Keratokonjungtivitis Viral
Oleh :
Nizra Ayu Sarah
17014101269
Residen Pembimbing
dr. Kevin Jawan
Supervisor Pembimbing
dr. Samuel Malingkas, SpM
Residen Pembimbing
Supervisor Pembimbing
PENDAHULUAN
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang merupakan bagian dari
media refraksi. Kornea juga berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela
yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Kornea terdiri atas lima lapis
yaitu epitel, membran bowman, stroma, membran descemet, dan endotel. Endotel
lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau
fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel.
Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat
transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat
pada stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah
beregenerasi.1,2
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Keratokonjungtivitis
2.1.1. Definisi
Keratokonjungtivitis adalah peradangan dari kornea dan
konjungtiva. Ketika hanya kornea yang meradang, hal itu disebut keratitis,
ketika hanya konjungtiva yang meradang, hal itu disebut konjungtivitis.2,4
2.1.2. Etiologi
Konjungtivitis dapat diakibatkan oleh virus, bakteri, fungal, parasit,
toksik, chlamydia, kimia dan agen alergik. Konjungtivitis viral lebih sering
terjadi daripada konjungtivitis bakterial. Insidensi konjungtivitis
meningkat pada awal musim semi. Etiologi konjungtivitis dapat diketahui
berdasarkan klinis pasien. Pada tingkat seluler terdapat infiltrat seluler dan
eksudat pada konjungtiva. Etiologi keratitis superfisial antara lain adalah
infeksi (bakteri, viral, dan fungal), degeneratif (dry eye, defek neurotropik
atau berhubungan dengan penyakit sistemik), toksik dan alergi. Morfologi
dan distribusi lesi pada kornea dapat membantu mengetahui penyebab
keratitis. Ada beberapa penyebab potensial keratokonjungtivitis yaitu
kekeringan, infeksi virus, manifestasi dari atopi atau allergen maupun
trauma mekanik.
2.1.3. Klasifikasi
1. Keratokonjunctivitis sicca digunakan ketika peradangan karena
kekeringan. ("Sicca" berarti "kering" dalam konteks medis.) Hal ini
terjadi dengan 20% pasien RA.
2. Istilah " Vernal keratokonjunctivitis "(VKC) digunakan untuk
merujuk keratokonjungtivitis terjadi di musim semi, dan biasanya
dianggap karena alergen.
3. Atopik keratokonjunctivitis adalah salah satu manifestasi dari atopi.
4. Epidemi keratokonjunctivitis disebabkan oleh adenovirus infeksi.
5. Keratokonjungtivitis limbus superior diduga disebabkan oleh trauma
mekanik
2.1.4. Patofisiologi
Konjungtivitis alergika disebabkan oleh respon imun tipe 1
terhadap alergen. Alergen terikat dengan sel mast dan reaksi silang
terhadap IgE terjadi, menyebabkan degranulasi dari sel mast dan
permulaan dari reaksi bertingkat dari peradangan. Hal ini menyebabkan
pelepasan histamin dari sel mast, juga mediator lain termasuk triptase,
kimase, heparin, kondroitin sulfat, prostaglandin, tromboksan, dan
leukotrien. histamin dan bradikinin dengan segera menstimulasi
nosiseptor, menyebabkan rasa gatal, peningkatan permeabilitas vaskuler,
vasodilatasi, kemerahan, dan injeksi konjungtiva.2,4,15
Konjungtivitis infeksi timbul sebagai akibat penurunan daya imun
penjamu dan kontaminasi eksternal. Patogen yang infeksius dapat
menginvasi dari tempat yang berdekatan atau dari jalur aliran darah dan
bereplikasi di dalam sel mukosa konjungtiva. Kedua infeksi bakterial dan
viral memulai reaksi bertingkat dari peradangan leukosit atau limfositik
meyebabkan penarikan sel darah merah atau putih ke area tersebut. Sel
darah putih ini mencapai permukaan konjungtiva dan berakumulasi di sana
dengan berpindah secara mudahnya melewati kapiler yang berdilatasi dan
tinggi permeabilitas.12,13,15
Pertahanan tubuh primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel
yang menutupi konjungtiva. Rusaknya lapisan ini memudahkan untuk
terjadinya infeksi. Pertahanan sekunder adalah sistem imunologi (tear-
film immunoglobulin dan lisozyme) yang merangsang lakrimasi.12
2.1.5. Diagnosis
Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu
tergores atau panas, sensasi penuh di sekitar mata, gatal dan fotofobia.
