TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
4
1.Dispepsia organik adalah bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya. Sindroma dispepsia organik terdapat kelainan yang nyata terhadap
organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari, radang pankreas,
radang empedu, dan lain-lain.1
2. Dispepsia non organik atau dispepsia fungsional atau non ulkus, bila tidak jelas
penyebabnya. Dispepsia fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur
organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi
setelah 3 bulan dengan gejala dispepsia.1
Menurut Jones MP Tahun 2003, klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas gejala
yang dominan, membagi Dispepsia menjadi tiga tipe :
a. Mudah kenyang
b. Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
d. Muntah
e. Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)
f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan
2.3. ETIOLOGI
5
Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna seperti tukak gaster atau
duodenum, gastritis, tumor, infeksi Helicobacter pylori. Obat-obatan seperti anti
inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa antibiotik, digitalis, teofilin dan
sebagainya.Penyakit pada hati, pankreas, system bilier, hepatitis, pancreatitis,
kolesistetis kronik. Penyakit sistemik: diabetes mellitus, penyakit tiroid, penyakit
jantung koroner. Bersifat fungsional, yaitu dyspepsia yang terdapat pada kasus
yang tidak terbukti adanya kelainan atau gangguan organik atau struktural
biokimia, yaitu dyspepsia fungsional atau dyspepsia non ulkus.1
A. Organik
1. Obat-obatan
Definisi Obat antiinflamasi non steroid, atau yang dikenal juga dengan
NSAID (Non Steroidal Anti inflammatory Drugs) adalah suatu golongan obat
yang memiliki efek analgesik (pereda nyeri), antipiretik (penurun panas), dan anti
inflamasi (anti radang) (Wilmana dan Gan, 2007). Penggunaan OAINS umumnya
untuk mengurangi rasa nyeri dan radang. Secara umum, OAINS di indikasikan
untuk merawat gejala penyakit seperti rheumatoid arthritis, osteoarthritis, encok
akut, nyeri haid, migrain dan sakit kepala, nyeri setelah operasi, nyeri ringan
hingga sedang pada luka jaringan, demam, ileus, dan renal colic.4
6
bersifat sitoprotektif. Sementara untuk COX-2, awalnya COX-2 diperkirakan
hanya diinduksi oleh berbagai stimulus inflamasi namun ternyata sekarang COX-
2 juga mempunyai fungsi fisiologis di beberapa bagian tubuh seperti di ginjal dan
jaringan vaskular pada proses perbaikan jaringan. Tromboksan A2, yang disintesis
trombosit oleh COX-1, menyebabkan agregasi trombosit, vasokonstriksi dan
proliferasi otot polos. Sementara prostasiklin (PGI2) yang disintesis oleh COX-2
di endotel makrovaskular melawan efek tersebut dan mengakibatkan
penghambatan agregasi trombosit, vasodilatasi dan efek antiproliferatif. 5
Menurut Katzung (2006) dan Wilmana dan Gan (2007), OAINS dibagi lagi
menjadi beberapa golongan, yaitu :
