Anda di halaman 1dari 25

Keperawatan Gawat darurat

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN EDEMA PARU DI RUANG IGD


RUMAH SAKIT PELAMONIA MAKASSAR

OLEH :
M. Syahru Ramadhan
14420192138

CI INSTITUSI CI
LAHAN
(.............................)
(..........................)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
TINJUAN TEORI

1. Konsep Medis
A. Definisi
Edema paru adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya cairan
ekstravaskular yang patologis pada jaringan parenkim paru. Edema paru
disebabkan karena akumulasi cairan di paru-paru yang dapat disebabkan
oleh tekanan intrvaskular yang tinggi (edema paru kardiak) atau karena
peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiak)
yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan. Pada sebagian besar
edema paru secara klinis mempunyai kedua aspek tersebut di atas, sebab
sangat sulit terjadi gangguan permeabilitas kapiler tanpa adanya
gangguan tekanan pada mikrosirkulasi atau sebaliknya. Walaupun
demikian penting sekali untuk menetapkan factor mana yang dominan
dari kedua mekanisme tersebut sebagai pedoman pengobatan.(Sjaharudin
Harun & Sally Aman Nasution,2016)
Edema paru terjadi dikarenakan aliran cairan dari pembuluh
darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi
aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik. Edema paru
terjadi ketika cairan yang disaring ke paru lebih cepat dari cairan yang
dipindahkan. Penumpukan cairan menjadi masalah serius bagi fungsi
paru karena efisiensi perpindahan gas di alveoli tidak bisa terjadi.
Struktur paru dapat menyesuaikan bentuk edema dan yang mengatur
perpindahan cairan dan protein di paru menjadi masalah yang klasik.
Peningkatan tekanan edema paru disebabkan oleh meningkatnya
keseimbangan kekuatan yang mendorong filtrasi cairan di paru. Fitur
penting dari edema ini adalah keseimbangan aliran cairan dan protein ke
dalam paru utuh secara fungsional. Peningkatan tekanan edema sering
disebut kardiogenik, tekanan tinggi, hidrostatik, atau edema paru
sekunder tapi lebih efektifnya disebut keseimbangan edema paru
terganggu karena tahanan keseimbangan pergerakan antara cairan dan zat
terlarut di dalam paru.

B. Patofisiologi
Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas
terjadi ketika cairan dari bagian dalam pembuluh darah merembes
kedalam jaringan sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini dapat
terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh darah atau tidak
ada cukup protein dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam
plasma (bagian dari darah yang tidak mengandung sel-sel darah).
Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di
paru. Area yang ada diluar pembuluh darah kapiler paru ditempati oleh
kantong-kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah
tempat dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya,
dan karbondioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk
dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat
tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya
dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dinding ini kehilangan
integritasnya. Edema paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan cairan
yang merembes keluar dari pembuluh darah dalam paru sebagai ganti
udara. Ini dapat menyebabkan persoalan pertukaran gas (oksigen dan
karbondioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan oksigenasi darah
yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air di dalam paru”
ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien.
Faktor-faktor yang membentuk dan merubah formasi cairan di luar
pembuluh darah dan di dalam paru di tentukan dengan keseimbangan
cairan yang dibuat oleh Starling.
Qf = Kf ⌠(Pmv – Ppmv) – σ(πmv - πpmv)⌡
Qf = aliran cairan transvaskuler;
Kf = koefisien filtrasi;
Pmv = tekanan hidrostatik pembuluh kapiler;
Ppmv = tekanan hidrostatik pembuluh kapiler intersisial;
σ = koefisien refleksi osmosis;
πmv = tekanan osmotic protein plasma;
πpmv = tekanan osmotic protein intersisial.
Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru dapat terjadi pada
Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel
kiri (stenosis mitral); Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh
karena gangguan fungsi ventrikel kiri; Peningkatan tekanan kapiler paru
sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteri pulmonalis. Penurunan
tekanan onkotik plasma pada hipoalbuminemia sekunder oleh karena
penyakit ginjal, hati, atau penyakit nutrisi.
Peningkatan tekanan negatif interstisial pada pengambilan terlalu
cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral); Tekanan pleura yang
sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan
dengan peningkatan volume akhir ekspirasi (asma).