Sensasi benda asing dan tergores atau terbakar sering berhubungan dengan
edema dan hipertrofi papiler yang biasanya menyertai hiperemi
konjungtiva. Sakit pada iris atau corpus siliaris mengesankan terkenanya
kornea. Tanda penting konjungtivitis adalah hiperemia, berair mata,
eksudasi, pseudoptosis, hipertrofi papiler, kemosis (edem stroma
konjungtiva), folikel (hipertrofi lapis limfoid stroma), pseudomembranosa
dan membran, granuloma, dan adenopati pre-aurikuler.8
Hiperemia adalah tanda paling mencolok pada konjungtivitis akut.
Kemerahan paling nyata pada forniks dan mengurang ke arah limbus
disebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh konjungtiva posterior. Warna
merah terang mengesankan konjungtivitis bakteri dan keputihan mirip susu
mengesankan konjungtivitis alergika. Berair mata (epiphora) sering
mencolok, diakibatkan oleh adanya sensasi benda asing, terbakar atau
gatal. Kurangnya sekresi airmata yang abnormal mengesankan
keratokonjungtivitis sicca. Eksudasi adalah ciri semua jenis konjungtivitis
akut. Eksudat berlapis-lapis dan amorf pada konjungtivitis bakterial dan
dapat pula berserabut seperti pada konjungtivitis alergika, yang biasanya
menyebabkan tahi mata dan saling melengketnya palpebra saat bangun
tidur pagi hari, dan jika eksudat berlebihan agaknya disebabkan oleh
bakteri atau klamidia. Pseudoptosis adalah turunnya palpebra superior
karena infiltrasi ke muskulus muller (M. Tarsalis superior). Keadaan ini
dijumpai pada konjungtivitis berat. Misalnya Trachoma dan
keratokonjungtivitis epidemika.2
Hipertrofi papila adalah reaksi konjungtiva non-spesifik yang
terjadi karena konjungtiva terikat pada tarsus atau limbus di bawahnya
oleh serabut-serabut halus. Ketika berkas pembuluh yang membentuk
substansi papila (selain unsur sel dan eksudat) sampai di membran basal
epitel, pembuluh ini bercabang-cabang di atas papila mirip jeruji payung.
Eksudat radang mengumpul di antara serabut-serabut dan membentuk
tonjolan-tonjolan konjungtiva. Pada penyakit yang mengalami nekrosis
(mis.,trachoma), eksudat dapat digantikan oleh jaringan granulasi atau
jaringan ikat.2
Bila papilanya kecil, konjungtiva umumnya tampak licin mirip
beludru. Konjungtiva papiler merah mengesankan penyakit bakteri atau
klamidia (mis.,konjungtiva tarsal merah mirip beludru adalah khas untuk
trachoma akut). Infiltrasi nyata ke konjungtiva menghasilkan papilla besar
dengan atap rata, poligonal, dan berwarna merah-keputihan. Pada tarsus
superior papilla seperti ini mengesankan keratokonjungtivitis vernal dan
konjungtivitis papiler besar dengan sensitivitas lensa kontak; pada tarsus
inferior, mengesankan keratokonjungtivitis atopik. Papila besar dapat pula
timbul di limbus, terutama di daerah yang biasanya terpapar saat mata
dibuka (antara pukul 2 dan 4 dan antara pukul 8 dan 10). Di sini papila
tampak berupa tonjolan-tonjolan gelatinosa yang dapat meluas sampai ke
kornea. Papila limbus khas untuk keratokonjungtivitis vernal tetapi jarang
pada keratokonjungtivitis atopi.2
Kemosis dari konjungtiva sangat memberi kesan konjungtivitis
alergik akut tapi dapat juga timbul pada konjungtivitis gonococcal atau
meningococcal akut dan terutama pada konjungtivitis adenoviral. Kemosis
dari konjungtiva bulbar terlihat pada pasien dengan trichinosis. Kadang-
kadang, kemosis dapat muncul sebelum infiltrat seluler atau eksudasi
terlihat.2
Folikel terlihat pada kebanyakan kasus konjungtivitis virus. Pada
semua kasus konjungtivitis klamidia kecuali konjungtivitis inklusi pada
