Anda di halaman 1dari 14

KEPEMIMPINAN

MAKALAH
Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas Terstruktur

Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu: Putri Nazma Maharani, S.Pd.M.Pd

Oleh Kelompok 11 :
1. Gibran Muchtazar. M. Dien 19102176
2. Rostina 19102183

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK INFORMATIKA KELAS D


FAKULTAS INFORMATIKA
INSTITUT TEKNOLOGI TELKOM PURWOKERTO
2020
A. PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG MASALAH
Manusia diciptakan oleh Allah swt sebagai khalifah (pemimpin)
dimuka bumi. Kepemimpinan manusia di bumi bukannya hanya kepada
sesama manusia atau pun dirinya sendiri, tatapi ada banyak aspek yang
meliputi kepemimpinan manusia. Oleh sebab itu peran manusia sangatlah
besar dalam mewujudkan kehidupan yang sesuai dengan perintah Allah swt.
Kepemimpinan bukanlah jabatan atau pangkat, tetapi merupakan hasil
dari proses yang panjang menuju pribadi yang kuat, bijaksa dan dapat
memberikan dampak positif terhadap lingkungannya melalui ucapan dan
perbuatannya. Jadi pemimpin adalah sesuatu yang tumbuh dan berkembang
didalam diri sesorang yang membuat orang tersebut menjadi berguna bagi
siapa saja.
Karena kepimimpinan begitu penting, maka penting juga bagi kita umat
muslim untuk mempelajari kepemimpinan dalam islam. Ada banyak contoh
kepemimpinan dalam islam yang diajarkan dalam Al-Qur’an dan hadis yang
dapat kita terapakan dalam kehidupan sehari-hari.

2. RUMUSAN MASALAH
a. Pengertian pemimpin dalam islam
b. Pemimpin agama dan pemimpin birokrasi
c. Syarat-syarat pemimpin dalam islam
d. Kepemimpinan wanita dalam islam
B. KEPEMIMPINAN
1. PENGERTIAN PEMIMPIN DALAM ISLAM
Jika kita mengartikan kata pemimpin dalam bahasa indonesia
“pemimpin” sering disebut penghuhlu, pemuka, pelopor, pembina, panutan,
pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, peruntun, raja, dan
sebagainya. Sedangkan istilah Memimpin digunakan dalam konteks hasil
penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya
mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara.
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh
pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu
sosial, sebab prinsip-prinsip dan rumusanya diharapkan dapat
mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia.
Dalam, Islam kepemimpinan identik dengan istilah khalifah yang
berarti wakil. Pemakaian kata khalifah setelah Rasulullah SAW sama
artinya yang terkandung dalam perkataan “amir” atau pengusaha. Oleh
karena itu kedua istilah dalam bahasa Indonesia disebut sebagai pemimpin
formal. Selain kata khalifaf disebut juga Ulil Amri yang satu akar dengan
kata amir sebagaimana di atas. Kata Ulil Amri berarti pemimpin tertinggi
dalam masyarakat Islam. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat An-
Nisa ayat 59 yang berbunyi:

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah


Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu
berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Setiap kepemimpinan selalu menggunakan power atau kekuatan.


Kekuatan yang dimaksud dalam hal ini adalah kemampuan seseorang dalam
mempengaruhi orang lain. Kemampuan pemimpin untuk membina
hubungan baik, komunikasi dan interaksi dengan para bawahan dan seluruh
elemen perusahaan. Kemampuan adalah persyaratan mutlak bagi seorang
pemimpin dalam membina komunikasi untuk menjalankan perusahaan
sehingga akan terjadi kesatuan pemahaman.

Selain itu dengan kemampuan kepemimpinan akan memungkinkan


seseorang pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya agar mereka mau
menjalankan segala tugas dan tanggung jawab dengan jujur, amanah, ikhlas,
dan profesional.