C. Klasifikasi
Edema paru dapat disebabkan oleh banyak faktor yang berbeda.
Ia dapat dihubungkan dengan gagal jantung, disebut cardiogenic
pulmonary edema (edema paru kardiak), atau dihubungkan pada sebab-
sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema (edema
paru nonkardiak).
Diagnosis Banding Edema Paru Kardiak dan Nonkardiak

Edema paru kardiak Edema paru nonkardiak


Riwayat Penyakit :
Penyakit Jantung Akut Penyakit Dasar di luar Jantung
Pemeriksaan Klinik :
Akral dingin Akral hangat
S3 gallop/Kardiomegali Pulsasi nadi meningkat
Distensi vena jugularis Tidak terdengar gallop
Ronki basah Tidak ada distensi vena jugularis
Ronki kering
Tes Laboratorium :
EKG : Iskhemia/infark EKG : biasanya normal
Ro : distribusi edema perihiler Ro : distribusi edema perifer
Enzim jantung mungkin Enzim jantung biasanya normal
meningkat Tekanan Kapiler Paru < 18mmHg
Tekanan Kapiler Paru > 18mmHg Intrapulmonary shunting : sangat
Intrapulmonary shunting : meningkat
meningkat ringan Cairan edema/serum protein > 0,7
Cairan edema/protein serum < 0,5

Klasifikasi Edema Paru


Disertai perubahan tekanan kapiler
Kardiak
Gagal ventrikel kiri
Penyakit katup mitral
Penyakit pada vena pulmonal
Penyakit oklusi vena primer
Mediastinitis sklerotik kronik
Aliran vena pulmonal yang abnormal
Stenosis atau atresi vena congenital
Neurogenik
Trauma kepala
Tekanan intrakranial meningkat
Tekanan kapiler normal
Ketoasidosis diabetik
Feokromositoma
Pankreatitis
Obstruksi saluran nafas
Penurunan tekanan onkotik kapiler