neonatus, pada beberapa kasus konjungtivitis parasitik, dan pada beberapa
kasus konjungtivitis toksik yang disebabkan obat-obatan topikal seperti
idoxuridine, dipivefrin, dan miotic. Foikel pada forniks inferior dan pada
batas tarsus mempunyai nilai diagnostik yang rendah, tapi saat terletak
pada tarsus (terutama tarsus atas), konjungtivitis klamidial, viral, atau
toksik (yang menyertai obat-obatan topikal) harus dicurigai. Folikel terdiri
dari hiperplasia limfoid fokal berada dalam lapisan limfoid konjungtiva
dan biasanya mengandung sentrum germinativum. Secara klinis, folikel
dapat dikenali sebagai struktur bulat, putih atau abu-abu avaskuler.
Dengan pemeriksaan slitlamp, pembuluh darah kecil dapat terlihat timbul
dari batas folikel dan mengelilingi folikel.2
Pseudomembran dan membran adalah hasil proses eksudatif dan
berbeda derajatnya. Sebuah pseudomembran adalah pengentalan di atas
permukaan epitel. Bila diangkat, epitel tetap utuh. Sebuah membran adalah
pengentalan yang meliputi seluruh epitel dan jika diangkat akan
meninggalkan permukaan yang kasar dan berdarah. Pseudomembran atau
membran dapat menyertai keratokonjungtivitis epidemika, konjungtivitis
herpes simplex virus primer, konjungtivitis streptokokal, difteri, cicatrical
pemphigoid, dan eritema multiforme mayor. Juga mungkin timbul sebagai
akibat buruk luka bakar kimiawi, khususnya basa.2
Granuloma konjungtiva selalu mengenai stroma dan yang paling
sering adalah chalazia. Penyebab endogen lain termasuk sarcoid, sifilis,
cat-scratch disease, dan, yang jarang koksidiomikosis. Parinaud’s
oculoglandular syndrome meliputi granuloma konjungtival dan nodus
limfe periaurikuler yang menonjol, dan kelompok penyakit ini
memerlukan pemeriksaan biopsy untuk menegakkan diagnosa.2
Limfadenopati periaurikuler adalah tanda penting dari
konjungtivitis. Nodus periaurikuler yang terlihat mencolok tampak pada
Parinaud’s oculoglandular syndrome dan, yang jarang, pada epidemic
keratoconjunctivitis. Nodus periaurikuler yang besar maupun kecil, kadang
sedikit nyeri tekan, muncul pada konjungtivitis herpes simplex primer,
keratokonjungtivitis epidemika, konjungtivitis inklusi, dan trachoma.
Nodus periaurikuler yang kecil dan tidak nyeri tekan muncul pada demam
faringokonjungtival dan konjungtivitis hemoragik akut. Kadang-kadang
limfadenopati periaurikuler dapat terlihat pada anak dengan infeksi
kelenjar meibomian.2
Pemeriksaan mata awal termasuk pengukuran ketajaman visus,
pemeriksaan eksternal dan slit-lamp biomikroskopi. Pemeriksaan eksternal
harus mencakup elemen berikut ini:12
Limfadenopati regional, terutama sekali preaurikuler
Kulit: tanda-tanda rosacea, eksema, seborrhea
Kelainan kelopak mata dan adneksa: pembengkakan, perubahan
warna, malposisi, kelemahan, ulserasi, nodul, ekimosis, keganasan
Konjungtiva: bentuk injeksi, perdarahan subkonjungtiva, kemosis,
perubahan sikatrikal, simblepharon, massa, secret
2.1.7. Komplikasi
Kebanyakan konjungtivitis dapat sembuh sendiri, namun apabila
konjungtivitis tidak memperoleh penanganan yang adekuat maka dapat
menyebabkan komplikasi:4
1. Blefaritis marginal hingga krusta akibat konjungtivitis akibat
staphilococcus
2. Jaringan parut pada konjungtiva akibat konjungtivitis chlamidia pada
orang dewasa yang tidak diobati adekuat
3. Keratitis punctata akibat konjungtivitis viral
4. Keratokonus (perubahan bentuk kornea berupa penipisan kornea
sehingga bentuknya menyerupai kerucut) akibat konjungtivitis
alergi.
