Anda di halaman 1dari 66

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tidak setiap anak yang dilahirkan di dunia ini selalu mengalami
perkembangan normal.Banyak di antara mereka yang dalam perkembangannya
mengalami hambatan, gangguan, kelambatan, atau memiliki faktor-faktor resiko
sehingga untuk mencapai perkembangan optimal diperlukan penanganan atau
intervensi khusus. Kelompok inilah yang kemudian dikenal sebagai anak
berkebutuhan khusus atau anak luar biasa.
Dalam memahami anak berkebutuhan khusus atau anak luara biasa, sangat
diperlukan adanya pemahaman mengenai jenis-jenis kecacatan (anak
berkebutuhan khusus) dan akibat-akibat yang terjadi pada penderita. Anak
berkebutuhan khusus disebut sebagai anak yang cacat dikarenakan mereka
termasuk anak yang pertumbuhan dan perkembangannya mengalami
penyimpangan atau kelainan, baik dari segi fisik, mental, emosi, serta sosialnya
bila dibandingkan dengan nak yang normal.
Perkosaan adalah kejahatan yang sangat serius. Ini adalahkejahatan yang
menginjak-injak martabat kemanusiaan. Akibat dariperkosaan tidak hanya terjadi
pada korban saja. Secara sosial, perkosaanmembuat masyara-kat semakin cemas.
Bahkan dapt menghilangkan peransosial korbannya da-lam masyarakat.
Penderitaan korban tidak hanyadialami saat terjadi kasus. Secara psikologis,
korban menderita sepanjanghidupnya. Ia bisa menjadi depresi, kecemasan yang
berkepanjanganbahkan dapat mendorongnya un-tuk melakukan tindakan bunuh
diri. Bahkan bagi korban yang dapat bertahan secara mental masih jugamendapat
stigma negatif dari masyarakat. Bagi yang kasusnya terekspos,mereka mengalami
perkosaan kedua oleh media, polisi dan penegakhukum (saat pro ses penyidikan
hingga pengadilan).Ironisnya perkosaan termasuk kejahatan yang sangat sering
terjadi.
Kasus perkosaan menempati peringkat nomor 2 setelah pembunuhan (Dar-win
dalam Sulistyaningsih dan Fatchurohman, 2002). Data Komnas Perem-puan da ri
1998-2010 menunjukkan bahwa perkosaan adalah jeniskekerasan seksual yang

1
paling banyak terjadi. Mencapai ebih dari 50persen dari selu-ruh kasus yang
didokumentasikan dan terpilah. Atauterdapat 4.845 kasus (Komnas Perempuan,
2011)
Setiap keluarga memimpikan dapat membangun keluarga harmoni, bahagia
dan saling mencintai, namun pada kenyataannya banyak keluarga yang merasa
tidak nyaman, tertekan dan sedih karena terjadi kekerasan dalam keluarga, baik
kekerasan yang bersifat fisik, psikologis, seksual, emosional, maupun
penelantaran. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dapat disebabkan oleh
faktor internal dan eksternal, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama,
terlebih-lebih di era terbuka dan informasi yang kadangkala budaya kekerasan
yang muncul lewat informasi tidak bisa terfilter pengaruh negatifnya terhadap
kenyamanan hidup dalam rumah tangga.Adanya kekerasan dalam lingkup
keluarga, dpat memberikan dampak yang cukup  besar bagi keangsungan hidup
korban

1.2 Rumusan Masalah


1. Anak dengan kebutuhan khusus ?
2. Definisi pemerkosaan ?
3. Jenis-jenis pemerkosaan ?
4. Faktor yang mempengaruhi pemerkosaan ?
5. Dampak dari pemerkosaan ?
6. Pencegahan dan pemulihan korban pemerkosaan ?
7. Definisi KDRT ?
8. Bentuk KDRT ?
9. Faktor yang mempengaruhi KDRT ?
10. Dampak KDRT ?
11. Pencegahan dan pemulihan KDRT ?
12. Dasar hukum pemerkosaan dan KDRT ?
13. Asuhan keperawatan dari setiap kasus ?

2
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
1. Mahasiswa/i mampu memahami dan menjelaskan tentang anak kebutuhan
khsusus (RM, Down Syndrome, dan Child abuse)
2. Mahasiswa/i mampu memahami dan menjelaskan definisi beserta jenis
dari pemerkosaan dan KDRT
3. Mahasiswa/i mampu memahami dan menjelaskan faktor beserta dampak
pada pemerkosaan dan KDRT
4. Mahasiswa/i mampu menjelaskan pencegahan beserta pemulihan pada
pemerkosaan dan KDRT
5. Mahasiswa/i mampu memahami asuahan keperawatan dari setiap kasus
yang didapat

1.4 Manfaat Penulisan Makalah


Karya tulis ini diharapkan bisa menambah referensi dan informasi dalam bidang
kesehatan, serta dapat dijadikan tambahan ke perpustakaan dalam pengembangan
karya tulis selanjutnya, khususnya mahasiswa/i Universitas Bhakti Kencana
Bandung

3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Anak Dengan Kebutuhan Khusus
A. Retardasi Mental
1. Pengertian Retardasi Mental
Retardasi Mental (RM) adalah fungsi intelektual di bawah angka 7,
yang muncul bersamaan dengan kurangnya perilaku adaftif, serta
kemampuan berdaptasi dengan kehidupan sosial sesuai tingkat
perkembangan dan budaya.(Menurut Maslim (2004) dalam buku
AH.Yusuf 2015), RM adalah suatu keadaan perkembangan jiwa yang
terhenti atau tidak lengkap yang terutama ditandai oleh terjadinya kendala
keterampilan selam masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada
tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif,
bahasa, motoric, dan sosial.
Anak RM mengalami keterbatasan sosialisasi akibat tingkat
kecerdasan yang rendah ( menurutSoetjiningsih, (1998) dalam buku
AH.Yusuf 2015). Kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungan sangat
dipengaruhi oleh kecerdasan.Anak RM dengan tingkat kecedasan di bawah
normal dan mengalami hambatan dalam bersosialisasi. Factor lain adalah
kecenderungan mereka diisilolasi (dijauhi) oleh lingkungannya. Anak
sering tidak di akui secara penuh sebagai individu dan hal tersebut
memengaruhi proses pembentukan pribadi. Anak akan berkembangn
menjadi individu dengan ketidak mampuan menyesuaikan diri terhadap
tuntutan sekolah, keluarga, masyarkat, dan terhadap dirinya sendiri.

2. Klasifikasi Retardasi Mental


Klasifikasi didasarkan pada tingkat kecerdasan terdiri atas
keterbelakangan ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Kemampuan
kecerdasan anak RM kebanyakan diukur dengan tes Stanford Binet dan
Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC) (Somantri, 2007).

4
Menurut Somantri (2007), klasifikasi anak RM adalah sebagai berikut :
1. RM ringan
Menurut Binet dalam Somantri (2007), RM ringan disebut juga Moron
atau Debil, memiliki Intelligence Quotient (IQ) antara 52-68,
sedangkan menurut WISC, IQ antar 55-69. Perkembangan motoric
anak tunagrahita mengalami keterlambatan, Somantri (2007)
menyatakan bahwa, “Semakin rendah kemampuan intelektual
seseorang anak, maka akan semkain rendah pula kemampuan
motoriknya, demikian pula sebaliknya .”

2. RM sedang
RM sedang disebut juga imbesil yang memiliki IQ 36-51
berdasarkan sekala Binet, sedangkan menurut WISC memiliki IQ 40-
45. Anak ini bisa mencapai perekmbangan kemampuan mental
(Mental Age---MA)sampai kurang lebih dari 7 tahunan, dapat
mengurus dirirnya sendiri, melindungi dirinya sendiri dari bahaya
seperti kebakaran, berjalan di jalan raya, dan berlindung dari hujan.

3. RM berat
RM berat atau di sebut idiot, menurut Binet memiliki IQ antara 20-
32 dan menurut WISC antara 25- 39.

4. RM sangat berat
Level RM ini memiliki IQ di bawah 19 menurut Binet dan IQ di
bawah 24 menurut WISC.Kemempuan mental atau MA maksimal
yang dapat diukur kurang dari tiga tahun. Anak yang mengalami hal
ini memerlukan bantuan perawatan secara total dalam berpakaian,
mandi, dan makan, bahkan memerlukan perlindungan diri sepanjangan
hidupnya.

5
Tingkat retardasi mental dalam pedoman penggolongan dan
diagnosis gangguan jiwa III 2007 (PPDG J-III) yang ditunjukkan
dalam berikut :

Nama HI (IQ) Tingkat


Sangat >130 Tinggi sekali
superior

Superior 110-130 Tinggi

Normal 86-109 Normal

Bodoh, 68-85 Taraf pembatasan


bebal

Debilitas 52-68 RM ringan

Imbesillitas 36-51 RM sedang

20-35 RM berat

Idiosi <20 RM sangat berat

3. Ciri Pertumbuhan dan Perkembangan Retardasi Mental


a. Retardasi Mental
1) Umur 0-5 tahun (pematangan dan perkembangan).
Dapat mengembangkan keterampilan sosial dan komunikasi,
keterbelakangan minimal dalam bidang sensoris motorik. Anak
yang mengalami retardasi mental sering tidak dapat dibedakan dari
normal hingga usia lebih tua.

2) Umur 6-20 tahun (latihan dan pendidikan).


Dapat belajar keterampilan akademik sampai kira-kira kelas 6 pada
umur belasan tahun (dekat umur 20 tahun), serta dapat dibimbing
kea rah konformitas sosial.

6
3) Masa dewasa, yaitu 21 tahun atau lebih (kecukupan sosial dan
pekerjaan).
Biasanya dapat mencapai keterampilan sosial dan pekerjaan yang
cukup untuk mencari nafkah, tetapi memerlukan bimbingan dan
bantuan bila mengalami setres sosial ekonomi yang luar biasa.

b. Retardasi Mental Sedang


1) Umur 0-5 tahun (pematangan dan perkembangan).
Perkebangan motorik kurang, bicara minimal.Pada umumnya tak
dapat dilatih untuk mengurus diri sendiri, keterampilan komunikasi
tidak ada atau hanya sedikit sekali.

2) Umur 6-20 tahun (latihan dan pendidikan)


Dapat berbicara atau belajar berkomunikasi, dapat dilatih dalam
kebiasaan kesehatan dasar, serta dapat dilatih secara sistematik
dalam kebiasaan.

3) Masa dewasa, yaitu 21 tahun atau lebih (kecukupan sosial dan


pekerjaan).
Dapat mencapai sebagai dalam mengurus diri sendiri di bawah
pengawasan penuh, dapat mengembangkan secara minimal
berguna keterampilan menjaga diri dalam lingkungan yang
terkontrol.

c. Retardasi Mental Berat


1) Umur 0-5 tahun (pematangan dan perkembangan).
Retardasi berat, kemampuan minimal untuk berfungsi dalam
bidang sensoris-motorik, membutuhkan perawatan.

2) Umur 6-20 tahun (latihan dan pendidikan)

7
Perkembanggan mtorik sedikit, dapat bereaksi terhadap latihan
mengurus diri sendiri secara minimal atau terbatas.

3) Masa dewasa 21 tahun atau lebih (kecukupan sosial dan pekerjaan)


Perkembangan motoric dan bicara sedikit, dapat mengurus diri
sendiri secara sangat terbatas, membutuhkan perawatan.
Menurut penilaian program pendidikan, retardasi mental dapat
diklasifikasikan sebagi berikut:

1. Tunagrahita mampu didik (enducable)


Anak tunagrahita mampu didik adalah anak tunagrahita yang
mampu tidak mampu mengikuti pada program sekolah biasa, tetapi
ia masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui
pendidikan walaupun hasilnya tidak maksimal. Anak di harapkan
mampu untuk belajar membaca dan menulis pada tingkat SD tetapi
dengan langkah yang labat.Kemampuan dapat dikembangkan pada
anak tunagrahita mampu didik antara lain membaca, menulis,
mengeja, dan berhitung.Selain itu, menyesuaikan kerja di
kemudian hari.