2. PEMIMPIN AGAMA DAN PEMIMPIN BIROKRASI

Khalifah digunakan untuk menyebut orang yang menggantikan Nabi


saw dalam kepemimpinan negara Islam (al-Dawlah al-Islamiyah). Inilah
pengertiannya pada masa awal Islam. Kemudian, dalam perkembangan
selanjutnya, istilah khalifah digunakan untuk menyebut negara Islam itu
sendiri. Hal ini sesuai dengan perintah Allah dalam surah Al-Baqarah ayat
30 yang berbunyi:

Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:


"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesung-
guhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.
Dalam Islam pun, kepemimpinan merupakan suatu keniscayaan,
sebagaimana ditunjukkan dalam sejarah Islam yang selalu diwarnai oleh
dinamika politik untuk menciptakan keselamatan di dunia ini. Akan tetapi
Islam tidak identik dengan politik, Al-quran bukanlah kitab politik, sehingga
di dalamnya tidak ditemukan model sistem pemerintahan. Alquran hanya
berisi aturan moral yang harus ditegakkan dalam kehidupan, termasuk
dalam urusan politik. Lagi pula persoalan politik sangat dipengaruhi oleh
kondisi ruang dan waktu. Mengingat Alquran tidak menentukan suatu
bentuk pemerintahan yang Islami, maka sepeninggal Nabi Muhammad saw
terjadi suatu krisis dalam suksesi kepemimpinan Islam, namun berhasil
diselesaikan dengan bijaksana oleh para sahabat Nabi. Jelas bahwa ulama
mesti punya pengaruh dominan dalam negara, dimana pemerintahan dan
seluruh administrasinya diatur oleh syari’at dan pemimpin agama dianggap
sebagai figur yang paling memiliki pengetahuan komperhensif.

Antara agama dan kekuasaan digambarkan oleh al-Ghazali sebagai


saudara kembar yang keluar dari perut ibu yang sama (al-din wa al-mulk
tau’amani mistlu akhwaini wulida min bathin wahidin). Oleh karena itu
pandangan sebagian politisi Islam pada periode modern seperti Abdul Qadir
Audah yang menyatakan bahwa dalam Islam antara al-din wa daulah tidak
bisa dipisahkan, disebabkan karena trauma historis setelah melihat
perkembangan sekularisme yang terjadi di Barat bukan didasarkan atas fakta
yang terjadi dalam perkembangan sejarah Islam. Itulah sebabnya salah
seorang pemikir Islam dan sejarawan terkamuka Mohammed Arkoun
menyatakan bahwa Islam tidak memisahkan antara agama dan politik, dan
Islam adalah daulah (kerajaan).
Maka dari itu, dalam negara berbiroksari pun harus dijalankan sesuai
dengan ajaran islam sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad
saw, agar suatu negara tersebut dapat mencapai tujuan yang diinginkan
bersama.

3. SYARAT-SYARAT PEMIMPIN DALAM ISLAM


Dalam Al-quran, Allah swt telah menjelaskan syarat-syarat seseorang
yang layak dipilih mejadi pemimpin.
a. Pertama, beriman kepada Allah (Mukmin) dan beragama Islam (Muslim)
yang baik. Seorang Muslim, sebagaimana disebutkan dalam surat Yusuf
ayat 55 memilikisifat “hafizhun” dan “alimun”. Yang berarti, seorang
yang punya integritas, kepribadian yang kuat, amanah, jujur dan
berakhlak mulia sehingga patut menjadi teladan bagi orang lain atau
rakyat yang dipimpinnya.
b. Kedua, untuk menjadi seorang pemimpin menurut Al-quran ialah rajin
menegakkan shalat. Sebab, shalat adalah barometer karakter dan akhlak
manusia. Pemimpin yang baik dan layak dipilih adalah pemimpin yang
menegakkan shalat. Shalat melahirkan sifat bertanggung jawab.
Kesadaran keimanan, tauhid, transendental dibangun melalui shalat.
c. Ketiga, untuk menjadi seorang pemimpin harus gemar menunaikan zakat
dan sedekah. Zakat itu bukan membersihkan harta yang kotor, melainkan
membersihkan harta dari hak orang lain. Dengan demikian seorang
pemimpin yang rajin berzakat dan berinfak, tidak akan korupsi. Dia
yakin bahwa Allah sudah menjamin rezekinya, dan sesungguhnya rezeki
yang halal lebih banyak daripada rezeki yang haram.
d. Keempat, pemimpin adalah seseorang yang suka berjamaah. Pengertian
berjamaah dalam arti luas ialah suka bergaul dengan masyarakat,
berusaha mengetahui keadaan rakyat dengan sebaik-baiknya dan
mengupayakan solusi atas persoalan-persoalan yang dihadapi rakyat.
Sifat suka berjamaah atau memperhatikan masyarakat minimal
ditunjukkan dalam shalat fardhu berjamaah. Rasulullah setiap selesai
shalat fardhu berjamaah lalu duduk menghadap kepada jamaah.