Secara patofisiologi penyakit dasar penyebab edema paru kardiak


dibagi menjadi 3 kelompok : Peningkatan afterload (Pressure overload) :
terjadi beban yang berlebihan terhadap ventrikel pada saat sistolik.
Contohnya ialah hipertensi dan stenosis aorta; Peningkatan preload
(Volume overload) : terjadi beban yang berlebihan saat diastolik.
Contohnya ialah insufisiensi mitral, insufisiensi aorta, dan penyakit
jantung dengan left-to-right shunt (ventricular septal defect); Gangguan
kontraksi otot jantung primer : pada infark miokard akut jaringan otot
yang sehat berkurang, sedangkan pada kardiomiopati kongestif terdapat
gangguan kontraksi otot jantung secara umum.
Penyebab edema paru non kardiak secara patofisiologi dibagi
menjadi : Peningkatan permeabilitas kapiler paru (ARDS) : tenggelam,
inhalasi bahan kimia, dan trauma berat; Peningkatan tekanan kapiler paru
: pada sindrom vena kava superior, pemberian cairan berlebih, dan
transfusi darah; penurunan tekanan onkotik plasma : sindrom nefrotik
dan malnutrisi.
Klasifikasi edema paru berdasarkan mekanisme pencetus
1. Ketidak-seimbangan Starling Forces:
Peningkatan tekanan kapiler paru:
Edema paru akan terjadi hanya apabila tekanan kapiler
pulmonal meningkat sampai melebihi tekanan osmotic koloid
plasma, yang biasanya berkisar 28 mmHg pada manusia.
Sedangkan nilai normal dari tekanan vena pulmonalis adalah antara
8-12 mmHg, yang merupakan batas aman dari mulai terjadinya
edema paru tersebut. Etiologi dari keadaan ini antara lain:
a. Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan
fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral).
b. Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena
gangguan fungsi ventrikel kiri.
c. Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena
peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion
pulmonary edema).
2. Penurunan tekanan onkotik plasma.
Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal,
hati, protein-losing enteropaday, penyakit dermatologi atau
penyakit nutrisi.Tetapi hipoalbuminemia saja tidak menimbulkan
edema paru, diperlukan juga peningkatan tekanan kapiler paru.
Peningkatan tekanan yang sedikit saja pada hipoalbuminemia akan
menyebabkan edema paru.
3. Peningkatan tekanan negatif intersisial:
Edema paru dapat terjadi akibat perpindahan yang cepat dari udara
pleural, contoh yangs erring menjadi etiologi adalah:
a. Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura
(unilateral).
b. Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi
saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan end-
expiratory volume (asma).
4. Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun
klinik.
5. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult
Respiratory Distress Syndrome)
Keadaan ini merupakan akibat langsung dari kerusakan
pembatas antara kapiler dan alveolar.Cukup banyak kondisi medis
maupun surgical tertentu yang berhubungan dengan edema paru
akibat kerusakan pembatas ini daripada akibat ketidakseimbangan
Starling Force.
6. Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
7. Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, NO).
8. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan,
alpha-naphthyl thiourea).
9. Aspirasi asam lambung.
10. Pneumonitis radiasi akut.
11. Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
12. Disseminated Intravascular Coagulation.
13. Imunologi: pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin,
leukoagglutinin.
14. Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
15. Pankreatitis Perdarahan Akut.
16. Insufisiensi Limfatik:
17. Post Lung Transplant.
18. Lymphangitic Carcinomatosis.
19. Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
20. Tak diketahui/tak jelas
21. High Altitude Pulmonary Edema.
22. Neurogenic Pulmonary Edema.
23. Narcotic overdose.
24. Pulmonary embolism
25. Eclampsia
26. Post cardioversion
27. Post Anesthesia
28. Post Cardiopulmonary Bypass
(Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,2016)

D. Manifestasi klinik edema paru kardiogenik


Manifestasi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan
radiografi (foto toraks).Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun
kenyataannya secara klinik sukar dideteksi dini.Secara patofisiologi edema
paru kardiogenik ditandai dengan transudasi cairan dengan kandungan
protein yang rendah ke paru, akibat terjadinya peningkatan tekanan di
atrium kiri dan sebagian kapiler paru.Transudasi ini terjadi tanpa
perubahan pada permeabilitas atau integritas dari membran alveoli-kapiler,
dan hasil akhir yang terjadi adalah penurunan kemampuan difusi,
hipoksemia dan sesak nafas.Seringkali keadaan ini berlangsung dengan
derajat yang berbeda-beda.
Stadium 1.  Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang
prominen akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit
meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini
mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja.
Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali
mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya
saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.
Stadium 2. Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas
pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga
menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis Kerley B).
Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor intersisial, akan
lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal
oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks
bronkhokonstriksi.Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini
merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea
juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan
cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya
terdapat sedikit perubahan saja.
Stadium 3. Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat
terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak
sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan
volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left
intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia,
tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute
respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan
dengan hati-hati.Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard
Akut biasanya akibat hipertensi kapiler paru.Namun percobaan
pada anjing yang dilakukan ligasi arteriakoronaria, terjadi edema
paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah
dengan pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa
dengan menghambat cyclooxygenase atau cyclic phosphodiesterase
akan mengurangi edema' paru sekunder akibat peningkatan
permeabilitas alveolar-kapiler; pada manusia masih memerlukan
penelitian lebih lanjut. Kadangkadang penderita dengan Infark
Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya
normal; hal ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan
edema secara radiografimeskipun tekanan kapiler paru sudah turun
atau kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan
permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi
sekuncup yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung.
(Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,2006)

