Anda di halaman 1dari 4

Nama : Rowena Yutifri Syahida

NIM/Kelas : 155130107111027/C

MEKANISME PERUBAHAN OTOT MENJADI DAGING

Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah
pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging
antara lain adalah : genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan,
termasuk bahan aditif (hormon, antibiotik dan mineral) dan stres. Faktor setelah
pemotongan dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain metode pelayuan,
stimulasi listrik, metode pemasakan, pH daging, bahan tambahan termasuk enzim
pengempuk daging, hormon dan antibiotik, lemak marbling, metode penyimpanan
dan preservasi, macam otot daging dan lokasi pada suatu otot daging.
Perubahan dari otot menjadi daging dimulai dari penyembelihan hewan.
Penyembelihan dilakukan pada bagian leher dengan memotong esofagus, trachea,
dan saluran darah (arteri carotis dan vena jugularis) dengan memperhatikan syariah
agama isalam dan kaidah kesejahteraan hewan (SK mentan, 1992). Setelah hewan
disembelih (mati), terjadi perubahan yang sangat kompleks didalam jaringan otot
yang meliputi perubahan biokimia, fisik, dan mikrobiologis. Secara umum,
perubahan tersebut diawali dengan berhentinya sirkulasi darah, yang mengakibatkan
tidak adanya pasokan (supply) oksigen kejaringan, sehingga menimbulkan
konsekuensi perubahan pada jaringan otot.
Selama postmortem kerusakan dapat terjadi karena adanya kontaminasi oleh
mikroorganisme serta kerusakan kimiawi, biologis dan fisik. Awal kontaminasi
mikroorganisme pada daging berasal dari lingkungan sekitarnya dan terjadi pada saat
pemotongan, hingga dikonsumsi. Pada umumnya sanitasi yang terdapat di rumah-
rumah potong belum memenuhi persyaratan kesehatan daging sesuai standar yang
telah ditetapkan. Keadaan ini menyebabkan mikroorganisme awal pada daging sudah
tinggi. Selain itu penyimpanan daging di rumah potong dan di pasar-pasar umumnya
belum menggunakan alat pendingin, di mana daging hanya dibiarkan terbuka tanpa
dikemas dalam temperatur kamar. Kondisi yang demikian dapat menyebabkan
perkembangbiakan mikroorganisme semakin meningkat yang mengakibatkan
kerusakan atau pembusukan daging dalam waktu singkat. Hewan yang baru di
potong, dagingnya lentur dan lunak, kemudian terjadi perubahan-perubahan di mana
jaringan otot menjadi keras, kaku dan tidak mudah digerakkan (Costa, 2011).
Usmiati (2010) menjelaskan bahwa segera setelah ternak dipotong, terjadi kontraksi
dan pengerasan otot yang dikenal dengan rigormotis. Pada sapi diperlukan 6 – 12
jam untuk terjadi rigormotis. Menurut Suparno (2005) selama konversi otot menjadi
daging terjadi proses kekakuan otot. Kekakuan otot setelah kematian dan otot
menjadi tidak dapat direnggangkan. Pada periode postmortem 24 jam pertama terjadi
perubahan struktural dan biokimia pada otot diubah menjadi daging. Periode ini
sangat mempengaruhi keempukan daging dan warna otot terhadap kualitas daging
(Savell, et al., 2004).

RIGOR MORTIS
Setelah exsanguination, glikolisis tanpa oksigen berlanjut dan menghasilkan
asam laktat sebagai hasil dari glikolisis anaerobik. Hal ini menyebabkan
penumpukan asam laktat dan karena itu terjadi penurunan pH. Dalam lingkungan
yang normal, otot-otot mulai mengalami proses rigor mortis disebabkan oleh
kekakuan yang terjadi dari cross-linking yang disebut aktomyosin, terbentuk antara
aktin dan myosin. Kekakuan dimulai pada nilai pH daging yang normal 5,7-5,8
(Hannula dan Puolanne, 2004). Selama tahap pertama dari proses Rigor mortis fase
penundaan, dalam otot masih kaku karena tersedia ATP dengan Mg2+, yang
membantu untuk memutuskan ikatan aktin/myosin cross dan pada gilirannya
memungkinkan otot-otot untuk merenggang. Kreatin fosfat habis selama fase ini,
yang menghambat fosforilasi ADP menjadi ATP. Hal ini menyebabkan penurunan
tajam dalam produksi ATP, yang merupakan sinyal awal fase timbulnya kekerasan,
karena masih tersedia sedikit ATP sehingga dapat memecah ikatan aktin dan myosin,
otot tidak dapat rileks dan menjadi kaku (Aberle et al., 2001).