7
D. Golongan fenamat (asam mefenamat, asam flufenamat, dan asam tolfenamat)
E. Golongan derivat pirazolon (fenilbutazon, ampiron, metamizol, dan fenazon)
F. Golongan oksikam (piroksikam, dan meloksikam)
G. Golongan selektif penghambat COX-2 (celecoxib, lumiracoxib)
H. Golongan sulfonanilida (nimesulide)
I. Golongan prodrug asam Naphtylasetat (nabumetone)
J. Golongan derivate indol-asam asetat (indomethacine).
Efek samping Seperti obat-obat dari golongan lain, OAINS juga tidak lepas
dari efek samping. Efek samping OAINS sebenarnya cukup beragam namun
secara umum OAINS berpotensi menyebabkan efek samping saluran cerna, ginjal
dan hati. 5
8
asam, pepsin, empedu, dan enzim proteolitik dari lumen lambung ke mukosa
menjadi lebih mudah dan menyebabkan nekrosis sel. 6
Inhibisi sistemik terhadap pelindung mukosa gaster terjadi melalui
penghambatan enzim siklooksigenase (COX). Prostaglandin yang berasal dari
proses esterifikasi asam arakidonat pada membran sel berperan penting dalam
proteksi mukosa gastroduodenal. Enzim utama yang mengatur pembentukan
PG adalah COX, dimana COX memiliki dua isoform, yaitu COX-1 dan COX-
2. Kedua enzim tersebut memiliki karakteristik dan peranan yang berbeda
berdasarkan struktur dan distribusi jaringan. COX-1 yang berada pada
lambung, trombosit, ginjal, dan sel endotel berperan penting dalam memelihara
fungsi ginjal, merangsang agregasi trombosit, dan mempertahankan integritas
mukosa gastrointestinal. Sementara itu, COX-2 yang diinduksi oleh rangsangan
inflamasi terekspresi pada makrofag, leukosit, fibroblas, dan sel synovial.6
9
hepatitis. Efek hepatotoksik ini diduga akibat bentuk “acyl glucosides“ yang
sangat reaktif. 5
Hal ini akan menimbulkan rasa panas dan nyeri di ulu hati yang disertai
dengan mual dan muntah. Bila kebiasaan mengkonsumsi makanan lebih dari satu
kali dalam seminggu selama minimal enam bulan dibiarkan terus menerus dapat
10
menyebabkan iritasi pada lambung. Beberapa jenis makanan timbul sindroma
dispepsia adalah makanan yang berminyak dan berlemak. Makanan tersebut
lambat dicerna dan menimbulkan peningkatan tekanan di lambung. Proses
pencernaan ini membuat katup antara lambung dengan kerongkongan (lower
esophageal sphincter atau LES) melemah sehingga asam lambung dan gas akan
naik ke kerongkongan. Putri (2014) yang menunjukkan perbedaan dari presentase
frekuensi kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas, asam, dan minuman iritatif
(kopi, teh, alkohol dan minuman berkarbonasi) secara umum pada masing-masing
responden dikarenakan setiap individu memiliki selera berbeda dalam memilih
makanan yang akan dikonsumsi. Kafein dapat menyebabkan stimulasi sistem
saraf pusat sehingga dapat meningkatkan aktivitas lambung dan sekresi hormon
gastritis pada lambung dan pepsin. Hormon gastrin yang dikeluarkan oleh
lambung mempunyai efek sekresi getah lambung yang sangat asam dari bagian
fundus lambung. Faktor yang mempengaruhi kebiasaan konsumsi makan pada
setiap individu diantara dari lingkungan keluarga, sosial dan budaya yang dimiliki
setiap individu.7, 10
3. Pola Makan
Pada hasil penelitian Andre, Machmud, dan Mumi (2013) yang menyatakan
bahwa pola makan penderita dispepsia fungsional yaitu makan tidak teratur 23
orang (57,5%). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ervianty (2008)
dalam Sorong, Pengemanam, dan Untu (2013) bahwa 48 responden subjek
tentang faktor yang berhubungan dengan kejadian sindroma dispepsia, didapatkan
salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian sindroma dispepsia adalah
pola makan.Susanti (2011) ditemukan ada pengaruh pola makan terhadap
sindroma dispepsia. Pola makan yang tidak teratur mungkin menjadi predisposisi
untuk gejala gastrointestinal yang menghasilkan hormon-hormon gastrointestinal
yang tidak teratur sehingga akan mengakibatkan terganggunya motilitas
gastrointestinal. Frekuensi makan yang tidak teratur, jumlah makan yang tidak
sesuai, dan jeda makan yang terlalu lama dapat mencetuskan sindroma dispepsia.