E. Diagnosis dan etiologi


Edema paru kardiogenik merupakan gejala yang dramatik kejadian
gagal jantung kiri.Hal ini diakibatkan oleh gangguan pada jalur keluar
atrium kiri, peningkatan volume yang berlebihan di ventrikel kiri,
disfungsi diastolic atau sistolik dari ventrikel kiri atau obstruksi pada pada
jalur keluar pada ventrikel kiri.Peningkatan tekanan di atrium kiri dan
tekanan baji paru mengawali terjadinya edema paru kardiogenik
tersebut.Akibat akhir yang ditimbulkan adalah keadaan hipoksia
berat.Bersamaan dengan hal tersebut terjadi juga rasa takut pada pasien
karena kesulitan bernafas, yang berakibat peningkatan denyut jantung dan
tekanan darah sehingga mengurangi kemampuan pengisian dari ventrikel
kiri. Dengan peningkatan rasa tidak nyaman dan usaha bernapas yang
harus kuat akan menambah beban pada jantung sehingga fungsi kardiak
akan semakin menurun, dan diperberat oleh keadaan hipoksia. Bila
kejadian ini tidak diatasi dengan segera, tingkat mortalitas edema paru
kardiogenik masih tinggi.(Sjaharudin Harun & Sally Aman
Nasution,2016)
Manefestasi klinis dapat diketahui dari:
Anamnesis.Edema paru kardiak berbeda dari ortopnea dan paroksismal
nocturnal dyspnea, karena kejadiannya yang bisa sangat cepat dan
terjadinya hipertensi pada kapiler paru secara ekstrim. Keadaan ini
merupakan pengalaman yang menakutkan bagi pasien karena mereka
merasa ketakutan, batu-batuk dan seperti seorang yang akan tenggelam.
Pasien biasnaya dalam posisi duduk agar dapat mempergunakan otot-otot
bantu nafas dengan lebih baik saat respirasi, atau sedikit membungkuk ke
depan, sesak hebat, mungkin disertai sianosis, sering berkeringat dingin,
batuk dengan sputum yang berwarna kemerahan (frothy sputum).
Pemeriksaan fisik. Dapat ditemukan frekuensi nafas yang
meningkat, dilatasi alae nasi, akan terlihat retraksi inspirasi pada sela
intercostal dan fossa supraklavikula yang menunjukkan tekanan negative
intrapleural yang besar dibutuhkan pada saat inspirasi. Pemeriksaan pada
paru akan terdengar ronki basah kasar setengah lapangan paru atau lebih,
sering disertai wheezing. Pemeriksaan jantung dapat ditemukan
protodiastolik gallop, bunyi jantung II pulmonal mengeras, dan tekanan
darah dapat meningkat.
Radiologis.Pada foto toraks menunjukkan hilus yang melebar dan
densitas meningkat disertai tanda bendungan paru, akibat edema
interstisial atau alveolar.
Foto thoraks.Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray
dada. Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih
terpusat yang menyinggung jantung dan  pembuluh-pembuluh
darah utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column, dengan
bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih
gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari
dinding dada.X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema
mungkin menunjukan lebih banyak tampakan putih pada kedua
bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasusyang lebih parah
dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan)
yang signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal
dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili
pengisian dari alveoli sebagai akibat dari  pulmonary edema,
namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang
penyabab yang mungkin mendasarinya.
Gambaran Radiologi yang ditemukan:
1. Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vascular di hilus)
2. Coarakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
3. Kranialisasi vaskuler
4. Hilus suram (batas tidak jelas)
5. Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil
atau nodul milier)

Gambar 1: Edema Intesrtitial  Gambaran underlying disease


(kardiomegali, efusi pleura, diafragma kanan letak tinggi).

