Anda di halaman 1dari 84

1.

Penyakit infeksi bakteri pada mulut anak

1.1. Karies pada gigi sulung

1.1.1. Pengertian karies

Dental karies merupakan sebuah infeksi pada gigi yang disebabkan

oleh aktivitas mikroba dan dapat mengakibatkan terjadinya kehancuran

setempat dan kerusakan pada jaringan yang terkalsifikasi, enamel, dan

apabila dibiarkan terus menerus akan menembus dentin. Aktivitas

mikroba pada karies gigi sendiri dapat terdeteksi apabila ditemukan

adanya lubang atau kavitas pada permukaan gigi, sehingga karies gigi

juga dapat disebut dengan kavitasi.

1.1.2. Penyebab terjadinya karies

Penyebab utama karies adalah adanya proses demineralisasi pada

email. Seperti kita ketahui bahwa email adalah bagian terkeras dari

gigi, bahkan paling keras dan padat di seluruh tubuh. Sisa makanan

yang bergula (termasuk karbohidrat) atau susu yang menempel pada

permukaan email akan menjadi media pertumbuhan yang baik bagi

bakteri. Bakteri yang menempel pada permukaan bergula tersebut

akan menghasilkan asam yang dapat melarutkan permukaan struktur

gigi, seperti enamel, sehingga terjadi proses demineralisasi.

Demineralisasi dapat terjadi setelah 2 jam mengkonsumsi karbohidrat,

dan merupakan proses awal karies pada email. Sedangkan, sebuah


massa bakteri yang menyerupai agar-agar dan terdapat di permukaan

gigi inilah yang disebut dengan plak/plaque.

Asam yang dihasilkan bakteri akan mengakibatkan berbagai

variasi karies pada gigi. Hal tersebut dipengaruhi oleh :

a. pH pada permukaan gigi yang dapat mempengaruhi perubahan

metabolisme pada plak.

b. adanya karbohidrat (glukosa, fruktosa, dan sukrosa) yang dapat

menstimulasi proses metabolisme.

Ketika tersedia hanya sedikit karbohidrat selama bakteri

melakukan metabolisme, bakteri tidak dapat melakukan metabolisme

secara maksimal. dengan demikian pH pada daerah tersebut

permukaan gigi akan terus meningkat dan terjadilah proses

remineralisasi.

Proses remineralisasi merupakan proses yang berlawanan

dengan demineralisasi. Dalam proses ini, saliva memiliki peranan

penting. Kalsium dan ion fosfat dalam jumlah tinggi yang dikandung

saliva memiliki peranan untuk menyuplai bahan mentah proses

remineralisasi. Remineralisasi pada daerah gigi yang mengalami

kerusakan dapat terjadi pada pH di atas 5,5.

Pemahaman tentang terjadinya proses demineralisasi dan

remineralisasi merupakan kunci untuk mengatasi dan mencegah

terjadinya karies.
Bukti nyata bahwa bakteri merupakan penyebab utama

terjadinya karies gigi telah terbukti. Melalui berbagai macam bentuk

penelitian yang dilakukan terhadap hewan dan manusia, dapat

disimpulkan beberapa hal :

a. gigi yang terbebas bakteri, entah pada hewan yang bebas kuman

atau manusia yang tidak mengalami erupsi gigi, tidak akan

mengalami karies gigi.

b. antibiotik efektif digunakan untuk mengurangi karies pada hewan

ataupun manusia.

c. bakteri oral dapat mendemineralisasi enamel in vitro dan

menghasilkan lesi yang sama dengan karies.

d. bakteri tertentu dapat diisolasi dan dapat diidentifikasikan dari

plak-plak pada karies.

Namun, meskipun peranan bakteri dalam mengakibatkan karies

telah terbukti, untuk menentukan sebab dan efek hubungan antara

individu organisme pada yang ada pada mulut dan karies belum

sepenuhnya dapat dipastikan.

Bakteri oral tidak membentuk sebuah koloni dengan spesies-

spesies tertentu, melainkan sebagai sebuah kompleks yang terdiri dari

berbagai spesies bakteri yang memiliki hubungan yang kuat melalui

matriks glukosa yang telah terpolimerisasi. Di mulut sendiri, secara

alami hidup sekitar 200-300 spesies bakteri, ragi, dan protozoa.

Aktivitas metabolisme dari sebuah kompleks bakteri menentukan ada


tidaknya penyakit pada jaringan keras dan lunak rongga mulut. Hal

tersebut telah terbukti melalui penelitian yang dilakukan secara in vivo,

bahwa sebuah kelompok kecil dari bakteri dapat menjadi penyebab

terjadinya dua penyakit oral utama, yaitu karies dan penyakit

periodontal.

Satu kelompok bakteri, yang terdiri dari 8 serotypes

Streptococcus mutans dapat dihubungkan dengan terjadinya karies.

Kedelapan serotypes tersebut dapat dinamakan mulai dari a sampai h.

Beberapa serotypes dapat dinaikan statusnya dan diberi nama sebagai

berikut :

a. Streptococcus cricetus (serotype A)

b. Streptococcus rattus (serotype B)

c. Streptococcus ferus (serotype C)

d. Streptococcus sobrinus (serotype d, g, dan h)

Semua serotypes dari S. Mutans telah diteliti memiliki potensi

untuk menjadi penyebab karies, tetapi karena mereka memiliki

perbedaan pada genetik dan proses biokimia, mereka tidak bisa

disatukan menjadi satu nama saja, yaitu S. Mutans saja.

Gambar Streptococcus mutans


Mutans streptococci (MS) dan lactobacilli dapat memproduksi

asam (acidogenic) dalam jumlah besar, diluar asam yang dihasilkan

lingkungan (aciduric), yang distimulasi dengan kuat oleh sukrosa, dan

menyebabkan keduanya menjadi organisme utama penyebab karies

pada manusia.

Organisme yang dapat menyebabkan karies disebut

kariogenik. Tingkat karies pada gigi ditentukan dari potensi

kariogenik organisme tersebut.

MS merupakan sebuah infeksi pandemik dimana MS dapat

ditemukan di setiap orang tanpa memandang latar belakang etnis dan

daerah asal. Normalnya, MS ada di mulut sebagai komponen kecil

dari organisme yang hidup di mulut. Namun, pada beberapa karies

aktif, MS menjadi komponen yang dominan membentuk sebuah plak.

MS memiliki hubungan yang kuat dengan terjadinya karies,

sedangkan lactobacilli memiliki hubungan yang kuat dengan aktivitas

progresif dari lesi kavitas.

Kecepatan Proses

Akumulasi plak pada permukaan gigi utuh dalam dua sampai

tiga minggu menyebabkan terjadinya bercak putih. Waktu terjadinya

bercak putih menjadi kavitasi tergantung pada umur. Pada anak-anak

satu setengah tahun, dengan kisaran enam bulan ke atas dan ke bawah,

pada umur 15 tahun, dua tahun dan pada umur 21-24 tahun, hampir

tiga tahun. Tentu saja terdapat perbedaan individual. Sekarang ini


karena banyak pemakaian flourida, kavitasi akan berjalan lebih lambat

daripada dahulu (A.H.B Schuurs, 1993: 154).

Pada anak-anak, kemunduran berjalan lebih cepat dibanding orang tua,

hal ini disebabkan :

a. Email gigi yang baru erupsi lebih mudah diserang selama

belum selesai maturasi setelah erupsi (meneruskan mineralisasi

dan pengambilan flourida) yang berlangsung terutama satu

tahun setelah erupsi.

b. Remineralisasi yang tidak memadai pada anak-anak, bukan

karena perbedaan fisiologi, tetapi sebagai akibat pola makannya

(sering makan makanan kecil)

c. Lebar tumbuli pada anak-anak mungkin menyokong terjadinya

sklerotisasi yang tidak memadai

d. Diet yang buruk

Dibandingkan dengan orang dewasa, pada anak-anak terdapat

jumlah ludah dari kapasitas buffer yang lebih kecil, diperkuat oleh

aktivitas proteolitik yang lebih besar di dalam mulut.

Jadi karies gigi disebabkan oleh empat faktor/komponen yang saling

berinteraksi yaitu :

 Komponen dari gigi dan air ludah (saliva) yang meliputi :

komposisi gigi, morfologi gigi, posisi gigi, pH saliva, kuantitas

saliva, kekentalan saliva.


 Komponen microoganisme yang ada dalam mulut yang mampu

menghasilkan asam melalui fermentasi yaitu : streptococcus,

lactobacillus, staphylococcus.

 Komponen makanan, yang sangat berperan adalah makanan yang

mengandung karbohidrat misalnya sukrosa dan glukosa yang

dapat difermentasikan oleh bakteri tertentu dan membentuk asam.

 Komponen waktu

Gambar hubungan ke-empat komponen terhadap kejadian karies gigi


(sumber : http://dentalresource.org/Keyesdiagram.gif)

1.1.3. Karies khas pada gigi sulung

1.1.3.1. Nursing Caries (Karies Dini)

Karies dini atau nursing caries adalah suatu pola unik dental karies

yang terjadi pada anak-anak yang masih sangat muda akibat

kebiasaan makan yang tidak baik dan berlangsung lama. Bahkan


pada saat gigi sulung pertama erupsi, lingkungan mulut dapat

kondusif bagi terjadinya demineralisasi. Mengesampingkan fakta

dental karies berkurang pada usia muda, ada banyak anak-anak

dengan lesi karies multipel, korban dari ketidak pedulian orang tua

tentang karies dini yang merupakan suatu masalah klinis yang

jelas.

Gambar nursing karies


(sumber : http://faculty.ksu.edu.sa/69887/Pictures%20Library/NursingCaries.jpg)

Agen Etiologi pada Karies Dini

1. Susu Sapi, Susu Formula, dan ASI terlibat dalam karies dini

karena kandungan lactosanya. Pemanis tambahan dalam bentuk

jus atau dot dengan rasa madu juga dapat menyebabkan tipe

caries ini.

2. Mekanisme dasar pembentukan kariesnya sama, dan tetralogi

karies adalah kunci keseluruhan proses karies dini selama 4

variabel tersebut: mikroorganisme patologis, host, substrat, dan

waktu esensial dalam menyebabkan demineralisasi.


3. Botol dot dapat menutup akses saliva ke permukaan gigi

dengan efektif sehingga meningkatkan kariogenitas flora

mulut.

Empat variabel yang mempengarugi terjadinya nursing-caries.

1. Mikroorganisme Patogen

A. Streptococcus mutans adalah organisme utama yang

berkoloni pada gigi setelah gigi erupsi.

B. Organisme ini di transmitkan ke mulut bayi terutama dari

ibu.

C. Organisme ini dianggap paling virulent karena alasan-

alasan ini:

a. Organisme ini berkoloni pada gigi

b. Organisme ini memproduksi asam dalam

jumlah yang banyak

c. Organisme ini memproduksi polisakarida

extraseluler yang mendukung terbentuknya

plak gigi.

D. Terlihat bahwa infeksi pada anak-anak 9 kali lebih besar

ketika perhitungan saliva maternal menunjukan jumlah

S.mutans lebih dari 100.000 koloni per ml.

E. S.mutans paling banyak terdapat pada karies smooth

surface dan rapid caries daripada pit and fissure caries

2. Substrat (karbohidrat yang dapat di fermentasi)


Karbohidrat dimanfaatkan oleh mekroorganisme untuk

membentuk dextran yang

a. melekatkan mikroorganisme ke permukaan

gigi

b. menyebabkan asam men demineralisasi gigi.

Pada bayi dan balita, sumber utama karbohirat yang dapat

difermentasi adalah:

a. Susu sapi atau susu formula

b. ASI

c. Jus buah dan cairan manis lainnya

d. Sirup manis seperti vitamin

e. Dot yang dimasukkan ke dalam madu atau larutan gula.

f. coklat atau permen lainnya.

3. Host

a. gigi berperan sebagai host bagi mikroorganisme

b. Hipomineralisasi atau hipoplasia pada gigi meningkatkan

kerentanan anak terhadap karies

c. Enamel yang tipis pada gigi sulung merupakan salah satu

alasan penyebaran awal lesi


d. Developmental groove juga dapat bertindak sebagai area

retentive plak.

