dengan meningkatnya risiko jatuh.

d. Efek Obat

Lansia mengalami beberapa perubahan dan memiliki beberapa

penyakit salah satunya adalah depresi, akibatnya lansia akan

banyak mengkonsumsi obat-obatan seperti obat antidepresan,

diuretik, antikolinergik, antiaritmia yang menimbulkan

beberapa efek samping.

e. Faktor Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada disekitar lansia

dan mempengaruhi perkembangan hidup lansia. Faktor

lingkungan yang menyebabkan lansia jatuh seperti

pencahayaan yang kurang, kurangnya pegangan tangan di

tangga, lantai licin, tempat tidur yang tinggi, dan lingkungan

yang tidak umum pada lansia. Faktor faktor penyebab jatuh

pada lansia menjadi dua kategori yaitu faktor intrinsik dan

ekstrinsik Ashar (2016) yaitu:

1) Faktor Intrinsik

Faktor intrinsik yaitu faktor yang didapat dari dalam tubuh

lansia antara lain :

a) Riwayat penyakit

Riwayat penyakit kronis yang diderita lansia selama

bertahun- tahun seperti penyakit dizziness, hilangnya


fungsi penglihatan, penyakit stroke, hipertensi dan

sinkope yang menyebabkan lansia jatuh (Darmojo, 2009

dalam Ashar, 2016).

b) Perubahan Fungsi Kognitif

Perubahan psikososial berhubungan dengan perubahan

kognitif dan efektif. Kemampuan konitif pada lansia

dipengaruhi oleh lingkungan seperti tingkat pendidikan,

faktor personal, status kesehatan seperti depresi (Mauk,

2010)

c) Gangguan gerak

Gangguan gerak atau gangguan extrapiramidal yaitu

kelainan regulasi terhadap gerakan volunter. Gerakan

yang berlebihan atau gerakan yang berkurang

merupakan sindrom neurologis yang terjadi seiring

dengan bertambahnya usia (Miller 2005 dalam Ashar,

2016).

d) Gangguan neurologis

Gangguan neurologis yang terjadi pada lansia salah

satunya adalah perubahan sistem saraf pusat yang dapat

mempengaruhi sistem organ lainnya. Stroke dan

Trancient Iskemia Attack (TIA) merupakan perubahan

pada sistem saraf pusat yang mengakibatkan


hemiparese yang sering menyebabkan jatuh pada lansia

(Mustakim, 2015).

e) Gangguan pengelihatan

Gangguan pengelihatan akibat dari ukuran pupil yang

menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang

(Mustakim, 2015). Pada lansia mengalami gangguan

penglihatan akibat ukuran pupil yang menurun dan

lensa menguning yang menyebabkan katarak pada

lansia, sehingga kemampuan lansia untuk melihat

berkurang. Akibat gangguan penglihatan lansia

mengalami kesulitan berjalan yang menyebabkan risiko

jatuh pada lansia (Cieayundacitra, 2010 dalam Ashar,

2016).

f) Gangguan pendengaran

Gangguan pendengaran diakibatkan terjadinya

perubahan telinga bagian dalam pada lansia. Telingan

bagian dalam terdiri dari kokhlea dan organ-organ

keseimbangan. Sistem vestibular, mata dan

propioseptor membantu dalam mempertahankan

keseimbangan tubuh. Gangguan pada sistem vestibular

dapat menyebabkan pusing dan vertigo yang dapat

mengganggu keseimbangan tubuh pada lansia (Ashar,

2016).
2) Faktor Ekstrinsik

Faktor yang didapat dari luar tubuh atau dari lingkungan

sekitar lansia, antara lain:

1. Alat Bantu Jalan

Penggunaan alat bantu berjalan seperti walker, togkat,

kursi roda, kruk dalam jangka waktu lama dapat

menyebabkan jatuh karena mempengaruhi fungsi

keseimbangan tubuh (Centers For Disaster Control

and Prevention, CDC 2014 dalam Ashar 2016).

2. Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor ekstrinsik dalam risiko

jatuh atau keadaan yang dapat mendukung dan

membahayakan kehidupan lansia. Lingkungan yang

sering membahayakan adalah lingkungan yang dapat

meningkatkan risiko jatuh pada lansia seperti, tempat

tidur yang tinggi, alat rumah tangga yang berserakan,

penerangan yang tidak baik, lantai yang licin (Suryani,

2018).

3. Aktifitas

Aktivitas dapat dilakukan lansia sehari-hari,

kemampuan beraktivitas pada lansia sangat penting

dilakukan untuk melihat kemandirian lansia, seperti

olahraga, melakukan hobi, naik turun tangga, berjalan,


dan lain-lain. Lansia sering mengalami jatuh sebagian

besar disebabkan karena memiliki aktivitas sehari hari

dengan rentang tingkat ketergantungan atau lansia yang

kurang aktivitas (Suryani, 2018).

6. Pencegahan Jatuh

Jatuh merupakan suatu masalah dikarenakan banyak penyebab dan

faktor risiko sehingga menimbulkan suatu komplikasi yang tidak

diinginkan, maka dibutuhkan suatu pencegahan yang dilakukan

dengan cara sebagai berikut (Miller, 2012).

a. Mengindentifikasi orang-orang yang risiko jatuh

b. Melakukan tindakan pencegahan yang konsisten

c. Memberikan pendidikan ke semua staf profesional dan

nonprofessional yang sering bertemu dengan lansia yang risiko

jatuh

d. Memberikan pendidikan ke semua staf professional dan

nonprofessional untuk meningkatkan kesadaran lansia untuk

mencegah risiko jatuh

Cara untuk mencegah risiko jatuh menurut Dewi (2014) yaitu:

a. Program latihan

Beberapa penelitian menyebutkan latihan dapat menurunkan

risiko jatuh. Latihan dapat membantu memperbaiki

keseimbangan tubuh, kelemahan otot, gaya berjalan, yang


dilakukan 2-3 kali dalam satu minggu dan selama latihan

dilakukan 1 jam.

b. Modifikasi lingkungan

Modifikasi lingkungan adalah salah satu cara untuk mencegah

lansia jatuh. Tujuan modifikasi agar lansia tidak terganggu

dalam mobilitasnya, selain itu kognitif yang baik pada lansia

dapat membantu lansia untuk menentukan lingkungan yang

baik untuk diri sendiri. Terganggunya kognitif pada lansia

memerlukan bantuan dalam melakukan modifikasi lingkungan

seperti pencahayaan yang adekuat, lantai tidak licin.

7. Morse Fall Scale (MFS)

Morse fall scale (MFS) adalah skala untuk mengindentifikasi

pasien yang berisiko jatuh. Dengan menghitung skor MFS pada

pasien dapat ditentukan risiko jatuh dari pasien tersebut, sehingga

dapat ditentukan upaya pencegahan yang dilakukan. Skala ini

termasuk mudah dan cepat digunakan sehingga sekitar 82,9%

perawat menggunakannya untuk menilai risiko jatuh pada pasien

lansia yang melakukan rawat inap maupun rawat jalan. MFS

memiliki 6 point pertanyaan yang meliputi riwayat jatuh 3 bulan

terakhir, diagnosa skunder, alat bantu jalan, terapi intravena, gaya

berjalan atau cara berpindah, dan status mental, dimana setiap

point memiliki skor yang berbeda-beda dengan jumlah skor 135.

penghitungan skala MFS membutuhkan waktu sekitar 3 menit


dengan enam pertanyaan dan sudah teruji tingkat validitasnya

(Morse, 2014). Dengan interpretasi:

1. 0-24 : tidak berisiko jatuh

2. 25-50 : risiko rendah

3. ≥ 51 : risiko tinggi untuk jatuh

b. Artritis Reumatoid

1. Pengertian Artritis Reumatoid

Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang

berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah,

arthritis berarti radang sendi. Sedangkan Reumatoid arthritis

adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi

tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi

pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan

kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2002). Reumatik adalah

gangguan berupa kekakuan, pembengkakan, nyeri dan kemerahan

pada daerah persendian dan jaringan sekitarnya (Adellia, 2011).

2. Klasifikasi Artritis Reumatoid

Buffer (2010) mengklasifikasikan reumatoid arthritis menjadi 4

tipe, yaitu:

a. Reumatoid arthritis klasik

pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi

yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam

waktu 6 minggu.
b. Reumatoid arthritis defisit

pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi

yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam

waktu 6 minggu.

c. Probable Reumatoid arthritis

pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi

yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam

waktu 6 minggu.

d. Possible Reumatoid arthritis

pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi

yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam

waktu 3 bulan. Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat

tiga stadium yaitu :

1. Stadium sinovitis

Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan

sinovial yang ditandai hiperemi, edema karena kongesti,

nyeri pada saat bergerak maupun istirahat, bengkak dan

kekakuan.

2. Stadium destruksi

Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan

sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai

adanya kontraksi tendon.

3. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan

berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi secara

menetap.

3. Etiologi Artritis Reumatoid

Hingga kini penyebab Remotoid Artritis (RA) tidak diketahui,

tetapi beberapa hipotesa menunjukan bahwa RA dipengaruhi oleh

faktor-faktor :

a. Mekanisme IMUN ( Antigen-Antibody) seperti interaksi antara

IGC dan faktor Reumatoid

b. Gangguan Metabolisme

c. Genetik

d. Faktor lain : nutrisi dan faktor lingkungan (pekerjaan dan

psikososial)

Penyebab penyakit Reumatoid arthritis belum diketahui secara

pasti, namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas

(antigen-antibodi), faktor metabolik, dan infeksi virus (Suratun,

Heryati, Manurung & Raenah, 2008). Adapun Faktor risiko yang

akan meningkatkan risiko terkena nya artritis reumatoid adalah;

a. Jenis Kelamin.