Gambar 2: Kardiomegali dan edema paru


1) Infiltrat di daerah basal (edema basal paru)
2) Edema “butterfly” atau Bat’s Wing (edema sentral)

Gambar 3: Bat’s Wing


Edema localized (terjadi pada area vaskularisasi normal, pada paru
yang mempunyai kelainan sebelumnya, contoh: emfisema).
Laboratorium.Kelainan pemeriksan laboratorium sesuai dengan
penyakit dasar. Uji diagnostic yang dapat dipergunakan untuk
membedakan dengan penyakit lain misalnya asma bronkial adalah
pemeriksaan kadar BNP (brain natriuretic peptide) plasma.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan dapat menyingkirkan
penyebab dyspnea lain seperti asma bronkial akut. Pada kadar BNP
plasma yang menengah atau sedang dan gambaran radiologis yang tidak
spesifik, harus dipikirkan penyebab lain yang dapat mengakibatkan
terjadinya gagal jantung tersebut, misalnya restriksi pada aliran darah
di katup mitral yang harus dievaluasi dengan pemeriksaan penunjang
lain seperti ekokardiografi.
EKG. Pemeriksaan EKG bisa normal atau seringkali
didapatkan tanda-tanda iskemia atau infark pada infark miokard akut
dengan edema paru.Pasien dengan krisis hipertensi gambaran
elektrokardiografi biasanya menunjukkan gambaran hipertrofi ventrikel
kiri. Pasien dengan edema paru kardiogenik tetapi yang non-iskemik
biasanya menunjukkan gambaran gelombang T negatif yang lebar
dengan QT memanjang yang khas, dimana akan membaik dalam 24 jam
setelah klinis stabil dan menghiland dalam 1 minggu. Penyebab dari
keadaan non-iskemik ini belum diketahui tetapi ada beberapa keadaan
yang dikatakan dapat menjadi penyebab, antara lain: iskemia sub-
endokardial yang berhubungan dengan peningkatan tekanan pada
dinding, peningkatan akut tonus simpatis kardiak atau peningkatan
elektrikal akibat perubahan metabolik atau katekolamin.
Ekokardiografi. Gambaran penyebab gagal jantung: kelainan
katup, hipertrofi ventrikel (hipertensi), segmental wall motion
abnormally (Penyakit Jantung Koroner), dan umumnya ditemukan
dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri. Alat-alat diagnostiklain yang
digunakan dalam menilai penyebab yang mendasari dari pulmonary
edema termasuk pengukuran dari plasma B-type natriuretic peptide
(BNP) atau N-terminal pro-BNP. Ini adalah penanda protein
(hormon) yangakan timbul dalam darah yang disebabkan oleh
peregangan dari kamar-kamar jantung.Peningkatan dari BNP nanogram
(sepermilyar gram) per liter lebih besar dari beberaparatus (300 atau
lebih) adalah sangat tinggi menyarankan cardiac pulmonary
edema. Pada sisi lain, nilai-nilai yang kurang dari 100 pada
dasarnya menyampingkan gagal jantung sebagai penyebabnya.
Metode-metode yang lebih invasif adakalanya diperlukan
untuk membedakanantara cardiac dan noncardiac pulmonary
edema pada situasi-situasi yang lebih rumit dan kritis.Pulmonary
artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung yang panjang dan
tipis(kateter) yang disisipkan kedalam vena-vena besar
dari dada atau leher dan dimajukanmelalui kamar-kamar sisi
kanan dari jantung dan diletakkan kedalam kapiler-
kapiler paru atau pulmonary capillaries (cabang-cabang yang
kecil dari pembuluh-pembuluhdarah dari  paru-paru).Alat ini
mempunyai kemampuan secara langsung dalam pembuluh-
pembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge
pressure.Wedge pressure dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah
konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema, sementara wedge
pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong non-
cardiogenic cause of pulmonary edema. Penempatan kateter Swan-Ganz
dan interpretasi data dilakukan hanya pada intensive care unit (ICU)
setting.
Cara membedakan Edema Paru Kardiak (EPK) dan Edema Paru
Non Kardiak (EPNK)
EPK EPNK
Anamnesis
Acute cardiac (+) Jarang
event
Penemuan Klinis
Perifer Dingin (low flow state) Hangat (high flow
meter)
S3 (+) Nadi kuat
gallop/kardiomeg Meningkat (-)
ali Basah Tak meningkat
JVP Kering
Ronki Tanda penyakit dasar
Laboratorium
EKG Iskemia/infark Biasanya normal
Foto toraks DIstribusi perihiler Distribusi perifer
ENzim kardiak Bisa meningkat Biasanya normal
PCWP > 18 mmHg < 18 mmHg
Shunt intra Sedikit Hebat
pulmoner < 0.5 > 0.7
Protein cairan
edema