2. Tunagrahita mampu latih (custodial)


Merupakan anak tunagrahita yang hanya dapat dilatih untuk
mengurus diri sendiri melalui aktivitas kehidupan sehari-hari, serta
melakukan fungsi sosial kemasyarakatan menurut
kemampuannya.Anak diharapkan mampu belajar hanya beberapa
kata dan keterampilan berhitung yang sangat terbatas.Mereka
diharapkan mampu untuk mejadi semi mandiri melalui pemberian
latihan keterampilan dengan tahap yang terbaik.

3. Tunagrahita mampu rawat (trainable)

8
Tunagrahita mampu rawat adalah tunagrahita yang memiliki
kecerdasan sangat rendah sehingga ia tidak mampu mengurus diri
senditri atau sosialisasi. Oleh karenanya, mengurus kebutuhan diri
sendiri sangat membutuhkan orang lain. Anak tunagrahita mampu
rawat membutuhkan perawatan sepenuhnya sepanjang hidupnya,
karena ia tidak mampu trus hidup tanpa bantuan orang lain.
4. Etiologi
Menurut Maramis (2010), factor penyebab retardasi mental yaitu sebagai
berikut.
1. Faktor genetic
Abnormalitas kromosom yang paling umum menyebabkan retardasi
mental adalah syndrome down yang ditandai oleh adanya kelebihan
kromosom atau kromosom ke tiga pada pasangan kromosom ke- 21,
sehingga mengakibatkan jumlah kromosom menjadi SyndromeFragile
X, yang merupakan tipe umum dari retardasi menatal yang diwariska.
Gangguan ini disebabkan oleh mutasi gen pada kromosom X. Gen
yang rusak berada pada area kromosom yang tampak rapuh, sehingga
disebut Syndrom Fragile X. Syndrome ini menyebabkan retardasi
mental pada 1.000 – 1.500 pria dan hambatan mental pada setiap 2.000
-2.500 perempuan.

Phenylketonuria (PKU) merupakan gangguan genetik yang terjadi


pada satu diantara 10.000 kelahiran.gangguan ini disebabkan adanya
satu gen resesif yang menghambat anak untuk melakukan
metabolisme. Konsekuensinya, Phenilalani dan turunanya asam
Phenilpyruvic, menumpuk dalam tubuh, serta menyebabkan kerusakan
pada system saraf pusat yang mengakibatkan retardasi mental dan
gangguan emosional
2. Faktor Prenatal
Menyebabkan retardasi metal saat prenatal adalah infeksi dan
penyalahguaan obat selama ibu mengandung. Infeksi yang biasanya

9
terjadi adalah rubella, yang dapat menyebabkan kerusakan
otak.Penyakit ibu juga dapat meyebabakan retardasi mental, seperti
sifilis, herpes genital, hipertensi, diabetes mellitus, anemia,
tuberculosis paru.Narkotik, alcohol, dan rokok yang berlebihan serta
keadaan gizi dan emosi pada ibu hamil juga sangat berpengaruh pada
terjadinya retardasi mental.
3. Faktor Perinatal
Retadasi mental yang deisebabkan oleh kejadian yang terjadi pada saat
kelahiran adalah luka-luka pada saat kelahiran, sesak nafas (asfiksia),
dan lahir prematur, serta proses kelahiran yang lama.
4. Factor Pascanatal
Banyak sekali factor pascanatal yang dapat menimbulkan kerusakan
otak dan mengakibtkan terjadinya retadasi mental. Termasuk
diantaranya adalah infeksi (meningitis, ensefalitis, meninguensefalitis,
dan infeksi pada bagian tubuh lain yang menahun), trauma kapitis,
tumor otak kelainan tulang tenggorokan, dan keracunan pada otak.
Kesehatan ibu yang buruk dan teralalu sering melahirkan merupakan
berbagai macam komplikasi kelahiran seperti bayi bayi lahir prematur,
perdarahan postpartum, dan lain sebagainya.
5. Rudapaksa (trauma) dan/ atau sebab fisik lain.
Rudapaksa sebelum lahir serta juga trauma lain, seperti sinar X, bahan
kontrasepsi, dan usaha melakukan abortus dapat mengakibatkan
kelainnan dengan RM. Rudapaksa setelah melahirkan tidak begitu
sering mengakibatkan retardasi mental.
6. Gangguan metabolisme, pertumbuhan, atau gizi.
Semua retadasi mental yang langsung disebabkan oleh gangguan
metabolisme (misalnya gangguan metabolisme lemak, karbohidrat, dan
protein), serta pertumbuhan atau gizi termasuk dalam kelompok
ini.Gangguan gizi yamg berat dan berlangsung lama sabelum umur 4
tahun sangat mempengaruhi perkembangan otak serta dapat
mengakibatkan retadasi mental.Keadaan dapat diperbaiki dengan

10
meperbaiki sebelum umur 6 tahun.Sesudah ini biarpun anak itu
dibanjiri dengan makan bergizi, intelegensi yang rendah itu sudah
sukar ditingkatkan.
7. Penyakit otak yang nyata (stelah kelahiran).
Kelompok ini temasuk retadasi metal akibat tumor / kanker (tidak
termasuk pertumbuhan sekunder karena rudapaksa atau peradangan)
dan beberapa reaksi sel-sel otak yang nyata, tetapi yang belum
diketahui betul penyebabnya (diduga turunan).

5. Karakteristik Retardasi Mental


Menurut Somantri (2007), beberapa karakteristik anak retardasi mental
sebagai berikut:
1) Keterbatasan kecerdasan
Dengan adanya ketebatasan kemampuan berfikir, mereka
mengalami kesulitan belajar. Masalah yang sering dirasakan terkait
proses belajar mengajar diantaranya kesulitan menangkap
pelajaran, kesulitan dalam belajar yang baik, dan sebagainya.
Kapasitas anak retardasi mental terutama yang bersifat abstrak
seperti berhitung, menulis, dan membaca juga terbatas, serta
kemapuan belajarnya cenderung tanpa pengertian atau cenderung
belajar dengan membeo.
2) Keterbatasan sosial
Dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus, memelihara, dan
memimpin diri waktu masih kanak-kanak, mereka harus dibantu
terus menerus, disuapi makanan, dipasangkan dan ditanggali
pakaian,disingkirkan dari bahaya, diawasi waktu bermain dengan
anak lain, bahkan ditunjuki terus apa yang harus dikerjakan.
Mereka bermain dengan teman-teman yang lebih muda, karena
tidak dapat bersaing dengan teman sebayanya.Tanpa bimbingan
dan pengawasan, mereka dapat terjerumus ke dalam tingkah laku

11
yang terlarang terutama mencuri, merusak, dan pelanggaran
seksual.
3) Keterbatasan fungsi mental lainnya
Memerlukan waktu lebih lama untuk melaksanakan reaksi pada
situasi yang belum dikenalnya, keterbatasan penguasaan bahasa,
kurang mampu untuk mempertimbangkan sesuatu, membedakan
antara baik dan buruk, serta membedakan yang benar dan salah.

Menurut Delphie (2005), karakteristik retardasi mental adalah


sebagai berikut.

1) Pada umumnya, anak dengan gangguan perekembangan


mempunyai pola perkembangan perilaku yang tidak sesuai dengan
kemampuan potensialnya.
2) Anak dengan gangguan perkembangan mempunyai kelainan
perilaku maladaptive, yang berkaitan dengan sifat agresif secara
verbal atau fisik, perilaku yang suka menyakiti diri sendiri,
perilaku suka menghindarkan diri dari orang lain, suka menyendiri,
suka mengucapkan kata atau kalimat yang tidak masuk akal atau
sulit dimengerti maknannya, rasa takut yang tidak menentu sebab
akibatnya, selalu ketakutan, serta sikap suka bermusuhan.
3) Pribadi anak dengan gangguan perkembangan mempunyai
kecenderungan yang sangat tinggi untuk melakukan tindakan yang
salah.
4) Masalah yang berkaitan dengan kesehatan khusus seperti
terhambatnya perkembangan gerak, tingkat pertumbuhan yangb
tidak normal, kecacatan sensori, khususnya pada persepsi
penglihatan dan pendengaran sering tamapak pada anak dengan
gangguan perkembangan.
5) Sebagian dari anak dengan gangguan perkembangan mempunyai
kelainan penyerta serebral palsi, kelainan saraf otot yangb
disebabkan oleh kerusakan bagian tertentu pada otak saat

12
dilahirkan ataupun saat awal kehidupan. Mereka yang tergolong
memiliki serebral palsi mempunyai hambatan pada intelektual,
masalah berkaitan dengan gerak postur tubuh, pernapasan, mudah
kedinginan, buta warana, kesulitan berbicara disebabkan adanya
kekejangan otot-otot mulut (artikulasi), serta kesulitan sewaktu
mengunyah dan menelan makanan yang keras seperti permen karet,
popcorn, sering kejang otot (seizure).
6) Seacara keseluruhan, anak dengan gangguan perkembangan
memepunyai kelemahan pada sebagai berikut.
a) Keterampilan gerak.
b) Fisik yang kurang sehat.
c) Koordinasi gerak.
d) Kurangnya perasaan percaya terhadap situasi dan keadaan
sekelilingnya.
e) Keterampilan kasar dan harus motor yang kurang.
7) Dalam aspek keterampilan sosial, anak dengan gangguan
perkembangan umumnya tidak mempunyai kemampuan sosial,
antara lain suka menghindar dari keramaian, ketergantungan hidup
pada keluarga, kurannya kemampuan mengatasi marah, rasa takut
yang berlebihan, kelainan peran seksual, kurang mampu berkaitan
dengan kegiatan yang melibatkan kemampuan intelektual, dan
mempunyai pola perilaku seksual secara khusus.
8) Anak dengan gangguan perkembangan mempunyai keterlabatan
pada berbagai tingkat dalam pemahaman dan penggunaan bahasa,
serta masalah bahasa dapat memengaruhi perkembangan
kemandirian dan dapat menetap hingga pada usia dewasa.
9) Pada beberapa anak dengan gangguan perkembangan mempunyai
keadaan lain yang menyertai, seperti autisme, serebral palsi,
gangguan perkembangan lain (nutrisi, sakit dan penyakit,
kecelakaan dan luka), epilepsy, dan disabilitas fisik dalam berbagai
porsi.

13
6. Tanda dan Gejala Retardasi Mental
Gejala anak retardasi mental, antara lain sebagai berikut :
a. Lamban dalam mempelajari hal baru, mempunyai kesulitan dalam
mempelajari pengetahuan abstrak atau yang berkaitan, dengan selalu
cepat lupa apa yang dia pelajari tanpa latihan yang terus-menerus.
b. Kesulitan dalam menggeneralisasikan dan mempelajari hal-hal baru.
c. Kemempuan bicaranya sangat kurang baik bagi anak RM berat.
d. Cacat fisik dan perkembangan gerak. Kebanyakan anak dengan
retardasi mental berat memepunyai keterbatasan dalam gerak fisik, ada
yang tidak dapat berjalan, tidak dapat berdiri, atau bangun tanap
bantuan. Mereka lambat dalam mengerjakan tugas-tugas yang sangat
sederhan, sulit untuk menjangkau sesuatu, dan mendongakkan kepala.
e. Kemampuan kurang dalam menolong diri sendiri. Sebagian dari anak
retardasi mental berat sangat sulit untuk mengurus diri sendiri, seperti
berpakaian, makan, dan mengurus kebersihan diri. Mereka selalu
memerlukan latihan khusus untuk mempelajari kemampuan dasar.
f. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak tunagrahita ringan
dapat bermain bersama dengan anak regular, tetapi anak yang
mempunyai retardasi mental berat tidak melakukan hal tersebut,. Hal
itu mungkin disebabkan kesulitan bagi anak retardasi mental dalam
memberikan perhatian terhadap lawan main.
g. Tingkah laku kurang wajar yang terus-menerus. Banyak anak retardasi
mental berat beringkah laku tanpa tujuan yang jelas. Kegiatan mereka
seperti ritual, misalnya memutar-mutar jari di depan wajahnya dan
melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri, misalnya menggit
diri sendiri, membentur-benturkan kepala, dan lain-lain.