Perempuan lebih mudah terkena AR daripada laki-laki.

Perbandingannya adalah 2-3:1.

b. Umur
 Artritis reumatoid biasanya timbul antara umur 40 sampai 60

tahun. Namun penyakit ini juga dapat terjadi pada dewasa tua

dan anak-anak (artritis reumatoid juvenil)

c. Riwayat Keluarga

Apabila anggota keluarga anda ada yang menderita penyakit

artritis Reumatoid maka anda kemungkinan besar akan terkena

juga.

d. Merokok

Merokok dapat meningkatkan risiko terkena artritis reumatoid.

4. Patofisiologi Artritis Reumatoid

Pada Reumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan

sebelumnya) terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses

fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim

tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi

membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan

menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang.

Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan

mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut

otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan

menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot

(Smeltzer & Bare, 2002). Inflamasi mula-mula mengenai sendi-

sendi sinovial seperti edema, kongesti vaskular, eksudat febrin dan

infiltrasi selular.  Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi


menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi.  Pada

persendian ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang

menutupi kartilago.  Pannus masuk ke tulang sub chondria.

Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan

pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis. 

Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan

sendi.  Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi

diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang

bersatu (ankilosis).  Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan

tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi

atau dislokasi dari persendian.  Invasi dari tulang sub chondrial

bisa menyebkan osteoporosis setempat. Lamanya Reumatoid

arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan adanya masa

serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang

sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi.

Namun pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat

ditandai dengan kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi

vaskulitis yang difus (Long, 1996).


5. Pathway Artritis Reumatoid

Reaksi factor R Kekakuan sendi Hambatan mobilitas


dengan antibody, fisik
factor metabolic,
iinfeksi dengan
kecenderungan virus
Reaki peradangan Nyeri

Synovial menebal pannus Kurangnya


informasi tentang
proses penyakit

nodul Infiltrasi dalam os.


Subcondria Defisiensi
pengetahuan
ansietas
Deformitas sendi
Hambatan nutrisi
pada kartilago
artikularis
Gangguan body
image Kartilago nekrosis

Kerusakan
kartilago dan Erosi kartilago
tulang

Adhesi pada
Mudah luksasi dan Tendon dalam permukaaan sendi
subluksasi ligament melemah

Resiko cidera Akilosis fibrosa


Hilangnya
kekuatan otot
Keterbatasan
gerakan sendi
Kekuatan sendi Akilosis kurang

Hambatan
Deficit perawatan
mobilitas fisik
diri

6. Tanda dan Gejala Artritis Reumatoid

Pasien-pasien dengan RA akan menunjukan tanda dan gejala

seperti :

a. Nyeri persendian

b. Bengkak (Reumatoid nodule)

c. Kekakuan pada sendi terutama setelah bangun tidur pada pagi

hari

d. Terbatasnya pergerakan

e. Sendi-sendi terasa panas

f. Demam (pireksia)

g. Anemia

h. Berat badan menurun

i. Kekuatan berkurang

j. Tampak warna kemerahan di sekitar sendi

k. Perubahan ukuran pada sendi dari ukuran normal

l. Pasien tampak anemic


Pada tahap yang lanjut akan ditemukan tanda dan gejala

seperti :

a. Gerakan menjadi terbatas

b. Adanya nyeri tekan

c. Deformitas bertambah pembengkakan

d. Kelemahan

e. Depresi

Gejala Extraartikular :

a. Pada jantung : Reumatoid heard diseasure,  Valvula lesion

(gangguan katub), Pericarditis, Myocarditis

b. Pada mata : Keratokonjungtivitis, Scleritis

c. Pada lympa : Lhymphadenopathy

d. Pada thyroid : Lyphocytic thyroiditis

e. Pada otot : Mycsitis

Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada

penderita artritis reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul

sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini

memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi.

a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat

badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat

demikian hebatnya.

b. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk

sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-


sendi interfalangs distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat

terserang.

c. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat

generalisata tatapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan

ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang

biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu

kurang dari 1 jam.

d. Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran

radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi

di tepi tulang dan ini dapat dilihat pada radiogram.

e. Deformitas: kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi

dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari,

subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas boutonniere

dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering

dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan)

kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi

metatarsal. Sendi-sendi besar juga dapat terserang dan

mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam

melakukan gerak ekstensi.

f. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang

ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita

arthritis Reumatoid. Lokasi yang paling sering dari deformitas

ini adalah bursa olekranon (sendi siku ) atau di sepanjang


permukaan ekstensor dari lengan; walaupun demikian nodula-

nodula ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya.

Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan suatu petunjuk

suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.

g. Manifestasi ekstra-artikular: artritis reumatoid juga dapat

menyerang organ-organ lain di luar sendi. Jantung

(perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah

dapat rusak.

Gejala umum Reumatoid arthritis datang dan pergi, tergantung

pada tingkat peradangan jaringan. Ketika jaringan tubuh meradang,

penyakit ini aktif. Ketika jaringan berhenti meradang, penyakit ini

tidak aktif. Remisi dapat terjadi secara spontan atau dengan

pengobatan dan pada minggu-minggu terakhir bisa bulan atau

tahun. Selama remisi, gejala penyakit hilang dan orang-orang pada

umumnya merasa sehat ketika penyakit ini aktif lagi (kambuh)

ataupun gejala kembali (Reeves, Roux & Lockhart, 2001). Ketika

penyakit ini aktif gejala dapat termasuk kelelahan, kehilangan

energi, kurangnya nafsu makan, demam kelas rendah, nyeri otot

dan sendi dan kekakuan. Otot dan kekauan sendi biasanya paling

sering di pagi hari. Disamping itu juga manifestasi klinis

Reumatoid arthritis sangat bervariasi dan biasanya mencerminkan

stadium serta beratnya penyakit. Rasa nyeri, pembengkakan,

panas, eritema dan gangguan fungsi merupakan gambaran klinis


yang klasik untuk Reumatoid arthritis (Smeltzer & Bare, 2002).

Gejala sistemik dari Reumatoid arthritis adalah mudah capek,

lemah, lesu, takikardi, berat badan menurun, anemia. Pola

karakteristik dari persendian yang terkena adalah : mulai pada

persendian kecil di tangan, pergelangan, dan kaki. Secara progresif

mengenai persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki,

tulang belakang serviks, dan temporomandibular. Awitan biasanya

akut, bilateral dan simetris. Persendian dapat teraba hangat,

bengkak, kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 30

menit. Deformitas tangan dan kaki adalah hal yang umum. Jika

ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :

a. Stadium sinovitis

Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial

yang ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat

bergerak maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.

b. Stadium destruksi

Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial

terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya

kontraksi tendon.

c. Stadium deformitas

Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan

berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.


Keterbatasan fungsi sendi dapat terjadi sekalipun stadium pada

penyakit yang dini sebelum terjadi perubahan tulang dan ketika

terdapat reaksi inflamasi yang akut pada sendi-sendi tersebut.

Persendian yang teraba panas, membengkak, tidak mudah

digerakkan dan pasien cendrung menjaga atau melinddungi sendi

tersebut dengan imobilisasi. Imobilisasi dalam waktu yang lama

dapat menimbulkan kontraktur sehingga terjadi deformitas

jaringan lunak. Deformitas dapat disebabkan oleh ketidaksejajajran

sendi yang terjadi ketika sebuah tulang tergeser terhadap lainnya

dan menghilangkan rongga sendi (Smeltzer & Bare, 2002).

Adapun tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius

terjadi pada lanjut usia menurut Buffer (2010), yaitu: sendi terasa

kaku pada pagi hari, bermula sakit dan kekakuan pada daerah lutut,

bahu, siku, pergelangan tangan dan kaki, juga pada jari-jari, mulai

terlihat bengkak setelah beberapa bulan, bila diraba akan terasa

hangat, terjadi kemerahan dan terasa sakit/nyeri, bila sudah tidak

tertahan dapat menyebabkan demam, dapat terjadi berulang

7. Komplikasi Artritis Reumatoid

a. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti

adanya prosesgranulasi di bawah kulit yang disebut subcutan

nodule.

b. Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan

otot.
c. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli.

d. Tromboemboli adalah adanya sumbatan pada pembuluh darah

yang disebabkan oleh adanya darah yang membeku.

e. Terjadi splenomegali.

f. Slenomegali merupakan pembesaran limfa,jika limfa

membesar kemampuannya untuk menyebabkan berkurangnya

jumlah sel darah putih dan trombosit dalam sirkulasi

menangkap dan menyimpan sel-sel darah akan meningkat.

Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis

dan ulkus peptik yang merupakan komlikasi utama penggunaan

obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah

perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid drugs,

DMARD ) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan

mortalitas utama pada arthritis reumatoid. Komlikasi saraf yang

terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar dibedakan

antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya

berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra

servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.

8. Kriteria Diagnostik Artritis Reumatoid

Kriteria American Rheumatism Association untuk Artritis

Reumatoid, Revisi 1987.