JVP: jugular venous pressure


PCWP: Pulmonary Capilory wedge pressure
(Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,2006)
F. Penatalaksanaan
1. Letakkan pasien dalam posisi duduk sehingga meningkatkan volume
dan kapasitas vital paru, mengurangi usaha otot pernafasan, dan
menurunkan aliran darah vena balik ke jantung.
2. Sungkup O2 dengan dosis 6-10 L/menit diberikan bersamaan dengan
pemasangan jalur IV dan monitor EKG (O, I, M). Nonrebreather
mask with reservoir O2 dapat menyalurkan 90-100% O2.
3. Oksimetri denyut dapat memberi informasi keberhasilan terapi
walaupun saturasi O2 kurang akurat karena terjadi penurunan perfusi
perifer. Oleh karena itu, dianjurkan melakukan pemeriksaan analisis
gas darah untuk mengetahui ventilasi dan asam basa.
4. Tekanan ekspirasi akhir positif (positive end expiratory pressure)
dapat diberikan untuk mencegah kolaps alveoli dan memperbaiki
pertukaran gas.
a. Kantung nafas-sungkup muka menggantikan simple mask bila terjadi
hipoventilasi.
b. Continuous positive airway pressure diberikan bila pasien bernafas
spontan dengan sungkup muka atau pipa endotrakea.
c. Intubasi dilakukan bila PaO2 tidak dapat dipertahankan di atas 60
mmHg walau telah diberikan O2 100%, munculnya gejala hipoksi
serebral, meningkatnya PCO2 dan asidosis secara progresif.
d. Bila TD 70-100 mmHg disertai gejala-gejala dan tanda syok, berikan
Dopamin 2-20mcg/kgBB/menit IV. Bila tidak membaik dengan
Dopamin dosis >20 mcg/kg/mnt segera tambahkan Norephinephrine
0,5-30 mcg/menit IV, sedangkan Dopamine diturunkan sampai 10
mcg/kgBB/menit. Bila tanpa gejala syok berikan Dobutamine 2-20
mcg/kgBB/menit IV.
e. Bila TD > 100 mmHg, nitrogliserin paling efektif mengurangi edema
paru karena mengurangi preload, diberikan 2 tablet masing-masing
0,4 mg sublingual atau semprot, dapat diulang 5-10 menit bila TD
tetap >90-100 mmHg. Isosorbide semprot oral bisa diberikan tetapi
nitrogliserin pasta transkutan atau isosorbid oral kurang dianjurkan
karena vasokonstriksi perifer tidak memungkinkan penyerapan yang
optimal.
f. Furosemide adalah obat pokok pada Edema paru, diberikan IV 0,5-1,0
mg/kg. Efek bifasik dicapai pertama dalam 5 menit terjadi
venodilatasi sehingga aliran (preload). Efek kedua adalah diuresis
yang mencapai puncaknya setelah 30-60 menit. Efektifitas furosemide
tidak harus dicapai dengan diuresis berlebihan. Bila furosemide sudah
rutin diminum sebelumnya maka dosis bisa digandakan. Bila dalam 20
menit belum didapat hasil yang diharapkan, ulangi IV dua kali dosis
awal dan dosis bisa lebih tinggi bila retensi cairan menonjol dan bila
fungsi ginjal terganggu.
g. Morfin sulfate diencerkan dengan 9cc NaCl 0,9%, berikan 2-4 mg IV
bila TD >100mmHg. Obat ini merupakan salah satu obat pokok pada
edema paru namun dianjurkan diberikan di rumah sakit. Efek
venodilator meningkatkan kapasitas vena, mengurangi aliran darah
balik ke vena sentral dan paru, mengurangi tekanan pengisian
ventrikel kiri (preload), dan juga mempunyai efek vasodilator ringan
sehingga afterload berkurang. Efek sedasi dari morfin sulfat
menurunkan aktifitas tulang-otot dan tenaga pernafasan. (Santoso
Karo et al, 2008)

2. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Umur:
Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan
remaja/dewasa muda
b. Riwayat masuk:
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau
batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah
menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi
yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai
klien
c. Riwayat penyakit dahulu:
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis,
pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta
penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien.
d. Pemeriksaan fisik
1. Sistem Integumen
Subyektif: -
Obyektif: kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
2. Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan
Obyektif: pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu
pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju
pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru

3. Sistem Cardiovaskuler
Subyektif: sakit dada
Obyektif: denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi,
kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung
tambahan
4. Sistem Neurosensori
Subyektif: gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif: GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
5. Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif: tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan
6. Sistem genitourinaria
Subyektif         : -
Obyektif          : produksi urine menurun/normal,
7. Sistem digestif
Subyektif         : mual, kadang muntah
Obyektif          : konsistensi feses normal/diare
a. Studi Laboratorik  :
1. Hb                               : menurun/normal
2. Analisa Gas Darah      : acidosis respiratorik, penurunan kadar
oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal
3. Elektrolit                     : Natrium/kalsium menurun/normal

8. Diagnosa yang mungkin muncul


a. Ketidakefektifan pola nafas  berhubungan dengan kelelahan dan
pemasangan alat bantu nafas
b. Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler
pulmonar
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi
mikroorganisme sekunder terhadap pemasangan selang endotrakeal
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas otot jantung
e. Disfungsi respon penyapihan ventilator berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan terhadapprosedur medis
f. Resiko terjadi trauma berhubungan dengan kegelisahan sekunder
terhadap  pemasangan alat  bantu nafas
g. Ansietas berhubungan dengan ancaman integritas biologis aktual
sekunder terhadap pemasangan alat bantu nafas
h. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan
selang endotrakeal
9. Rencana Tindakan
No Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional
1 Ketidakefektifan Pola nafas 1. Berikan HE pada 1. Informasi yang
pola nafas kembali efektif pasien tentang adekuat dapat
berhubungan setelah dilakukan penyakitnya membawa pasien
dengan keadaan tindakan lebih kooperatif
tubuh yang keperawatan dalam
lemah selama 3 × 24 2. Atur posisi semi memberikan
jam, dengan fowler terapi
kriteria hasil: 2. Jalan nafas yang
- Tidak terjadi longgar dan tidak
hipoksia atau ada sumbatan
hipoksemia 3. Observasi tanda proses respirasi
- Tidak sesak dan gejala sianosis dapat berjalan
- RR normal (16- dengan lancar.
20 × / menit) 3. Sianosis
- Tidak terdapat 4. Berikan terapi merupakan salah
kontraksi otot oksigenasi satu tanda
bantu nafas manifestasi
- Tidak terdapat ketidakadekuatan
sianosis suply O2 pada
jaringan tubuh
5. Observasi tanda- perifer .
tanda vital 4. Pemberian
oksigen secara
adequat dapat
mensuplai dan
memberikan
cadangan
6. Observasi oksigen, sehingga
timbulnya gagal mencegah
nafas. terjadinya
hipoksia.
5. Dyspneu, sianosis
merupakan tanda
terjadinya
7. Kolaborasi dengan gangguan nafas
tim medis dalam disertai dengan
memberikan kerja jantung
pengobatan yang menurun
timbul takikardia
dan capilary refill
time yang
memanjang/lama.
6. Ketidakmampuan
tubuh dalam
proses respirasi
diperlukan
intervensi yang
kritis dengan
menggunakan
alat bantu
pernafasan
(mekanical
ventilation).
7. Pengobatan yang
diberikan
berdasar indikasi
sangat membantu
dalam proses
terapi
keperawatan