7. Penanganan Retardasi Mental


a. Pencegahan Primer
Dengan dilakukan pendidikan kesehatan pada masyarakat, perbaikan
keadaan sosial ekonomi, konseling gentik, dan tindakan kedokteran,

14
misalnya prenatal, pertolongan, persalinan, pengurangan kehamilan,
pada wanita adolesen dan di antara usia 40 tahun, serta pencegahan
radang otak pada anak-anak.
b. Pencegahan Sekunder
Meliputi diagnosis dan pengobatan dini pada keadaan yang
menyebabakan terjadinya retardasi mental.
c. Pencegahan Tertier
Meliputi latihan dan pendidikan di sekolah luar biasa, obat-obatan
neuroleptika, serta obat yang dapat meperbaiki mikrosirkulasi dan
metabolisme otak.
B. Down Syndrome
1. Definisi

Down Syndrome merupakan kelainan kromosom autosomal yang


paling banyak terjadi pada manusia (Soetjiati, 1998) Down Syndrome
dapat terjadi pada semua Ras. Dikatakan bahwa angka kejadiannya pada
bangsa kulit putih lebih tinggi dari kulit hitam, tetapi perbedaan ini tidak
bermakna. Sedangkan angka kejadian pada berbagai golongan sosial
ekonomi adalah sama.

2. Etiologi

Selama satu abad sebelumnya banyak hipotesis tentang penyebab


Down Syndrome yang dilaporkan. Tetapi semenjak ditemukan adanya

15
kelainan kromosom pada Down Syndrome pada 1959, maka sekarang
perhatian lebih dipusatkan pada kejadian “Non Disjunctional” sebagai
penyebabnya, yaitu:

1. Genetik.
Diperkirakan terdapat Predisposisi genetik terhadap “Non
Disjunction”. Bukti yang mendukug teori ini adalah berdasarkan atas
hasil penelitian epidemologi yang menyarankan adanya peningkatan
resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan Down
Syndrome.
2. Radiasi.
Radiasi dikatakan salah satu penyebab terjadinya “Non Disjunction”
pada Down Syndrome ini. Uchida 1981 (dikutip Pueschel dkk.)
menyatakan bahwa sekitar 30% ibu yang melahirkan anak dengan
Down Synrome, pernah mengalami Radiasi daerah perut sebelum
terjdinya Konsepsi. Sedangkan peneliti laintidak mendapatkan adanya
hubungan antara radiasi dengan penyimpangan Kromosom.
3. Infeksi.
Infeksi juga disebut sebagai salah satu penyebab terjadinya Down
Syndrome. Sampai saat ini belum ada penelitian yang mampu
memastikan bahwa virus dapat mengakibatkan terjadinya “Non
Disjunction”.
4. Autoimun.
Faktor lain yang diperkirakan sebagai etiologi Down Syndrome adalah
Autoimun. Terutama Autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan
dengan tiroid. Penelitian Fialkow 1966 (dikutip dari Pueschel dkk.)
secara konsisten mendapatkan adanya perbedaan Autoimun tiroid pada
ibu yang melahirkan anak dengan Down Syndrome dengan ibu kontrol
yang umurnya sama
5. Umur Ibu.
Apabila umur ibu diatas 35 tahun, diperkirakan terdapat perubahan
hormonal yang dapat menyebabkan “Non Disjunction pada kromosom.

16
Perubahan endokrin, seperti meningkatnya sekresi androgen,
menurunya kadar hidroepiandrosteron, menurunnya konsentrasi
estradiol sistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormon.
6. Umur Ayah.
Selain pengaruh umur ibu terhadap Down Syndrome, juga dilaporkan
adanya pengaruh dari umur ayah. Penelitian Sitogenetik pada orang tua
dari anak dengan Down Syndrome mendapat bahwa 20-30% kasus
ekstra kromosom 21 bersumber dari ayahnya. Tetapi korelasinya tidak
setinggi dengan umur ibu.

3. Gejala Klinis

Berat badan bayi dengan Down Syndrome pada umumnya kurang dari
normal. Diperkirakan 20% kasus mempunyai berat badan lahir kurang dari
2500gr.

4. Tumbuh kembang anak dengen Down Syndrome


Kecepatan pertumbuhan fisik anak dengan Down Syndrome lebih
rendah dibandingkan dengan anak normal. Perlu dilakukan pemantauan
pertumbuhannya secara berkelanjutan pada anak ini, karena sering disertai
juga dengan adanya hipotiroid. Sehingga kalau pertumbuhannya kurang
dari yang diharapan, sebaiknya diperiksa kadar tiroidnya. Selain itu, anak
dengan Down Syndrome sering ditemukan yang disertai masalah pada
saluran pencernaan atau dengan penyakit jantung bawaan yang berat.

Gangguan makan juga dapat terjadi pada masa anak yang disertai
dengan kelainan kongenital yang lain, sehingga berat badannya sulit naik
pada masa bayi/prasekolah. Tetapi setelah masa seolah atau pada masa
remaja, malah sering terjadi obesitas.

Pada Umumnya perkembangan anak dengan Down Syndrome, lebih


lambat dari yang normal. Beberapa faktor seperti kelainan jantung
kongenital, hipotonia yang berat, masalah biologis atau lingkungan lainnya

17
dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan motorik dan
keterampilan untuk mendorong diri sendiri. Penelitian terakhir yang tidak
sependapat dengan kesan sebelumnya, bahwa anak dengan Down
Syndrome selalu disertai dengan Retardasi Mental yang berat. Tetapi
kebanyakan mereka disertai dengan retardasi mental yang ringan-sedang.
Beberapa anak bahkan taraf IQ nya hanya sedikit yang retardasi mental
berat. Sedangkan perilaku anak dengan Down Syndrome tidak
menunjukan tempramen yang berbeda dengan anak yang normal.
Demikian pula perilaku sosialnya mempunyai pola interaksi yang sama
dengan anak normal sebayanya. Walaupun tingkat responnya berbeda
secara kuantitatif, tetapi polanya adalah hampir sama.

5. Diagnosis
Diagnosis dari Down Syndrome berdasarkan atas adanya gejala-gejala
klinis yang khas, serta ditunjang oleh pemeriksaan kromosom. Kadang-
kadang diperlukan pemeriksaan rediologi pada kasus yang tidak khas.
Pada pemeriksaan rediologi, didapatkan

6. Penatalaksanaan
Anak dengan Down Syndrome diperlukan penanganan secara
multidisiplin. Selain penanganan secara medis, pendidikan anak juga perlu
mendapat perhatian, disamping partisipasi dari keluarganya.

7. Penanganan Secara Medis


Anak dengan kelainan ini memerlukan perhatian dan penanganan medis
yang sa,a dengan anak yang normal. Mereka memerlukan pemeliharaan
kesehatan, imuniasai kedaruratan medis, serta dukungan dan bimbingan
dari keluarganya. Tetapi terdapat beberapa keadaan dimana anak dengan
Down Syndrome memerlukan perhatian khusus, yaitu dalam hal :

18
a. Pendengarannya
70-80% anak Down Syndrome dilaporkan terdapat gangguan
pendengaran. Oleh karenanya diperlukan pemeriksaan telingan sejak
awal kehidupannya, serta dilakukan tes pendengarannya secara
berkala.
b. Penyakit jantung bawaan
30-40% anak dengan Down Syndrome disertai dengan penyakit
jantung bawaan. Mereka memerlukan penanganan jangka panjang oleh
seorang ahli jantung anak.
c. Nutrisi
Beberapa kasus, terutama yang disertai kelainan kongenital yang berat
lainnya, akan terjadi gangguan pertumbuhan pada masa
bayi/prasekolah. Sebaliknya, terjadi kasus Obseitas pada masa remaja
atau setelah dewasa. Sehingga diperlukan kerja sama dengan ahli gizi.
d. Kelainan tulang
Kelainan tulang juga dapat terjadi pada Down Syndrome, yang
mencakup dislokasi patela, sublokasio pangkal paha atau
ketidakstabilan atlantoaksial, bila keadaan yang terakhir ini sampai
menimbulkan depresi medula spinalis, maka diperlukan pemeriksaana
radiologis untuk memeriksa spina servikalis dan diperlukan konsutasi
neurologis.
e. Lain-lain
Aspek lain yang memerlukan konsultasi dengan ahlinya, meliputi
masalah imunologi, gangguan fungsi metabolisme atau kekacauan
biokimiawi.
8. Penyuluhan pada orang tua.

Begitu diagnosis Down Syndrome ditegakan, para dokter harus


menyempaikan hal ini secara bijaksana dan jujur. Penjelasan sangat
menentukan adaptasi dan sikap orangtua selanjutnya. Dokter atau
perawat juga harus menyadari bahwa pada waktu memberi penjelasan
yang pertama kali, reaksi orangtua bervariasi. Penjelasan pertama

19
sebaiknya singkat, oleh karena itu, mungkin orang tua masih belum
mampu berpikir secara nalar. Dokter atau Perawat harus menjelaskan
bahwa Down Syndrome adalah individu yang mempunyai hak yang
sama dengan anak normal, serta pentingnya kasih sayang dan
pengasuhan orangtua. Orangtua harus diberitahu bahwa fungsi
motorik, perkembangan mental dan bahasa biasanya terlambat pada
Down Syndrome. Orangtua juga harus dibesarkan hatinya agar mau
menerima dan mau terbuka tentang masalah ini

9. Pencegahan
Konseling genetik pada kehamilan yang dicurigai, akan sangat
membantu menguragi angka kejadian Down Syndrome. Saat ini
dengan kemajuan biologi molekular, misalnya dengan “gene
targeting” atau yang dikenal juga “hemologous recombination”
sebuah genedapat di non aktifkan. Tidak terkecuai saat nanti, gen-gen
yang terdapat diujung lengan panjang kromosom 21 yang bertanggung
jawab terhadap munculnya fenotip Down Syndrome dapat di non
aktifkan.

C. CHILD ABUSE
1. Pengertian

Child abuse merupakan salah satu masalah family violence, juga


dikenal dengan kekerasan fisik pada anak-anak(yosef iyus dan sut). Anak-
anak yang mengalami kekerasan diidentifikasi sebagai masalah sosial pada
abad ke-19. Banyak sekali jenis dari child abuse diantaranya physical
abuse, emotional abuse, sexual abuse, dan neglect. Penyebab dari child
abuse masih belum diketahui, hasil penelitian Lipman, Ellen at.all(2001)
menyatakan bahwa kejadian child abuse pada ibu yang menikah dengan
yang single parent sama saja, tetapi lebih dipengaruhi oleh masalah
kemiskinan dan kejiwaan dari ibunya sendiri. Child abuse dibagi dua
bagian yaitu anak sebagai korban dan sebagai saksi atau yang

20
menyaksikan perilaku kekerasan. Dibawah dijelaskan efek perilaku anak
yang menyaksikan perilaku kekerasan, yaitu
Perilaku anak akibat mengalami atau menyaksikan kekerasan pada anak :

Bayi Pra sekolah Usia sekolah Remaja

1. gangguan 1. perasaan tidak 1. peningkatan 1. perasaan


kasih sayang aman penggunaan marah, malu
kekerasan dan
pengkhianata
n

2. gangguan 2. teriakan, mudah 2.melakukan 2. bolos


pola tidur marah, kekerasan di dalam sekolah,
dan makan bersembunyi,bicara rumah aktivitas
gagap, tanda-tanda seksual dini,
terror penyalahgun
aan zat,
kenakalan
remaja

3. resiko 4.perilaku cemas 3. malu 3. kurang


injuri fisik berespon

4. masalah 5.memisahkan diri 4. mengganggu, 4.kehilangan


makan dan dan ansietas tinggi kurang perhatian dan memori masa
tidur waspada kecil