Jika proses ini terlalu lama, maka produksi asam lambung akan berlebihan
11
sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung dan menimbulkan keluhan berupa
mual. 11,12,13, 14
Produksi asam lambung berlangsung terus-menerus sepanjang hari.
pengaturan sekresi lambung terdapat beberapa fase termasuk fase sefalik yang
dimulai bahkan sebelum makanan masuk ke lambung yang berasal dari korteks
serebri yang kemudian diantar oleh nervus vagus ke lambung yang
mengakibatkan kelenjar gastrik terangsang untuk menyekresi HCL, pepsinogen,
dan menambahkan mukus. 14
Pola makan merupakan salah satu faktor yang berperan pada kejadian
dyspepsia. Makan yang tidak teratur, kebiasaan makan yang tergesah-gesah dan
jadwal yang tidak teratur dapat menyebabkan dispepsia. Pola makan tidak teratur
berisiko mengalami berbagai keluhan diantaranya nyeri bagian perut sampai ke
ulu hati,mual, muntah dan bersendawa yang mengakibatkan timbulnya dispepsia.1
5. Jenis Kelamin
12
juga didukung dengan hasil penelitian Rahmaika (2014) yang menyatakan bahwa
kelompok jenis kelamin yang sering mengalami dispepsia banyak pada
perempuan dibanding laki-laki sebanyak 76,92%. Pria lebih toleran terhadap
gejala-gejala gangguan lambung seperti nyeri dari pada wanita. Penelitian
dikemukakan oleh Dewi (2017), bahwa sekresi lambung diatur oleh mekanisme
saraf dan hormonal. Pengetahuan hormon berlangsung melalui hormon gastrin.
Hormon ini bekerja pada kelenjar pada kelenjar gastrik dan menyebabkan aliran
tambahan lambung yang sangat asam. Sekresi tersebut berlangsung selama
beberapa jam. Hormon gastrin dipengaruhi oleh bebrapa hal seperti adanya
makanan dalam jumlah besar yang berada di lambung, juga zat sekretatogue
seperti ektrak makan, hasil pencernaan protein, alkohol, dan kafein. Namun,
ternyata ada hal ini yang juga mempengaruhi kerja hormon gastrin, yaitu jenis
kelamin. Faktor hormonal wanita lebih reaktif di banding pria.16
6. Kelainan struktural
a. Penyakit oesophagus:
1) Refluks gastroesofageal dengan atau tanpa hernia
2) Akhalasia
3) Obstruksi esophagus
b. Penyakit gaster dan duodenum
1) Gastritis erosif dan hemorhagik; sering disebabkan oleh OAINS dan
sakit keras (stres fisik) seperti luka bakar, sepsis, pembedahan, trauma,
shock
2) Ulkus gaster dan duodenum
3) Karsinoma gaster
c. Penyakit saluran empedu
1) Kholelitiasis dan Kholedokolitiasis
2) Kholesistitis
d. Penyakit pankreas
1) Pankreatitis
2) Karsinoma pankreas
13
e. Penyakit usus
1) Malabsorbsi
2) Obstruksi intestinal intermiten
3) Sindrom kolon iritatif
4) Angina abdominal
5) Karsinoma kolon
f. Penyakit metabolik atau sistemik
1) Tuberculosis
2) Gagal ginjal
3) Hepatitis, sirosis hepatis, tumor hepar
4) Diabetes melitius
5) Hipertiroid, hipotiroid, hiperparatiroid
6) Ketidakseimbangan elektrolit
7) Penyakit jantung kongestif
g. Lain-lain
1) Penyakit jantung iskemik
2) Penyakit kolagen
Dyspepsia Fungsional
Keluhan terjadi kronis, tanpa ditemukan adanya gangguan struktural atau
organik atau metabolik tetapi merupakan kelainan fungsi dari saluran
makanan.Termasuk ini adalah dyspepsia dismotilitas, yaitu adanya gangguan
motilitas diantaranya; waktu pengosongan lambung yang lambat, abnormalitas
kontraktil, abnormalitas mioelektrik lambung, refluks gastroduodenal. Penderita
dengan dyspepsia fungsional biasanya sensitif terhadap produksi asam lambung
yaitu kenaikan asam lambung. Kelainan psikis, stress dan faktor lingkungan juga
dapat menimbulkan dispepsia fungsional.17
Kelainan non organik saluran cerna:
1) Gastralgia
14
2) Dispepsia karena asam lambung
3) Dispepsia flatulen
4) Dispepsia alergik
5) Dispepsia essensial
6) Pseudoobstruksi intestinal kronik
7) Kelainan susunan saraf pusat (CVD, epilepsi).