No Kriteria Definisi
1 Kaku pagi hari Kekakuan pada pagi hari pada

persendian dan disekitarnya,

sekurangnya selama 1 jam sebelum

perbaikan maksimal
2 Artritis pada 3 Pembengkakan jaringan lunak atau

daerah persendian atau lebih efusi (bukan

pertumbuhan tulang) pada

sekurang-kurangnya 3 sendi secara

bersamaan yang diobservasi oleh

seorang dokter. Dalam kriteria ini

terdapat 14 persendian yang

memenuhi kriteria yaitu PIP, MCP,

pergelangan tangan, siku

pergelangan kaki dan MTP kiri dan

kanan.
3 Artritis pada       Sekurang-kurangnya terjadi

persendian tangan pembengkakan satu persendian

tangan seperti yang tertera diatas.


4 Artritis simetris Keterlibatan sendi yang sama

(seperti yang tertera pada kriteria 2

pada kedua belah sisi, keterlibatan

PIP, MCP atau MTP bilateral dapat

diterima walaupun tidak mutlak

bersifat simetris.
5 Nodul Reumatoid Nodul subkutan pada penonjolan

tulang atau permukaan ekstensor

atau daerah juksta-artrikular yang

diobservasi oleh seorang dokter.


6 Faktor Reumatoid Terdapatnya titer abnormal faktor

serum reumatoid serum yang diperiksa

dengan cara yang memberikan hasil

positif kurang dari 5% kelompok

kontrol yang diperiksa.


7 Perubahan Perubahan gambaran radiologis

gambaran yang radiologis khas bagi arthritis

reumotoid pada periksaan sinar X

tangan posteroanterior atau

pergelangan tangan yang harus

menunjukkan adanya erosi atau

dekalsifikasi tulang yang

berlokalisasi pada sendi atau daerah

yang berdekatan dengan sendi

(perubahan akibat osteoartritis saja

tidak memenuhi persyaratan).


Untuk keperluan klasifikasi, seseorang dikatakan menderita artritis

reumatoid jika ia sekurang-kurangnya memenuhi 4 dari 7 kriteria

di atas. Kriteria 1 sampai 4 harus terdapat minimal selama 6

minggu. Pasien dengan dua diagnosis tidak dieksklusikan.


Pembagian diagnosis sebagai artritis reumatoid klasik, definit,

probable atau possible tidak perlu dibuat.

9. Pemeriksaan Penunjang Artritis Reumatoid

a. Tes serologi : Sedimentasi eritrosit meningkat, Darah bisa

terjadi anemia dan leukositosis, Reumatoid faktor, terjadi 50-

90% penderita

b. Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan

pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang

yang berdekatan ( perubahan awal ) berkembang menjadi

formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio.

Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.

c. Scan radionuklida :mengidentifikasi peradangan sinovium

d. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan

irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi

e. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang

lebih besar dari normal: buram, berkabut, munculnya warna

kuning ( respon inflamasi, produk-produk pembuangan

degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas

dan komplemen ( C3 dan C4 ).

f. Biopsi membran sinovial: menunjukkan perubahan inflamasi

dan perkembangan panas.

g. Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle

Aspiration) atau atroskopi; cairan sendi terlihat keruh karena


mengandung banyak leukosit dan kurang kental dibanding

cairan sendi yang normal.

Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli-

arthritis yang simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari

tangan dan kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau

lebih bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-

artikuler pada foto rontgen. Beberapa faktor yang turut dalam

memeberikan kontribusi pada penegakan diagnosis Reumatoid

arthritis, yaitu nodul Reumatoid, inflamasi sendi yang ditemukan

pada saat palpasi dan hasil-hasil pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaaan laboratorium menunjukkan peninggian laju endap

darah dan factor Reumatoid yang positif sekitar 70%; pada awal

penyakit faktor ini negatif. Jumlah sel darah merah dan

komplemen C4 menurun. Pemeriksaan C- reaktifprotein (CRP)

dan antibody antinukleus (ANA) dapat menunjukan hasil yang

positif. Artrosentesis akan memperlihatkan cairan sinovial yang

keruh, berwarna mirip susu atau kuning gelap dan mengandung

banyak sel inflamasi, seperti leukosit dan komplemen (Smeltzer &

Bare, 2002). Pemeriksaan sinar-X dilakukan untuk membantu

penegakan diagnosis dan memantau perjalanan penyakitnya. Foto

rongen akan memperlihatkan erosi tulang yang khas dan

penyempitan rongga sendi yang terjadi dalam perjalanan penyakit

tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).


10. Penatalaksanaan Artritis Reumatoid

Tujuan utama terapi adalah:

a. Meringankan rasa nyeri dan peradangan

b. memperatahankan fungsi sendi dan kapasitas fungsional

maksimal penderita.

c. Mencegah atau memperbaiki deformitas

Program terapi dasar terdiri dari lima komponen dibawah ini yang

merupakan sarana pembantu untuk mecapai tujuan-tujuan tersebut

yaitu:

a. Istirahat

b. Latihan fisik

c. Panas

d. Pengobatan

1. Aspirin (anti nyeri)dosis antara 8 s.d 25 tablet perhari,

kadar salisilat serum yang diharapakan adalah 20-25 mg

per 100 ml

2. Natrium kolin dan asetamenofen  meningkatkan toleransi

saluran cerna terhadap terapi obat

3. Obat anti malaria (hidroksiklorokuin, klorokuin) dosis 200

– 600 mg/hari  mengatasi keluhan sendi, memiliki efek

steroid sparing sehingga menurunkan kebutuhan steroid

yang diperlukan

4. Garam emas
5. Kortikosteroid

6. Nutrisi  diet untuk penurunan berat badan yang berlebih

Bila Reumatoid artritis progresif dan, menyebabkan kerusakan

sendi, pembedahan dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri dan

memperbaiki fungsi. Pembedahan dan indikasinya sebagai

berikut:

1. Sinovektomi, untuk mencegah artritis pada sendi tertentu,

untuk mempertahankan fungsi sendi dan untuk mencegah

timbulnya kembali inflamasi.

2. Arthrotomi, yaitu dengan membuka persendian.

3. Arthrodesis, sering dilaksanakan pada lutut, tumit dan

pergelangan tangan.

4. Arthroplasty, pembedahan dengan cara membuat kembali

dataran pada persendian.

Terapi di mulai dengan pendidikan pasien mengenai

penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan dilakukan

sehingga terjalin hubungan baik antara pasien dan keluarganya

dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya. Tanpa

hubungan yang baik akan sukar untuk dapat memelihara

ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu

yang lama (Mansjoer, dkk. 2001). Penanganan medik

pemberian salsilat atau NSAID dalam dosis terapeutik. Kalau


diberikan dalam dosis terapeutik yang penuh, obat-obat ini

akan memberikan efek anti inflamasi maupun analgesik.

Namun pasien perlu diberitahukan untuk menggunakan obat

menurut resep dokter agar kadar obat yang konsisten dalam

darah bisa dipertahankan sehingga keefektifan obat anti-

inflamasi tersebut dapat mencapai tingkat yang optimal

(Smeltzer & Bare, 2002).

Kecenderungan yang terdapat dalam penatalaksanaan

Reumatoid arthritis menuju pendekatan farmakologi yang lebih

agresif pada stadium penyakit yang lebih dini. Kesempatan

bagi pengendalian gejala dan perbaikan penatalaksanaan

penyakit terdapat dalam dua tahun pertama awitan penyakit

tersebut (Smeltzer & Bare, 2002). Menjaga supaya rematik

tidak terlalu mengganggu aktivitas sehari-hari, sebaiknya

digunakan air hangat bila mandi pada pagi hari. Dengan air

hangat pergerakan sendi menjadi lebih mudah bergerak. Selain

mengobati, kita juga bisa mencegah datangnya penyakit ini,

seperti: tidak melakukan olahraga secara berlebihan, menjaga

berat badan tetap stabil, menjaga asupan makanan selalu

seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh, terutama banyak

memakan ikan laut. Mengkonsumsi suplemen bisa menjadi

pilihan, terutama yang mengandung Omega 3. Didalam omega


3 terdapat zat yang sangat efektif untuk memelihara persendian

agar tetap lentur.

c. Nyeri

1. Pengertian Nyeri

Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi

tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat

subyektif dan sangat bersifat individual. Stimulus nyeri dapat

berupa stimulus yang bersifat fisik dan/atau mental, sedangkan

kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego

seorang individu (Potter, P. 2005). Nyeri sendi adalah suatu

peradangan sendi yang ditandai dengan pembengkakan sendi,

warna kemerahan, panas, nyeri dan terjadinya gangguan gerak.

Pada keadaan ini lansia sangat terganggu, apabila lebih dari satu

sendi yang terserang (Handono, 2013).

Nyeri musculoskeletal yaitu nyeri yang berasal dari sistem

musculoskeletal, yang terdiri dari tulang, sendi dan jaringan lunak

pendukung yaitu otot, ligamen, tendo dan bursa. Sejumlah

penelitian menunjukkan penyebab nyeri yang sering terjadi pada

lansia, mulai dari yang paling sering terjadi, yaitu fibromyalgia,

gout, neuropati (diabetik, postherpetik), osteoartritis, osteoporosis

dan fraktur, serta polimialgia rematik (Rachmawati, 2006).

2. Etiologi
Penyebab utama penyakit nyeri sendi masih belum diketahui

secara pasti. Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetik,

lingkungan, hormonal dan faktor sistem reproduksi. Namun faktor

pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri,

mikroplasma dan virus. Ada beberapa teori yang dikemukakan

sebagai penyebab nyeri sendi yaitu:

a. Mekanisme imunitas.