5. sering 6. insomnia,tidur 5.respon emosional 5. sikap


menangis berjalan, mimpi

21
buruk,dan ngompol yang abnormal bertahan

6. keluhan 6. perhatian
psikosomatik rendah

7. tidak
kooperatif,curiga dan
perilaku

2. Tipe-tipe child abuse


a. Kekerasan fisik pada anak sering diakibatkan dari berbagai
hukuman yang tidak rasional seperti; memukul anak ketika
menangis, secara sengaja menyerang anak termasuk menggigit,
memotong, memukul dengan dahan atau menyiram dengan air
panas.
b. Korban sering terdapat tanda-tanda luka lama (seperti scar, fraktur
yang tidak mendapatkan perawatan, luka yang komplek) dimana
penjelasan yang diberikan oleh orang tua atau pengasuh tidak jelas.
c. Kekerasan seksual meliputi perilaku seksual yang dilakukan
seorang dewasa pada anak-anak dibawah usia 18 tahun. Contohnya
adalah incest,perkosaan, dan sodomi dilakukan secara langsung
oleh seseorang atau dengan benda, kontak oral-genital, dan

22
tindakan penganiayaan. Kekerasan seksual dapat terjadi sekali atau
berulang-ulang. Tipe berulang-ulang kekerasan meliputi eksploitasi
seperti membuat, mempromosikan dan menjual pornografi.
d. Kekerasan pada anak dengan pengabaian rata-rata adalah
penganiayaan termasuk di dalamnya menolak membawa
kepelayanan kesehatanatau menunda datang ke pelayanan
kesehatan, supervise yang tidak adekuat, ekploitasi hukuman,
member ijin anak untuk membolos,tidak dapat bergaul dengan
teman sebayanya di sekolah.
e. Kekerasan psikologis termasuk ancaman verbal seperti
menyalahkan, teriakan, nama panggilan dan menggunakan
sindiran. Kekerasan emosional sering dikaitkan dengan tipe
kekerasan yang lain seperti kekerasan fisik dan kekerasan seksual.
Terpapar orang tua yang pecandualcohol, penyalahgunaan obat-
obatan, dan pengabaian juga termasuk dalam kategori ini.
f.
3. Gambaran klinis
1. Orang tua yang melakukan kekerasan pada anak sering di latar
belakangi oleh ilmu dan keterampilan yang rendah.
2. Mereka tidak memahami kebutuhan anak atau frustasi karena
emosional dan keuangan yang tidak mampu memenuhi kebutuhan
tersebut.
3. Meskipun kekurangan pendidikan dan kekurangan ekonomi
menambah jumlah kekerasan dan pengabaian pada anak, mereka
tidak menjelaskan seluruh fenomena tersebut.
4. Beberapa kejadian kekerasan pada keluarga yang memiliki
pendidikan yang baik dengan kesuksesan karir, dan memiliki
kondisi keuangan yang stabil.
5. Orang tua yang melakukan kekerasan pada anak sering memiliki
emosional yang belum matang, dan tidak mampu memenuhi
kebutuhannya sediri termasuk anak.

23
6. Pelaku sering menggambarkan anak sebagai kekayaan bagi
kekerasan oleh orang tua.
7. Pelaku tidak mengakui anak sebagai manusia dengan hak dan
perasaannya. Kadang-kadang orang tua mengganggap anak sebagai
tempat untuk memindahkan kesalahan.
8. Kenyataannya kebutuan emosional, fisik dan keuangan yang tinggi
akan menghancurkan harapan yang realistik.

4. Penyebab
a. Teori biologi
Orang tua yang dianiaya saat kanak-kanak beresiko untuk melakukan
penganiayaan pada anaknya.
b. social learning theory
Keluarga mengajarkan dan menerima perilaku kekerasan, kekerasan
ditampilkan dalam media, kekerasan diterima dalam keluarga dan
sekolah.
c. Teori Lingkungan
d. Faktor sosial ekonomi, tidak bekerja, stressfull

2.2 Definisi Pemerkosaan


Perkosaan (rape) berasal dari bahasa latin rapere yang berarti mencuri,
memaksa, merampas, atau membawa pergi (Haryanto, 1997). Pada jaman dahulu
perkosaan sering dilakukan untuk memperoleh seorang istri. Perkosaan adalah
suatu usaha untuk melampiaskan nafsu seksual yang dilakukan oleh seorang laki-
laki terhadap perempuan dengan cara yang dinilai melanggar menurut moral dan
hukum (Wignjosoebroto dalam Prasetyo, 1997). Pendapat ini senada dengan
definisi perkosaan menurut Rifka Annisa Women’s Crisis Center, bahwa yang
disebut dengan perkosaan adalah segala bentuk pemaksaan hubungan seksual.
Bentuk perkosaan tidak selalu persetubuhan, akan tetapi segala bentuk serangan
atau pemaksaan yang melibatkan alat kelamin. Oral seks, anal seks (sodomi),

24
perusakan alat kelamin perempuan dengan benda adalah juga perkosaan.
Perkosaan juga dapat terjadi dalam sebuah pernikahan (Idrus, 1999).

Menurut Warshaw (1994) definisi perkosaan pada sebagian besar negara


memiliki pengertian adanya serangan seksual dari pihak laki-laki dengan
menggunakan penisnya untuk melakukan penetrasi vagina terhadap korban.
Penetrasi oleh pelaku tersebut dilakukan dengan melawan keinginan korban.
Tindakan tersebut dilakukan dengan adanya pemaksaan ataupun menunjukkan
kekuasaan pada saat korban tidak dapat memberikan persetujuan baik secara fisik
maupun secara mental.

2.3 Jenis-jenis Pemerkosaan


1. Pemerkosaan saat berkencan
Pemerkosaan saat berkencan adalah hubungan seksual secara paksa tanpa
persetujuan antara orang-orang yang sudah kenal satu sama lain, misalnya
teman, anggota keluarga, atau pacar. Kebanyakan pemerkosaan dilakukan oleh
orang yang mengenal korban.
2. Pemerkosaan dengan obat
Banyak obat-obatan digunakan oleh pemerkosa untuk membuat korbannya
tidak sadar atau kehilangan ingatan.
3. Pemerkosaan wanita
Walaupun jumlah tepat korban pemerkosaan wanita tidak diketahui,
diperkirakan 1 dari 6 wanita di AS adalah korban serangan seksual. Banyak
wanita yang takut dipermalukan atau disalahkan, sehingga tidak melaporkan
pemerkosaan. Pemerkosaan terjadi karena si pelaku tidak bisa menahan hasrat
seksualnya melihat tubuh wanita
4. Pemerkosaan missal
Pemerkosaan massal terjadi bila sekelompok orang menyerang satu korban.
Antara 10% sampai 20% pemerkosaan melibatkan lebih dari 1 penyerang. Di
beberapa negara, pemerkosaan massal diganjar lebih berat daripada
pemerkosaan oleh satu orang.

25
5. Pemerkosaan terhadap laki-laki
Diperkirakan 1 dari 33 laki-laki adalah korban pelecehan seksual. Di banyak
negara, hal ini tidak diakui sebagai suatu kemungkinan. Misalnya, di Thailand
hanya laki-laki yang dapat dituduh memperkosa.
6. Pemerkosaan anak-anak
Jenis pemerkosaan ini adalah dianggap hubungan sumbang bila dilakukan
oleh kerabat dekat, misalnya orangtua, paman, bibi, kakek, atau nenek.
Diperkirakan 40 juta orang dewasa di AS, di antaranya 15 juta laki-laki,
adalah korban pelecehan seksual saat masih anak-anak.
7. Pemerkosaan dalam perang
Dalam perang, pemerkosaan sering digunakan untuk mempermalukan musuh
dan menurunkan semangat juang mereka. Pemerkosaan dalam perang
biasanya dilakukan secara sistematis, dan pemimpin militer biasanya
menyuruh tentaranya untuk memperkosa orang sipil.
8. Pemerkosaan oleh suami/istri
Pemerkosaan ini dilakukan dalam pasangan yang menikah. Di banyak negara
hal ini dianggap tidak mungkin terjadi karena dua orang yang menikah dapat
berhubungan seks kapan saja. Dalam kenyataannya banyak suami yang
memaksa istrinya untuk berhubungan seks. Dalam hukum islam, seorang istri
dilarang menolak ajakan suami untuk berhubungan seksual, karena hal ini
telah diterangkan di hadits nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Akan tetapi suami
dilarang berhubungan seksual dengan istri lewat dubur dan ketika istri sedang
haids.
Berdasar motif perkosaan dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Sadistic Rape
Perkosaan sadistis, dimana pelaku perkosaanmenik-mati kesenangan
erotik tidak pada hubungan seksnya,melainkan me-lalui serangan yang
mengerikan atas alat kelamin dantubuh korban
2. Anger Rape
Perkosaan karena kemarahan. Perkosaan yang terjadidengan motif
utamanya bukanlah pemenuhan kebutuhan seksual.Perkosaan menjadi

26
sarana untuk menyatakan dan melampiaskan ra-sa geram dan marah yang
tertahan. Korban dianggap sebagaiobyek pemecahan atas frustasi-frustasi,
kelemahan, kesulitan dankekece-waan hidupnya. Dan hal ini dinyatakan
sebagai motif palingsering pada perkosaan.
3. Domination Rape atau Power Rape
Yaitu suatu perkosaan yangter jadi ketika pelaku mencoba untuk gigih atas
kekuasaan dansuperio-ritas terhadap korban. Tujuannya adalah
penaklukanseksual, pelaku menyakiti korban, namun tetap memiliki
keinginanberhubungan seksual
4. Seductive Rape
Suatu perkosaan yang terjadi pada situasi-situasiyangmerangsang yang
tercipta oleh kedua belah pihak. Pada mula-nya korban memutuskan
bahwa keintiman personal harus dibatasitidak sampai sejauh
persenggamaan. Pelaku pada umumnya mem-punyai keyakinan
membutuhkan paksaan, oleh karena tanpa itutidak mempunyai perasaan
bersalah yang menyangkut seks

2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Pemerkosaan


Berikut faktor-faktor terjadinya permasalahan pemerkosaan  adalah sebagai
berikut :

a. Faktor intern yaitu:


- Keluarga,
- Ekonomi keluarga,
- Tingkat pendidikan,
- Agama/moral,
b. Faktor ekstern,meliputi :
- lingkungan sosial,
- perkembangan ipteks,
- kesempatan

27
2.5 Dampak Dari Pemerkosaan
Korban perkosaan dapat mengalami akibat yang sangat serius baik secara fisik
maupun secara kejiwaan (psikologis). Akibat fisik yang dapat dialami oleh korban
antara lain :
a. Kerusakan organ tubuh seperti robeknya selaput dara, pingsan, meninggal;
b. Korban sangat mungkin terkena penyakit menular seksual (PMS);
c. Kehamilan tidak dikehendaki.