8) Psikogen: Histeria, psikosomatik
15
mengeluarkan sejenis cairan untuk mengurangi gaya gesekan yang terjadi antara
perut dengan anggota tubuh lainnya.18
16
molekul yang lebih kecil. Musin merupakan mukosa protein yang melicinkan
makanan. Renin merupakan enzim khusus yang hanya terdapat pada mamalia,
berperan sebagai kaseinogen menjadi kasein. Kasein digumpalkan oleh Ca 2+ dari
susu sehingga dapat dicerna oleh pepsin. Tanpa adanya renim susu yang berwujud
cair akan lewat begitu saja di dalam lambung dan usus tanpa sempat dicerna.18
Kerja enzim dan pelumatan oleh otot lambung mengubah makanan menjadi
lembut seperti bubur, disebut chyme (kim) atau bubur makanan. Otot lambung
bagian pilorus mengatur pengeluaran kim sedikit demi sedikit dalam duodenum.
Caranya, otot pilorus yang mengarah ke lambung akan relaksasi jika tersentuh
kim yang bersifat asam. Sebaliknya, otot pilorus yang mengarah ke duodenum
akan berkontraksi jika tersentuh kim. Jadi, misalnya kim yang bersifat asam tiba
di pilorus depan, maka pilorus akan membuka, sehingga makanan lewat. Oleh
karena makanan asam mengenai pilorus belakang, pilorus menutup. Makanan
tersebut dicerna sehingga keasamannya menurun. Makanan yang bersifat basa di
belakang pilorus akan merangsang pilorus untuk membuka. Akibatnya, makanan
yang asam dari lambung masuk ke duodenum. Demikian seterusnya. Jadi,
makanan melewati pilorus menuju duodenum segumpal demi segumpal agar
makanan tersebut dapat tercerna efektif. Setelah 2 sampai 5 jam, lambung kosong
kembali.18
Pengaturan peristiwa ini terjadi baik melalui saraf maupun hormon. Impuls
parasimpatikus yang disampaikan melalui nervus vagus akan meningkatkan
motilitas, secara reflektoris melalui vagus juga akan terjadi pengosongan
lambung. Refleks pengosongan lambung ini akan dihambat oleh isi yang penuh,
kadar lemak yang tinggi dan reaksi asam pada awal duodenum. Keasaman ini
disebabkan oleh hormon saluran cerna terutama sekretin dan kholesistokinin-
pankreo-zimin, yang dibentuk dalam mukosa duodenum dan dibawa bersama
aliran darah ke lambung. Dengan demikian proses pengosongan lambung
merupakan proses umpan balik humoral.18
17
Kelenjar di lambung tiap hari membentuk sekitar 2-3 liter getah lambung,
yang merupakan larutan asam klorida yang hampir isotonis dengan pH antara 0,8-
1,5, yang mengandung pula enzim pencemaan, lendir dan faktor intrinsik yang
dibutuhkan untuk absorpsi vitamin B12. Asam klorida menyebabkan denaturasi
protein makanan dan menyebabkan penguraian enzimatik lebih mudah. Asam
klorida juga menyediakan pH yang cocok bagi enzim lambung dan mengubah
pepsinogen yang tak aktif menjadi pepsin.18
Asam klorida juga akan membunuh bakteri yang terbawa bersama makanan.