Penderita nyeri sendi mempunyai auto anti body di dalam

serumnya yang di kenal sebagai faktor rematoid anti bodynya

adalah suatu faktor antigama globulin (IgM) yang bereaksi

terhadap perubahan IgG titer yang lebih besar 1:100, Biasanaya

di kaitkan dengan vaskulitis dan prognosis yang buruk.

b. Faktor metabolik.

Faktor metabolik dalam tubuh erat hubungannya dengan proses

autoimun.

1) Faktor genetik dan faktor pemicu lingkungan. Penyakit

nyeri sendi terdapat kaitannya dengan pertanda genetik.

Juga dengan masalah lingkungan, Persoalan perumahan

dan penataan yang buruk dan lembab juga memicu

penyebab nyeri sendi.

2) Faktor usia. Degenerasi dari organ tubuh menyebabkan

usia lanjut rentan terhadap penyakit baik yang bersifat akut

maupun kronik. (Smeltzer, 2002)


3. Jenis-jenis Nyeri Sendi

Ditinjau dari lokasi patologis maka jenis rematik tersebut dapat

dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu rematik artikular dan

rematik Non artikular. Rematik artikular atau arthritis (radang

sendi) merupakan gangguan rematik yang berlokasi pada

persendian diantarannya meliputi arthritis rheumatoid,

osteoarthritis dan gout arthritis. Rematik non artikular atau ekstra

artikular yaitu gangguan rematik yang disebabkan oleh proses

diluar persendian diantaranya bursitis, fibrositis dan sciatica.

Rematik dapat dikelompokan dalam beberapa golongan yaitu :

a. Osteoartritis.

Osteoartritis adalah gangguan yang berkembang secara

lamabat, tidak simetris dan noninflamasi yang terjadi pada

sendi yang dapat digerakkan khususnya pada sendi yang

menahan berat tubuh. Osteoartritis ditandai oleh degenerasi

kartilago sendi dan oleh pembentukan pembentukan tulang

baru pada bagian pinggir sendi. (Stockslager, 2007)

b. Artritis rematoid.

Arthritis reumatoid adalah kumpulan gejala (syndrom) yang

berjalan secara kronik dengan ciri: radang non spesifik sendi

perifer. Penyebab dari Reumatik hingga saat ini masih belum

terungkap. (Yuli,R. 2014)


1) Olimialgia Reumatik.

Penyakit ini merupakan suatu sindrom yang terdiri dari rasa

nyeri dan kekakuan yang terutama mengenai otot

ekstremitas proksimal, leher, bahu dan panggul. Terutama

mengenai usia pertengahan atau usia lanjut sekitar 50 tahun

ke atas

2) Artritis Gout (Pirai).

Artritis gout adalah suatu sindrom klinik yang mempunyai

gambaran khusus, yaitu artritis akut. Artritis gout lebih

banyak terdapat pada pria dari pada wanita. Pada pria

sering mengenai usia pertengahan, sedangkan pada wanita

biasanya mendekati masa menopause

4. Pathofisiologi

Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi dan perilaku. Cara

yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan

membantu untuk menjelaskan tiga komponen fisiologi berikut: a.

Resepsi. Semua kerusakan selular, yang disebabkan oleh stimulus

termal, mekanik, kimiawi atau stimulus listrik, menyebabkan

pelepasan substansi yang menghasilkan nyeri. Pemaparan terhadap

panas atau dingin tekanan friksi dan zat-zat kimia menyebabkan

pelepasan substansi, seperti histamin, bradikinin dan kalium yang

brgabung dengan lokasi reseptor di nosiseptor. Impuls saraf yang


dihasilkan stimulus nyeri, menyebar disepanjang serabut saraf

perifer aferen. Dua tipe saraf perifer mengonduksi stimulus nyeri.

a. Persepsi

Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri.

Stimulus nyeri ditransmisikan naik ke medula spinalis ke

talamus dan otak tengah. Dari talamus, serabut

mentransmisikan pesan nyeri ke berbagai area otak., termasuk

korteks sensori dan korteks asosiasi. Pada saat individu

menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang

kompleks. Faktor-faktor psikologis dan kognitif berinteraksi

dengan faktor-faktor neurofisiologis dalam mempersepsikan

nyeri.

b. Reaksi

c. Respon fisiologis

Pada saat impuls nyeri naik ke medula spinalis menuju ke

batang otak dan talamus sistem saraf otonom menjadi

terstimulasi sebagai bagian dari respon stres. Neri dengan

intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial

menimbulkan reaksi “flight atau fight) yang merupakan

sindrom adaptasi umum.

d. Respon perilaku
Pada saat nyeri dirasakan, pada saat itu juga dimulai suatu

siklus, yang apabila tidak diobati atau tidak dilakukan upaya

untuk menghilangkannya, dapat mengubah kualitas kehidupan

individu secara bermakna. Antisipasi terhadap nyeri

memungkinkan individu untuk belajar tentang nyeri dan upaya

untuk menghilangkannya. Dengan intruksi dan dukungan yang

adekuat, klien belajar untuk memahami nyeri dan mengontrol

ansietas sebelum nyeri terjadi. Perawat berperan penting dalam

membantu klien selama fase antisipatori. Penjelasan yang

benar membantu klien memahami dan mengontrol ansietas

yang mereka alami. Nyeri mengancam kesejahteraan fisik dan

fisiologis. Klien mungkin memilih untuk tidak mengekspresika

nyeri apabila mereka yakin bahwa ekspresi tersebut akan

membuat orang lain merasa tidak nyaman atau hal itu akan

merupakan tanda bahwa mereka kehilangan kontrol diri. Klien

yang memiliki toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan

nyeri tanpa bantuan. Pada sendi sinovial yang normal, kartilago

artikuler membungkus ujung tulang pada sendi dan

menghasilkan permukaan yang licin serta ulet untuk gerakan.

Membran sinovial melapisi dinding dalam kapsula fibrosa dan

mensekresikan cairan kedalam ruang antara-tulang. Cairan

sinovial ini berfungsi sebagai peredam kejut (shock absorber)


dan pelumas yang memungkinkan sendi untuk bergerak secara

bebas dalam arah yang tepat.

Sendi merupakan bagian tubuh yang sering terkena inflamasi

dan degenerasi yang terlihat pada penyakit nyeri sendi.

Meskipun memiliki keaneka ragaman mulai dari kelainan yang

terbatas pada satu sendi hingga kelainan multi sistem yang

sistemik, semua penyakit reumatik meliputi inflamasi dan

degenerasi dalam derajat tertentu yang biasa terjadi sekaligus.

Inflamasi akan terlihat pada persendian yang mengalami

pembengkakan. Pada penyakit reumatik inflamatori, inflamasi

merupakan proses primer dan degenerasi yang merupakan

proses sekunder yang timbul akibat pembentukan pannus

(proliferasi jaringan sinovial). Inflamasi merupakan akibat dari

respon imun. Sebaliknya pada penyakit nyeri sendi degeneratif

dapat terjadi proses inflamasi yang sekunder, pembengkakan

ini biasanya lebih ringan serta menggambarkan suatu proses

reaktif, dan lebih besar kemungkinannya untuk terlihat pada

penyakit yang lanjut. Pembengkakan dapat berhubungan

dengan pelepasan proteoglikan tulang rawan yang bebas dari

karilago artikuler yang mengalami degenerasi kendati faktor-

faktor imunologi dapat pula terlibat. Nyeri yang dirasakan

bersifat persisten yaitu rasa nyeri yang hilang timbul. Rasa

nyeri akan menambahkan keluhan mudah lelah karena


memerlukan energi fisik dan emosional yang ekstra untuk

mengatasi nyeri tersebut. (Smeltzer, 2002).

5. Manifestasi klinis

Rasa nyeri merupakan gejala penyakit reumatik yang paling sering

menyebabkan seseorang mencari pertolongan medis. Gejala yang

sering lainnya mencakup pembengkakan sendi, gerakan yang

terbatas, kekakuan, kelemahan dan perasaan mudah lelah.

Ketebatasan fungsi sendi dapat terjadi, sekalipun dalam stadium

penyakit yang dinisebelum terjadi perubahan tulang dan dan ketika

terdapat reaksi inflamasiyang akut pada sendi-sendi tersebut.

Persendian yang teraba panas, membengkak serta nyeri tidak

mudah digerakkan, dan pasien cenderung menjaga atau melindungi

sendi tersebut dengan imobilisasi. Imobilisasi yang lama dapat

menimbulkan kontraktur sehingga terjadi deformitas jaringan

lunak. Deformitas dapat disebabkan oleh ketidaksejajaran sendi

yang terjadi akibat pembengkakan, destruksi sendi yang progresif

atau subluksasio yang terjadi ketika sebuah tulang tergeser

terhadap lainnya dan menghilangkan rongga sendi. (Smeltzer,

2002)

6. Penatalaksanaan

Penanganan medis bergantung pada tahap penyakit saat diagnosis

dibuat dan termasuk kedalam kelompok yang mana sesuai dengan

kondisi tersebut.
a. Pendidikan pada pasien mengenal penyakitnya dan

penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga terjalin

hubungan baik dan terjamin ketaatan pasien untuk tetap

berobat dalam jangka waktu yang lama.

b. OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid) diberikn sejak dini

untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang sering

dijumpai.

c. DMARD (Desease Modifying Antirheumatoid Drugs)

digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari

proses destruksi akibat athritis reumatoid. Keputusan

penggunaannya tergantung pertimbangan risiko manfaat oleh

dokter.

d. Rehabilitasi bertujuan untuk meningkatkan kualitas harapan

hidup pasien. Caranya antara lain dengan mengistirahatkan

sendi yang terlibat, latihan, pemanasan, dan sebagainya.