Perkosaan sebagai salah satu bentuk kekerasan jelas dilakukan dengan adanya
paksaan baik secara halus maupun kasar. Hal ini akan menimbulkan dampak
sosial bagi perempuan yang menjadi korban perkosaan tersebut. Hubungan
seksual seharusnya dilakukan dengan adanya berbagai persiapan baik fisik
maupun psikis dari pasangan yang akan melakukannya. Hubungan yang dilakukan
dengan cara tidak wajar, apalagi dengan cara paksaan akan menyebabkan
gangguan pada perilaku seksual (Koesnadi, 1992). Sementara itu, korban
perkosaan berpotensi untuk mengalami trauma yang cukup parah karena peristiwa
perkosaan tersebut merupakan suatu hal yang membuat shock bagi korban.
Goncangan kejiwaan dapat dialami pada saat perkosaan maupun
sesudahnya.Goncangan kejiwaan dapat disertai dengan reaksi-reaksi fisik (Taslim,
1995). Secara umum peristiwa tersebut dapat menimbulkan dampak jangka
pendek maupun jangka panjang. Keduanya merupakan suatu proses adaptasi
setelah seseorang mengalami peristiwa traumatis (Hayati, 2000). Korban
perkosaan dapat menjadi murung, menangis, mengucilkan diri, menyesali diri,
merasa takut, dan sebagainya

Dampak Psikologis
Upaya korban untuk menghilangkan pengalaman buruk dari alam bawah sadar
mereka sering tidak berhasil. Selain kemungkinan untuk terserang depresi, fobia,
dan mimpi buruk, korban juga dapat menaruh kecurigaan terhadap orang lain
dalam waktu yang cukup lama. Ada pula yang merasa terbatasi di dalam
berhubungan dengan orang lain, berhubungan seksual dan disertai dengan
ketakutan akan munculnya kehamilan akibat dari perkosaan. Bagi korban

28
perkosaan yang mengalami trauma psikologis yang sangat hebat, ada
kemungkinan akan merasakan dorongan yang kuat untuk bunuh diri.
Korban perkosaan memiliki kemungkinan mengalami stres paska perkosaan
yang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu stres yang langsung terjadi dan stres
jangka panjang. Stres yang langsung terjadi merupakan reaksi paska perkosaan
seperti kesakitan secara fisik, rasa bersalah, takut, cemas, malu, marah, dan tidak
berdaya. Stres jangka panjang merupakan gejala psikologis tertentu yang
dirasakan korban sebagai suatu trauma yang menyebabkan korban memiliki rasa
percaya diri, konsep diri yang negatif, menutup diri dari pergaulan, dan juga
reaksi somatik seperti jantung berdebar dan keringat berlebihan. Stres jangka
panjang yang berlangsung lebih dari 30 hari juga dikenal dengan istilah PTSD
atau Post Traumatic Stress Disorder (Rifka Annisa dalam Prasetyo, 1997).

Menurut Salev (dalam Nutt, 2001) tingkat simptom PTSD pada masing-
masing individu terkadang naik turun atau labil. Hal ini disebabkan karena adanya
tekanan kehidupan yang terus menerus dan adanya hal-hal yang mengingatkan
korban kepada peristiwa traumatis yang dialaminya Menurut Shalev (dalam Nutt,
2000) PTSD merupakan suatu gangguan kecemasan yang didefinisikan
berdasarkan tiga kelompok simptom, yaitu experiencing, avoidance, dan
hyperarousal, yang terjadi minimal selama satu bulan pada korban yang
mengalami kejadian traumatik. Diagnosis bagi PTSD merupakan faktor yang
khusus yaitu melibatkan peristiwa traumatis. Diagnosis PTSD melibatkan
observasi tentang simptom yang sedang terjadi dan atribut dari simptom yang
merupakan peristiwa khusus ataupun rangkaian peristiwa. Selanjutnya definisi
PTSD ini berkembang lebih dari hanya sekedar teringat kepada peristiwa
traumatis yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi juga disertai
dengan ketegangan secara terus-menerus, tidak dapat tidur atau istirahat, dan
mudah marah. PTSD yang dialami oleh tiap individu terkadang tidak stabil. Hal
ini disebabkan karena adanya tekanan kehidupan yang terus menerus dan adanya
hal-hal yang mengingatkan korban kepada peristiwa traumatis yang dialaminya.
Para korban perkosaan ini mungkin akan mengalami trauma yang parah karena
peristiwa perkosaan tersebut merupakan suatu hal yang mengejutkan bagi korban.

29
Secara umum peristiwa tersebut bisa menimbulkan dampak jangka pendek
maupun jangka panjang. Keduanya merupakan suatu proses adaptasi setelah
seseorang mengalami peristiwa traumatis (Hayati, 2000). Berdasarkan definisi
tersebut maka dapat diambil kesilmpulan bahwa PTSD adalah gangguan
kecemasan yang dialami oleh korban selama lebih dari 30 hari akibat peristiwa
traumatis yang dialaminya.

Dampak jangka pendek biasanya dialami sesaat hingga beberapa hari


setelahkejadian. Dampak jangka pendek ini termasuk segi fisik si korban, seperti
misalnya ada gangguan pada organ reproduksi (infeksi, kerusakan selaput dara,
dan pendarahan akibat robeknya dinding vagina) dan luka-luka pada bagian tubuh
akibat perlawanan atau penganiayaan fisik. Dari segi psikologis biasanya korban
merasa sangat marah, jengkel, merasa bersalah, malu, dan terhina. Gangguan
emosi ini biasanya menyebabkan terjadinya kesulitan tidur (insomnia), kehilangan
nafsu makan, depresi, stres, dan ketakutan. Bila dampak ini berkepanjangan
hingga lebih dari 30 hari dan diikuti dengan berbagai gejala yang akut seperti
mengalami mimpi buruk, ingatan-ingatan terhadap peristiwa tiba-tiba muncul,
berarti korban mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) atau dalam
bahasa Indonesianya dikenal sebagai stres paska trauma (Hayati, 2000). Bukan
tidak mungkin korban merasa ingin bunuh diri sebagai pelarian dari masalah yang
dihadapinya. Menurut Freud (dalam Suryabrata, 1995), hal ini terjadi karena
manusia memiliki insting insting mati. Selain itu kecemasan yang dirasakan oleh
korban merupakan kecemasan yang neurotis sebagai akibat dari rasa bersalah
karena melakukan perbuatan seksual yang tidak sesuai dengan norma masyarakat.

Terkadang korban merasa bahwa hidup mereka sudah berakhir dengan adanya
peristiwa perkosaan yang dialami tersebut. Dalam kondisi seperti ini perasaan
korban sangat labil dan merasakan kesedihan yang berlarut-larut. Mereka akan
merasa bahwa nasib yang mereka alami sangat buruk. Selain itu ada kemungkinan
bahwa mereka menyalahkan diri mereka sendiri atas terjadinya perkosaan yang
mereka alami. Pada kasus-kasus seperti ini maka gangguan yang mungkin terjadi
atau dialami oleh korban akan semakin kompleks.Tanda-tanda PTSD tersebut

30
hampir sama dengan tanda dan simptom yang ada pada depresi menurut kriteria
dari American Psychiatric Association (dalam Davison dan Neala, 1990).

Tanda-tanda tersebut adalah :

1. Sedih, suasana hati depres;


2. Kurangnya nafsu makan dan berat badan berkurang, atau meningkatnya
nafsu makan dan bertambahnya berat badan;
3. Kesukaran tidur (insomnia): tidak dapat segera tidur, tidak dapat kembali
tidur sesudah terbangun pada tengah malam, dan pagi-pagi sesudah
terbangun; atau adanya keinginan untuk tidur terus-menerus;
4. Perubahan tingkat aktivitas;
5. Hilangnya minat dan kesenanga n dalam aktivtas yang biasa dilakukan;
6. Kehilangan energi dan merasa sangat lelah;
7. Konsep diri negatif; menyalahkan diri sendiri, merasa tidak berguna dan
bersalah;
8. Sukar berkonsentrasi, seperti lamban dalam berpikir dan tidak mampu
memutuskan sesuatu;
9. Sering berpikir tentang bunuh diri atau mati. Menurut Georgette (dalam
Warshaw, 1994) sindrom tersebut dialami oleh korban, baik korban
perkosaan dengan pelaku yang dikenal maupun pelaku adalah orang asing.

2.6 Pencegahan dan Pemulihan Pemerkosaan


Pencegahan :
a. Melakukan razia dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat serta
membrantas peredaran VCD ,majalah, poster, internet yang mengandung
pornografi dan pornoaksi.
b. Melakukan pembinaan mental spritual yang mengarah pada pembentukan
moral baik bagi pelaku, korban maupun masyarakat, secara langsung dan
melalui mass media

31
c. Pemerintah , LSM, masyarakat pers, memberikan pelayanan terpadu
khususnya bagi korban, pelaku maupun saksi serta mengoptimalkan rumah
aman.
d. Menanamkan sikap dan perilaku kehidupan keluarga dan lingkungan
masyarakat yang sesuai dengan nilai-nilai moral, budaya, adat istiadat dan
ajaran agama masing-masing.
e. Memberikan perhatian khusus bagi peningkatan sumber daya manusia
(SDM) perempuan melalui sektor penididikan, sehingga mereka memiliki
ketahanan diri, mandiri dan mampu mengatasi setiap persoalan kehidupan.
f. Masyarakat bersama pihak terkait lainnya harus pula melakukan kontrol dan
membendung maraknya pornografi dan pornoaksi melalui media massa
g. Pemerintah, Organisasi Kewanitaan, Organisasi Kepemudaan, LSM,
Penegak Hukum, Legislatif dan lainnya, memberikan pemahaman dan sadar
hukum, khususnya yang berhubungan dengan tindak asusila kepada semua
lapisan masyarakat yang ditindaklanjuti dengan penegakan hukum sesuai
ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku

Pemulihan :
Beberapa hal yang dapat dilakukan, diantaranya :

1. Meyakini bahwa diri dikasihi. Mula-mula mungkin marah sekali kepada


Tuhan. Merasa diri ditolak dan dicampakkan oleh Tuhan, keluarga, dan
orang-orang yang dikasihi. Maka sangat penting untuk didampingi dengan
setia sebagai bukti diri tetap dikasihi.
2. Membawa rasa sakit kepada Tuhan. Rasa terhina, teraniaya, dicampakkan
dan terbuang perlu dipersembahkan terus-menerus kepada Tuhan. Dengan
sepenuh hati memindahkan pada salib Yesus yang turut menanggung sakit
dan luka pemerkosaan.
3. Mengampuni pelaku pemerkosaan. Mengampuni merupakan keputusan
iman yang perlu diperbarui hari demi hari berdasarkan pengampunan tak
terbatas yang telah diterima dari Tuhan Sang Juruselamat. Keputusan
pengampunan yang terus-menerus diperbarui ini akan melandasi kasih dan

32
penerimaan terhadap janin dan bayi yang mungkin lahir. Mengampuni
tidak identik dengan membenarkan perilaku salah pelaku. Mengampuni
juga bukan berarti serta-merta bersedia hidup bersama pelaku.
4. Menerima dan mengekspresikan semua emosi kepada sahabat dan orang
terdekat yang bersedia mendampingi maupun lewat tulisan, gambar,
musik, gerak teatrikal dan ekspresi seni lainnya.
5. Menerima dan menjalani saat-saat kebutuhan beristirahat dan menyendiri
untuk memulihkan energi fisik dan psikis serta memproses duka.
6. Aktif berkegiatan sebagai sarana memecah pikiran lewat aktivitas yang
disukai, seperti hobi, berkumpul dengan sahabat, olahraga, atau menjadi
relawan membantu orang lain. Membuat orang lain merasa terbantu dan
gembira adalah bagian terapi pemulihan yang bagus untuk melepaskan
beban luka dan pikiran negatif.

2.7 Definisi KDRT


Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran
hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta merupakan
bentuk diskriminasi. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah setiap
perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup
rumah tangga.
Istilah KDRT sebagaimana ditentukan pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(UU PKDRT) tersebut seringkali disebut dengan kekerasan domestik. Kekerasan
domestik sebetulnya tidak hanya menjangkau para pihak dalam hubungan
perkawinan antara suami dengan istri saja, namun termasuk juga kekerasan yang
terjadi pada pihak lain yang berada dalam lingkup rumah tangga. Pihak lain
tersebut adalah 1) anak, termasuk anak angkat dan anak tiri; 2) orang-orang yang
mempunyai hubungan keluarga dengan suami, istri dan anak karena hubungan

33
darah, perkawinan (misalnya: mertua, menantu, ipar dan besan), persusuan,
pengasuhan, dan perwalian yang menetap dalam rumah tangga serta 3) orang yang
bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.
Siapapun sebetulnya berpotensi untuk menjadi pelaku maupun korban dari
kekerasan dalam rumah tangga. Pelaku maupun korban kekerasan dalam rumah
tangga pun tidak mengenal status sosial, status ekonomi, tingkat pendidikan, usia,
jenis kelamin, suku maupun agama.