4. Waktu

Adalah factor penting yang menentukan aktivitas

karies. Semakin lama waktu anak tidur dengan dot botol pada

mulutnya, semakin tinggi resiko karies. Hal ini terjadi karena

aliran saliva dan reflek menelan berkurang, yang akan memberi

waktu lebih banyak bagi karbohidrat untuk berakumulasi di

dalam mulut, yang nantinya akan diproses oleh mikoorganisme

dan akan mengarah pada karies.

Faktor Predisposisi lainnya

a. Ketidakpedulian orang tua pada kesehatan gigi anak

b. Crowded homes (Gigi yang susunannya tidak rapi)

c. Anak-anak yang kurang tidur

d. Malnutrisi

e. Baru-baru ini ditemukan bahwa aktivitas kelenjar saliva

berhubungan dengan defisiensi zat besi dan nantinya akan

mempengaruhi lingkungan mulut menjadi lebih rentan

terhadap karies.

f. Bayi dengan berat lahir yang rendah

Daerah nursing-caries mengenai gigi sulung pada:


a. Incisivus sentral RA: Permukaan facial, lingual, mesial dan

distal

b. Incisivus lateral RA: Permukaan facial, lingual, mesial dan

distal

c. Molar pertama RA: Permukaan facial, lingual, occlusal,

prominent

d. Caninus RA dan Molar kedua RA: permukaan fasial,

lingual, dan proximal

e. Molar pertama dan kedua RB: pada tahap selanjutnya.

Gigi anterior RB umumnya terlewat karena:

a. terlindungi oleh lidah

b. aktivitas cleansing oleh salifa dengan adanya saluran

kelenjar sublingual yang sangat dekat dengan incisive RB.

Progressi Lesi

1. Awalnya, area demineralisasi, area putih terlihat sepanjang

batas gusi pada aspek labial incisivus RA, yang tidak

terdeteksi oleh orang tua.

2. Lesi putih ini menjadi cavitas yang melibatkan cervix gigi

dalam lingkaran seperti lesi

3. Akhirnya, keseluruhan mahkota incisive hancur dan

menyisakan tunggul akar berwarna hitam kecoklatan.

4. Pola unik dan dan ketidaksamaan beratnya lesi ini

berdasarkan tiga faktor:


a. Kronologi erupsi gigi sulung

b. Durasi buruknya kebiasaan makan

c. Pola otot-otot penelanan pada bayi.

1.1.3.2. Rampant Caries (Karies rampan)

Massler (1945) menyatakan rampan karies adalah ‘ a suddenly

appearing, widespread, rapidly borrowing type of caries, resulting

in early involvement of the pulp and affecting those teeth usually

regarded as immune to ordinary decay’

Yang artinya rampan karies adalah karies yang muncul tiba-tiba,

menyebar secara luas, jenis karies yang menyebar cepat, termasuk

keterlibatan awal pulpa dan terjadi pada gigi yang biasanya terkena

karies maupun yang dianggap imun karies.

Tidak ada bukti mekanisme proses pembusukan rampant berbeda

dalam karies atau bahwa hal itu hanya terjadi pada gigi yang cacat

atau lebih rendah dalam komposisi.

Gambar rampant caries (sumber : www.google.co.id)


Perlu untuk membedakan antara:
Rampan karies dan kondisi oral yang mewakili bertahun-tahun

diabaikan dan perawatan gigi yang tidak memadai.

Beberapa orang percaya bahwa istilah karies rampan harus

diterapkan pada tingkat karies 10 atau lebih lesi baru per tahun.

Davies (1954) percaya bahwa karakter pembeda dari karies

rampant adalah keterlibatan proksimal permukaan gigi anterior

bawah dan pengembangan jenis karies serviks.

Sukrosa dianggap lebih cenderung menyebabkan rampant karies

daripada glukosa, fruktosa, sorbitol, hidrogenasi pati dan pati.

Faktor-faktor penyebab lain rampant karies diamati pada anak-

anak dan orang dewasa dengan rampant caries :

• gangguan emosional

• tekanan emosi dan ketakutan

• Ketidakpuasan dengan pencapaian

• Pemberontakan terhadap situasi rumah

• Perasaan rendah diri

• Pengalaman trauma di sekolah

• Ketegangan dan kecemasan yang terus menerus


• Gangguan emosional dapat memulai keinginan untuk

memakan makanan yang manis atau kebiasaan ngemil.

• Penurunan aliran air liur

• Penurunan resistensi karies disebabkan oleh gangguan

remineralisasi

Perbedaan Nursing Caries dan Rampant Caries

Nursing Caries Rampant Caries

Bentuk spesifik dari karies Akut, menyebar luas,

rampant keterlibatan pulpa awal, yang

biasanya kebal terhadap

pembusukan
Age of Occurence Terlihat pada Bayi dan balita Terlihat pada seluruh umur,

termasuk remaja
Dentition Involved Mengenai gigi sulung Mengenai gigi sulung

maupun gigi permanen


Characteristic Features  Pola khusus caries  Permukaan yang

terlihat. Adanya dianggap kebal terhadap

keterlibatan incisive RA pembusukan terkena.

diikuti dengan molar- Incisive RB terlibat.

molar.  Kemunculan berturut-

 Incisive RB tidak terlibat turut lesi baru dan tidak

secara signifikan hanya beberapa tahun

pembusukan kronis
akibat diabaikan
Etiology Beberapa factor, utamanya  Lebih banyak faktor

berhubungan dengan terlibat, tidak hanya

kebiasaan makan yang kebiasaan makan yang

buruk, contohnya: buruk

 Minum susu botol  Ngemil, memakan olahan

sebelum tidur karbihidrat dengan porsi

 Dot yang dimasukan ke berlebihan

madu/ pemanis lain  Aliran saliva yang

 Menyusu sebelum tidur berkurang

 Latar belakang genetik


Treatment  Jika terdeteksi pada  Dengan adanya pulpa

tahap awal, bisa terbuka akan dibutuhkan

ditangani dengan perawatan pulpa

pemberian fluoride  Perawatan jangka

topical dan pendidikan panjang dibutuhkan bila

 Diajukan perawatan gigi gigi permanen terlibat.

hingga pergantiaan gigi

terjadi
Prevention Pada usia dini pada saat anak Dental Health Education

masih sangat tergantung dalam jumlah besar,

pada ibunya. Calon ibu dan melibatkan semua orang dari

para ibu diberi pendidikan segala usia

mengenai kesehatan gigi

anak.
1.2. Penjalaran karies pada gigi sulung

Gigi yang paling sering dijumpai karies adalah (1) molar kedua (2) molar

satu (3) gigi anterior maxilla (4) gigi anterior mandibula. Pada gigi primer,

periode terjadi aktivitas karies terbesar adalah pada umur 4-8 tahun.

Penjalaran karies pada gigi sulung lebih cepat daripada penjalaran pada

gigi permanen.

Urutan karies pada gigi primer adalah sebagai berikut:

- Umumnya yang pertama kali terserang karies adalah gigi molar rahang

bawah diikuti dengan gigi molar rahang atas, kemudian gigi anterior

rahang atas.

- Pada gigi anterior mandibula jarang terkena karies, kecuali pada kasus

rampant karies atau nursing karies.

- Gigi molar pertama pada rahang atas maupun bawah lebih tahan dari

karies daripada molar kedua, meskipun molar pertama erupsi lebih dulu

daripada molar kedua

- Morfologi permukaan pit dan fisure oklusal pada molar kedua lebih

dalam daripada

molar pertama sehingga lebih mudah terkena karies.

- Pada karies proksimal penjalarannya lebih cepat daripada oklusal karies,

sehingga persentase untuk terjadinya pulp exposure lebih tinggi.


Dental karies mungkin berkembang secara cepat dan akut,

intermitten dalam penjalarannya lambat, senile, atau arrested.

1. Tipe rapid atau akut karies biasanya terdapat pada anak-

anak yang berumur 10 tahun, dimana permukaan gigi

terlibat dalam waktu beberapa bulan. Pada karies yang

bergerak cepat, mungkin akan terdapat lesi kecila pada

bagian pit dan fissure. Selama pembukaan kavitas, bagian

underlying dentin ditemukan menjadi lunak, sangat sakit,

dan secara extensive diinvasi, biasanya pulpa. Tipe dari lesi

ini biasanya lunak tapi tidak terlalu menyebabkan

perubahan warna. Walaupun umumnya tipe akut ini ini

biasa ditemukan pada usia remaja, anak-anak juga mungkin

merasakan pada awal level (4-8 tahun)

2. Intermitten atau ”average rate” dari penjalaran dental karies

dari 1 atau 2 cavities baru per tahunnya. Tipe lesi ini tidak

menghancurkan struktur gigi ini secara cepat seperti pada

tipe akut. Enamel dapat dilihat mulai rusak dari waktu ke

waktu, memberikan pasien peringatan kalau ada sesuatu

yang salah atau tidak benar.

3. tipe penjalaran karies yang lambat mungkin terjadi dalam

beberapa tahun tanpa keluhan atau rasa tidak nyaman dari

pasien. Umunya ditemukan sedikit tampakan dari soft


necrotic dentin pari tipe lesi. Tipe ini biasanya ditemukan

pada orang dewasa dan berwarna coklat.

4. Senile caries dikarakteristikan oleh perkembangan lambat

dari cementum yang terbuka dan bukan merupakan masalah

bagi anak-anak.

5. Arrested Caries dikarakteristikan oleh pemberhentian secara

complete pada perkembangan karies. Dentin menjadi sangat

keras. Arrested caries bisa ditemukan pada segala usia. Ini

terjadi secara spontan pada usia 9- 11 tahun dan setelah

control caries yang efektif pada segala usia.

1.3. Pulpitis reversible, ireversibel, nekrosis pulpa

Pulpitis adalah suatu radang yang terjadi pada jaringan pulpa gigi dengan

gambaran klinik yang akut. Merupakan penyakit kelanjutan karena

didahului oleh terjadinya karies, hyperemia pulpa, yaitu bakteri telah

mengerogoti jaringan pulpa (Tarigan, 2006) baru setelah itu menjadi

Pulpitis, yaitu ketika radang sudah mengenai kavum pulpa. Pulpa

terbungkus dalam dinding yang keras sehingga tidak memiliki ruang yang

cukup untuk membengkak ketika terjadi peradangan. Yang terjadi

hanyalah peningkatan tekanan di dalam gigi. Meningkatnya tekanan di

dalam gigi bisa mendorong pulpa melalui ujung akar, sehingga bisa

melukai tulang rahang dan jaringan di sekitarnya.

1.3.1. Pulpitis reversible


Pulpitis reversibel adalah inflamasi pulpa yang tidak parah. Pulpitis

reversible umumnya disebut pulpitis partialis. Jika penyebabnya

dihilangkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa akan kembali

normal. Stimulus ringan atau sebenarnya seperti karies insipiens, erosi

servikal, atau atrisi oklusal, sebagian besar prosedur operatif, kuretase

periodontium yang dalam, dan fraktur email yang menyebabkan

tubulus dentin terbuka adalah faktor-faktor yang dapat mengakibatkan

pulpitis.

Anamnesa

 Biasanya nyeri bila minum panas, dingin, asam dan asin

 Nyeri tajam singkat tidak spontan, tidak terus menerus

 Rasa nyeri lama hilangnya setelah rangsangan dihilangkan

Pemeriksaan Objektif

 Ekstra oral : Tidak ada pembengkakan

 Intra oral :

 Perkusi tidak sakit

 Karies mengenai dentin/karies profunda

 Pulpa belum terbuka

 Sondase (+)

 Chlor etil (+)

Terapi
Dengan penambalan /pulp cafing dengan penambalan Ca(OH) ± 1

minggu untuk

membentuk sekunder dentin

1.3.2. Pulpitis ireversibel

Pulpitis ireversibel merupakan perkembangan dari pulpitis

reversibel. Kerusakan pulpa yang parah akibat pengambilan

dentin yang luas selama prosedur operatif atau terganggunya

aliran darah pulpa akibat trauma atau pergerakan gigi dalam

perawatan ortodonsia dapat pula menyebabkan pulpitis

ireversibel. Pulpa ireversibel merupakan inflamasi parah yang

tidak akan bisa pulih walaupun penyebabnya dihilangkan.

Lambat atau cepat pulpa akan menjadi nekrosis.

Pulpitis irreversibel terbagi :

1) Pulpitis irreversibel akut yaitu peradangan pulpa lama atau

baru ditandai dengan rasa nyeri akut yang hebat.