Fisioterapi dimulai segera setelah rasa sakit pada sendi

berkurang atau minimal.

e. Pembedahan

Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak

berhasil serta terdapat alasan yang cukup kuat. Dapat dilakukan

pengobatan pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien

arthritis reumatoid umumnya bersifat orthopedic, misalnya


sinovectomi, artrodesis, memperbaiki deviasi ulnar. Untuk

menilai kemajuan pengobata dipakai parameter:

1) Lamanya morning stiffness

2) Banyaknya sendi yang nyeri bila digerakkan atau berjalan

3) Kekuatan menggenggam

4) Waktu yang diperlukan untuk berjalan 10-15 meter

5) Peningkatan LED

6) Jumlah obat-obatan yang digunakan (Yuli, R. 2014)

a. Non-Farmakologis

1. Bimbingan antisipasi

Memodifikasi secara langsung cemas yang

berhubungan dengan nyeri, menghilangkan nyeri dan

menambah efek tindakan untuk menghilangkan nyeri

yang lain. Cemas yang sedang akan bermanfaat jika

klien mengantisipasi pengalaman nyeri.

2. Distraksi

Sistem aktivasi retikular menghambat stimulus yang

menyakitkan jika seseorang menerima masukan sensori

yang menyenangkan menyebabkan pelepasan endorfin.

Individu yang merasa bosan atau diisolasi hanya

memikirkan nyeri yang dirasakan sehingga ia

mempersepsikan nyeri tersebut dengan lebih akut.

Distraksi mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain


dan degan demikian menurunkan kewaspadaan

trerhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi

terhadap nyeri.

3. Hipnosis diri

Hipnosis dapat membantu menurunkan persepsi nyeri

melalui pengaruh sugesti positif untuk pendekatan

kesehatan holistik, hipnosis diri menggunakan sugesti

diri dan kesan tentang perasaan yang nyaman dan

damai.

4. Relakasasi dan teknik imajinasi

Klien dapat merubah persepsi kognitif dan motivasi-

afektif. Latihan relaksasi progresif meliputi latihan

kombinasi pernapasan yang terkontrol dan rangkaian

kontraksi serta relaksasi kelompok otot. Klien mulai

latihan berbafas dengan perlahan dan menggunakan

diafragma, sehingga memungkinkan abdomen

terangkat perlahan dan dada mengembang penuh. Saat

klien melakukan pola pernapasan yang teratur, perawat

mengarahkan klien untuk melokalisasi setiap daerah

yang mengalami ketegangan otot, berpikir bagaimana

rasanya, menenangkan otot sepenuhnya dan kemudian

merelaksasikan otot-otot tersebut.

2.1.2 Asuhan Keperawatan Pada Lansia


1. Pengkajian

a. Identitas

Identitas klien yang biasa dikaji pada penyakit sistem

musculoscletal adalah usia, karena ada beberapa penyakit

musculoscletal banyak terjadi pada klien diatas usia 60 tahun.

b. Keluhan utama

Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan penyakit

musculoscletal seperti reumatoid arthritis, gout, osteoarthritis, dan

osteoporosis adalah klien mengeluh nyeri pada persendian yang

terkena, adanya keterbatasan gerak yang menyebabkan

keterbatasan mobilitas

c. Riwayat penyakit sekarang

Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai penyakit yang

diderita oleh klien dari mulainya timbulnya keluhan yang

dirasakan, dan apakah pernah dibawa ke rumah sakit serta

pengobatan apa yang pernah diberikan dan dan bagaimana

perubahannya dan data apa yang didapatkan saat pengkajian

d. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit dahulu seperti riwayat penyakit musculuscletal

sebelumnya, riwayat pekerjaan yang berhubungan dengan riwayat

penyakit musculuscletal, penggunaan obat-obatan, riwayat

mengkonsumsi alkohol dan merokok

e. Riwayat penyakit keluarga


Yang perlu dikaji apakah didalam keluarga ada yang menderta

penyakit yang sama karena faktor genetic

f. Pola fungsi kesehatan

Yang perlu dikaji adalah aktivitas apa saja yang biasa dilakukan

sehubungan dengan adanya nyeri pada persendian,

ketidakmampuan mobilisasi

g. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Menggambarkan persepsi, pemeliharaan, dan penanganan

kesehatan

h. Pola nutrisi

Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan, dan elektrolit,

nafsu makan, pola makan, diet, kesulitan menelan, mual/muntah,

dan makanan kesukaan.

i. Pola eliminasi

Menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemih, defekasi, ada

tidaknya masalah defekasi, masalah nutrisi, dan penggunaan

kateter

j. Pola tidur dan istirahat

Menggambarkan pola tidur, istirahat dan persepsi terhadap energi,

jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah tidur dan

insomnia.

k. Pola aktivitas dan istirahat


Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan

sirkulasi, riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama dan ke

dalaman pernafasan.

l. Pola hubungan dan peran

Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien

terhadap anggota dan masyarakat, tempat tinggal, pekerjaan, tidak

punya rumah dan masalah keuangan.

m. Pola sensori dan kognitif

Menjelaskan pola sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori

meliputi pengkajian penglihatan, pendengaran, perasaan dan

pembau.

n. Pola persepsi dan konsep diri

Menggambarkan sikap tentang diri dan persepsi terhadap

kemampuan konsep diri. Konsep diri menggambarkan gambaran

diri. Harga diri, peran, identitas diri, manusia sebagai sistem

terbuka dan makhluk bio-psiko-sosio-kultural-spiritual,

kecemasan, ketakutan dan dampat terhadap sakit.

o. Pola seksual dan reproduksi

Menggambarkan masalah atau kepuasan terhadap seksualitas

p. Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping

Menggambarkan kemampuan menangani stress

q. Pola nilai dan kepercayaan


Menggambarkan dan menjelaskan pola, nilai keyakinan termasuk

spiritual.

2. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum

Keadaan umum klien lansia yang menderita penyakit

musculoscletal biasanya lemah

b. Kesadaran

Kesadaran klien biasanya composmetis atau apatis

c. Tanda-tanda vital

1. Suhu meningkat

2. Nadi meningkat (70-82x permenit)

3. Tekanan darah meningkat atau dalam batas normal

4. Pemeriksaan review of system (ROS)

a) Sistem pernafasan (B1: Breathing)

Dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas atau masih

dalam batas normal

1. Sistem sirkulasi (B2: Bleeding)

2. Kaji adanya penyakit jantung, frekuensi nadi apikal,

sirkulasi perifer, warna, dan kehangatana

b) Sisrtem persyarafan (B3: Brain)

Kaji adanya hilangnya gerakan/sensasi fungsi. Pergerakan

mata/kejelasan melihat, dilatasi pupil. Agitasi ( mungkin

berhubungan dengan nyeri/ansietas)


c) Sistem perkemihan (B4:Bleder)

Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urin,

disuria, distensi kandung kemih, warna dan bau urin, dan

kebersihannya

d) Sistem pencernaan (B5:Bowel)

Konstipasi, konsistensi feses, freuensi eliminasi, auskultasi

bising usus, anoreksia, adanya distensi abdomen, nyeri

tekan abdomen.

e) Sistem musculoscletal (B6: Bone)

Kajia adanya nyeri berat tiba-tiba/mungkin terlokalisasi

pada area jaringan, dapat berkurang pada imobilisasi,

kekuatan otot, kontraktur, atrofi otot, laserasi kulit dan

perubahan warna.

d. Pengkajian nyeri

Pengkajian keperawatan tentang nyeri menurut Smeltzer dan Bare,

2002 :

1. Deskripsi Verbal tentang Nyeri

Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya

dan karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan

membuat tingkatannya. Informasi yang diperlukan harus

menggambarkan nyeri individual dalam beberapa cara :

1) Intensitas Nyeri
Individu dapat diminta untuk membuat tingkatan nyeri pada

skala verbal (misalnya tidak nyeri, sedikit nyeri, hebat atau

sangat hebat, dengan skala perbandingan 0 -10, dimana 0 =

tidak nyeri, 10 = nyeri sangat hebat).

2) Karakteristik Nyeri

Termasuk letak , durasi (menit, jam, hari, bulan, tahun), irama

(terus-menerus, hilang timbul, periode bertambah dan

berkurangnya intensitas atau keberadaan nyeri), dan kualitas

(misalnya : nyeri seperti ditusuk, seperti terbakar).

3) Faktor-Faktor yang Meredakan Nyeri (Memperingan)

Misalnya dengan gerakan, kurang bergerak, pengerahan

tenaga, istirahat, obat-obatan bebas) dan apa yang dipercaya

oleh pasien dan keluarga dapat mengatasi nyerinya.

4) Efek Nyeri Terhadap Aktivitas Kehidupan Sehari-hari

Misalnya apakah sudah mengganggu istirahat tidur, nafsu

makan, konsentasi, interaksi dengan orang lain, gerakan fisik,

bekerja, aktivitas-aktivitas santai. Nyeri akut sering berkaitan

dengan ansietas dan nyeri kronis dengan depresi.