2.8 Bentuk KDRT


Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri
dalam  rumah tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam :
1. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau
luka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah
menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak), menendang,
menyudut dengan rokok, memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya.
Biasanya perlakuan ini akan nampak seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah
atau bekas luka lainnya.
2. Kekerasan  psikologis / emosional
Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak,
rasa tidak berdaya dan /
atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Perilaku kekerasan yang termasuk
penganiayaan secara emosional adalah penghinaan, komentar-komentar yang
menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir istri dari dunia luar,
mengancam atau ,menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak.
3. Kekerasan seksual
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan
batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual sendiri,
tidak memperhatikan kepuasan pihak istri.
Kekerasan  seksual berat, berupa :

34
a. Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh
organ seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan
lain yang menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan
merasa dikendalikan.
b. Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada
saat korban tidak menghendaki.
c. Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai,
merendahkan dan atau menyakitkan.
d. Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan
pelacuran dan atau tujuan tertentu.
e. Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi
ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.
f. Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa
bantuan alat yang menimbulkan sakit, luka,atau cedera.
Kekerasan Seksual Ringan, berupa pelecehan seksual secara verbal seperti
komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non
verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang
meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan
dan atau menghina korban. Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat
dimasukkan ke dalam jenis kekerasan seksual berat.
4. Kekerasan  ekonomi
Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya,
padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau
perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada
orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah istri,
bahkan menghabiskan uang istri.
Kekerasan Ekonomi Berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan
pengendalian lewat sarana ekonomi berupa :
1. Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk
pelacuran.
2. Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya.

35
3. Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban,
merampas dan atau memanipulasi harta benda korban.
Kekerasan Ekonomi Ringan, berupa melakukan upaya-upaya sengaja yang
menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau tidak
terpenuhi kebutuhan dasarnya.

2.9 Faktor Yang Mempengaruhi KDRT


Strauss A. Murray mengidentifikasikan hal dominasi pria dalam konteks
struktur masyarakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan
dalam rumah tangga (Marital Violence) sebagai berikut :

1. Pembelaan atas kekuasaan laki-laki


Laki-laki dianggap sebagai superioritas sumberdaya dibandingkan dengan
wanita sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanita.
2. Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi
Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja
mengakibatkan wanita (istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika
suami kehilangan pekerjaan maka istri mengalami tindakan kekerasan
3. Beban pengasuhan anak
Istri yang tidak bekerja menjadikannya menanggung beban sebagai
pengasuh anak. Ketika terjadi hal yan tidak diharapkan terhadap anak,
maka suami akan menyalahkan istri sehingga terjadi kekerasan dalam
rumah tangga.
4. Wanita sebagai anak-anak
Konsep wanita sebagai hak milik menurut hukum, mengakibatkan
keleluasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan
kewajiban wanita. Laki-laki merasa punya hak untuk melakukan kekerasan
sebagai seorag bapak melakukan kekerasan terhadap anak agar menjadi
tertib
5. Orientasi peradilan pidana pada laki-laki
Posisi wanita sebagai istri didalam rumah tangga yang mengalami
kekerasan oleh suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga

36
kasusnya sering ditunda atau ditutup. Alasan yang lazim dikemukakan
oleh penegak hukum yaitu adanya legitimasi hukum bagi suami
melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam konteks harmoni
keluarga.
Namun demikian, terlepas dari apapun penyebabnya, dampak dari kekerasan
dalam rumah tangga tentu sangat luas. Dampak yang dirasakan tidak hanya pada
perempuan yang menjadi korban secara langsung, namun juga berdampak pada
anak-anak.

2.10 Dampak KDRT


a. Dampak pertama adalah ketegangan. Anak senantiasa hidup dalam
bayang-bayang kekerasan yang dapat terjadi kapan saja dan ini
menimbulkan efek antisipasi. Anak selalu mengantisipasi jauh sebelumnya
bahwa kekerasan akan terjadi sehingga hari-harinya terisi oleh ketegangan.
b. Berikut adalah mengunci pintu perasaan. Ia berupaya melindungi dirinya
agar tidak tegang dan takut dengan cara tidak mengizinkan dirinya
merasakan apa pun. Singkat kata, ia membuat perasaannya mati supaya ia
tidak lagi harus merasakan kekacauan dan ketegangan.
c. Kebalikan dari yang sebelumnya adalah justru membuka pintu perasaan
selebar-lebarnya, dalam pengertian ia tidak lagi memunyai kendali atas
perasaannya. Ia mudah marah, takut, sedih, tegang dan semua perasaan ini
mengayunkannya setiap waktu.
d. Dampak berikut adalah terhambatnya pertumbuhan anak. Untuk dapat
bertumbuh dengan normal anak memerlukan suasana hidup yang tenteram.
Ketakutan dan ketegangan melumpuhkan anak dan menghambat
pertumbuhan dirinya. Misalnya, dalamkepercayaan, ia sukar sekali
memercayai siapa pun dan masalah ini akan memengaruhi relasinya kelak
sebab ia akan mengalami kesulitan membangun sebuah relasi yang intim.
e. Terakhir adalah kekerasan dalam rumah tangga akan mendistorsi pola
relasi. Pada akhirnya anak rawan untuk mengembangkan pola relasi
bermasalah seperti manipulatif, pemangsa, pemanfaat, dan peran korban.

37
Dari dampak yang kita dapat, ada beberapa tipe pelaku kekerasa dalam rumah
tangga. Yaitu :
1. Orang yang menggunakan kekerasan untuk mengekspresikan
kemarahan.
Biasanya orang ini mengalami masa kecil yang sarat ketegangan dan
kekerasan. Alhasil sewaktu ia marah, kemarahan muncul dalam kadar yang
besar. Ditambah dengan pembelajaran cara pengungkapan yang keliru, ia
rentan untuk melakukan tindak kekerasan kepada pasangannya. Biasanya
orang dengan tipe ini menyadari bahwa tindakannya salah namun ia sendiri
tidak dapat mengendalikan dirinya tatkala marah.
2. Orang yang menggunakan kekerasan untuk mengumbar
kekuasaan.
Orang seperti ini cenderung memandang pasangannya sebagai obyek yang
perlu dikuasai dan diajar. Ia cepat menafsir bantahan pasangan sebagai upaya
untuk menghina atau melawannya—tindakan yang "mengharuskannya" untuk
mengganjar pasangannya. Orang ini biasanya tidak merasa bersalah sebab ia
menganggap tindakannya dapat dibenarkan sebab menurutnya, pasangan
memang seharusnya menerima ganjaran itu.
3. Orang yang menggunakan kekerasan untuk menyeimbangkan
posisi dalam pernikahan.
Pada umumnya orang ini merasa diri inferior terhadap pasangan dan cepat
menuduh pasangan sengaja untuk merendahkannya. Itu sebabnya ia
menggunakan kekerasan untuk merebut kembali kekuasaan dalam rumah
tangganya, biasanya ia tidak merasa bersalah.
4. Orang yang menggunakan kekerasan sebagai jalan keluar terakhir
untuk menyelesaikan konflik.
Pada umumnya orang ini tidak terbiasa menggunakan kekerasan namun dalam
keadaan frustrasi, ia pun merasa terdesak sehingga secara spontan
menggunakan kekerasan. Pada dasarnya ia tidak menyetujui cara ini dan
merasa bersalah telah melakukannya.

38
Dari tipe pelaku kejahatan kita dapat kan pula tipe-tipe orang yang menjadi
korban kekerasan. Diantaranya :
1. Orang yang berjenis penantang
Orang ini hanya mengenal bahasa menaklukkan atau ditaklukkan oleh
karena masa kecil yang juga sarat dengan kekerasan. Itu sebabnya sewaktu
terjadi perselisihan, ia cepat bereaksi menantang seakan-akan perselisihan
2. Orang yang bergantung
Orang ini tidak dapat hidup sendirian dan membutuhkan pasangan untuk
"menghidupinya." Orang tipe bergantung membuat pasangan kehilangan
respek sehingga dalam kemarahan ia mudah terjebak dalam penggunaan
kekerasan. Kekerasan merupakan wujud keinginannya untuk melepaskan
diri dari kebergantungan pasangan pada dirinnya sekaligus ekspresi dari
ketidakhormatan kepada pasangan yang bergantung.
3. Orang yang berperan sebagai pelindung
Orang ini senantiasa berusaha keras menutupi masalah keluarganya demi
menjaga nama baik. Orang bertipe ini cenderung menoleransi kekerasan
alias membiarkannya sehingga masalah terus berulang. Orang ini selalu
berusaha mengerti namun tindakan ini berakibat buruk pada pasangan yang
menggunakan kekerasan. Ia makin leluasa menggunakan kekerasan karena
tidak ada konsekuensi yang menantinya.

2.11 Pencegahan dan Pemulihan KDRT


Pencegahan :
Untuk menghindari terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga, diperlukan cara-
cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga, antara lain:
a. Perlunya keimanan yang kuat dan akhlaq yang baik dan berpegang teguh pada
agamanya sehingga Kekerasan dalam rumah tangga tidak terjadi dan dapat
diatasi dengan baik dan penuh kesabaran.
b. Harus  tercipta kerukunan dan kedamaian di dalam sebuah keluarga, karena
didalam agama itu mengajarkan tentang kasih sayang terhadap ibu, bapak,

39
saudara, dan orang lain. Sehingga antara anggota keluarga dapat saling
menghargai setiap pendapat yang ada.
c. Harus adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta
sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah rumah
tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan diantara kedua belah pihak, itu
juga bisa menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga.
d. Butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan sebagainya antar
anggota keluarga. Sehingga rumah tangga dilandasi dengan rasa saling
percaya. Jika sudah ada rasa saling percaya, maka mudah bagi kita untuk
melakukan aktivitas. Jika tidak ada rasa kepercayaan maka yang timbul adalah
sifat cemburu yang kadang berlebih dan rasa curiga yang kadang juga
berlebih-lebihan
e. Seorang istri harus mampu mengkoordinir berapapun keuangan yang ada
dalam keluarga, sehingga seorang istri dapat mengatasi apabila terjadi
pendapatan yang minim, sehingga kekurangan ekonomi dalam keluarga dapat
diatasi dengan baik.
Pemulihan :
1. Edukasi diri
Cari organisasi, lembaga, atau komunitas yang bisa membantu Anda mendapatkan
pengetahuan tepat mengenai kekerasan terhadap perempuan atau KDRT. Melalui
jaringan ini Anda bisa mencari tahu cara yang lebih tepat dalam penanganan
kekerasan. Tanpa memiliki pengetahuan yang baik, Anda cenderung bersikap
tanpa arah, yang bisa jadi justru merugikan korban.
2. Pendekatan tepat.
Lakukan pendekatan dengan orang yang Anda sayangi, dan menjadi korban dalam
perspektif Anda. Karena bisa jadi, kakak atau sepupu atau siapa pun yang menurut
Anda adalah korban kekerasan (psikis utamanya), tak selalu merasa sebagai
korban. Jangan mudah menyerah jika memang Anda berniat membantunya.
Karena bisa jadi ia tidak menghargai usaha Anda. Sebagian perempuan merasa
kontrol berlebihan dari suaminya adalah bentuk ungkapan cinta. Kalaupun ia
sadar perilaku suaminya salah, ia kerap merasa tak bisa hidup tanpanya. Situasi ini