4. KEPEMIMPINAN WANITA DALAM ISLAM


Dalam birokrasi di Indonesia, seorang wanita pernah menjadi pimpinan
tertinggi, yakni menjadi presiden. Hingga saat ini ada wanita yang menjadi
wali kota maupun menjadi pemimpin organisasi tertentu. Pandangan islam
sendiri mengenai kepemimpinan dan posisi wanita telah dijelaskan dalam
surah An-nisa ayat 34 yang berbunyi :

Artinya : Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh
karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang
saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).
Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah
mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah
mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha
Tinggi lagi Maha Besar.

Banyak ulama yang menyampaikan pendapatnya tentang ayat di atas,


termasuk Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Laki-lakilah yang seharusnya
mengurusi kaum wanita. Laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita,
sebagai hakim bagi mereka dan laki-lakilah yang meluruskan apabila wanita
menyimpang dari kebenaran. Lalu ayat (yang artinya), ’Allah melebihkan
sebagian mereka dari yang lain’, maksudnya adalah Allah melebihkan kaum
pria dari wanita. Hal ini disebabkan karena laki-laki adalah lebih utama dari
wanita dan lebih baik dari wanita. Oleh karena itu, kenabian hanya khusus
diberikan pada laki-laki, begitu pula dengan kerajaan yang megah diberikan
pada laki-laki. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw, ”Suatu
kaum itu tidak akan bahagia apabila mereka menyerahkan kepemimpinan
mereka kepada wanita” (HR. Bukhari no. 4425).
Pendapat Ibnu Katsir tersebut sejalan dengan pendapat Syaikh ‘Abdur
Rahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah yang berkata, “Kaum prialah
yang mengurusi kaum wanita agar wanita tetap memperhatikan hak-hak
Allah Ta’ala yaitu melaksanakan yang wajib, mencegah mereka dari berbuat
kerusakan. Kaum laki-laki berkewajiban pula mencari nafkah, pakaian dan
tempat tinggal bagi kaum wanita.”

C. KESIMPULAN
Pemimpin haruslah orang yang memiliki kepribadian yang kuat, bijaksana,
serta dapat menjadi contoh atau pedoma bagi yang dipimpinnya. Terlebih
dalam islam, seorang pemimpin haruslah orang yang baik agamanya. Oleh
karena itulah Allah menciptakan manusia untuk mejadi pemimpin dimuka
bumi.
Kepemimpinan yang sesuai dengan ajaran islam juga mesti diterapkan
dalam negara birokrasi sekali pun. Termasuk menjadikan Al-quran dan Hadis
sebagai pedoman dalam melaksanakan tugs negara.
DAFTAR PUSTAKA

Hayati, SD. 2017. Tentang “Konsep Kepemimpinan Dalam Islam”


http://repository.radenintan.ac.id/1126/4/BAB_II.pdf, Puwokerto diakses
pada hari rabu, 10 Juni 2020 pukul 08.13 WIB.

Imam, Datuk Marzuki. 2018. tentanng “Hubungan Pemimpin Agama Dan


Negara”https://analisadaily.com/berita/arsip/2018/6/29/577527/hubunga
n-pemimpin-agama-dan-negara/, Purwokerto diakses pada hari rabu, 10
Juni 2020 pukul 08.40 WIB.

Akhyar, Muhammad. 2018. Tentang “Bagaimana Cara Memilih Pemimpin Dalam


Islam? 4 Syarat Yang Harus Dimiliki Seorang Pemimpin”
https://www.linkarnews.com/mobile/detailberita/6200/bagaimana-cara-
memilih-pemimpin-dalam-islam-4-syarat-yang-harus-dimiliki-oleh-seorang-
pemimpin, Purwokerto diakses pada hari rabu, 10 Juni 2020 pukul 09.33
WIB.