PELAYUAN
Karkas dari hasil pemotongan umumnya mempunyai temperatur yang tinggi,
yaitu sekitar 39°C. Hal ini harus segera diturunkan untuk menghindarkan perubahan-
perubahan yang menyebabkan terjadinya kerusakan daging, oleh karena itu karkas
harus segera disimpan dalam ruang pendingin yang disebut dengan proses pelayuan.
Pelayuan disebut juga aging, conditioning atau hanging, yaitu dengan
menggantungkan karkas selama waktu tertentu di dalam ruangan dengan temperatur
diatas titik beku karkas (-1,5°C). Pelayuan biasanya dilakukan pada ruangan
pendingin dengan temperatur pada kisaran 15° - 16°C selama 24 jam, atau dapat pula
dilakukan pada kisaran temperatur 0° - 3°C dengan waktu yang lebih lama. Selama
proses pelayuan terjadi proses autolisis, yaitu perombakan tenunan daging oleh
enzim yang terdapat di dalam daging, sehingga daging menjadi lebih empuk dan
berkembangnya flavor daging yang lebih baik (Rachmawan, 2001). Karkas sapi
memerlukan pelayuan, karkas domba atau kambing bisa tidak dilayukan, karena
dagingnya relatif sudah empuk bila ternak dipotong pada umur yang relatif mudah,
dan proses kekakuan berlangsung dalam waktu yang relatif lebih cepat. Demikian
pula karkas unggas, tidak memerlukan pelayuan seperti karkas ternak ruminansia
besar. Karkas babi, karena lapisan lemaknya tidak stabil yaitu mudah mengalami
proses ransiditas oksidatif, maka pelayuan yang lama (misalnya lebih dari 24 jam),
tidak akan memberikan hasil yang menguntungkan (Suparno, 2005).

PENYIMPANAN DAGING
Perkembangan mikroorganisme dalam daging sangat cepat. Mikroba patogen
yang biasanya mencemari daging antara lain : E. Coli, Salmonella sp. dan
Stahpylococcus sp. yang merupakan kontaminan utama pada daging sapi dan unggas
segar (Ho. Et al., 2004 ; Usmiati, 2010). Oleh karena itu, daging harus segera
disimpan dalam ruangan dengan temperatur rendah. Ruang pendingin untuk daging
biasanya diatur pada kisaran -4o-0o C, sehingga diharapkan temperatur di dalam
daging pada kisaran 2o-5oC. Pada temperatur penyimpanan ini, kualitas daging dapat
dipertahankan selama 8 hari. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju pendinginan
daging, yaitu : (a) panas spesifik daging, (b) berat dan ukuran daging, (c) jumlah
lemak pada permukaan daging, (d) jumlah daging dalam ruang pendingin, (e)
temperatur alat pendingin (Rachmawan, 2001).
Kondisi penyimpanan karkas setelah penyembelihan mempengaruhi kualitas
daging sehingga perlu mempercepat laju pendinginan karena akan membantu
mengurangi pertumbuhan mikroba pada permukaan karkas karena waktu generasi
mikroorganisme tumbuh pada suhu rendah. Pendinginan cepat juga mengurangi
hilangnya berat badan dengan penguapan, mengurangi penampilan daging eksudatif
pucat lembut, ramping dan memperbaiki warna, yang akan memiliki efek negatif
pada kualitas daging (Warriss, 2000; Adzitey dan Nurul, 2011). Selanjutnya, tingkat
di mana suhu turun setelah pemotongan memiliki efek pada aktivitas enzim, karena
aktivitas enzim yang bergantung pada temperatur. Oleh karena itu, tingkat
pendinginan yang berbeda mempengaruhi penurunan pH melalui produksi asam
laktat, hilangnya adenosin trifosfat (ATP) dan kreatin fosfat, dan mempercepat
terjadinya rigor mortis (Warriss, 2000). Pendinginan juga dapat mengakibatkan
penurunan berat badan. Stanisz et al (2009) melaporkan kerugian berat 4,51, 3,95
3,05 dan 2,35, putih ditingkatkan boer 1/4 dan 3/4 meningkatkan putih,
meningkatkan Boer 1/2 dan 1/2 putih boer 3/4 dan 1/4 anak putih meningkatkan
dikorbankan masing-masing setelah 24 jam pada 2-4°C Ketika otot-otot yang
didinginkan di bawah 10°C sebelum timbulnya kekakuan, memperpendek dingin
terjadi yang membuat daging sulit untuk memasak dan dapat menghasilkan
memperpendek dingin lambat sebelum membeku dapat membekukan sementara pada
kenyataannya hasil Meltdown (Warriss, 2000). Pemasakan daging menyebabkan
hilangnya kekakuan dan air. Sebuah kondisi yang dikenal sebagai otot panas ditandai
oleh band-band gelap membentuk badan dapat terjadi dalam daging mengalami
dingin yang relatif cepat (Warriss, 2000).

Sumber :

Susanto, Edy. 2014. Standar Penanganan Pasca Panen Daging Segar. Jurnal
Ternak, Vol.05, No.01

Anda mungkin juga menyukai