Anamnesa

 Nyeri tajam spontan yang berlangsung terus-

menerus menjalar kebelakang telinga

 Penderita tidak dapat menunjukkan gigi yang sakit

Pemeriksaan Objektif

 Ekstra oral : tidak ada kelainan

 Intra oral :
 Kavitas terlihat dalam dan tertutup sisa makanan

 Pulpa terbuka bisa juga tidak

 Sondase (+)

 Khlor ethil (+)

 Perkusi bisa (+) bisa (-)

Terapi

 Menghilangkan rasa sakit

 Dengan perawatan saluran akar

2) Pulpitis irreversibel kronis yaitu Peradangan pulpa yang

berlangsung lama

Anamnesa ;

 Gigi sebelumnya pernah sakit

 Rasa sakit dapat hilang timbul secara spontan

 Nyeri tajam menyengat, bila ada rangsangan seperti;

panas, dingin, asam, manis

 Penderita masih bisa menunjukkan gigi yang sakit

Pemeriksaan Objektif

 Ekstra oral ; tidak ada pembengkakan

 Intra oral ;

 Karies profunda, bisa mencapai pulpa bisa tidak

 Sondase (+)

 Perkusi (-)
1.3.3. Nekrosis pulpa

Nekrosis pulpa adalah matinya pulpa, dapat sebagian atau

seluruhnya, tergantung pada apakah sebagian atau seluruh pulpa yang

terlibat. Nekrosis, meskipun suatu inflamasi dapat juga terjadi setelah

jejas traumatik yang pulpanya rusak sebelum terjadi reaksi inflamasi.

Nekrosis ada dua jenis yaitu koagulasi dan likuefaksi (pengentalan dan

pencairan). Pada jenis koagulasi, bagian jaringan yang dapat larut

mengendap atau dirubah menjadi bahan solid. Pengejuan adalah suatu

bentuk nekrosis koagulasi yang jaringannya berubah menjadi masa

seperti keju, yang terdiri atas protein yang mengental, lemak dan air.

Nekrosis likuefaksi terjadi bila enzim proteolitik mengubah jaringan

menjadi massa yang melunak, suatu cairan atau debris amorfus.

Nekrosis pulpa dapat disebabkan oleh jejas yang membahayakan

pulpa seperti bakteri, trauma dan iritasi kimiawi. Gigi yang kelihatan

normal dengan pulpa nekrotik tidak menyebabkan gejala rasa sakit.

Sering adanya perubahan warna pada gigi keabu-abuan/kecoklat-

coklatan adalah indikasi pertama bahwa pulpa mati.Biasanya bakteri

pada saluran akar merupakan suatu campuran flora microbial,aerobic

dan anaerobic.

Pada pemeriksaan histopatologis tampak debris seluler dan

mikroorganisme mungkin terlihat di dalam kavitas  pulpa. Jaringan

periapikal mungkin normal atau menunjukkan sedikit inflamasi yang

dijumpai pada ligamen periodontal.


Perawatan yang perlu dilakukan adalah preparasi dan obturasi

saluran akar. Prognosis bagi gigi baik, apabila dilakukan terapi

endodontik yang tepat.

1.4. Perawatan karies pada gigi sulung

Gigi sulung yang mengalami karies perlu direstorasi berikut adalah beberapa

alasannya :

• Menghilangkan penyakit dan memulihkan kesehatan

• Memberi anak perawatan yang paling sederhana à karies dini dirawat

restorasi minimal, bila dibiarkan perawatan menjadi lebih kompleks dan

tidak nyaman (mis, pulpektomi, pencabutan gigi)

• Mencegah rasa sakit à pulpitis, abses dll

• Menghindari infeksi yang terjadi setelah terbukanya atap pulpa karena

karies

• Menyediakan ruang yang cukup untuk erupsi gigi permanen nantinya à

mencegah tanggal prematur

• Memelihara mastikasi yang nyaman dan efisien

Prinsip preparasi kavitas pada gigi sulung

• Outline kavitas harus melibatkan lesi karies, pit dan fissur yang

mudah terkena karies


• Tempatkan margin kavitas sedemikian rupa sehingga mudah

dibersihkan dengan sikat gigi dan paling sedikit menerima tekanan

oklusal

• Bentuk kavitas harus memberikan tahanan yang baik terhadap

mastikasi dan retensi yang memadai

Restorasi pada gigi sulung sedikit berbeda dengan preparasi pada gigi

permanen, hal ini dikarenakan morfolog dari gigi sulung berbeda

dengan gigi permanen.

Perbedaan morfologi anatomi gigi sulung dan gigi permanen :

1. Mahkota yang cembung dan servikal jelas

2. Bidang oklusal sempit

3. Servikal ke apeks menonjol

4. Enamel tipis

5. Tanduk pulpa tinggi

6. Saluran akar kecil

7. Dasar pulpa tipis

8. Ada gigi permanen yg akan tumbuh

9. Inklinasi prisma enamel berbeda


Gambar perbedaan morfologi anatomi gigi permanen dan gigi
sulung(Courtsey of Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas
Kedokteran Gigi Unair)

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan

restorasi geligi sulung

• Usia anak

• Derajat keparahan karies

• Kondisi gigi & tulang penyangga dilihat dari foto rontgen

• Waktu normal gigi tanggal

• Efek bila gigi tsb dicabut atau dipertahankan bagi kesehatan anak

• Pertimbangan ruang pada rahang

Usia tepat dalam melakukan tindakan restorasi gigi

• Anak-anak dapat menjalani pemeriksaan gigi sejak usia 18 bulan,

namun umumnya baru usia 2 atau 3 tahun dapat dilakukan restorasi

dengan baik.

• Anak-anak yang telah menjalani pemeriksaan gigi sejak usia dini à

restorasi dapat dilakukan lebih baik.

1.4.1. Pemilihan bahan restorasi

Pemilihan bahan untuk restorasi yang akan digunakan tidak selalu

mudah. Harus disesuaikan dengan teknik penggunaannya dan beberapa

factor lain yang tidak hanya mementingkan kekuatan.

-Umur
Semakin bertambah umur anak maka semakin mudah

untuk diajak bekerjasama dalam melakukan prosedur perawatan

seperti penggunaan rubber dam dan anestesi local. Umur anak juga

menentukan jenis restorasi yang dipakai agar sesuai dengan jangka

waktu yang dibutuhkan untuk suatu restorasi. Restorasi pada gigi

molar pertama anak usia 9 tahun tidak memerlukan ketahanan yang

sama dengan restorasi gigi molar pertama anak usia 6 tahun

maupun restorasi molar kedua anak usia 4 tahun.

-Resiko karies

Restorasi pada anak yang memiliki resiko karies tinggi

mungkin sedikit berbeda dengan anak yang memiliki resiko karies

yang rendah. Meskipun penggunaan bahan GIC yang bersifat

fluoride-releasing bagus untuk preventif, namun bukan merupakan

pilihan yang tepat apabila digunakan pada anak yang beresiko

karies tinggi.

Stainless steel crown mungkin melibatkan kerusakan gigi

yang banyak, namun penggunaan SSC dapat mengurangi

kebutuhan preparasi ulang di masa depan. Atau, Glass Ionomer

memiliki peran yang berguna dalam pengendalian karies awal pada

kasus rampan karies.

-Kerjasama dari pasien

Banyak anak-anak yang memiliki kelakuan yang tidak

kondusif dalam melakukan perawatan cavitas dan restorasi. Pada


keadaan dimana pasien tidak bisa diajak bekerjasama maka

penggunaan bahan restorasi yang membutuhkan teknik yang

khusus tidak sesuai. Restorasi seperti amalgam yang mampu

mentolerir kelembaban, namun waktu pengerjaannya tidak terlalu

lama serta tidak memerlukan teknik yang khusus mungkin sesuai.

Pengunaan RMGIs (Resin-modified glass ionomers) pada

restorasi untuk karies gigi anterior mungkin merupakan metoda

yang tepat untuk memperlambat proses karies dan untuk sementara

dapat mengembalikan estetika gigi pada anak 2 tahun tanpa harus

menggunakan anestesi local. Pada anak umur 3 atau 4 tahun, anak

mungkin sudah dapat menerima dengan pasti perawatan dengan

komposit resin dan strip crown.

Kelebihan dan kekurangan material yang digunakan pada pediatric dentistry

Kelebihan Kekurangan
Amalgam Simple Tidak adhesive

Cepat Memerlukan retensi

Murah mekanik pada kavitas

Tidak membutuhkan teknik Mengandung bahan yang

yang khusus berbahaya

Tahan lama
Resin komposit Adhesive Teknik sensitive

Estetis Memerlukan penggunaan

rubber dam
Mahal
Mahkota stainless- Sangat tahan lama Preparasi membutuhkan

steel Melindungi dan mendukung waktu yang lama

struktur gigi yang masih Dibutuhkan kerjasama dari

tersisa pasien

Tidak estetis
Semen glass Adhesive Brittle

ionomer Estetis Rentan terhadap erosi

Fluoride leaching
Resin-modified GI Adhesive Mengabsorbsi air

Estetis Penggunaan tertentu

Pengerjaannya simple
Polyacid-modifikasi Adhesive Teknik sensitive

Resin komposit Estetis Lebih sedikit melepaskan

Pengerjaannya simple fluoride dari pada glass

Radio-opacity ionomer.

1.4.2. Perawatan pada gigi anterior

- Composite resin-strip crowns

Komposit adalah material yang dipilih untuk restorasi gigi

anterior. Penggunaan anterior strip crown dengan composit

resin memberikan estetika yang baik dan ketahanan restorasi.

- Glass Ionomer, resin-modified glass ionomers dan copomers


Bahan restorasi ini digunakan untuk restorasi pada gigi

anterior. Karena menghasilkan restorasi yang estetik dan dapat

mencegah karies menyebar luas karena memiliki efek fluoride-

release. Sangat penting untuk diingat bahwa dalam melakukan

reparasi gigi harus bebas karies untuk menghasilkan hasil

restorasi yang baik.

- Interproximal stripping

Stripping of interproximal enamel kadang-kadang digunakan

untuk karies yang minimal pada gigi sulung anterior. Opening

pada titik kontak mengakibatkan saliva dan fluoride untuk

menahan proses karies, namun harus dibarengi juga dengan

menghilangkan kebiasaan nursing-bottle.

1.4.3. Perawatan pada gigi posterior

- Amalgam

Penggunaan bahan restorasi amlgam untuk restorasi gigi molar

primer umum digunakan. Studi klinis telah mengevaluasi daya

tahan dari amalgam pada gigi molar primer, dan menetapkan

bahwa restorasi amalgam dijadikan standar dalam

mempertimbangkan pemilihan bahan restorasi lain.

Kesuksesan penggunaan amalgam untuk restorasi class II pada

molar primer antara 70% dan 80%.


Gambar restorasi amalgam (sumber : http://www.topnews.in/health/files/Dental-
Amalgam.jpg)

- Glass ionomer, modifikasi resin

Material ini mempunyai peran yang pening dalam managemen

lesi karies pada molar primer, karena kemampuan adhesivenya

dan mampu melepaskan fluoride. Pada penggunaan glass

ionomer modifkasi resin, kejadian karies sekunder dapat

dikurangi karena memiliki sifat fluoride-releasing. Daya

tahannya cukup untuk digunakan pada anak umur 4 tahun.

- Resin Komposit

Apabila anak kooperatif dalam melakukan restorasi, maka resin

komposit dapat digunakan untuk mendapatkan hasil yang

memuaskan. Pada studi klinis diketahui bahwa retorasi

komposit pada class II molar primer memiliki ketahanan yang

cukup. Pemakaian resin komposit untuk restorasi memang

membutuhkan waktu pengerjaan dan biaya yang tidak sedikit.

- Stainless steel crown


Mahkota Stainless-steel adalah restorasi ekstrakoronal yang

terutama berguna pada restorasi :

 Mahkota yang sebagian besar sudah rusak

 Molar primer yang sedang menjalani terapi pulpa

 Gigi yang Hypoplastic

 Gigi anak yang mempunyai resiko tinggi karies.

Gambar stainless-steel crown pada gigi posterior anak-anak


(sumber : www.google.com)
1.4.4. Pencegahan karies pada gigi sulung

Berikut adalah beberapa cara untuk mencegah terjadinya karies pada gigi

sulung.

- Jangan pernah tidurkan bayi dengan botol susu. Kebiasaan

menyusu ASI di malam hari harus dihentikan ketika gigi

pertama anak mulai erupsi.