40
sulit dan tak mudah bagi Anda untuk membantu si korban, selembut apa pun
pendekatan yang Anda lakukan. Jadi cari pendekatan yang tepat jika ingin
membantunya.
3. Jangan mengkritik.
Niat baik untuk membantu jika dilakukan dengan cara kurang tepat takkan
membuahkan hasil. Dalam pandangan Anda, sikap suaminya jelas keliru dan
merupakan bentuk kekerasan. Tapi belum tentu pandangan korban juga demikian.
Ungkapkan pandangan Anda tanpa terkesan menghakimi atau mengkritik. Alih-
alih mengeluhkan perilaku pasangannya, Anda bisa menawarkan bantuan,
misalnya dengan menanyakan apa yang bisa Anda lakukan untuknya? Kalau si
korban merasa tertarik dengan pertanyaan Anda, biarkan ia yang mulai
mengungkapkan kerisauannya. Peran Anda adalah mendengarkannya. Biarkan ia
bicara tanpa perlu Anda pancing dengan pertanyaan apa pun. Sikap ini akan
membuatnya merasa nyaman berbicara dengan Anda. Sekali lagi, tugas Anda
adalah mendengarkan bukan menilai, apalagi menghakimi. Ketika si korban
merasa memiliki dukungan, ia akan lebih terbuka dengan Anda. Dan tetaplah
menjadi pendengar setianya. Dampingi ia sampai ia merasa siap untuk bertindak
melakukan sesuatu untuk memperbaiki kehidupannya. Jadilah pendengarnya,
namun tunjukkan juga dukungan dan selipkan motivasi tanpa mendominasi
pembicaraan. Ajak ia bicara ketika ia siap melakukannya. Jangan memaksanya
bicara karena Anda begitu ingin membantunya keluar dari masalah. Meski Anda
terkesan pasif, ada kalanya Anda bisa bersikap tegas terutama ketika situasi di
rumah tangganya mulai membahayakan jiwanya. Anda perlu tegas untuk
membantu korban membuat pilihan. Dukungan yang tepat dari orang terdekat
akan memberanikan dirinya dalam bertindak.
4. Berhati-hati.
Ingatkan teman atau saudara Anda bahwa pasangannya yang melakukan
kekerasan psikis (terlalu protektif) juga akan mengontrol berbagai tindakannya.
Kalau si korban mencari informasi mengenai penanganan kekerasan melalui
komputer misalnya, si pelaku kekerasan akan mengetahuinya karena ia akan
mencari tahu apa yang dilakukan korban. Pelaku tak hanya memonitor korban,

41
tapi juga komputer atau telepon yang digunakannya, untuk mengetahui apa yang
telah dilakukannya. Jadi ingatkan orang terdekat Anda untuk mengunjungi tempat
umum atau rumah teman yang bisa dipercaya jika ingin mencari informasi atau
membutuhkan perlindungan dari pihak berwajib. Mungkin sulit bagi Anda untuk
meyakinkannya hidup tanpa pasangan pelaku kekerasan. Tapi Anda bisa
membuatnya membayangkan bagaimana bisa hidup lebih bahagia tanpa pasangan
pelaku kekerasan. Dukungan dan perhatian Anda bisa memberikan pengaruh
besar bagi korban kekerasan. Namun Anda perlu melakukan pendekatan tepat
terhadap situasi sulit ini dengan sangat hati-hati, demi keselamatan Anda dan
korban.
5. Bantu cari rumah singgah sebatas perencanaan.
Kalau orang terdekat korban kekerasan memutuskan meninggalkan pasangannya,
bantu ia menemukan rumah singgah yang tepat dengan perencanaan yang baik.
Apalagi jika ada anak, pastikan ketika korban meninggalkan pasangannya, ia telah
memiliki tempat tinggal yang aman. Kalau perlu cari rumah singgah yang
menampung korban kekerasan, yang keberadaannya tidak diketahui oleh siapa
pun. Ini penting untuk menjaga keselamatan Anda, terutama korban, dari
kemungkinan tindakan kekerasan lanjutan dari si pelaku. Ketika korban KDRT
meninggalkan pasangannya dan memutuskan mengakhiri hubungan, risiko
kematian tetap ada. Risiko ini tak hanya mengintai korban, tapi juga anak mereka,
bahkan Anda, orang yang berniat membantu korban untuk mendapatkan hidup
lebih layak dan bahagia. Jadi, kalau Anda memang peduli, minimalisasi risiko ini
dengan mendampingi korban merencanakan atau mencari tempat tinggal atau
rumah singgah, namun pastikan semuanya aman, untuknya juga Anda. Artinya,
biarkan si korban yang memilih tempat tinggalnya, Anda hanya perlu membantu
merencanakan dan memberikan dukungan, bukan menentukan keberadaannya.

42
2.12 Dasar Hukum Pemerkosaan dan KDRT
Pemerkosaan :
R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-
Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 87) membagi delik aduan menjadi
dua jenis yaitu :
1) Delik aduan absolute
ialah delik (peristiwa pidana) yang selalu hanya dapat dituntut apabila ada
pengaduan seperti tersebut dalam pasal-pasal: 284, 287, 293, 310 dan
berikutnya, 332, 322, dan 369 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(“KUHP”). Dalam hal ini maka pengaduan diperlukan untuk menuntut
peristiwanya, sehingga permintaan dalam pengaduannya harus berbunyi: “…
saya minta agar peristiwa ini dituntut”.
Oleh karena yang dituntut itu peristiwanya, maka semua orang yang
bersangkut paut (melakukan, membujuk, membantu) dengan peristiwa itu
harus dituntut, jadi delik aduan ini tidak dapat dibelah. Contohnya, jika
seorang suami jika ia telah memasukkan pengaduan terhadap perzinahan
(Pasal 284 KUHP) yang telah dilakukan oleh istrinya, ia tidak dapat
menghendaki supaya orang laki-laki yang telah berzinah dengan istrinya itu
dituntut, tetapi terhadap istrinya (karena ia masih cinta) jangan dilakukan
penuntutan.
2) Delik aduan relative
ialah delik-delik (peristiwa pidana) yang biasanya bukan merupakan delik
aduan, akan tetapi jika dilakukan oleh sanak keluarga yang ditentukan dalam
Pasal 367 KUHP, lalu menjadi delik aduan. Delik-delik aduan relatif ini
tersebut dalam pasal-pasal: 367, 370, 376, 394, 404, dan 411 KUHP. Dalam
hal ini maka pengaduan itu diperlukan bukan untuk menuntut peristiwanya,
akan tetapi untuk menuntut orang-orangnya yang bersalah dalam peristiwa itu,
jadi delik aduan ini dapat dibelah. Misalnya, seorang bapak yang barang-
barangnya dicuri (Pasal 362 KUHP) oleh dua orang anaknya yang bernama A
dan B, dapat mengajukan pengaduan hanya seorang saja dari kedua orang
anak itu, misalnya A, sehingga B tidak dapat dituntut. Permintaan menuntut

43
dalam pengaduannya dalam hal ini harus berbunyi: “,,saya minta supaya anak
saya yang bernama A dituntut”.

Pasal 285 KUHP yang berbunyi:


Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
perempuan yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena
memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.
 
Dari rumusan Pasal 285 KUHP di atas dapat diketahui bahwa perkosaan
adalah delik biasa, dan bukan delik aduan. Karena itu, polisi dapat memproses
kasus perkosaan tanpa adanya persetujuan dari pelapor atau korban.

KDRT :
Pasal 44 berbunyi :
1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup
rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak
Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp30.000.000,00
(tiga puluh juta rupiah).
3. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan
matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun atau denda paling banyak Rp45.000.000,00 (empat puluh lima juta
rupiah).
4. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau
kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
bulan atau denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).

44
Pasal 45 :
1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup
rumah tangga sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 huruf b dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp9.000.000,00 (sembilan juta rupiah).
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau
kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
bulan atau denda paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
Pasal 46 :
Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud
pada Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas)
tahun atau denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 49:
1. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda
paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang:
2. menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);
3. menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (2).

45
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Asuhan Keperawatan Anak Kebutuhan Khusus
Pengkajian
Pengkajian pada anak yang mengalami potensial dan actual child abuse
adalah diawali dengan pemeriksaan fisik dan menanyakan riwayat kejadian dari
child abuse.
Pada riwayat tanyakan tentang bagaimana perasaan mengalami kekerasan,
apakah itu merupakan stress yang tinggi untuk anak dan keluarga.Kajin juga
tentang nilai personal dan pengalaman masa lalu, pada perawat hindari perasaan
menghakimi terhadap korban.Sangat penting dalam melakukan komunikasi
menjaga kejujuran dan sikap terbuka tidak menyalahkan dan mempermalukan
anak atau orangtua.Ciptakan lingkungan yang tenag, privat dan bebas dari
kebisingan.
Karakteristik masalah Psikososial: Resiko kekerasan Langsung oleh orang lain
1. Bahasa tubuh : hiperaktif, postur kaku, tangan mencengkeram
2. Riwayat kekerasan oleh orang lain : dipukul, ditendang, diludahi,
goresan, gigitan, lemparan, perkosaan, penganiayaan seksual.
3. Kerusakan neurologis
4. Kerusakan kognitif: ketidakmampuan untuk belajar, perhatian
berkurang penurunan fungsi intelektual.
5. Riwayat childhood abuse
Karakteristik masalah Psikososial: Konsep diri
1. Menolak umpan balik positif
2. Mengungkapkan negative thinking
3. Mengungkapkan kesalahan diri
4. Tidak ada kontak mata
5. Pasif
6. Sering mengalami kegagalan
7. Ragu-ragu

46
b Intervensi
1) Terapi Untuk Anak
- Harus diusahakan supaya anak berada dalam keadaan aman
- Anak sebaiknya dikonsulkan ke dokter jiwa atau psikolog
- Secara psikoedukatif anak dibantu untuk menghadapi dirinya dan
lingkungannya
- Mendorong anak membicarakan dengan terapisnya apa yang telah
dialaminya, dengan teknik proyeksi, misalnya dengan bermain,
menggambar dan lain-lain.
2) Terapi Untuk Orangtua
Sebelum terapi terlebih dahulu harus dilakukan evaluasi mengenai :
- Kepribadian dan psikopatologi pada ayah dan ibu
- Mengapa salah seorang (ayah/ibu) menganiaya sedangkan yang lain
membiarkan terjadi
- Apakah penganiayaan anak baru terjadi atau telah berlangsung lama
- Motivasi untuk partisipasi dalam terapi
Berdasarkan hasil evaluasi dapat dilakukan berbagai pendekatan antara lain :
- Mengurai/menghilangkan stresorpsikososial\
- Mengurangi akibat psikologis yang negative dari stressor pada ibu/ayah

3.2 Asuhan Keperawatan Korban Pemerkosaan


a. Pengkajian
1. Bagaimana kemampuan remaja dalam mengatasi masalah yang
dialami secara mandiri ?
2. Bagaimanan kemampuan remaja dalam melakukan adaptasi terhadap
perubahan bentuk dan fungsi tubuh yang dialami ?
3. Bagaimana kematangan identitas seksual ?
4. Bagaimana remaja dapat menjalankan tugas perkembangannya
sebagai remaja ?
5. Bagaimana kemampuan remaja dalam membantu pekerjaan orang
tua di rumah (misalnya membersihkan rumah,memasak) ?

47
Menurut Doenges et.al (2007) pengkajian anak yang mengalami penganiayaan
seksual (sexual abus) antara lain :

Aktivitas atau istirahat : Masalah tidur (misalnya tidak padat tidur atau tidur
berlebihan, mimpi burukm, berjalan saat tidur, tidur di tempat yang asing,
keletihan)

Integritas ego : Pencapaian diri negatif, menyalahkan diri sendiri/meminta


ampun karena tindakannya terhadap orang tua. Harga diri rendah (pelaku/korban
penganiayaan seksual yang selamat.) Perasaan bersalah, marah, takut dan malu,
putus asa dan atau tidak berdaya dan minimisasi atau penyangkalan signifikasi
perilaku (mekanisme pertahanan yang paling dominan/menonjol). Penghindaran
atau takut pada orang, tempat, objek tertentu, sikap menunduk, takut (terutama
jika ada pelaku). Melaporkan faktor stres (misalnya keluarga tidak bekerja,
perubahan finansial, pola hidup, perselisihan dalam pernikahan) Permusuhan
terhadap/objek/tidak percaya pada orang lain

Eliminasi : Enuresisi, enkopresis, Infeksi saluran kemih yang berulang. Dan


Perubahan tonus sfingter.

Makan dan minum : Muntah sering, perubahan selera makan (anoreksia), makan
berlebihan, perubahan berat badan, kegagalan memperoleh berat badan yang
sesuai .