Pengaturan sekresi getah lambung sangat kompleks. Seperti pada pengaturan
motilitas lambung serta pengosongannya, di sini pun terjadi pengaturan oleh saraf
maupun hormon. Berdasarkan saat terjadinya, maka sekresi getah lambung dibagi
atas fase sefalik, lambung (gastral) dan usus (intestinal).11
18
Fase Usus mula-mula akan terjadi peningkatan dan kemudian akan diikuti
dengan penurunan sekresi getah lambung. Jika kim yang asam masuk ke usus dua
belas jari akan dibebaskan sekretin. Ini akan menekan sekresi asam klorida dan
merangsang pengeluaran pepsinogen. Hambatan sekresi getah lambung lainnya
dilakukan oleh kholesistokinin-pankreozimin, terutama jika kim yang banyak
mengandung lemak sampai pada usus halus bagian atas. Di samping zat-zat yang
sudah disebutkan ada hormon saluran cerna lainnya yang berperan pada sekresi
dan motilitas. GIP (gastric inhibitory polypeptide) menghambat sekresi HC1 dari
lambung dan kemungkinan juga merangsang sekresi insulin dari kelenjar
pankreas.18
Rangsang Lokal
(makanan) Rangsang Ganglion
Degranulasi mastosit
Pembebasan
Stimulasi sel G
asethilkolin
19
Pembebasan histamin Pembebasan Gastrin
Bagan 1. Pengaruh Sekresi Sel Parietal
2.5 PATOFISIOLOGI
20
II. Perubahan sensifitas gaster
21
tidak jelas dan bahkan normal. Beberapa gambaran endoskopik yang sering
dihubungkan dengan adanya infeksi Helicobacter pylori adalah.18
Peranan infeksi Helicobacter pylori pada gastritis dan ulkus peptikum sudah
diakui, tetapi apakah Helicobacter pylori dapat menyebabkan dyspepsia non ulkus
masih kontroversi.Di negara maju,hanya 50% pasien dyspepsia non ulkus
menderita infeksi Helicobacter pylori,sehingga penyebab dispepsia pada dispepsia
non ulkus dengan Helicobacter pylori negatif dapat juga menjadi penyebab dari
beberapa dispepsia non ulkus dengan Helicobacter pylori positif. Bukti terbaik
peranan Helicobacter pylori pada dyspepsia non ulkus adalah gejala perbaikan
yang nyata setelah eradikasi kuman Helicobacter pylori tersebut, tetapi ini masih
dalam taraf pembuktian studi ilmiah. Banyak pasien mengalami perbaikan gejala
dengan cepat walaupun dengan pengobatan plasebo. Studi "follow up" jangka
panjang sedang dikerjakan, hanya beberapa saja yang tidak kambuh.19
22
buang air besar atau bentuknya mengalami perubahan, perut tegang, tidak dapat
menahan buang air besar dan perut kembung. Beberapa pasien juga mengalami
aerophagia, abnormalitas di atas belum semua diidentifikasi oleh semua peneliti
dan tidak selalu muncul pada semua penderita. Hasil yang kurang konsisten dari
bermacam terapi yang digunakan untuk terapi dispepsia non ulkus mendukung
keanekaragaman kelompok ini.20
23
Ulkus peptikum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa
esophagus, lambung ataupun duodenum terputus dan meluas sampai di bawah
epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi,
walaupun seringkali dianggap juga sebagai ulkus.Ulkus kronik berbeda dengan
ulkus akut, karena memiliki jaringan parut pada dasar ulkus.Menurut definisi,
ulkus peptik dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah
asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroduodenal,
juga jejunum.18
Aspirin, alkohol, garam empedu dan zat – zat lain yang merusak mukosa
lambung mengubah permeabilitas sawar epitel, sehingga memungkinkan difusi
balik asam klorida yang mengakibatkan kerosakan jaringan, terutama pembuluh
darah. Histamin dikeluarkan, merangsang sekresi asam dan pepsin lebih lanjut dan
meningkatkan permeabilitas kapiler terhadap protein. Mukosa menjadi edema dan
sejumlah besar protein plasma dapat hilang. Mukosa kapiler dapat rusak,
mengakibatkan terjadinya hemoragi interstitial dan perdarahan. Sawar mukosa
tidak dipengaruhi oleh penghambatan vagus atau atropine, tetapi difusi balik
dihambat oleh gastrin.21
24
Daya tahan duodenum yang kuat terhadap ulkus peptikum diduga akibat
fungsi kelenjar Brunner (kelenjar duodenum submukosa dalam dinding usus)
yang memproduksi sekret mukoid yang sangat alkali, pH 8 dan kental untuk
menetralkan kimus asam.Penderita ulkus peptikum sering mengalami sekresi
asam berlebihan. Faktor penurunan daya tahan jaringan juga terlibat dalam ulkus
peptikum. Daya tahan jaringan juga bergantung pada banyaknya suplai darah dan
cepatnya regenerasi sel epitel (dalam keadaan normal diganti setiap 3 hari).