- Latih anak untuk minum menggunakan cangkir ketika anak

mendekati usia 1 tahun. Penggunaan botol susu dihentikan

ketika anak berusia 12 sampai 14 bulan.

- Hindari pemberian jus buah melalui botol. Pemberian jus buah

harus selalu menggunakan cangkir.


- Pelaksanaan kebersihan mulut harus dilakukan ketika gigi

pertama anak erupsi.

- Dianjurkan untuk melakukan kunjungan konsultasi kesehatan

gigi anak pada usia 6 bulan saat gigi pertama anak erupsi dan

tidak lebih dari usia 12 bulan. Kegiatan ini bertujuan untuk

pemberian edukasi bagi orang tua mengenai panduan antisipasi

untuk mencegah penyakit gigi.

- Tingkatkan kebersihan dan kesehatan rongga mulut ibu

ataupun pengasuh anak untuk mengurangi transmisi bakteri dan

mengurangi resiko anak mengalami ECC.

1.5. Terapi antibiotika pada anak

1.5.1. Jenis antibiotik yang biasanya dipakai

Antibiotik oral yang efektif melawan infeksi odontogenik antara lain

penisilin, klindamisin, eritromisin, cefadroxil, metronidazole, dan

tetrasiklin. Antibiotik-antibiotik tersebut efektif melawan streptococci

dan anaerob rongga mulut.

- Penisilin V adalah penisilin pilihan untuk kasus infeksi

odontogenik. Yang bersifat bakterisidal, dan meskipun

spektrum aksinya relatif terbatas, agen ini dapat digunakan

untuk perawatan indeksi odontogenik. Untuk profilaksis

endokarditis, yang berkaitan dengan perawatan dental,

amoksisilin adalah antibiotik pilihan. Dosis yang digunakan


untuk penicillin V capsule 125 mg adalah sebagai berikut :

anak 1-5 tahun 1 kapsul 4 kali sehari; anak 6-12 tahun 1-2

kapsul empat kali sehari; dewasa 2-4 kapsul empat kali sehari.

Gambar antibiotic penicillin V (sumber :


http://wwwapp1.fda.moph.go.th/drug/eng/zone_counterfeit/cd_
borderline/PENICILLIN%20V.%20CAPSULES.jpg)

- Amoksisilin yang dikombinasikan dengan asam klavulanat

[klavulanat] dapat digunakan dalam kasus-kasus tertentu,

karena dapat mempertahankan aktivitas melawan

betalaktamase yang biasa diproduksi oleh mikroorganisme

penyebab infeksi odontogenik. Dosis yang diberikan untuk

anak-anak (sampai usia 10 tahun) amoksisilin 250 mg/5ml

(sediaan suspense cair) 5-10 ml setiap 8 jam.

Gambar antibiotic amoksisilin (sumber :


http://www.drug3k.com/img2/amoxicillin_12600_4_(big)_.jpg)
- Klindamisin merupakan salah satu alternatif untuk pasien yang

alergi terhadap penisilin. Obat tersebut bersifat bakteriostatik,

meskipun secara klinis, dapat diperoleh aksi bakterisidal

menggunakan dosis yang umum dianjurkan. Generasi makrolid

terakhir, clarithromycin dan azithromycin juga dapat digunakan

jika anak alergi terhadap penisilin. Dosis untuk anak-anak pada

infeksi serius 8-16 mg/kg/hari dalam dosis terbagi 3-4,

sedangkan untuk kasus infeksi yang lebih berat dosisnya 16-20

mg/kg/hari dalam dosis terbagi 3-4.

Gambar antibiotic clindamycin (sumber :


http://images.detik.com/albums/detikhealth/2009/07/indofarma/Clindamycin-
300mg-250.jpg)

- Sefalosporin cefadroxil merupakan pilihan tambahan jika

dibutuhkan aksi dalam spektrum yang lebih luas. Dosis yang

diberikan untuk anak-anak dengan fungsi ginjal yang normal

adalah 25-50 mg/ kg berat badan per hari.


Gambar antibiotic cefadroxil
(sumber : http://www.vatchem.ru/eng/preparaty/cefadroksil.htm)

- Metronidazole biasanya digunakan untuk melawan bakteri

anaerob, dan biasanya diberikan dalam situasi yang dicurigai

hanya terdapat bakteri anaerob.

- Tetrasiklin sangat jarang digunakan dalam praktek kedokteran

gigi karena obat-obatan ini dapat menyebabkan perubahan

warna gigi, sehingga tidak boleh diberikan pada anak yang

berusia kurang dari 8 tahun, atau wanita hamil dan menyusui.

Dosis untuk anak-anak diatas 8 tahun: sehari 25-50 mg/kg

bdibagi dalam 4 dosis maksimum 1gram. Diberikan 1 jam

sebelum atau 2 jam setelah makan.

1.5.2. Durasi terapi antibiotik dalam infeksi odontogenik

- Durasi ideal terapi antibiotik adalah siklus tersingkat yang

mampu mencegah relaps klinis dan mikrobiologis. Sebagian

besar infeksi akut akan sembuh dalam waktu 3-7 hari. Jika

digunakan antibiotik oral, perlu dipertimbangkan pemberian

dosis yang lebih tinggi agar diperoleh batas terapeutik dengan

cepat.

1.5.3. Pertimbangan penatalaksanaan infeksi odontogenik


Berikut ini adalah beberapa hal yang harus dipertimbangkan sebelum

mengadministrasikan antibiotik pada anak-anak:

1. Keparahan infeksi, saat anak datang ke dokter gigi

2. Status pertahanan imun pasien

3. Dalam kasus infeksi akut, jika terjadi inflamasi sedang dan prosesnya terjadi

dengan cepat, dan dalam kasus selulitis difus yang disertai dengan nyeri sedang

sampai parah, atau jika anak mengalami demam, tanda-tanda yang ada

mengindikasikan pemberian resep antibiotik serta perawatan gigi yang mengalami

kerusakan.

4. Infeksi pada anak yang rentan secara medis [medically compromised]

5. Infeksi yang meluas ke ruang ekstraoral wajah. Dalam situasi semacam ini,

infeksi cukup agresif dan dapat meluas sampai ke bibir—hal ini mengindikasikan

bahwa pertahanan tubuh host tidak mampu mengendalikan infeksi. Untuk kasus

yang parah, anak perlu dirawat inap di rumah sakit.

6. Antibiotik jarang diberikan alam perawatan traumatisme ringan, meskipun

kasus tersebut melibatkan lesi jaringan lunak atau dentoalveolar, dibutuhkan

antibiotik profilaksis untuk melawan infeksi. Anak yang mengalami avulsi gigi

dan direncanakan akan dilakukan reimplantasi, perlu diberi antibiotik yang bagus.

Sejak digunakannya antibiotik sistemik dalam kasus semacam ini, insiden

reabsorbsi akar eksternal berkurang. Kalender vaksinasi [vaksinasi antitetanus]

perlu dipertimbangkan jika trauma terjadi di lingkungan yang terkontaminasi.


7. Pemberian antibiotik perlu dipertimbangkan pada pasien yang menderita

juvenile periodontitis lokal atau tipe early periodontitis lainnya.

8. Adanya abses lokal, kronis, atau minor. Anak-anak sehat yang perlu menjalani

pencabutan gigi sulung yang mengalami abses, atau perawatan endodontik gigi

permanen, dapat menjalani prosedur tersebut tanpa pemberian antibiotik.

Sebaliknya, pada anak-anak yang immunocompromised, atau pasien yang

menderita gangguan jantung, membutuhkan antibiotik meskipun infeksi tidak

selalu terjadi.

1.5.4. Prosedur dental yang mengindikasikan antibiotik profilaksis

*Penatalaksanaan lesi rongga mulut:

Jika rongga mulut terkontaminasi oleh bakteri ekstrinsik, antibiotik harus

diadministrasikan sesegera mungkin agar diperoleh hasil yang optimal—

dengan mempertimbangkan jalur administrasi yang paling efektif untuk

setiap kasus [intravena, intramuskuler, dan oral]. Jika perawatan tersebut

telah dimulai, khasiatnya harus diawasi, diindikasikan untuk melakukan

uji kerentanan jika pasien tidak memberikan respon terhadap obat-obatan

yang diberikan dalam perawatan pendahuluan.

*Penatalaksanaan pulpitis, periodontitis apikal, inflamasi intraoral

terlokalisir:

Bakteri dapat mencapai pulpa melalui lesi karies, jaringan pulpa yang

terbuka akibat trauma, atau mekanisme iatrogenik. Penetrasi dapat terjadi

di sepanjang tubulus dentinalis, retakan dentin, atau restorasi gigi yang


buruk. Jika seorang anak mengalami pulpitis akut, maka harus dilakukan

perawatan gigi [pulpotomi, pulpektomi, atau ekstraksi]. Biasanya,

perawatan antibiotik tidak diindikasikan jika proses infeksi hanya

mencapai pulpa atau jaringan sekitarnya, tanpa tanda-tanda infeksi

sistemik [yaitu, demam, atau pembengkakan wajah].

*Penatalaksanaan inflamasi akut yang berasal dari gigi:

Seorang anak yang mengalami pembengkakan wajah akibat infeksi gigi

membutuhkan perawatan gigi segera. Tergantung pada tanda-tanda

klinisnya, penatalaksanaannya dapat berupa perawatan atau ekstraksi gigi,

serta terapi antibiotik. Alternatifnya, antibiotik dapat diberikan selama

beberapa hari untuk menghindari penyebaran infeksi, yang dilanjutkan

dengan perawatan gigi kausal. Profesional dental harus mengetahui

keparahan infeksi dan kondisi umum anak dalam menentukan rujukan ke

rumah sakit untuk administrasi antibiotik melalui jalur intravena.

1.6 Manifestasi oral infeksi nonodontogen pada rongga mulut anak

1.6.1 Scarlet Fever

Scarlet fever adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas, berhubungan

dengan ruam yang khas, yang disebabkan oleh infeksi dengan pyrogenic
eksotoksin (toksin erythrogenic)-memproduksi grup A streptokokus pada individu

yang tidak memiliki antibodi antitoksin. (Nelson, 1959)

Scarlet fever merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh grup A beta

streptokokus haemolitic. Scarlet fever terjadi terutama selama musim dingin dan

dalam banyak hal mirip dengan tonsilitis akut. Berawal di pharynxs, infeksi ini

dapat menyebabkan demam, sakit kepala, mengigau, tonsilitis, denyut nadi yang

cepat, muntah, dan ruam. Ruam merah terang yang menyebar, lesi halus papular

terlihat pada leher, ketiak, dan pangkal paha. Lebih dari setengah kasus juga

memperlihatkan adanya "lidah stroberi". (Finn, 2003)

Manifestasi oral meliputi mukosa padat yang berwarna merah pekat,

terutama di langit-langit, dan seringkali tenggorokan merah seperti terbakar.

Biasanya amandel bengkak dan mungkin memiliki eksudat keabu-abuan. ”Lidah

stroberi”, jika ada, terjadi pada awal perjalanan penyakit. Istilah deskriptif ini

mengacu pada lidah yang berwarna putih merah, hyperemi, edematous, fungiform

papila. Langkah-langkah pencegahan saat ini tidak tersedia untuk penyakit yang

biasanya ringan ini. Antibiotik telah digunakan untuk pengobatan dan pencegahan

komplikasi. (Finn, 2003)

Pemeriksaan keadaan faring pada pasien scarlet fever pada dasarnya sama

seperti yang ditemukan atau biasa dijumpai pada pharingytis grup A streptokokus.

(Nelson, 1959)
1.6.2 Erysipelas

Merupkan infeksi Streptococcus β haemolyticus grup A akut dari kulit

dengan sesekali keterlibatan mukosa. Erysipelas menanggapi pengobatan sistemik

dengan menggunakan penisilin karena pengobatan lokal tidak efektif. Pasien yang
terinfeksi harus benar-benar terisolasi, dan bayi yang baru lahir harus dijaga

dengan hati-hati terhadap paparan karena mereka sangat rentan terhadap penyakit

ini, terutama bayi yang tidak menghasilkan imunisasi secara alami. Manifestasi

klinis dapat berupa demam, malaise(perasaan tidak jelas atau ketidaknyamanan),

dan muntah. Lesi kulit pada wajah, ekstremitas, alat kelamin, dan daerah

periumbilical sering kali menjadi tanda-tanda pertama infeksi. Wajah, jika terlibat,

berwarna merah, lembut, terdapat peradangan pada pipi dan pangkal hidung

( ”jenis kupu-kupu"). (Finn, 2003)

Terapi erysipelas meliputi antibiotik topikal dan sistemik. Obat anti-

streptokokkal dosis tinggi dapat dicoba, tapi bila pasien gagal menunjukkan

respon yang signifikan dalam 48 jam, harus disadari pemberian antibiotik

intravena yang efektif melawan β sterptokokkus (Jahn dan Hawke, 1990).