5) Kekhawatiran Individu Terhadap Nyeri

Dapat meliputi bebagai masalah yang luas, seperti beban

ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan

citra diri.

6) Visual analogue scale (VAS)


Instrumen yang digunakan untuk mengukur rasa nyeri secara

subyektif adalah visual analogue scale (VAS), yaitu dengan

bertanya kepada pasien mengenai derajat nyeri yang diwakili

dengan angka 0 (tidak ada nyeri) sampai 10 (nyeri sangat

hebat). Derajat rasa nyeri berdasarkan skala VAS dibagi dalam

beberapa kategori yaitu 0,5 – 1,9 derajat sangat ringan; 2,0 –

2,9 ringan; 3,0 – 4,9 sedang; 5,0 – 6,9 kuat; 7,9 – 9,9 sangat

kuat dan 10 sangat kuat sekali. (Smeltzer dan Bare, 2002)

7) Assesment nyeri menurut (Yudiyanta, Khoirunnisa,Novitasari:

2015)

P: Paliatif atau penyebab nyeri

Q: Quality/kualitas nyeri

R: Regio (daerah) lokasi atau pen yebaran nyeri

S: Subjektif deskripsi oleh pasien mengenai tingkat nyerinya

T: Temporal atau periode/waktu yang berkaitan dengan nyeri

3. Diagnosa Keperawatan

Menurut (Nanda, 2015 ) masalah yang lazim muncul pada pasien

Atritis rheumatoid adalah :


1) Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan tubuh, sendi,

bengkok,deformitas

2) Nyeri akut b.d perubahan patologis oleh atritis rheumatoid

3) Resiko cidera b.d hilangnya kekutan otot,rasa nyeri

4) Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan integritas structural tulang,

kekakuan sendi

5) Defisit perawatan diri b.d gangguan muskulusskletal ( penurunan

kekuatan sendi

6) Defisiensi pengetahuan b.d kurangnya informasi

7) Ansietas b.d kurangnya informasi tentang penyakit, penurunan

prodiktifitas ( status kesehatan dan fungsi peran ).

4. Perencanaan Keperawatan

No Diagnose keperawatan NOC NIC

1 Gangguan citra tubuh 1. Body image Body image enhacement

Definisi : konfusi dalam 2. Self esteem  Kaji secara verbal

gambaran mental kriteria hasil: dan non verbal

tentang diri – fisik 1. Body image positif respon klien terhadap

individu 2. Mampu tubuhnya

Batasan karakteristik: mengidentifikasi  Monitor frekuensi

 Prilaku mengenali kekuatan personal mengkritik dirinya

tubuh individu 3. Mendeskripsikan  Jelaskan tentang

 Prilaku menghindari secara factual pengobatan ,


tubuh individu perubhana fungsi perawatan, kemajuan

 Prilaku memantau tubuh dan prognosis

tubuh individu 4. Mempertahankan penyakit

 Respon non verbal interaksi sosial  Dorong klien

terhadap mengungkapkan

perubahan actual perasaannya

pada tubuh ( mis.,  Identifikasi arti

penampilan, pengurangan melalui

struktur, fungsi) pemakaian alat bantu

 Respin nonverbal  Fasilitas kontak

terhadap persepsi dengan individu lain

perubahan pada dalam kelompok

tubuh (mis,. kecil.

Penampilan,

struktur, fungsi)

 Mengungkapkan

persepsi yang

mencermikan

perubahan individu

dalam penampilan)

Objektif

 Perubahan actual

pada fungsi

 Perubahan actual
pada struktur

 Prilaku mengenali

tubuh individu

 Prilaku memantau

tubuh individu

 Perubahan dalam

kemampuan

memperkirakan

hubungan spesial

tubuh terhadap

lingkungan

 Perubahan dalam

keterlitan sosial

 Perluasan batsan

tubuh untuk

mengabugkan

objek lingkungan

 Secara sengaja

menimbulkan

bagian tubuh

 Kehilangan bagian

tubuh

 Tidak melihat
bagian tubuh

 Tidak menyentuh

bagian tubuh

 Trauma pada

bagian yang tidak

berfungsi

 Secara tidak

sengaja

menonjolkan bagian

tubuh

Subjektif

 Depersonialisasi

kehilangan melalui

kata ganti yang

netral

 Penekanan pada

kekauatan yang

tersisia

 Ketakutan terhadap

reaksi orang lain

 Fokus pada

penampilan masa

lalu

 Perasaan negative
terhadap masa lalu

 Perasaan negatife

tentang sesuatu

 Personalisasi

kehilangan

denganmenyebutka

nya

 Fokus pada

perubahan

 Fokus pada

kehilangan

 Menolak

mempervikasi

perubahan actual

 Mengungkapkan

perubahan

Gaya hidup

Faktor yang

berhubungan:

 Biofisik, kognitif

 Budaya, tahap

perkembangan

 Penyakit, cidera

 Perceptual,
psikososial, spiritual

 Pembedahan,

trauma

 Terapi penyakit

2 Nyeri akut 1. Pain level, Pain management

Define : pengalaman 2. Pain control, 1. Lakukan pengkajian

sensori dan emosional 3. Comfort level nyeri secara

yang tidak kriteria hasil : komprehensif

menyenangkan yanag 1. Mampu Termasuk

muncul akibat mengontrol nyeri ( lokasi,karakteristik,

kerusakan jaringan tahu penyebab durasi, frekuensi,

yang actual dan nyeri, mampu kulitas dan faktor

potensial atau menggunakan presipitasi

digambarkan dalam hal teknik farmakologi 2. Observasi reaksi non

kerusakan sedemikian untuk mengurangi verbal dari

rupa nyeri, mencari ketidaknyamanan

Batasan karakteristik : bantuan ) 3. Gunakan teknik

 Perubahan selera 2. Melaporkan komunikasi

makan bahwa nyeri terapeutik untuk

 Perubahan tekanan berkurang dengan mengetahui

darah menggunakan pengalaman nyeri

 Perubahan menejemen nyeri pasien

frekuensi jantung 3. Mampu mengenali 4. Kaji kultur yang

nyeri ( skala, mempengaruhi


 Perubahan intensitas, respon nyeri

frekuensi frekuensi dan 5. Evaluasi pengalaman

pernapasan tanda nyeri ) nyeri masa lampau

 Laporan isarat 4. Menyatakan rasa 6. Evaluasi bersama

 Diaphoresis nyaman setelah pasien dan tim

 Prilaku distraksi nyeri berkurang kesehatan lain

( misal, berjalan tentang

mondar mandir ketidakefektifan

mencari orang lain kontrol nyeri masa

atau aktivitas lain, lampau

aktivitas yang 7. Bantu pasien dan

berualang ) keluarga untuk

mencari dan
 Mengesfresikan
menemukan
prilaku ( misal,
dukungan
gelisah, merengek,
8. Control lingkungan
menangis )
yang dapat
 Masker wajah
mempengaruhi nyeri
( misal, mata
seperti suhu
kurang bercahaya,
ruangan,
tampak kacau,
pencahayaan dan
gerakan mata
kebisingan
berpencar atau
9. Kurangi faktor
tetap pada satu
presipitasi nyeri
fokus meringis ) 10. Pilih dan lakukan

 Sikap melindungi penanganan nyeri

area nyeri fokus (farmakologi, non

menyempit ( misal, farmakologi inter

gangguan persepsi personal )

nyeri, hambatan 11. Kaji tipe dan sumber

proses berfikir, nyeri untuk

penurunan interaksi menentukan

dengan orang lain intervensi

dan lingkungan ) 12. Ajarkan teknik non

 Indikasi nyeri yang farmakologi

dapat di amati 13. Berikan analgetik

 Perubahan posisi untuk mengurangi

untuk menghindari nyeri

nyeri 14. Evaluasi keefektifan

 Sikap tubuh kontrol nyeri

melindungi 15. Tingkatkan istrahat

 Dilatasi pupil 16. Kolaborasikan

dengan dokter jika


 Melaporkan nyeri
ada keluhan dan
secara verbal
tindakan nyeri tidak
 Gangguan tidur
berhasil
Faktor yang
17. Monitor penerimaan
berhubungan :
pasien tentang
 Agen cidera ( misal,
biologis, zat manajemen nyeri

kimia,fisik,psikologi Analgesic

s administration

18. Tentukan lokasi,

karakteristik, kualitas

dan derajat nyeri

sebelum pemberian

obat

19. Cek instruksi dokter

tentang jenis obat,

dosis, dan frekuensi

( Warm Water Zak)

Cek riwayat alergi

20. Pilih analgesik yang

di perlukan atau

kombinasi dari

analgesik ketika

pemberian lebih dari

Satu

21. Tentukan pilihan

analgesic tergantung

tipe dan beratnya

nyeri

22. Tentukan analgesic


pilihan, rute

pemberian, dan dosi

optimal,

23. Pilih rute pemberian

secara IV, IM untuk

pengobatan nyeri

secara teratur

24. Monitor vital sign

sebelum dan

sesudah pemberian

analgesic pertama

kali

( Warm Water Zak)