Abduh, Muhammad Tuasikal. 2010. Tentang ”Pemimpin Wanita Menurut


Kacamata Islam” https://rumaysho.com/947-pemimpin-wanita-menurut-

kaca-mata-islam.html, Purwokerto diakses pada hari rabu, 10 Juni 2020


pukul 11.57 WIB.
Lampiran Hasil Diskusi

1. Penanya : Achmad Asnawi


Pertanyaan: Manusia diciptakan oleh Allah swt sebagai khalifah (pemimpin)
dimuka bumi. Pertanyaanya jika setiap manusia menjadi seorang pemimpin
siapa yang akan menjadi anggotanya?
Jawaban dari Rostina : Manusia memang diciptakan sebagai khalifah namun
tidak semua bisa menjadi pemimpin, menjadi pemimpin ada beberapa syarat
yang harus di penuhi dalam organisasi,negara,agama atau kelompok. Dan
hanya orang-orang yang memenuhi syarat kepemimpinan yang bisa menjadi
pemimpin.
Tambahan dari Alwi Syahrul: seperti pada hadist Rasulullah SAW
Dari Abdullah, Nabi ‫ ﷺ‬bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggung
jawabannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai
pertanggungjawabannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya
dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang wanita adalah
pemimpin atas rumah suaminya, dan ia pun akan dimintai
pertanggungjawabannya. Seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya dan
ia juga akan dimintai pertanggungjawabannya. Sungguh setiap kalian adalah
pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya.”
Bahkan bukan hanya itu, namun kita juga harus bisa memimpin diri kita
sendiri. Yaitu bagaimana kita menggunakan kenikmatan yg kita peroleh dan
bagaimana kita memanfaatkan setiap anggota tubuh untuk berbuat kebaikan.

2. Penanya: Pandi Affan Daffar


Pertanyaan: Bagai mana tanggapan dalam islam terhadap calon pemimpin yang
bukan islam apakah pemimpin itu masih di anggap layak?. Karna pemimpi
yang bukan islam hanya memenuhi dua sarat dari empat sarat yg ada sebagai
pemimpin yg layak di pilih dalam Al-quran.
Jawaban dari Gibran: Dalam Al-quran surah An-nisa ayat 141 yang artinya
"Allah tidak akan menjadikan orang kafir untuk mengusai kaum mukminin”.
Bahkan para ulama sepakat bahwa kepemimpinan tidak boleh diserahkan
kepada oranng kafir. Termasuk ketika ada pemimpin muslim yang melakukan
kekufuran, maka dia harus dilengserkan. Kesepakatan ulama untuk tidak
memilih orang kafir sebagai pemimpin disampaikan oleh banyak ulama,
termasuk ulama Al-qadhi Iyadh dan Ibnul Mundzir juga sepakan akan hal
tersebut.

3. Penanya: Muhammad Toriq afif


Pertanyaan: Apa hukumnya jika kita membenci pemimpin sedangkan kita tidak
tau kebenaran yang sesungguhnya dan mungkin sedang di adu domba oleh
media masa yang tidak suka dengan pemimpin tersebut.
Jawaban dari Rostina: Mencela dan menghina pemimpin atau calon pemimpin
termasuk salah satu benih fitnah yang bisa berkembang menjadi sebuah awak
kerusakan suatu bagsa. Rasulullah SAW bersabda bahwasanya “Jangan
mencaci para pemimpin. Doakan mereka dengan kebaikan. Sebab kebaikan
mereka adalah kebaikan bagi kalian.”
Jika hadis Rasulullah yang diatas tersebut diamalkan oleh setiap muslim, maka
yang terjadi adalah terciptanya suatu bangsa yang baik tanpa berhias hujatan
dan kabar hoax. Rasululah mengajarkan untuk terus mendoakan kebaikan
kepada siapapun pemimpin kita. Kebaikan yang ia dapat pasti juga dirasakan
oleh rakyatnya.