2 Gangguan Fungsi 1. Berikan HE 1. Informasi yang


pertukaran Gas pertukaran gas pada pasien adekuat dapat
berhubungan dapat maksimal tentang membawa pasien
dengan distensi setelah dilakukan penyakitnya lebih kooperatif
kapiler tindakan dalam
pulmonar keperawatan memberikan
selama 3 × 24 2. Atur posisi terapi
jam dengan pasien semi 2. Jalan nafas yang
kriteria hasil: fowler longgar dan tidak
- Tidak terjadi ada sumbatan
sianosis proses respirasi
- Tidak sesak 3. Bantu pasien dapat berjalan
- RR normal (16- untuk dengan lancer
20 × / menit) melakukan 3. Posisi yang
- BGA normal: reposisi secara berbeda
 partial sering menurunkan
pressure of 4. Berikan terapi resiko perlukaan
oxygen oksigenasi akibat imobilisasi
(PaO2): 75- 4. Pemberian
100 mm Hg oksigen secara
 partial adequat dapat
pressure of mensuplai dan
carbon 5. Observasi tanda memberikan
dioxide – tanda vital cadangan
(PaCO2): 35- oksigen, sehingga
45 mm Hg mencegah
 oxygen terjadinya
content hipoksia
(O2CT): 15- 6. Kolaborasi 5. Dyspneu, sianosis
23% dengan tim merupakan tanda
 oxygen medis dalam terjadinya
saturation memberikan gangguan nafas
(SaO2): 94- pengobatan disertai dengan
100% kerja jantung
 bicarbonate yang menurun
(HCO3): 22- timbul takikardia
26 mEq/liter dan capilary refill
 pH: 7.35-7.45 time yang
memanjang/lama.
6. Pengobatan yang
diberikan
berdasar indikasi
sangat membantu
dalam proses
terapi
keperawatan
3 Resiko tinggi Infeksi tidak 1. Berikan HE pada 1. Informasi yang
infeksi terjadi setelah pasien tentang adekuat dapat
berhubungan dilakukan kondisi yang membawa pasien
dengan area tindakan dialaminya lebih kooperatif
invasi keperawatan dalam
mikroorganisme selama 3 × 24 2. Observasi tanda- memberikan
sekunder jam, dengan tanda vital. terapi
terhadap kriteria hasil: 2. Meningkatnya
pemasangan - Pasien mampu suhu tubuh dpat
selang mengurangi 3. Observasi daerah dijadikan sebagai
endotrakeal kontak dengan pemasangan selang indicator
area endotrakheal terjadinya infeksi
pemasangan 4. Lakukan tehnik 3. Kebersihan area
selang perawatan secara pemasangan
endotrakeal aseptik selang menjadi
- Suhu normal factor resiko
(36,5oC) masuknya
5. Kolaborasi dengan mikroorganisme
tim medis dalam 4. Meminimalkan
memberikan organisme yang
pengobatan kontak dengan
pasien dapat
menurunkan
resiko terjadinya
infeksi
5. Pengobatan yang
diberikan
berdasar indikasi
sangat membantu
dalam proses
terapi
keperawatan
Daftar Pustaka
Carpenito, 2014. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Frizzell, et all, 2009. Handbook of Pathophysiology. New York:
Springhouse corp
Griffiths, M. J. D, 2012. Respiratory Management in Critical Care.
London: BMJ Publishing
Hudak&Gallo, 2012. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC
Price, Wilson, 2014. Patolofisologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC
Smeltzer, BG., 2014. Brunner’s and Suddarth’s Textbook of Medical
Surgical Nursing 3 ed. Philadelpia: LWW Publisher

Anda mungkin juga menyukai