5. Ulserasi kornea marginal, perforasi kornea hingga endoftalmitis
dapat terjadi pada infeksi N. gonorrhoeae, N. kochii, N. meningitidis,
H. aegypticus, S. aureus dan M. catarrhalis.
6. Pneumonia terjadi 10-20 % pada bayi yang mengalami
konjungtivitis chlamydia
7. Meningitis dan septikemia akibat konjungtivitis yang diakibatkan
meningococcus.
2.1.8. Penatalaksanaan
Masing-masing jenis konjungtiva memberikan gejala klinis yang
berbeda. Penatalaksanaan keratokonjungtivitis tergantung pada berat
ringannya gejala klinik. Pada kasus ringan sampai sedang, cukup diberikan
obat tetes mata tergantung jenis penyebabnya seperti pada KKV dapat
diberikan anti histamin topikal dan dapat ditambahkan vasokontriktor,
kemudian dilanjutkan dengan stabilasator sel mast. Pada kasus yang berat
dapat dikombinasi dalam pengobatannya ataupun dilakukan
pembedahan.2,4
Pada konjungtivitis virus yang merupakan “self limiting disease”
penanganan yang diberikan bersifat simtomatik serta dapat pula diberikan
antibiotik tetes mata untuk mencegah infeksi bakteri sekunder. Steroid
tetes mata dapat diberikan jika terdapat lesi epithelial kornea, namun
pemberian steroid hanya berdasarkan pengawasan dokter spesialis mata
karena bahaya efek sampingnya cukup besar bila digunakan
berkepanjangan, antara lain infeksi fungal sekunder, katarak maupun
glaucoma.18,19
Penanganan primer keratokonjungtivitis epidemika ialah dengan
kompres dingin dan menggunakan tetes mata astrigen. Agen antivirus
tidak efektif. Antibiotic topical bermanfaat untuk mencegah infeksi
sekunder. Steroid topical 3 kali sehari akan menghambat terjadinya
infiltrate kornea subepitel atau jika terdapat kekeruhan pada kornea yang
mengakibatkan penurunan visus yang berat, namun pemakaian
berkepanjangan akan mengakibatkan sakit mata yang berkelanjutan.
Pemakaian steroid harus di tapering off setelah pemakaian lebih dari 1
minggu.4,21,22
Penanganan konjungtivitis bakteri ialah dengan antibiotika topical
tetes mata (misalnya kloramfenikol) yang harus diberikan setiap 2 jam
dalam 24 jam pertama untuk mempercepat proses penyembuhan,
kemudian dikurangi menjadi setiap empat jam pada hari berikutnya.
Penggunaan salep mata pada malam hari akan mengurangi kekakuan pada
kelopak mata di pagi hari. Antibiotik lainnya yang dapat dipilih untuk
gram negative ialah tobramisin, gentamisin dan polimiksin; sedangkan
untuk gram positif icefazolin, vancomysin dan basitrasin.19
Penanganan infeksi jamur ialah dengan natamisin 5 % setiap 1-2
jam saat bangun, atau dapat pula diberikan pilihan antijamur lainnya yaitu
mikonazol, amfoterisin, nistatin dan lain-lain.4
2.1.9. Prognosis
3. Prognosis pada kasus keratokonjungtivitis tergantung pada berat
ringannya gejala klinis yang dirasakan pasien, namun umumnya baik
terutama pada kasus yang tidak terjadi parut atau vaskularisasi pada
kornea.12
3.1.1.