4. Penanya: Khanif Rahma


Pertanyaan: Bagaimana tanggapan kalian jika suatu negara memiliki pemimpin
yang tidak bisa menjadi pemimpin yang baik (mengayomi warganya) atau bisa
dikatakan merugikan negara tersebut? Lalu apa yang harus dilakukan negara
tersebut?
Jawaban dari Gibran: Jikalau yang diminta adalah pendapat kami, maka kami
akan merujuk kepada pendapat para ulama yang benar benar mengusai ilmu
agama. Sesuai dengan jawaban saya atas pertanyaan saudara pandi, bahwa para
ulama sepakat untuk tidak memilih pemimpin kafir, bahkan meskipun
pemimpin tersebut seorang muslim, maka harus dilengserkan, Jadi intinya,
pemimpin yang tidak bisa menjalan kan tugasnya, apa lagi malah merugikan
negara, maka pemimpin tersebut harus dilengserkan
Sanggahan dari Khanif Rahma: Tapi pada kenyataannya masih ada pemimpin
seperti itu, dan tidak segera dilengserkan. Berarti boleh dilengserkan secara
paksa?
Jawaban dari Gibran: Dalam menilai apakah pemimpin tersebut tidak tidak
dapat menjalankan tugasnya, itu bagian dari tugas para ulama untuk
menentukan. Dan karena negara kita adalah negara hukum yang tidak
sepenuhnya menjadikan syariat islam sebagai pedoman, maka untuk
menggulingkan pemimpin mesti sesuai hukum yang berlaku dinegara tersebut.
Tambahan dari Alwi Sahrul: seperti yang tercantum dalam Pasal 7B ayat 1
UUD '45 tentang pemberhentian presiden.
Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh
Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”) kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat
(“MPR”) hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada
Mahkamah Konstitusi (“MK”) untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan
pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau
pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat
sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden
Serta Pasal 7A UUD '45
“Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat,
baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”

5. Penanya: Eko Yunuarso


Pertanyaan: Bagaimana hukum memilih pemimpin dalam Islam, bolehkah
golput (tidak memilih)?
Jawaban dari Rostina: Selanjutnya saya akan menjawab pertanyaan eko,Secara
jelas, Syekh M Ibrahim Al-Baijuri menyebutkan bahwa umat Islam
berkewajiban untuk menjaga keberlangsungan kepemimpinan di tengah
masyarakat. Kewajiban ini bersifat syari, bukan aqli.

‫قوله (بالشرع فاعلم ال بحكم العقل) أي إن وجوب نصب اإلمام بالشرع عند أهل السنة فاعلم ذلك‬

Artinya, “(Berdasarkan perintah syariat, patut diketahui, bukan berdasarkan


hukum logika), maksudnya, penegakan pemerintahan merupakan kewajiban
sesuai perintah syariat bagi kalangan Ahlussunnah wal jamaah. Pahamilah hal
demikian,” (Lihat Syekh M Ibrahim Al-Baijuri, Tuhfatul Murid ala Jauharatit
Tauhid, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun]
halaman 118).
Maka dari itu kita sebaik nya memilih pemimpin yg menurut kita baik.
Tambahan dari Widi: Terkadang kita begitu apatis dengan pemimpin yang
korup, sehingga memilih golput. Sikap golput atau tidak memilih pemimpin
merupakan sikap yang kurang bijak. Dalam Islam, kepemimpinan itu penting,
sehingga Nabi pernah berkata, "jika kalian bepergian, pilihlah satu orang jadi
pemimpin".
Tambahan dari Gibran: umat diwajibkan untuk menegakkan pemerintahan
yang adil ketika tidak ada nash dari Allah atau rasul-Nya pada pribadi tertentu,
dan tidak ada penunjukkan pengganti dari pemerintah sebelumnya… Tidak ada
perbedaan soal kewajiban menegakkan pemerintahan di zaman kaos/fitnah atau
situasi stabil-kondusif-normal sebagaimana pandangan Mazhab Ahlussunnah
dan mayoritas ulama Muktazilah,” (Lihat Syekh M Ibrahim Al-
Baijuri, Tuhfatul Murid ala Jauharatit Tauhid, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil
Arabiyyah: tanpa catatan tahun, halaman 118).
Secara jelas, Syekh M Ibrahim Al-Baijuri menyebutkan bahwa umat Islam
berkewajiban untuk menjaga keberlangsungan kepemimpinan di tengah
masyarakat. Kewajiban ini bersifat syari, bukan aqli.
NU melalui media onlinenya juga mengatakan wajib bagi masyarakat untuk
memilih pemimpin.

Anda mungkin juga menyukai