kegagalan mekanisme ini juga berperan dalam patogenesis ulkus peptikum.18
25
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat
akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan
kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tidak nyaman
pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus yang
keras (borborigmi). Pada beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri,
pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya.Gejala lain meliputi
nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi.22
1. Dispepsia Ulkus
2. GERD
Dahulu GERD dimasukkan dalam dispepsia fungsional tetapi setelah
ditemukan dasar-dasar organik maka GERD dimasukan kedalam dyspepsia
organik. Penyakit ini disebabkan Inkompetensi atau relaksasi sphincter cardia
yang menyebabkan regurgitasi asam lambung ke dalam esofagus.Dulu sebelum
26
penyebab GERD diketahui dengan jelas, GERD dimasukkan ke dalam kelompok
dispepsia fungsional. Setelah penyebabnya jelas maka GERD dikeluarkan dari
kelompok tersebut dan dimasukkan ke dalam dispepsia organik. Gejala GERD
yang khas adalah heart burn, rasa panas di epigastrium, rasa nyeri
retrosternal,regurgitasi asam. Pada kasus berat ada gangguan menelan, gejala
tidak khas, nafas pendek, wheezing, batuk-batuk. Gejala GERD lebih menonjol
pada waktu penderita terbaring terlentang dan berkurang bila penderita duduk. 1
Grade B : ada robekan mukosa yang lebih dari 5 mm dan kalau ada robekan
mukosa di tempat lain tidak berhubungan dengan robekan mukosa yang
pertama.
Grade C :robekan mukosa pada 1 lipatan mukosa berhubungan dengan
lipatan mukosa yang lain tetapi tidak difus.
3. Dispepsia Fungsional:
2.7. ANAMNESIS
27
terjadi keluhan,adakah berkaitan dengan konsumsi makanan? Adakah
pengambilan obat tertentu dan aktivitas tertentu dapat menghilangkan keluhan
atau memperberat keluhan?Adakah pasien mengalami nafsu makan menghilang,
muntah, muntah darah, BAB berdarah, batuk atau nyeri dada, Pasien juga ditanya,
adakah ada konsumsi obat – obat tertentu? Atau adakah dalam masa terdekat
pernah operasi? Adakah ada riwayat penyakit ginjal, jantung atau paru? Adakah
pasien menyadari akan kelainan jumlah dan warna urin. 51
Riwayat minum obat termasuk minuman yang mengandung alkohol dan
jamu yang dijual bebas di masyarakat perlu ditanyakan dan kalau mungkin harus
dihentikan. Hubungan dengan jenis makanan tertentu perlu diperhatikan.Tanda
dan gejala "alarm"(peringatan) seperti disfagia, berat badan turun, nyeri menetap
dan hebat, nyeri yang menjalar ke punggung, muntah yang sangat sering,
hematemesis, melena atau jaundice kemungkinan besar adalah merupakan
penyakit serius yang memerlukan pemeriksaan seperti endoskopi dan / atau
"USG" atau "CT Scan" untuk mendeteksi struktur peptik, adenokarsinoma gaster
atau esophagus, penyakit ulkus, pankreatitis kronis atau keganasan pankreas
empedu.23
28
asam pada mulut. Bila gejala dispepsia timbul segera setelah makan biasanya
didapatkan pada penyakit esofagus, gastritis erosif dan karsinoma. Sebaliknya bila
muncul setelah beberapa jam setelah makan sering terjadi pada ulkus duodenum.