1.6.3 Tetanus

Tetanus secara historis disebut lockjaw. Tetanus disebabkan oleh

neurotoksin yang dihasilkan Clostridium tetani. (Nelson, 1959). Selama fase


pertumbuhan aktif, Clostridium tetani mengeluarkan eksotoksin ampuh yang

menyebabkan manifestasi sistemik. Dalam waktu dua hari setelah infeksi bakteri

tersebut, pasien dengan penyakit ini menunjukkan gejala trismus, sakit kepala,

menggigil, dan nyeri di kaki. Kejang parah terjadi pada tahap-tahap selanjutnya.

Saat ini tingkat kematian dari tetanus tetap tinggi (20 sampai 50 persen).

Imunisasi pasif dengan suntikan antitoksin telah sukses jika digunakan dalam

beberapa jam setelah terjadinya luka, tetapi pengobatan untuk penyakit tetanus

mungkin memerlukan perawatan konstan selama beberapa minggu, serta

perawatan intensif di rumah sakit. Imunisasi aktif efektif mencegah tetanus,

seperti difteri, tetap lokal. Infeksi hampir selalu berasal dari luka yang

terkontaminasi, dan seorang pasien dengan luka wajah atau oral biasanya dirujuk

ke dokter gigi, yang harus waspada terhadap kasus luar yang mungkin

memerlukan pengobatan oleh seorang dokter untuk pencegahan tetanus. (Finn,

2003)

Penyakit ini bisa juga terjadi dalam hubungannya dengan gigitan binatang,

abses (termasuk abses gigi), tindik telinga dan bagian tubuh lainnya, luka bakar,

patah tulang, gangren, dll. Penyakit ini jarang ditemukan jika tidak memiliki

history atau kejadian luka. (Nelson, 1959).

Tetanus tak segera dapat terdeteksi karena masa inkubasi penyakit ini

berlangsung hingga 21 hari setelah masuknya kuman tetanus ke dalam tubuh.

Pada masa inkubasi inilah baru timbul gejala awalnya. Gejala penyakit tetanus

bisa dibagi dalam tiga tahap, yaitu :


-Tahap awal

Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh merupakan

gejala awal penyakit ini. Satu hari kemudian baru terjadi kekakuan otot. Beberapa

penderita juga mengalami kesulitan menelan. Gangguan terus dialami penderita

selama infeksi tetanus masih berlangsung.

-Tahap kedua

Gejala awal berlanjut dengan kejang yang disertai nyeri otot pengunyah

(Trismus). Gejala tahap kedua ini disertai sedikit rasa kaku di rahang, yang

meningkat sampai gigi mengatup dengan ketat, dan mulut tidak bisa dibuka sama

sekali. Kekakuan ini bisa menjalar ke otot-otot wajah, sehingga wajah penderita

akan terlihat menyeringai (Risus Sardonisus), karena tarikan dari otot-otot di

sudut mulut.Selain itu, otot-otot perut pun menjadi kaku tanpa disertai rasa nyeri.

Kekakuan tersebut akan semakin meningkat hingga kepala penderita akan tertarik

ke belakang. (Ophistotonus). Keadaan ini dapat terjadi 48 jam setelah mengalami

luka.

Pada tahap ini, gejala lain yang sering timbul yaitu penderita menjadi lambat dan

sulit bergerak, termasuk bernafas dan menelan makanan. Penderita mengalami

tekanan di daerah dada, suara berubah karena berbicara melalui mulut atau gigi

yang terkatub erat, dan gerakan dari langit-langit mulut menjadi terbatas.

-Tahap ketiga
Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka terjadilah kejang

refleks. Biasanya hal ini terjasi beberapa jam setelah adanya kekakuan otot.

Kejang otot ini bisa terjadi spontan tanpa rangsangan dari luar, bisa pula karena

adanya rangsangan dari luar. Misalnya cahaya, sentuhan, bunyi-bunyian dan

sebagainya. Pada awalnya, kejang ini hanya berlangsung singkat, tapi semakin

lama akan berlangsung lebih lama dan dengan frekuensi yang lebih sering.Selain

dapat menyebabkan radang otot jantung (myocarditis), tetanus dapat

menyebabkan sulit buang air kecil dan sembelit. Pelukaan lidah, bahkan patah

tulang belakang dapat terjadi akibat adanya kejang otot hebat. Pernafasan pun

juga dapat terhenti karena kejang otot ini, sehingga beresiko kematian. Hal ini

disebabkan karena sumbatan saluran nafas, akibat kolapsnya saluran nafas,

sehingga refleks batuk tidak memadai, dan penderita tidak dapat menelan.

(http://www.scribd.com/doc/7432195/Laporan-Kasus-TETANUS)

Tetanus lokal menghasilkan kejang otot yang menyakitkan pada tempat

yang berdekatan dengan tempat luka dan dapat mendahului tetanus umum.

Cephalic tetanus merupakan bentuk yang jarang dari tetanus lokal, melibatkan

pembengkakan otot yang terjadi dengan luka atau benda asing di kepala, lubang

hidung, atau wajah. Cephalic tetanus ini ditandai oleh retraksi kelopak mata,

pandangan menyimpang, trismus, risus sardonicus, dan kelumpuhan spastik lidah

dan otot-otot faring. (Nelson, 1959).

Kebanyakan orang yang mempunyai empat rangkaian suntikan toksoid

tetanus mempertahankan tingkat perlindungan peredaran antitoksin selama 10

sampai 12 tahun. Oleh karena itu, boosters rutin tahunan sekarang dianggap tidak
perlu. Booster disuntikkan pada saat cedera ketika empat tahun atau lebih telah

berlalu sejak booster sebelumnya atau jika luka merupakan salah satu risiko

tinggi. Seorang anak yang memerlukan perawatan luka pada wajah dan gigi harus

dirujuk kepada dokter untuk mengambil keputusan tentang perlindungan tetanus

apa yang diperlukan. (Finn, 2003)

1.6.4 Diphteriae
Diphteriae, penyakit masa kanak-kanak ini, disebabkan oleh

Corynebacterium diphtheriae, terjadi paling sering pada bulan-bulan musim

gugur dan musim dingin. (Finn, 2003).

Corynebacterium diphtheriae merupakan penghuni eksklusif pada

membran mukosa dan kulit manusia. Penyakit ini menyebar terutama melalui

droplet udara pernafasan, kontak langsung dengan sekret pernapasan dari gejala

individu, atau eksudat dari lesi kulit yang terinfeksi. (Nelson, 1959)

Masa inkubasi penyakit ini diikuti oleh demam, sakit kepala, malaise,

mual, dan muntah. Dalam bentuk diphteria klasik, lokal, pseudomembranosa, lesi

tonsil terbentuk, yang mungkin menghasilkan oklusi pernafasan mekanis.

Paralysis palatal dan hypopharynxs merupakan awal dari efek lokal toksin.

(Finn,2003)

Manifestasi dari infeksi C. diphtheriae dipengaruhi oleh lokasi anatomi

infeksi, status imun inang, serta produksi dan distribusi sistemik racun.

Dalam deskripsi klasik, dari 1.400 kasus difteri di California pada tahun 1954,

fokus utama infeksi adalah amandel atau faring (94%), dengan hidung dan laring

sebagai dua situs yang paling umum. Setelah rata-rata periode inkubasi 2-4 hari,

tanda-tanda dan gejala lokal peradangan berkembang. Infeksi pada nares anterior,

yang lebih umum di antara bayi, menyebabkan serosanguineous, nanah, erosive

rhinitis dengan pembentukan membran. Ulserasi dangkal nares eksternal dan bibir

atas merupakan ciri yang khas. Pada tonsillar dan faring diphteria, radang

tenggorokan adalah gejala awal yang universal, tetapi hanya separuh dari pasien
mengalami demam, dan lebih sedikit memiliki disfagia, serak, malaise, atau sakit

kepala. Injeksi faring ringan diikuti oleh pembentukan unilateral atau bilateral

tonsillar membran, yang meluas untuk melibatkan uvula, langit-langit lunak,

posterior oropharynx, hypopharynx, dan daerah lidah. (Nelson, 1959)

Pasien dengan laringeus difteri sangat rentan terhadap mati lemas karena

edema jaringan lunak lokal dan obstruksi jalan nafas oleh diphtheritic membrane,

cast padat epitel pernapasan, dan necrotik coagulum. Pembentukan jalan napas

buatan dan reseksi dari pseudomembrane bisa menyelamatkan nyawa, tetapi

komplikasi obstruktif lebih sering terjadi, dan komplikasi toksin sistemik sering

tak terelakkan. (Nelson, 1959)

Imunisasi dapat mencegah penyakit serius ini, dan kerja sama dokter gigi

dan dokter dalam mendukung program imunisasi ini merupakan hal yang

terpenting. (Finn, 2003)


1.6.5 Pertussis

Infeksi akut saluran pernapasan yang diproduksi oleh Bordetella pertussis

ini, didiagnosa secara khas sebagai batuk parah. (Finn, 2003)

Pertussis merupakan penyakit masa kanak-kanak yang akut (biasanya pada

tahun pertama) dengan tracheobronchitis. Penyakit ini memiliki serangan yang

berbahaya. Tahap pertama adalah tahap catarrhal (sekitar1-2 minggu), yang

mengarah pada tahap paroxysmal yang ditandai dengan batuk dan napas yang

indrawing menciptakan sebuah 'teriakan'/’whoop’ – itulah alasan mengapa disebut

sebagai ’whooping chough’. tingkat kematian sangat rendah tetapi morbiditasnya

tinggi, menyebabkan sequelae sepert bronkiektasis. (Samaranayake, 2002)

Secara klasik, pertusis adalah penyakit berkepanjangan, dibagi menjadi

tahap catarrhal, paroxysmal, dan convalescent. Tahap catarrhal (1-2

minggu)dimulai setelah periode inkubasi berkisar 3-12 hari dengan gejala

congestion yang tidak khas dan Rhinorrhea bervariasi disertai dengan demam

ringan, bersin, lacrimation, dan conjunctival suffusion. Ketika gejala awal

mereda, batuk menandai awal tahap paroxysmal (2-6 minggu). Batuk pertama

berupa batuk kering, sebentar-sebentar, iritatif, dan berkembang menjadi

paroxysms tak terelakkan yang merupakan ciri khas pertusis. Kemunculan baik,

balita yang suka bermain dengan provokasi sepele tiba-tiba mengungkapkan aura

yang cemas dan mungkin mencengkeram orang tua atau menghibur orang dewasa

sebelum memulai ledakan senapan mesin dari batuk yang tidak berhenti, dagu dan

dada menahan ke depan, lidah terjulur secara maksimal, mata melotot dan berair,

wajah ungu, sampai batuk berhenti dan diikuti lengkingan keras sebagai bentuk
lintasan udara inspirasi yang sebagian jalan napasnya masih menutup. Post-tussive

emesis adalah umum , dan kelelahan bersifat universal. Jumlah dan tingkat

keparahan paroxysms naik selama berhari-hari sampai satu minggu dan tetap pada

masa stabil selama berhari-hari sampai satu minggu. Pada puncak tahap

paroxysmal, pasien mungkin memiliki lebih dari satu episode per jam. ketika

tahap paroxysmal mereda menuju tahap convalescent, jumlah, tingkat keparahan,

dan durasi dari episode berkurang. (Nelson, 1959)

Karena penularan penyakit ini serupa dengan campak dan cacar air,

pencegahan imunisasi menjadi sangat penting. (Finn, 2003)

1.6.6 Sifilis Kongenital

Sifilis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Troponoma

pallidum, jika tidak diobati dapat memperlihatkan periode aktifitas yang

bergantian dengan periode latensi yang panjang. (Finn, 2003)

Dua bentuk sifilis ditemui pada anak-anak. Sifilis dapatan ditularkan

hampir secara eksklusif oleh hubungan seksual. Kurang sering cara penularan

melalui transfusi darah yang terkontaminasi atau kontak langsung dengan jaringan

yang terinfeksi, sedangkan Sifilis kongenital dihasilkan dari transmisi

transplacental spirochetes. Wanita hamil dengan sifilis primer dan sekunder dan

spirochetemia lebih mungkin menularkan infeksi ke janin daripada wanita dengan

infeksi laten. Penularan dapat terjadi pada setiap tahap kehamilan. Insiden infeksi

bawaan pada keturunan perempuan yang terinfeksi yang tidak diobati tetap

tertinggi selama 4 tahun pertama setelah akuisisi infeksi primer, sekunder, dan
penyakit laten awal. Faktor-faktor risiko yang paling sering dikaitkan dengan

sifilis kongenital adalah kurangnya perawatan pralahir dan penyalahgunaan obat

kokain, yang diasosiasikan dengan pelacuran, hubungan seksual tanpa

perlindungan, dan perdagangan seks, selain tidak memadainya perawatan sifilis

selama kehamilan. (Nelson, 1959)

Selama masa bayi dan masa kanak-kanak bentuk sifilis kongenital lebih

umum daripada bentuk dapatan, dan infeksi sifilis transplacental janin mungkin

terjadi, tetapi seringnya, sebelum kehamilan bulan keempat. Setelah bulan

keempat, infecsi jenis ini dapat mengakibatkan aborsi spontan atau kelahiran bayi

dengan penyakit aktif. Anak-anak yang bertahan hidup dengan menderita

kongenital sifilis dapat memiliki berbagai macam lesi, termasuk rhinitis,

choroiditis, sadel hidung, rhagades, osteochondritis, dan erupsi diffuse cutaneous.