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Feri Wungkana
Umur : 37 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen protestan
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Tatengesan Belang
No. Register : 51.00.37
Pekerjaan : Petani
Tanggal Pemeriksaan : 29 Agustus 2017
ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
2. Keluhan Tambahan
Sejak satu bulan yang lalu pasien mengeluh mata kanan memerah, terasa
gatal dan berair. Awalnya hal ini terjadi saat pasien sedang bekerja dan
matanya terkena serbukan tanah ketika sedang menggali ladang. Semakin
hari pasien merasakan keluhannya semakin parah ditambah timbulnya rasa
mengganjal dan pengelihatannya yang mulai kabur.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini 5 tahun yang lalu namun
pasien tidak periksa ke dokter. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi
maupun Diabetes Melitus.
Pasien mengatakan bahwa ia memakai obat tetes mata (pasien tidak dapat
mengingat nama obat tetes mata tersebut) setelah terjadi keluhan, namun
pasien tidak merasakan adanya perbaikan.
7. Riwayat Kebiasaan
PEMERIKSAAN FISIK
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36oC
2. Status Oftalmikus
RESUME
Tn. Feri Wungkana, Laki-laki berusia 37 tahun datang ke poli klinik mata
RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou Manado dengan keluhan pengelihatan mata
kanan kabur. Tidak keluar belek pada mata sebelah kanan disertai mata
merah, sangat berair dan mengganjal. Pasien telah melakukan pengobatan
sendiri dengan menggunakan obat tetes mata namun tidak ada perbaikan dan
mencari pengobatan ke dokter. Pasien bekerja sebagai petani dan tidak
menggunakan pelindung mata saat bekerja. Pada pemeriksaan fisik tidak ada
kelainan. Pada pemeriksaan ophthalmologi didapatkan visus 6/30 untuk OD
dan 6/6 untuk OS, injeksi silier dan pada sekret serous konjungtiva bulbi dan
infiltrat pada kornea.
DIAGNOSIS KERJA
Keratokonjungtivitis Viral
DIAGNOSIS BANDING
1. Uveitis Akut
2. Glaukoma Akut
PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
Ofloxacin Eye Drops 4 tetes di mata kanan
Lyteers Eye Drops 1 tetes per jam di mata kanan
Becom C tablet 1x sehari
2. Nonmedikamentosa
Memberi tahu pasien untuk beristirahat yang cukup
Memberi tahu pasien untuk menggunakan kacamata atau pelindung
mata saat bekerja
PROGNOSIS
ad vitam : bonam
ad sanationam : dubia ad bonam
ad fungsionam: bonam
EDUKASI
Menjelaskan pada pasien bahwa mata kanan kabur disebebkan karena
keratokonjungtivitis viral
Menjelaskan pada pasien tentang pentingnya menggunakan pelindung
mata saat bekerja
Menjelaskan pada pasien untuk mencuci tangan sebelum menyentuh mata
Meminta pasien untuk melakukan kontrol di poliklinik mata
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus diatas, dari anamnesis didapatkan seorang bapak usia 37 tahun,
datang dengan keluhan penglihatan mata kanan kabur disertai mata merah, sangat
berair dan mengganjal sejak 1 bulan yang lalu. Pasien mengeluh gejala tersebut
menetap dan tidak hilang timbul. Riwayat demam, diabetes mellitus dan
hipertensi disangkal oleh pasien. Dari anamnesis menunjukkan bahwa pasien
mengalami suatu infeksi di daerah mata bagian kanan dengan keluhan mata kabur,
merah, sangat berair dan mengganjal. Dari gejala yang timbul tersebut
menunjukkan diagnosis mengarah ke keratokonjungtivitis viral okuli dextra.
Terapi yang diberikan yaitu antibiotik, air mata buatan, dan vitamin c.
Pasien juga dianjurkan menggunakan pelindung mata (kaca mata hitam) untuk
melindungi dari paparan dari luar seperti debu dan sinar ultraviolet.
DAFTAR PUSTAKA