Pasien dispepsia non ulkus lebih sering mengeluhkan gejala di luar GI, ada tanda
kecemasan atau depresi, atau mempunyai riwayat pemakaian psikotropik.23
29
kemungkinan menderita malabsorpsi.Seseorang yang diduga menderita
dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung. Pada karsinoma saluran
pencernaan perlu diperiksa petanda tumor, misalnya dugaan karsinoma kolon
perlu diperiksa CEA, dugaan karsinoma pankreas perlu diperiksa CA 19-9.1
30
tersedia di Indonesia). Pemeriksaan radiologis dilakukan terhadap saluran
makan bagian atas dan sebaiknya dengan kontras ganda. Pada refluks
gastroesofageal akan tampak peristaltik di esofagus yang menurun terutama di
bagian distal, tampak anti-peristaltik di antrum yang meninggi serta sering
menutupnya pilorus, sehingga sedikit barium yang masuk ke intestin.Pada
tukak baik di lambung, maupun di duodenum akan terlihat gambar yang
disebut niche, yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk
niche dari tukak yang jinak umumnya reguler, semisirkuler, dengan dasar
licin). Kanker di lambung secara radiologis, akan tampak massa yang ireguler
tidak terlihat peristaltik di daerah kanker,bentuk dari lambung berubah.
Pankreatitis akut perlu dibuat foto polos abdomen, yang akan terlihat tanda
seperti terpotongnya usus besar (colon cut off sign), atau tampak dilatasi dari
intestin terutama di jejunum yang disebut sentina loops.1
31
Bagan 2. Management of dyspepsia based on age and alarm features. EGD,
esophagogastroduodenoscopy 23
2.10. DIAGNOSIS
2. cepat kenyang
3. nyeri epigastrik
32
2.11. DIAGNOSIS BANDING
3. Ulkus peptikum.
6. Cholelithiasis or choledocholithiasis.
7. Pankreatitis Kronik.
9. Parasit intestinal.
33
2.12. PENATALAKSANAAN
1. Antasid
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir
sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandungi Na bikarbonat, Al(OH)3,
Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus-menerus, sifatnya
hanya simptomatis, untuk mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam
waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik,
namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa
MgCl2.Sering digunakan adalah gabungan Aluminium hidroksida dan magnesium
hidroksida.Aluminum hidroksida boleh menyebabkan konstipasi dan penurunan
fosfat; magnesium hidroksida bisa menyebabkan BAB encer. Antacid yang sering
digunakan adalah seperti Mylanta, Maalox, merupakan kombinasi Aluminium
hidroksida dan magnesium hidroksida. Magnesium kontraindikasi kepada pasien
gagal ginjal kronik karena bisa menyebabkan hipermagnesemia, dan aluminium
bisa menyebabkan kronik neurotoksik pada pasien tersebut.22
2. Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik.Obat yang agak
selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat
menekan seksresi asam lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek
sitoprotektif.3
34
3. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari
proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah
omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol. Waktu paruh PPI adalah ~18jam, jadi,
bisa dimakan antara 2 dan 5 hari supaya sekresi asid gastrik kembali kepada
ukuran normal. Supaya terjadi penghasilan maksimal, digunakan sebelum makan
yaitu sebelum sarapan pagi kecuali omeprazole.22
5. Sitoprotektif
6. Golongan prokinetik
35
dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam
lambung (acid clearance).3
1. Farmakologis
2. Psikoterapi
a. Reassurance
b. Edukasi mengenai penyakitnya
a. Dianjurkan makan dalam porsi yang lebih kecil tetapi lebih sering.
b. Makanan tinggi lemak dihindarkan
36
tricyclic antidepressants, walaupun data yang menyokong masih kurang. Pasien
dengan keluhan dismotility – like symptom bisa diobati dengan sama ada dengan
acid suppressive therapy, prokinetic agents, atau 5-HT1 agonists.Metoclopramide
dan domperidone menunjukkan antara obat placebo dalam pengobatan dispepsia
fungsional. 23
2.13. PENCEGAHAN
37
dapat dihindari, maka kuncinya adalah mengendalikannya secara effektif
dengan cara diet yang bernutrisi, istirahat yang cukup, olahraga teratur dan
relaksasi yang cukup.
6. Ganti obat penghilang nyeri.Jika dimungkinkan, hindari penggunaan OAINS,
obat-obat golongan ini akan menyebabkan terjadinya peradangan dan akan
membuat peradangan yang sudah ada menjadi lebih parah. Ganti dengan
penghilang nyeri yang mengandung acetaminophen.
7. Ikuti rekomendasi dokter.
2.14. PROGNOSIS
38