(Finn, 2003)

Sifilis selama kehamilan memiliki tingkat transmisi mendekati 100%.

Janin atau kematian perinatal terjadi dalam 40% dari bayi yang terinfeksi. Di

antara yang selamat, manifestasi secara tradisional telah dibagi menjadi tahap

awal dan akhir. Tanda-tanda awal muncul selama dua tahun pertama kehidupan,

sedangkan tanda-tanda akhir muncul secara bertahap selama dua dekade pertama.

manifestasi awal dihasilkan dari transplacental spirochetemia dan analog dengan

tahap sekunder sífilis dapatan. Kira-kira dua pertiga bayi yang terinfeksi tidak

menunjukkan gejala pada saat kelahiran dan diidentifikasikan hanya dengan

skrining prenatal rutin, jika mereka tidak diobati, gejala berkembang dalam

beberapa minggu atau bulan. (Nelson, 1959)


Manifestasi awal infeksi kongenital bervariasi dan melibatkan berbagai

sistem organ, sedangkan maniifestasi akhir dihasilkan dari peradangan kronis

terutama dari tulang, gigi, dan SSP. (Nelson, 1959)

Kelainan gigi adalah umum terjadi, dan mencakup (1) gigi Hutchinson,

yang merupakan pasak atau gentong gigi seri tengah atas yang erupsi selama

enam tahun kehidupan; (2) enamel yang abnormal, yang akan menghasilkan notch

sepanjang permukaan gigitan atau incisal; dan (3) murbei geraham, abnormal M1

(6 tahun) rahang bawah, yang dicirikan oleh permukaan oklusal yang kecil dan

jumlah cusps yang berlebihan. Cacat pada pembentukan enamel menyebabkan

karies ulang dan akhirnya menyebabkan kehancuran gigi. (Nelson, 1959)

Sebuah hidung pelana depresi dari akar hidung, adalah hasil dari rhinitis

sifilis yang menghancurkan tulang dan tulang rawan yang berdekatan. Sebuah

perforasi septum hidung adalah kelainan terkait. (Nelson, 1959)

Dalam dekade terakhir, insiden siphilis dapatan secara radikal telah

meningkat di Amerika Serikat. Untuk perlindungan anak-anak yang belum lahir,

semua wanita hamil harus menerima pemeriksaan serologyc rutin sebelum bulan

keempat kehamilan untuk mengurangi kemungkinan infeksi transplasental dari

janin yang sedang berkembang. Pengobatan antibiotik harus diberikan kepada

semua orang yang terinfeksi penyakit ini. (Finn, 2003)


1.6.7 Tuberkulosis

Tuberculosis atau TBC merupakan penyakit menular yang disebabkan

oleh mycobacterium tuberkulosis. Meskipun TB paru adalah bentukpenyakit yang

paling umum, infeksi dapat terjadi melalui usus, amandel, atau kulit. Lesi oral

langka, dan gejala klinis awal (episode demam, menggigil, fatigability, dan

malaise) mungkin mencolok. Sebuah bahaya profesi adalah kemungkinan bahwa

dokter gigi atau personil kesehatan gigi lainnya bisa terinfeksi penyakit ini dari

pasien dengan TB aktif. Pernyataan sebelumnya bahwa umur dan jenis kelamin

adalah faktor-faktor dalam resistensi terhadap infeksi berlaku secara khusus untuk

TBC. Tingkat kematian dari TBC lebih tinggi selama masa kanak-kanak dan

remaja. Pada akhir masa kanak-kanak dan remaja, anak-anak perempuan

menunjukkan angka kesakitan dan kematian yang lebih tinggi daripada anak laki-

laki. (Finn, 2003)

Dalam beberapa hal, tanggapan bayi dan anak-anak kecil untuk infeksi

tuberkulosis berbeda dari anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa. "Tipe masa

kanak-kanak" dari infeksi tuberkulosis menunjukkan kecenderungan lesi paru

lokal di pinggiran paru-paru dan keterlibatan lebih dari kelenjar getah bening

regional. Lesi parenkim dan lesi nodal sering disembuhkan oleh kalsifikasi.

Dalam "tipe masa kanak-kanak", penyebaran hematogenous dari infeksi ini lebih

mungkin untuk berkembang, dan miliaran TBC dan TBC meningitis mungkin

mengalami komplikasi. (Finn, 2003)


1.7 Penatalaksanaan manifestasi oral infeksi bakteri nonodontogen

Penyakit Pencegahan Pengobatan / Perawatan

Scarlet Langkah-langkah pencegahan Antibiotik digunakan untuk

Fever saat ini tidak tersedia untuk pengobatan dan pencegahan

penyakit yang biasanya ringan komplikasi

Erysipelas Pasien yang terinfeksi harus Terapi erysipelas meliputi

benar-benar terisolasi, dan bayi antibiotik topikal dan sistemik.

yang baru lahir harus dijaga Obat anti-streptokokkal dosis

dengan hati-hati terhadap tinggi dapat dicoba, tapi bila

paparan karena mereka sangat pasien gagal menunjukkan

rentan terhadap penyakit ini, respon yang signifikan dalam 48

terutama bayi yang tidak jam, harus disadari pemberian

menghasilkan imunisasi secara antibiotik intravena yang efektif

alami. melawan β sterptokokkus (Jahn

dan Hawke, 1990).

Tetanus 1. Perawatan luka. Antibiotik diberikan selama 10

hari, atau 2 minggu bila ada


Harus dicegah timbulnya

jaringan anaerob pada pasien komplikasi.

termasuk adanya jaringan mati


Metronidazol
dan nanah.
Perawatan luka atau port
2.Pemberian ATS profilaksis.
d’entree yang dicurigai,
3.Imunisasi aktif. dilakukan sekaligus dengan

pembuangan jaringan yang


a. Imunisasi dasar DPT
diduga mengandung kuman atau
diberikan tiga kali sejak usia 2
spora.
bulan dengan interval 4-6

minggu, ulangan pada umur 18

bulan dan 5 tahun (lihat b.

Eliminasi tetanus neonatorum

dilakukan dengan imunisasi TT

pada ibu hamil, wanita usia

subur, minimal 5 x suntikan

toksoid. (untuk mencapai

tingkat TT

lifelong-card).

4.Pendidikan atau penjelasan

kepada orang tua mengenai

kebersihan individu dan

lingkungan serta cara

pemeriksaan dan perawatan di

RS dan perlunya pemeriksaan

lanjutan .

5. pencegahan pada luka. Luka

dibersihkan, jaringan nekrotik


dan benda asing dibuang

Diphtheriae Imunisasi dapat mencegah Antitoksin spesifik merupakan

penyakit serius ini, dan kerja terapi andalan dan harus

sama dokter gigi dan dokter dikelola berdasarkan diagnosis

dalam mendukung program klinis karena hanya menetralkan

imunisasi ini merupakan hal toksin bebas.

yang terpenting.
Pemberian Erythromicin dan

Universal imunisasi dengan penicillin dianjurkan.

toksoid difteri sepanjang hidup

untuk memberikan level

perlindungan antitoksin konstan

dan mengurangi keparahan dari

penyakit C. diphtheriae

merupakan satu-satunya ukuran

kontrol yang eektif.

Pertussis Tidak berkontak dengan Tujuan terapi adalah untuk

penderita. membatasi jumlah atau tingkat

paroxysm, mengamati
Imunisasi melalui vaksin
keparahan batuk, memberikan
pertusis, DTP, atau DTaP
bantuan bila diperlukan, dan

untuk memaksimalkan gizi,

istirahat, dan pemulihan tanpa

sequelae.
Jika penyakitnya berat,

penderita biasanya dirawat di

rumah sakit.

Mereka ditempatkan di dalam

kamar yang tenang dan tidak

terlalu terang. Keributan bisa

merangsang serangan batuk.

Bisa dilakukan pengisapan

lendir dari tenggorokan.

Pada kasus yang berat, oksigen

diberikan langsung ke paru-paru

melalui selang yang dimasukkan

ke trakea.

Untuk menggantikan cairan

yang hilang karena muntah dan

karena bayi biasanya tidak dapat

makan akibat batuk, maka

diberikan cairan melalui infus.

Gizi yang baik sangat penting,

dan sebaiknya makanan

diberikan dalam porsi kecil

tetapi sering.

Untuk membasmi bakteri,


biasanya diberikan antibiotik

eritromycin.

Syphilis Tidak melakukan seks secara Penicillin (dosis besar, selama

Congenital sembarangan / berganti-ganti sampai 3 minggu) adalah obat

pasangan. pilihan.

Erythomycin atau tetrasiklin

dapat digunakan jika pasien

hipersensitif.

Tuberculosis Perbaikan gizi Jika anak terkena TB, akan

diberikan obat anti TB dan obat


Pengadaan rumah sehat dengan
kombinasi.
ventilasi yang memadai.
Ada tiga jenis obat standar TB
Perilaku hidup bersih dan sehat.
yaitu, INH yang dipakai sebagai

Imunisasi BCG. obat pencegahan. Kemudian

Jika orang tua berisiko tinggi ditambah Rifampisin, dan

TB dan takut menulari anak, Pirazinamide. Pemberian obat

maka berilah obat pencegahan minimum selama 6 bulan.

INH pada bayinya. Dan tentu Jika TB yang diderita berat atau

saja, orang tua pun menjalani hebat sekali, misalnya sampai

pengobatan TB meningitis, pengobatan bisa

dengan benar. memakan waktu 9-12 bulan.

Dan ini pun bisa dicapai berkat

perkembangan obat-obatan yang


lebih baik. Sebelumnya bisa

mencapai 18-24 bulan dengan

dosis yang banyak.

Jika pengobatan tersebut belum

memadai, masih akan

dilanjutkan dengan menambah

obat Etambutol dan suntikan

Streptomicin selama 4-5 bulan

yang disuntikkan setiap

hari. Bahkan bisa sampai

menjalani rawat inap. Yang

paling penting, pemberian obat

sesuai dengan dosis yang

diberikan dokter dan diberikan

dengan jadual teratur.