Berikan analgesik

tepat waktu terutama

saat nyeri hebat

25. Evaluasi efektivitas

analgesik, tanda dan

gejala

3 Resiko cidera 1. Risk kontrol Environment managemet

Definisi : beresiko kriteria hasil : (manajemen

mengalami cedera 2. Klien terbebas lingkungan )

sebagai akibat kondisi dari cedera 1. Sediakan lingkungan

lingkungan yang 3. Klien mampu yang aman untuk


berintraksi dengan menjelaskan pasien

sumber adaptif dan cara/metode untuk 2. Identifikasi

sumber defensive mencegah kebutuhan keamanan

individu injury/cedera pasien, sesuai

Faktor resiko : 4. Klien mampu dengan kondisi fisik

-Eskternal menjelaskan dan fungsi kognitif

 Biologis (misal, faktor resiko dari pasien dan riwayat

tingkat imunisasi lingkungan/perilak terdahulu pasien

komunitas, u personal 3. Menghindari

mikroorganisme ) 5. Mampu lingkungan yang

 Zat kimia (misal, memodifikasi gaya berbahaya (misalnya

racun, polutan, hidup untuk memindahkan

obat, agenens mncegah injury perabotan )

farmasi, alcohol, 6. Menggunakan 4. Memasang side rail

nikotin, pengawet, fasilitas kesehatan tempat tidur

kosmetik, yang ada 5. Menyediakan tempat

bangunan, dan/atau 7. Mampu mengenali tidur yang nyaman

peralatan ) perubahan status dan bersih

 Manusai ( misal, kesehatan 6. Menempatkan saklar

agens nosokomial, lampu ditempat yang

pola ketegangan, mudah di jangkau

atau faktor koknitif, pasien.

afektif, dan 7. Membatasi

psikomotor ) pengunjung
 Cara 8. Menganjurkan

pemindahan/transp keluarga untuk

ort menemani pasien.

 Nutrisi ( misal, 9. Mengontrol

desain, struktur, lingkungan dari

dan pengaturan kebsingan

komunitas, 10. Memindahkan

bangunan, dan barang-barang yang

/atau peralatan ) dapat

-Internal membahayakan

 Profil darah yang 11. Berikan penjelasan

abnormal (misal, pada pasien dan

leukositosis / keluarga atau

lukopenia, pengunjung adanya

gangguan faktor perubahan status

koagulasi, kesehatan dan

trombitopenia, sel penyebab penyakit.

sabit, talasemia,

penurunan

hemoglobin )

 Disfungsi biokimia

 Usia perkembagan

( fisiologis,
psikososial )

 Disfungsi efektor

 Disfungsi imun-

autimun

 Malnutrisi

 Fisik ( misal,

integritas kulit tidak

utuh, gangguan

mobilitas )

 Psikologis

( orientasi afektif )

 Disfungsi sensorik

 Hipoksia jaringan

4 Hambatan mobilitas 1. Joint movement : Exercise

fisik active therapy :

Definisi : keterbatasan 2. Mobility level ambulation

pada pergerakan fisik 3. Self care : ADLs 1. Monitoring vital sign

tubuh atau satu atau 4. Transfer sebelum/sesudah

lebih ekstremitas performance latihan dan lihat

secara mandiri dan Kriteria hasil : respon pasien saat

terarah. latihan

Batasan karakteristik :  Klien meningkat 2. Konsultasikan

 Penurunan waktu dalam aktivitas dengan terapi fisik


reaksi fisik tentang rencana

 Kesulitan  Mengerti tujuan ambulasi sesuai

membolak balik dari peningkatan dengan kebutuhan

posisi mobilitas 3. Bantu klien untuk

 Melakukan aktivitas  Memverbalisasika menggunakan

lain sebagai n perasaan dalam tongkat saat berjalan

pengganti meningkatkan dan cegah terhadap

pergerakan ( misal, kekuatan dan cidera

meningkatkan kemampuan 4. Ajarkan pasien atau

perhatian pada berpindah tenaga kesehatan

aktivitas orang lain,  Memperagakan lain tentang teknik

mengendalikan penggunaan alat ambulasi

perilaku,fokus pada  Bantu untuk 5. Kaji kemampuan

ketunadayaan/aktivi mobilisasi pasien dalam

tas sebelum sakit ) (walker ) mobilisasi

 Dispnea setelah 6. Latih dalam

beraktivitas pemenuhan ADLs

 Perubahan cara secara mandiri

berjalan sesuai kemampuan

 Gerakan bergetar 7. Damping dan bantu

pasien saat
 Keterbatasan
mobilisasi dan bantu
kemampuan
penuhi kebutuhan
melakukan
ADLs pn.
keterampilan
motorik halus 8. Berikan alat bantu

 Keterbatasan jika klien memerlukan

kemampuan 9. Ajarkan pasien

melakukan bagaimana merubah

keterampilan posisi dan berikan

motorik kasar bantuan jika

 Keterbatasan diperlukan

rentang pergerakan

sendi

 Tremor akibat

pergerakan

 Ketidakstabilan

postur

 Pergerakan lambat

 Pergerakan tidak

terkoordinasi

Faktor yang

berhubungan :

 Intoleransi aktivitas

 Perubahan

metabolism seluler

 Ansietas

 Indeks masa tubuh

di atas perentil ke-


75 sesuai usia

 Gangguan koknitif

konstraktur

 Kepercayaan

budaya tentang

aktivitas sesuai usia

 Fisik tidak bugar

 Penurunan

ketahanan tubuh

 Penurunan kendali

otot

 Penurunan massa

otot

 Malnutrisi

 Gangguan

muskuloskletal

 Gangguan

neuromskular, nyeri

 Agens obat

 Penurunan

kekuatan otot

 Kurang

pengetahuan

tentang aktivitas
fisik

 Keadaan mood

depresif

 Keterlambatan

perkembangan

 Ketidaknyamanan

 Disuse, kaku sendi

 Kurang dukungan

lingkungan (misal,

fisik atau sosial )

 Keterbatasan

ketahanan

kardiovaskuler

 Kerusakan

integiritas

Sturktur tulang

 Program

pembatasan gerak

 Keengganan

memulai

pergerakan

 Gaya hidup

monoton
 Gangguan sensori

perceptual

5 Defisit perawatan diri 1. Self care status Self care assistance :

berpakaian 2. Self care : dressing / grooming

Definisi : Hambatan dressing 1. Pantau tingkat

kemampuan untuk 3. Acivity tolerance kekutan dan toleransi

melakukan atau 4. Fatigue level aktivitas

menyelesaikan aktivitas Kriteria hasil : 2. Pantau peningkatan

berpakaian dan berias 1. Mampu dan penurunan

untuk diri sendiri melakukan tugas kemampuan untuk

Batasan karakteristik : fisik yang palimg berpakaian dan

 Ketidakmampuan mendasar dan melakukan

mengancingkn aktivitas perawatan rambut

pakaian perawatan pribadi 3. Pertimbakangkan

 Ketidakmampuan secara mandiri budaya pasien ketika

mendapatkan dengan atau mempromosikan

pakaian tanpa alat bantu aktivitas perawatan

 Ketidakmampuan 2. Mampu untuk diri

mendapatkan mengenakan 4. Pertimbangkan usia

atribut pakain pakain dan pasien ketika

 Ketidakmampuan berhias sendiri mempromosikan

mengenakan secara mandiri aktivitas perawatan

sepatu atau tanpa alat diri

bantu 5. Bantu pasien memlih


 Ketidakmampuan 3. Mampu pakain yang mudah

mengenakan kaus memepertahanka di pakai dan di lepas

kaki n kebersihan 6. Sediakan pakaian

 Ketidakmampuan pribadi dan untuk menyisir

melepas atribut penampilan yang rambut, bila

pakain rapi secara memungkinkan

 Ketidakmampuan mandiri dengan 7. Dukung kemandirian

melepas sepatu atau tanpa alat dalam berpakain,

 Hambatan memilih bantu berhias, bantu pasien

pakaian 4. Mengungkapkan jika di perlukan

 Hamabatan kepuasan dalam 8. Pertahankan privasi

mempertahankan berpakaian dan saat saat berpakaian

penampilan yang menata rambut 9. Bantu pasien untuk

memuaskan 5. Menggunakan alat menaikkan,

 Hambatan bantu untuk mengancingkan, dan

mengambil pakain memudahkan merisleting pakain

dalam berpakain jika di perlukan


 Hambatan
6. Dapat memilih 10. Gunakan alat bantu
mengenakan
pakain dan tambahan ( misal
pakain pada bagian
mengambilnya sendok, pengait
tubuh atas
dari lemari atau kancing dan penarik
 Hambatan
laci baju resleting )untuk
mengenakan
7. Mampu merisliting menarik pakaian jika
pakain pada bagian
dan mengancing di perlukan
tubuh bawah pakain 11. Beri pujian atas