2. Penyakit Infeksi Virus pada Mulut Anak

2.1 Morbili

Virus morbili atau measles virus merupakan jenis virus RNA genus

Morbilivirus famili Paramixoviridae.Virus masuk melalui saluran pernapasan dan

jaringan limfoid selama 12 hari dan kemudian virus menyebar melalui jaringan

limfoid dan kulit. Fase ini diikuti dengan beberapa gejala seperti konjungtifitis,
sakit kepala, demam, sakit tenggorokan dan Koplik’s spots. Koplik’s spot

merupakan bercak berwarna putih kebiruan yang dikelilingi oleh areolae berwarna

merah tua yang terdapat pada mukosa bagian bukal berhadapan dengan gigi molar

atau kadang – kadang dekat lubang duktus parotid. Pencegahan dilakukan dengan

vaksin MMR yang meningkatkan imunitas sampai 10 tahun.(Samaranayake,2002)

Morbili atau campak merupakan penyakit demam yang menular yang

memiliki masa inkubasi 10 sampai 12 hari.(Finn,2003)

Perawatan ditujukan untuk gejala yang ditimbulkan. Untuk demam

digunakan antipiretik seperti acetaminophen atau ibuprofen, bed rest, dan cukup

minum. Pemberian vitamin A secara oral untuk suplemen dapat menekan angka

morbiditas dan mortalitas akibat penyakit ini di seluruh dunia.(Nelson, 2003)

Bed rest dan perawatan disarankan untuk kasus yang tidak mengalami

komplikasi.(Finn,2003)

Gambar 2.1 manifestasi oral morbili, Koplik’s spot (sumber : www.medienwerkstatt-online.de, www.pathguy.com)

2.2 Mumps

Virus Mumps merupakan jenis virus RNA genus Paramixovirus family

Paramixoviridae.Virus Mumps menyebabkan parotitis yaitu pembengkakan

kelenjar liur atau disebut juga gondong. Anak – anak yang terinfeksi virus ini

sebanyak 85% berumur dibawah 15 tahun.(Finn,2003)


Virus Mumps masuk melalui saluran pernafasan, menyebar melalui darah ke

jaringan lain seperti kelenjar ludah. Virus ini menyebar melalui kontak langsung

dengan penderita, droplet, saliva, dan urin. (Nelson,2003)

Gambar 2.2 Mumps (Sumber :www.generalhealthinfo.wordpress.com)

Tidak semua orang yang terinfeksi oleh virus Paramyxovirus mengalami keluhan,

bahkan sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit. Namun

demikian mereka sama dengan penderita lainnya yang mengalami keluhan, yaitu

dapat menjadi sumber penularan penyakit tersebut.

Masa inkubasi penyakit Gondong sekitar 12-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari.

Adapun tanda dan gejala yang timbul setelah terinfeksi dan berkembangnya masa

inkubasi dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Pada tahap awal (1-2 hari) penderita Gondong mengalami gejala: demam

(suhu badan 38.5 – 40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan

nafsu makan, nyeri rahang bagian belakang saat mengunyah dan ada

kalanya disertai kaku rahang (sulit membuka mulut).


2. Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis) yang

diawali dengan pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian kedua

kelenjar mengalami pembengkakan.

3. Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3 hari kemudian berangsur

mengempis.

4. Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar di bawah rahang

(submandibula) dan kelenjar di bawah lidah (sublingual).

Virus mumps yang dilemahkan digunakan dalam gabungan vaksin

MMR(measles, mumps, rubella) digunakan sebagai pencegahan.

Pengobatan ditujukan untuk mengurangi keluhan (simptomatis) dan istirahat

selama penderita panas dan kelenjar (parotis) membengkak. Dapat digunakan obat

pereda panas dan nyeri (antipiretik dan analgesik) misalnya Parasetamol dan

sejenisnya. (http://www.infopenyakit.com/2008/10/penyakit-gondongan-mumps-

atau-parotitis.html)

2.3 Chicken pox (Varicella)

Chicken pox disebabkan oleh Herpesvirus varicellae(Finn,2003) atau Varicella-

zoster virus, human herpesvirus 3.(Samaranayake,2002)


Virus ini masuk melalui sistem pernafasan dan berkolonisasi pada saluran

pernafasan atas.

Masa inkubasi terjadi sekitar 14 sampai 21 hari yang diikuti dengan sakit kepala,

demam, nasopharingitis, dan anorexia. Lesi vesikuler terlihat pertama pada kulit

badan dan menyebar pada muka dan ekstrimitas. Lesi oral terjadi pada mukosa

bukal, palatum, dan faring.(Finn,2003) Lesi ini gatal namun tidak menyebabkan

rasa sakit.(Samaranayake,2002)

Penyakit ini akan sembuh sekitar 7 sampai 10 hari kemudian. Perawatan hanya

dilakukan pada gejala yang ditimbulkan penyakit ini pada pasien. Chickenpox

dapat sembuh dengan sendirinya (Finn,2003)

Pencegahan dengan imunisasi Varicella-zoster immune globulin (VZIG).

(Samaranayake, 2002)

Gambar 2.3 Manifestasi oral Chicken pox (sumber :www.dermatology.about.com)

2.4 Acute Gingivostomatitis

Herpetik Gingivostomatitis Akut adalah suatu infeksi mulut primer yang

disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I (HSV-1)dan sering terjadi pada anak-
anak dengan gambaran klinis lesi vesikel ulseratif pada rongga mulut dan

gingivitis marginal akut. Infeksi primer virus herpes simplek tipe I didahului

dengan gejala sistemik: demam 40–40.6°C (104–105°F), sakit kepala, rasa tidak

enak badan, mual, dan sulit menelan. Terapi bersifat suportif dan pemberian obat

kumur clorhexidine gluconate 0,2 %.(http://i-lib.ugm.ac.id)

Lesi berupa vesikel berdiameter 2- 10 mm dan ditutupi selaput berwarna kuning

keabuan. Ketika selaput tersebut terbuka, maka lesi sebenarnya akan terlihat. Fase

akut terjadi sekitar 4-9 hari dan sembuh dengan sendirinya. (Nelson,2003)

Pengobatan dilakukan dengan pemberian antivirus yang mengganggu sintesis

DNA virus seperti acyclovir dan vidarabine.(Samaranayake, 2002)

Gambar 2.4 lesi vesikular herpetic ginggivostomatitis pada lidah (sumber : Nelson.Textbook of pediatrics 17th edition)

2.5 Acute Lymphonodula Pharingitis

Penyakit ini disebabkan oleh Coxsackie virus A10. Penyakit ini dapat menyerang

anak – anak maupun orang dewasa. Gejala berupa demam (38 – 41 derajat

celcius), sakit kepala, anorexia, dan sakit tenggorokan, diikuti dengan 2 sampai 3
hari erupsi nonvesikular pada uvula, langit – langit lunak, tonsil anterior, dan

faring posterior. Lesi terdiri atas papula berwarna kuning yang dikelilingi eritema.

Lesi ini berdiameter 3 sampai 6 mm dan berlangsung 4 sampai 8 hari kemudian

sembuh dengan sendirinya. (sumber : http://books.google.co.id)

Gambar 2.5 Pada Acute Lymphonodula Pharingitis terdapat nodul pada langit – langit lunak (sumber : www.google.com)

2.6 Herpes Labialis

Herpes labialis disebabkan oleh Herpes Simplex Virus tipe 1 (HSV-1). Infeksi ini

menyebabkan lesi pada mulut. Virus ini menyerang jaringan saraf pada wajah

yaitu trigeminal ganglion.


Gambar 2.6 penyebaran HSV laten (sumber:Samaranayake.Essential Microbiology for dentistry halaman 135)

HSV menular melalui kontak langsung dengan penderita. Gejala awal akan timbul

1 atau 2 minggu kemudian. Lesi ini akan terjadi 7 sampai 10 hari kemudian mulai

sembuh. Namun virus ini dapat juga menjadi laten, tinggal di sel saraf dan akan

kembali membentuk lesi di tempat yang sama atau didekatnya. Kambuhnya

penyakit ini dapat disebabkan oleh menstruasi, paparan sinar matahari, demam,

dan stress.

Gejala awal berupa gatal, rasa terbakar, meningkatnya sensitifitas kulit, dan

kesemutan yang akan terjadi 2 hari sebelum lesi terlihat. Setelah lesi terlihat,

maka kulit akan menggelembung seperti melepuh, kemudian pecah dan kulit

yang menggelembung lainnya akan melebar.

(http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000606.htm)

Pengobatan dengan menggunakan antivirus yang mengganggu sintesis DNA virus

seperti Aciclovir dan Vidarabine. ( Samaranayake,2002)


Gambar 2.7 Herpes labialis (sumber : www.scielo.br)

2.7 Herpes Zoster

Penyakit ini disebabkan oleh Herpes zoster virus (VZV) yang berawal dari infeksi

chicken pox. Virus ini menyerang sel ganglion dan pada saat imunitas melemah,
herpes zoster akan menyerang. Penyakit ini jarang terjadi pada anak – anak.

(Finn,2003)

Gambar 2.8 Pola penyebaran VZV (sumber:Samaranayake.Essential Microbiology for dentistry halaman 135)

Penyakit ini terjadi karena reaktivasi virus pada akar dorsal dari ganglion nervus

kranialis (trigeminal). Virus ini tinggal secara laten pada ganglion sel saraf,

setelah aktif, berjalan melalui serabut saraf menuju ke kulit. Lesi berupa vesikel

unilateral, sakit, dan gatal yang berupa garis yang berjalan dari punggung

mengelilingi samping dada(‘belt of roses from hell’).

Manifestasi oral berupa vesikel yang terdapat pada pertengahan lidah anterior,

langit – langit lunak, dan pipi. Vesikel ini berwarna kuning keabu – abuan dan

memberikan rasa sakit.

Pengobatan penyakit ini dengan menggunakan acyclovir dosis tinggi 800mg lima

kali sehari. (Samaranayake,2002)


Gambar 2.9 Unilateral palatal ulceration dari Herpes zoster pada pasien HIV positif (sumber : www.google.com)

2.8 Hand Foot and Mouth Diseases

Infeksi ini disebabkan oleh genus Enterovirus yaitu virus Coxsackie A 16. Virus

ini menyerang anak – anak. Lesi oral ditemukan pada mukosa bukal, palatum, dan

lidah.(Finn,2003)
Orofaring mengalami inflamasi dan timbul vesikel pada lidah, mukosa bukal,

faring posterior, palatum, gusi, dan bibir. Lesi berukuran 4-8 mm disertai eritema.

(Nelson,2003)

Hand-foot-and-mouth disease (HFMD) menular lewat kontak dengan saliva,

feses, dan cairan dari lesi. Gatal akan hilang 5 sampai 7 hari kemudian.

Gejala yang ditimbulkan adalah :

1. demam

2. sakit tenggorokan

3. lesi pada tenggorokan, mulut, dan lidah

4. sakit kepala

5. gatal yang ditimbulkan oleh vesikel pada tangan, kaki, dan bagian yang tertutup

popok.

6. kehilangan nafsu makan

   

Gambar 2.10 Hand-foot and mouth diseases (sumber: www.google.com)


Tidak ada perawatan khusus bagi infeksi ini. Perawatan simptomatik diberikan

untuk demam, gatal, dan nyeri. Untuk mengatasi demam diberikan

Acetaminophen. (www.hpb.gov.sg/.../hfmd/images/mouth_thumb.jpg)

2.9 Recurrent Aphtouse Stomatitis

Recurrent Aphtouse Stomatitis atau disebut juga sariawan yang belum diketahui

etiologinya merupakan suatu lesi pada mukosa mulut yang dapat kembali lagi.

Penyakit ini tidak disebabkan oleh HSV (Nelson, 2003) Namun beberapa faktor

diduga mempengaruhi terjadinya penyakit ini.


Faktor General :

1. Hormonal maupun penyakit sistemik.

2. Stres.

Faktor Lokal:

1. Overhang tambalan atau karies, protesa (gigi tiruan)

2. Luka pada bibir akibat tergigit/benturan.

3. Defisiensi (kekurangan) vitamin C, B12 dan zat besi.

4. Infeksi virus dan bakteri.

Pengobatan dengan menggunakan tetrasiklin kumur.

Gambar 2.11 Recurrent Aphtouse Stomatitis (sumber : www.itriagehealth.com)

2.10 Management of Oral Manifestation of Viral Infection in Children

Penyakit Pencegahan Pengobatan


Morbilli Imunisasi vaksin MMR Untuk demam digunakan

(measles, mumps, rubella). antipiretik seperti

Tidak berkontak langsung acetaminophen atau

dengan penderita. ibuprofen, bed rest, dan


cukup minum. Pemberian

vitamin A secara oral untuk

suplemen.

Bed rest dan perawatan

disarankan untuk kasus yang

tidak mengalami komplikasi.


Mumps Imunisasi vaksin MMR Pengobatan ditujukan untuk

(measles, mumps, rubella). mengurangi keluhan

Tidak berkontak langsung (simptomatis)

dengan penderita. Istirahat selama penderita

panas dan kelenjar parotis

membengkak.
Chicken pox Imunisasi vaksin VZIG Pengobatan ditujukan untuk

(varicella-zoster imuno mengurangi keluhan.

globulin) Istirahat selama sakit.