 Hambatan 8. Mampu melepas usaha untuk

meamsang sepatu pakain, kaos kaki, berpakaian sendiri

 Hambatan dan sepatu 12. Gunakan terapi fisik

memasang kaus 9. Menunjukan dan okupasi sebagai

kaki rambut yang rapid sumber dalam

 Hambatan an bersih perencanaan

memasang kaus 10. Menggunakan tata tindakan pasien

kaki rias dalam perawatan

 Hambatan melepas pasien dengan alat

pakaian bantu

 Hambatan melepas

sepatu

 Hambatan melepas

kaus kaki

 Hambatan

menggunakan alat

bantu

 Hambatan

menggunakan

resleting

Faktor yang

berhubungan
 Gangguan kognitif

 Penurunan motivasi

 Ketidaknyamanan

 Kendala lingkungan

 Keletihan dan

kelemahan

 Gangguan

muskuluskeletal

 Gangguan

neuromoskular

 Nyeri

 Gangguan persepsi

 Ansietas berat

6 Defisiensi pengetahaun 1. Knowled : disease Teaching : disease

Definisi : Ketiadaan process process

atau defisiensi 2. Knowled : healty 1. Berikan penilain

informasi kognitif yang behavior tentang tingkat

berkaitan dengan topic Kriteria hasil : pengetahuan pasien

tertentu 1. Pasien dan tentang proses

Batasan karakteristik : keluarga penyakit yang

 Perilaku hiperbola menyatakan spesifik

 Ketidakakuratan pemahaman 2. Jelaskan fatofisiologi

mengikuti perintah tentang penyakit, dari penyakit dan


 Ketidakakuratan kondisi, prognosis bagaimana hal ini

melakukan tes dan program berhubungan dengan

 Perilaku tidak tepat pengobatan anatomi dan fisiologi,

(misal, hysteria, 2. Pasien dan dengan cara yang

bermusuhan, keluarga mampu tepat

agitasi, apatis ) melaksanakan 3. Gambarkan tanda

Faktor yang prosedur yang di dan gejala yang

berhubungan : jelaskan secara biasa muncul pada

 Keterbatasan benar penyakit , dengan

kognitif 3. Pasien dan cara yang tepat

 Salah intepretasi keluarga mampu 4. Gambarkan proses

informasi menjelaskan penyakit, dengan

 Kurang pajanan kembali apa yang cara yang tepat

di jelaskan 5. Identifikasi
 Kurang minat dalam
perawat/tim kemungkinan
belajar
kesehatan lainnya penyebab, dengan
 Kurang dapat
cara yang tepat
mengingat
6. Sediakan informasi
 Tidak familier
pada pasien tentang
dengan sumber
kondisi, dengan cara
informasi
yang tepat

7. Hindari jaminan yang

kosong

8. Sediakan bagi
keluarga atau SO

informasi tentang

kemajuan pasian

dengan cara yang

tepat

9. Diskusikan

perubahan gaya

hidup yang tepat

10. Diskusikan pilihan

terapi atau

penanganan

11. Dukung pasien untuk

mengekplorasi atau

mendapatkan second

opinion dengan cara

yang tepat atau di

indikasikan

12. Rujuk pasien pada

group atau agensidi

komunitas local,

dengan cara yang

tepat

13. Instruksikan pasien

mengenal tanda dan


gejala untuk

melaporkan pada

pemberi perawatan

kesehatan, dengan

cara yang tepat.

7 Ansietas 1. Anxiety self- Anxiety reduction

 Definisi : perasaan control ( penurunan

tidak nyaman atau 2. Anxiety level kecemasan )

kekhawairan yang 3. Coping 1. Gunakan pendekatan

samar di sertai Kriteria hasil : yang menenangkan

respon autonom 1. Klien mampu 2. Nyatakan dengann

(sumber sering kali mengidentifikasi jelas harapanterhada

tidak spesifik atau dan pelaku pasien

tidak diketahui oleh mengungkapkan 3. Jelaskan semua

individu); perasaan gejala cemas prosedur dan apa

takut yang di 2. Mengidentifikasi, yang dirasakan

sebabkan oleh mengungkapkan selama prosedur

antisipasi terhadap dan menunjukkan 4. Pahami persepektif

bahaya. Hal ini tehknik untuk pasien terhadap

merupakan isyarat mengontrol cemas situasi setres

kewaspadaan yang 3. Vital sign dalam 5. Temani pasien untuk

memperingatkan batas normal memberikan

individu akan 4. Postur tubuh, keamanan dan

adanya bahaya dan ekspresi wajah,


memampukan bahasa tbuh dan mengurangi takut

individu untuk tingkat aktivitas 6. Dorong keluarga

bertindak menunjukkan untuk menemani

menghadapi berkurangnya anak

ancaman kecemasan 7. Lakukan back/neck

Batasan karakteristik rub

 Perilaku : 8. Dengarkan dengan

- penurunan penuh perhatian

produktivitas 9. Identifikasi tingkat

- gerakan yang irelevan kecemasan

- gelisah 10. Bantu pasien

- melihat sepintas mengenal situasi

- insomnia yang menimbulka

- kontak mata yang kecemasan

buruk 11. Dorong pasien untuk

- agitasi mengungkapkan

- mengintai perasaan, ketakutan,

- tampak waspada persepsi

Affektif 12. Instruksikan pasien

- Gelisah, distress menggunakan teknik

- Kesedihan yang relaksasi

13. Berikan obat untuk


mendalam
mengurangi
- Ketakutan
kecemasan
- Perasaan tidak
adekuat

- Berfokus pada diri

sendiri

- Peningkatan

kewaspadan

- Iritabilitas

- Gugup senang

berlebihan

- Rasa nyeri yang

meningkatkan

ketidak berdayaan

- Bingung,menyesal

- Ragu/tidak percaya

diri

- Khawatir

 Fisiologis

- Wajah tegang,

tremor tangan

- Peningkatan

keringat

- Peningkatan

ktegangan

- Gemetar,tremor
- Suara bergetar

 Simpatik

- Anoreksia

- Eksitasi

kardoivaskular

- Diare, mulut kering

- Wajah merah

- Jantung berdebar –

debar

- Peningkatan

tekanan darah

- Peningkatan denyut

nadi

- Peningkatan reflex

- Peningkatan

frekwensi

pernapasan, pupil

melebar

- Kesulitan bernafas

- Vasokontraksi

superficial

- Lemah, kedutan

pada otot
Parasimpatik

- Nyeri abdomen

- Penurunan tekanan

darah

- Penurunan denyut

nadi

- Diare, mual, vertigo

- Letih, gangguan

tidur

- Kesemutan pada

ekstremitas

- Sering berkemih

- Anyang-anyangan

- Dorongan segera

berkemih

Kognitif

- Menyadari gejala

fisiologis

- Bloking fikiran,

konfusi

- Penurunan lapang

persepsi kesulitan

berkonsentrasi
- Penurunan

kemampuan untuk

belajar

- Penurunan

kemampuan untuk

memecahkan

masalah

- Ketakutan terhadap

koswensi yang tidak

spesifik

- Lupa, gangguan

perhatian

- Khawatir, melamun

- Cenderung

menyalahkan orang

Faktor yang

berhubungan :

 Perubahan dalam

( status ekonomi )

 Lingkungan, ststus

kesehatan, pola

interaksi, fungsi

peran, status peran


 Pemajanan toksin

 Terkait keluarga

 Herediter

 Infeksi/kontaminan

interpersonal

 Penularan penyakit

interpersonal

 Krisis maturisasi,

krisis stuasional

 Stress ancaman

kematian

 Penyalahgunaan

zat

 Anacaman pada

( status ekonomi,

 Lingkungan, status

kesehatan, pola

interaksi,

fungsinperan,

status peran,

konsep diri)

 Konflik tidak

disadari mengenai

tujuan penting
hidup

 Konflik tidak di

sadari mengenai

nilai yang

esensial/penting

 Kebutuhan yang

tidak dipenuhi

CEKLIST PROSEDUR KOMPRES HANGAT

Nilai
Aspek yang dinilai
0 1 2
Definisi :

Memberikan rasa hangat untuk memenuhi kebutuhan rasa

nyaman, mengurangi atau membebaskan nyeri, mengurangi

atau mencegah spasme otot atau memberikan rasa hangat

pada bagian tertentu. ( Uliyah & hidayat, 2006)

Tujuan :

1. Memperlancar sirkulasi darah

2. Menurunkan suhu tubuh

3. Mengurangi rasa sakit

4. Memberikan rasa hangat, nyaman dan tenang pada

klien
5. Memperlancar pengeluaran eksudat

6. Merangsang peristaltic usus

Alat dan bahan :

1. Warm water zak

2. Air hangat

3. Thermometer

4. Pasang Handscoon (Jika perlu)


Tahap Pra-Interaksi :
1. Validasi pasien
2. Cuci Tangan
3. Pasang Handscoon (Jika perlu)
Tahap orientasi :
1. Memberi salam, panggil klien dengan panggilan yang

disenangi
2. Memperkenalkan nama perawat
3. Menjelaskan tentang kerahasiaan
4. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien atau

keluarga
Tahap kerja :

Menurut sriyanti ( 2016), langkah – langkah pemberian

terapi kompres hangat sebagai berikut:

a. Cuci tangan

b. Jelaskan pada klien prosedur yang akan dilakukan

c. Ukur suhu air dengan thermometer

d. Isi botol dengan air hangat, kemudian dikeringkan dan

dibungkus/ lapisi botol dengan kain atau menggunakan


WWZ ( Warm Water Zak)

e. Bila menggunakan WWZ ( Warm Water Zak) isi WWZ

dengan air hangat kemudian tempelkan dengan pada area

yang nyeri

f. Angkat WWZ ( Warm Water Zak) setelah 15 – 20 menit

dan lakukan kompres ulang jika nyeri belum teratasi

g. Kaji pubahan yang terjadi selama kompres dilakukan


Tahap Terminasi
1. Menanyakan pada pasien apa yang dirasakan setelah

melakukan kegiatan.
2. Menyimpulkan hasil prosedur yang dilakukan
3. Melakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya
4. berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan klien
Tahap Dokumentasi
Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan keperawatan
Ket :

0 : Tidak dikerjakan

1 : Dikerjakan tapi tidak sempurna

2 : Dikerjakan dengan sempurna

Anda mungkin juga menyukai