Tidakberkontak langsung

dengan penderita.
Acute Tidak berkontak langsung Pemberian obat kumur

Ginggivostomatitis dengan penderita clorhexidine gluconate 0,2%.

Pengobatan dengan

menggunakan antivirus yang

mengganggu sintesis DNA

virus seperti Aciclovir dan

Vidarabine.
Acute Tidak berkontak langsung Pengobatan ditujukan untuk
lymphonodula dengan penderita mengurangi keluhan.

pharingitis Penyakit ini akan sembuh

dengan sendirinya
Herpes labialis Tidak berkontak langsung Pengobatan dengan

dengan penderita menggunakan antivirus yang

mengganggu sintesis DNA

virus seperti Aciclovir dan

Vidarabine.
Herpes zoster Tidak berkontak langsung Pengobatan penyakit ini

dengan penderita dengan menggunakan

acyclovir dosis tinggi 800mg

lima kali sehari.


Hand – foot and Tidak berkontak langsung Pengobatan ditujukan untuk

mouth diseases dengan penderita mengurangi keluhan.

Penyakit ini akan sembuh

dengan sendirinya.
Recurrent Menjaga kebersihan mulut Berkumur dengan tetrasiklin

aphtouse Mengonsumsi makanan kumur

stomatitis bergizi
3. ORAL CANDIDIASIS DAN PERAWATANNYA PADA ANAK

3.1. Candidiasis pseudomembranous akut

Presentasi yang paling umum dari infeksi candida pada anak-anak adalah

thrush. Penyakit ini menginfeksi pada daerah jaringan mukosa oleh Monilia

(Candida) albicans. Beberapa kasus untuk mengindikasi bahwa jamur ini siap

untuk menyerang daerah jaringan mukosa ketika terjadinya kekurangan riboflavin.

Kasus ini menyebabkan penyerangan inflamasi kronik di dalam mukosa dan ulcer

atau hemoragi pada permukaan epitel yang cukup.

Pada anak-anak yang mulai tumbuh dewasa, thrush terjadi pada anak-anak

penderita penyakit seperti AIDS atau diabetes, digunakan sesuai dengan ketentuan
beberapa antibiotic broad-spectrum, steroid, atau selama kemoterapi dan

radioterapi untuk penyakit yang menular.

Keuntungan dari antibiotik agent telah di amati pada individu yang masih

muda dan lemah. Pada saat ini sudah jelas bahwa mengubah flora bakteri pada

antibiotik adalah cara untuk menekan mikroorganisme yang dimaksudkan untuk

menghambat pertumbuhan jamur. Oleh karena itu, berkembangnya jamur adalah

hasil akhir yang menjadi monilial stomatitis.

3.2. Glossitis median rhomboid

Hal ini merupakan karakteristik lesi yang tidak biasa dari candidiasis, yang

terjadi pada permukaan dorsal dari anterior lidah hingga papilla vallate dan sering

dalam respon untuk digunakannya antibiotic broad-spectrum.

Lesi tersebut biasanya lunak dan tidak menyebabkan nyeri, berwujud

patch yang tinggi, berwarna putih mutiara menyerupai dadih putih susu dan ketika

di kelupas akan meninggalkan permukaan pendarahan yang mentah. Thrush

mungkin muncul dimana saja di sekitar kavitas oral. Biasanya meliputi di bagian

mukosa bukal, gingival, lidah, palatal dan tonsil lidah.


3.3. Diagnosis

Sebanyak 50% anak-anak akan memiliki Candida albicans sebagai

komensal yang normal dan pemeliharaan. Corengan atau kikisan untuk sitologi

pengelupasan mulut memperlihatkan hifa saat penyakit muncul, tetapi gambaran

klinis mungkin saja terdiagnosis.

3.4. Manajemen penyakit

Baru-baru ini, thrush merupakan ancaman oleh aplikasi local untuk

antiseptik ringan. Kini tersedia obat antijamur yang lebih spesifik (nystatin) yang

bisa menyembuhkan. Namun, penyelidikan stomatilogik lebih lanjut masih

dibutuhkan sebelum agen tersebut bisa dievaluasi secara kritis. Dibutuhkan pula

beberapa bukti untuk mendemonstrasikan bahwa secara klinis penyakit tersebut

meningkat ketika vitamin B kompleks terkandung dalam rezim terapetik.

Langkah-langkah perawatan penyakit candidiasis antara lain :

1. Pengobatan antifungal, sedikitnya selama empat minggu. Kebanyakan

perawatan antifungal gagal dikarenakan buruknya pemenuhan atau intruksi

dari tenaga medis.

2. Pemberian nystatin atau amphotericin B.

3. Pemberian amphotericin B melalui aliran nadi (intravenous) jika terjadi

kelainan sistemik.
4. Untuk kasus candidiasis mucocutaneous dimana organisme tidak dapat

merespon perawatan topical, digunakan : Fluconazole (oral, 100 mg per

hari selama 14 hari), ketaconazole (oral, 200 mg per hari selama 14 hari).

4. Penyakit Periodontal pada Anak

Reaksi inflamasi pada jaringan periodontal biasa terjadi pada anak-anak.

Pada sebagian besar kasus, reaksi inflamasi terjadi pada gingival. Tetapi pada

beberapa kasus, reaksi inflamasi juga dapat terjadi pada area yang lebih dalam

dari gingival. Periodontitis dan gingivitis terjadi karena penumpukan plak bakteri

pada gigi. Perawatan yang lebih awal pada penyakit periodontal sangat efektif.

Jika terjadi perkembangan yang memburuk dari penyakit periodontal tersebut,

dapat diketahui lebih awal, sehingga perawatan / tindakan preventif juga dapat

dilakukan lebih awal.

4. 1. Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG)


Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG) juga biasa disebut

Necrotizing Gingivitis (NG), Vincent’s gingivitis, Vincent’s

gingivostomatitis, ulceromembranous gingivitis.

Ciri-ciri klinis :

ANUG dikarakteristikkan dengan adanya nekrosis dan ulserasi yang

pada mulanya terdapat pada interdental papilla, kemudian menyebar ke

labial dan lingual marginal gingival. ANUG ditandai dengan adanya rasa

sakit pada papilla interdental, terdapat ulserasi berwarna putih kekuningan,

terkadang disertai dengan perdarahan. Pada beberapa kasus, pasien merasa

ada rasa logam dalam mulutnya dan pasien mengalami demam.

Jika tidak dirawat, setelah 5-7 hari ANUG dapat berkembang menjadi

chronic ulcerative gingivitis, sehingga jaringan marginal lebih kehilangan

konturnya dan terlihat lebih membulat, yang kemudian dapat mengakibatkan

inflamasi dan nekrosis pada alveolar crest.

Etiologi :

Pulasan diambil dari area nekrosis atau permukaan gingival yang

mengalami ulserasi. Pada pemeriksaan tedapat banyak sel-sel mati, leukosit

PMN, dan bakteri-bakteri penyebab ANUG. Bakteri fusiform dan

spirochaeta banyak ditemukan dan mudah untuk dideteksi. ANUG

merupakan infeksi Gram negatif anaerobic seperti Borrelia vincenti,


Fusobacterium fusiform. Dan penelitian lebih lanjut menyebutkan bahwa

Porphyromonas sp, Treponema sp, Selenomonas sp, Prevotella sp, juga

merupakan Gram negatif anaerob penyebab ANUG.

Faktor Predisposisi :

Munculnya ANUG berkaitan dengan kurangnya kebersihan mulut dan

adanya gingivitis yang terdahulu. Remaja dan orang dewasa penderita

ANUG biasanya adalah seorang perokok berat. Merokok memberi efek yang

tidak baik pada gingival. Gingival dapat mengalami iritasi local atau

vasokontriksi karena nicotine. Hal ini menyebabkan berkurangnya resistensi

jaringan dan menyebabkan gingival mudah mengalami infeksi anaerobic.

Merokok bukan faktor predisposisi pada anak-anak. Pada negara yang

belum berkembang, kurangnya perhatian kebersihan gigi dan mulut pada

anak menjadi faktor predisposisi yang utama.

Perawatan :

Pasien perlu diinformasikan tentang ANUG dan cara perawatannya.

Jika pasien seorang perokok, perlu disarankan untuk mengurangi jumlah

rokok yang dikonsumsi atau dianjurkan untuk berhenti merokok. Jika sikat

gigi dengan tekstur bulu medium atau kasar terlalu sakit untuk digunakan,
penderita disarankan menggunakan sikat gigi dengan tekstur bulu yang

halus.

Berkumur dengan larutan tertentu dapat direkomendasikan untuk

perawatan ANUG. Tetapi hal ini hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu

yang pendek, sekitar 7-10 hari. Berkumur dengan chlorhexidine 0,2%

selama 1 menit dapat mengurangi pembentukan plak. Berkumur dengan

hydrogen peroxide atau sodium hydroxyperborate dapat memberi oksigen

dan membersihkan jaringan nekrosis.

Pembersihan debris atau plak secara mekanis dilakukan pada awal

pemeriksaan. Ultrasonic scaler dengan disertai water spray dapat

mengurangi ketidaknyamanan pada pasien.

Pada beberapa kasus, pasien dapat diberikan metronidazole 200mg 3x

sehari untuk meredakan gejala. Tapi pasien harus diberikan informasi untuk

menjalani perawatan lanjutan.


Millett, Declan, dan Welbury Richard. 2000. Orthodontics and Paediatric Dentistry. Churchill Livingstone.

Gambar 4.1. Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG) pada


gigi primer

4. 2. Juvenile Periodontitis

Terdapat 2 jenis juvenile periodontitis yaitu juvenile periodontitis

lokal dan juvenile periodontitis general. Juvenile periodontitis lokal terjadi

di sekitar insisivus dan molar permanen dan meliputi tidak lebih dari dua

gigi. Juvenile periodontitis general meliputi lebih dari 14 gigi, dan dapat

menyebar sampai satu arch, baik maksila maupun mandibula.

Epidemiologi :

Penelitian menunjukkan prevalensi juvenile periodontitis pada negara

berkembang sekitar 0,1 %, pada negara belum berkembang sekitar 5 %.

Ciri-ciri klinis :

Terbentuk pocket gusi dan bone loss sekitar I dan M. Pada pola

radiografik menunjukkan adanya bone loss pada permukaan mesial dan atau

distal molar. Bone loss di sekitar molar dapat dideteksi dengan tes

radiografi.
Gingiva terlihat sehat jika hanya terdapat plak yang sedikit dan

kebersihan mulut terjaga dengan baik. Jika terdapat akumulasi plak yang

banyak dan kebersihan mulut tidak terjaga dengan baik, dapat terjadi infeksi

pada sulkus gingiva. Kadang disertai dengan perdarahan.

Juvenile periodontitis general biasa terbentuk saat masa pubertas.

Terjadi resorpsi angular dan horizontal yang menyebabkan alveolar crest

menjadi tidak teratur (tidak normal). Faktor predisposisi yang menyertai

juvenile periodontitis dapat menyebabkan terbentuknya abses.

Bakteriologi dan patogenesis :

Juvenile periodontitis disebabkan oleh infeksi bakteri Gram negatif

anaerob yaitu, Eikenella corrodens, Capnocytophaga sp, dan Prevotella

intermedia. Organisme yang paling sering menyebabkan juvenile

periodontitis adalah Actinobacillus actinomycetemcomitans yang telah

ditemukan pada lebih dari 90 % pasien. A. Actinomycetemcomitans

mempunyai patogenitas yang berbahaya karena A. Actinomycetemcomitans

mempunyai kemampuan menginvasi jaringan ikat dan faktor virulensi yang

luas.

Perawatan :

Perawatan juvenile periodontitis dapat dilakukan dengan scaling,

disertai dengan pemberian tetracycline 250mg 4x sehari selama 2 minggu.


Pemberian metronidazole 250mg dan amoxicilin 375mg 3x sehari juga

efektif untuk perawatan juvenile periodontitis. Operasi periodontal dapat

dilakukan untuk membersihkan jaringan ikat yang terinfeksi.

Millett, Declan, dan Welbury Richard. 2000. Orthodontics and Paediatric Dentistry. Churchill Livingstone.

Gambar 4.2. Juvenile periodontitis

Anda mungkin juga menyukai