Higiene : Mengenakan pakaian yang tidak sesuai dengan kondisi cuaca


(penganiayaan seksual) atau tidak adekuat memberi perlindungan. Mandi
berlebihan/ansietas (penganiayaan seksual), penampilan kotor/tidak terpelihara.

Neurosensori : Perilaku ekstrem (tingkah laku sangat agresif/menuntut), sangat


amuk atau pasivitas dan menarik diri, perilaku tidak sesuai dengan usia

Status mental : memori tidak sadar, periode amnesia, lap[oran adanya pengingatan
kembali. Pikiran tidak terorganisasi, kesulitan konsentrasi/membuat keputusan.
Afek tidak sesuai, mungkin sangat waspada, cemas dan depresi. Perubahan alam
perasaan, kepribadian ganda, cinta, kebaikan dan penyesalan yang dalam setelah

48
penganiayaan seksual terjadi. Kecemburuan patologis, pengendalian impuls yang
buruk, ketrampilan koping terbatas, kurang empati terhadap orang lain.
Membantung. Menghisap jempol atau perilaku kebiasaan lain : gelisah (korban
selamat).

Manifestasi psikiatrik : (misal : fenomena disosiatif meliputi kepribadian ganda


(penganiayaan seksual), gangguan kepribadian ambang (koeban inses dewasa)
Adanya defisit neurologis/kerusakaan SSP tanpa tanda-tanda cedera eksternal\
Nyeri atau ketidaknyamanan. Bergantung pada cedera/bentuk penganiayaan
seksual berbagai keluhan somatik (misalnya nyeri perut, nyeri panggul kronis,
spastik kolon, sakit kepala)

Keamanan : Memar, tanda bekas gigitan, bilur pada kulit, terbakar (tersiran air
panas, rokok) ada bagian botak di kepala, laserasi, perdarahan yang tidak wajar,
ruam/gatal di area genital, fisura anal, goresan kulit, hemoroid, jaringan parut,
perubahan tonus sfingter. Cedera berulang, riwayat bermacam kecelakaan, fraktur/
cedera internal. Perilaku mencederai diri sendiri (bunuh diri), keterlibatan dalam
aktivitas dengan risiko tinggi. Kurangnya pengawasan sesuai usia, tidak ada
perhatian yang dapat menghindari bahaya di dalam rumah

Seksualitas : Perubahan kewaspadaan/aktivitas seksual, meliputi masturbasi


kompulsif, permainan seks dewasa sebelum waktunya, kecenderungan mengulang
atau melakukan kembali pengalaman inses. Kecurigaan yang berlebihan tentang
seks, secara seksual menganiaya anak lain. Perdarahan vagina , laserasi himen
linier, bagian mukosa berlendir. Adanya PMS, vaginitis, kutil genital atau
kehamilan (terutama pada anak).

Interaksi social : Merikan diri dari rumah, pola interaksi dalam keluarga secara
verbal kurang responsif, peningkatan penggunaan perintah langsung dan
pernyataan kritik, penurunan penghargaan atau pengakuan verbal, merasa rendah
diri. Pencapaian restasi dis ekolah rendah atau prestasi di sekolah menurun.

49
b. Diagnosa

Menurut Townsend (1998), dan Doenges et.al (2007) diagnosa keperawatan yang
dapat dirumuskan pada anak yang mengalami sexual abuse antara lain :

1) Sindrom trauma perkosaan berhubungan dengan menjadi korban


perkosaan seksual yang dilakukan dengan menggunakan kekuatan
dan berlawanan dengan keinginan dan persetujuan pribadi seseorang
2) Ketidakberdayaan berhubungan dengan harga diri rendah
3) Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
pengasuhan yang tidak adekuat dan penderitaan oleh pengasuh dari
nyeri fisik atau cidera dengan tujuan untuk menyebabkan bahaya,
biasanya terjadi dalam waktu lama.
4) Ansietas (sedang sampai berat) berhubungan dengan ancaman konsep
diri, rasa takut terhadap kegagalan, disfungsi system keluarga dan
hubungan antara orang tua dan anak yang tidak memuaskan

c. Intervensi

Menurut Videbeck (2008), Townsend (1998), dan Doenges et.al (2007) intervensi
keperawatan yang dapat dirumuskan untuk mengatasi diagnosa keperawatan
diatas antara lain :

Tujuan :

Tujuan jangka pendek : Luka fisik anak akan sembuh tanpa komplikasi

Tujuan jangka panjang : anak akan mengalami resolusi berduka yang sehat,
memulai proses penyembuhan psikologis.

Intervensi :

Smith (1987) menghubungkan pentingnya mengkomunikasikan empat ucapan


berikut ini pada korban perkosaan (saya prihatin hal ini terjadi padamu, anda
aman disini, saya senang anda hidup, anda tidak bersalah. Anda adalah korban. Ini

50
bukan kesalahan anda. Apapun keputusan yang Anda buat pada saat pengorbanan
adalah hak seseorang karena anda hidup.

Rasional : Wanita tau anak yang telah diperkosa secara seksual takut terhadap
kehidupannya dan harus diyakinkan kembali keamanannya. Ia mungkin juga
sangat ragu-ragu dengan dirinya dan menyalahkan diri sendiri dan pernyataan-
pernyataan ini membangkitkan rasa percaya secara bertahap dan memvalidasi
harga diri anak

- Jelaskan setiap prosedur pengkajian yang akan dilakukan dan mengapa


dilakukan. Pastikan bahwa pengumpulan data dilakukan dalam perawatan,
cara tidak menghakimi

Rasional : Untuk menurunkan ketakutan atau ansietas dan untuk meningkaytkan


rasa percaya

- Pastikan bahwa anak memiliki privasi yang adekuat untuk semua


intervensi-intervensi segera pasca krisis. Cobaan sedikit mungkin orang
yang memberikan perawatan segera atau mengumpulkan bukti segera.
Atau mengumpulkan bukti segera

Rasional : Anak pasca trauma sangat rentan. Penambahan orang dalam


lingkungannya meningkatkan perasaan rentan ini dan bertindak meningkatkan
ansietas

- Dorong anak untuk menghitung jumlahs erangan kekerasan seksual.


Dengarkan, tetapi tidak menyelidiki

Rasional : Mendengarkan dengan tidak menghakimi memberikan kesempatan


untuk katarsis bahwa anak perlu memulai pemulihan. Jumlah yang rinci mungkin
dibutuhkan untuk tindak lanjut secara legal, dan seorang perawat sebagai pembela
anak dapat menolong untuk mengurangi trauma dari pengumpulan bukti

- Diskusikan dengan anak siapa yang dapat dihubung untuk memberikan


dukungan atau bantuan. Berikan informasi tentang rujukan setelah
perawatan

51
Rasional : Karena ansietas berat dan rasa takut, anak mungkin membutuhkan
bantuan dari orang lain selama periode segera pasca-krisis. Berikan informasi
rujukan tertulis untuk referensi selanjutnya (misalnya psikoterapi, klinik
kesehatan jiwa, kelompok pembela masyarakat)

- Dalam berkolaburasi dengan tim medis, pastikan bahwa semua cedera


fisik, fraktur, luka bakar mendapatkan perhatian segera, mengambiul foto
jika anak mengijinkan merupakan ide yang baik

Rasional : Keamanan anak merupakan prioritas keperawatan. Foto dapat


digunakan sebagai bukti jika tuntutan dilakukan

- Bawa anak wanita tersebut ke dalam area yang pribadi untuk melakukan
wawancara

Rasional : Jika anak disertai dengan pria yang melakukan pelecehan seksual pada
anak, kemungkinan besar ia tidak jujur sepenuhnya tentang cederanya atau
pengalaman seksualnya

- Jika seorang anak wantia datang sendiri atau berserta dengan orang tuanya,
pastikan tentang keselamatannya. Dorong untuk mendiskusikan peristiwa
pemerkosaan yang telah dilakukan. Tanyakan pertanyaan tentang apakah
hal ini telah terjadi sebelumnya. Jika pelaku kekerasan seksual minum obat
bius, jika anak tersebut memiliki tempat yang aman untuk pergi dan
apakah ia berminat dalam tuntutan yang mendesak

Rasional : Beberapa anak wanita berusaha untuk menyimpan rahasia tentang


bagimana cedera seksual yang dideritanya terjadi dalam usaha untuk melindungi
orang tuanya atau saudaranya atau karena mereka takut bahwa orang tuanya atau
saudaranya akan membunuh mereka jika menceritakan hal tersebut

- Pastikan bahwa usaha-usaha menyelamatkan tidak diusahakan oleh


perawat. Berikan dukungan, tetapi ingat bahwa keputusan akhir harus
dibuat oleh anak

52
Rasional : Membuat keputusan untuk dirinya sendiri memberikan rasa kontrol
situasi kehidupannya sendiri. Memberikan penilaian dan nasehat adalah tidak
terapeutik

- Tekankan pentingnya keamanan, smith (1987) menyarankan suatu


pernyataan seperti, ya itu telah terjadi. Sekarang ke mana anda ingin pergi
dari sini ?. Burgess (1990) menyatakan "Korban perlu dibuat sadar tentang
berbagai sumber yang tersedia untuk dirinya. Hal ini dapat mencakup
hotline krisis, kelompok-kelompok masyarakat untuk wanita dan anak
yang pernah dianiaya secara seksual, tempat perlindungan, berbagai
tempat konseling.

Rasional : Pengetahuan tentang pilihan-pilihan yang tersedia dapat membantu


menurunkan rasa tidak berdaya dari korban, tetapi kewenangan yang
sesungguhnya datang hanya saat ia memilih untuk menggunakan pengetahuan itu
bagi keuntungannya sendiri.

- Lakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh pada anak. Buat catatab


yang teliti dari luka memarnya (dalam berbagai tahap penyembuhan),
laserasi, dan keluhan anak tentang area nyeri pada derah yang spesifik,
misalnya kemaluan. Jangan mengabaikan atau melalaikan kemungkinan
penganiayaan seksual. Kaji tanda nonverbal penganiayaan, perilaku
agresif, rasa takut yang berlebihan, hiperaktivitas hebat, apatis, menarik
diri, perilaku yang tidaks esuai dengan usianya

Rasional : Suatu pemeriksaan fisik yang akurat dan seksama dibutuhkan agar
perawatan yang tepat dapat diberikan untuk pasien

3.3 Asuhan Keperawatan Pada KDRT

Pengkajian

Perilaku : Gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat, menarik diri
dari hubungan personal, mengahalangi,  menarik diri dari  hubungan
interpersonal, melarikan diri dari hubungan intrapersonal.

53
Stresor Pecetus : Stesor penscetus mungkin berasal dari sumber internal dan
sumber eksternal. Stressor pencetus dibagi menjadi dua  kategori. Kategori
pertama yaitu ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan
fisiologis yang akan datang atau menurunnya kkapasitas untuk melakukan
aktivitas hidup sehari-hari. Katagori kedua yaitu ancaman terhadap system diri
seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi social yang
terintegrasi seseorang.

Mekanisme koping : Tingkat kecemasan seseorang dapat menimbulkan dua


mekanisme koping. Mekanisme yang pertama adalah mekanisme yang
berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari, dan berorientasi pada tindakan
untuk memenuhi secara realistic tuntutan situasi stress(Perilaku menyerang untuk
mengatasi hambatan pemenuhan, perilaku menarik diri secara fisik maupun
psikologik untuk memindahkan sumber stress, perilaku kompromi untuk
mengubah tujuan). Mekanisme yang kedua adalah mekanisme pertahan ego yang
membantu mengatasi ansietas.

Gangguan Tidur :

Perilaku :

Sumber koping : dukungan social dari keluarga, teman, dan pemberi pelayanan
juga merupakan sumber yang penting.

Mekanisme koping : represi perasaan, konflik, menyangkal masalah psikologis.

Gangguan Seksual :

Factor predisposisi :

Faktoer pencetus :

 Diagnosa Keperawatan

1. Kecemasan

54
2. Gangguan tidur
3. Gangguan seksual

Intervensi
Kecemasan
- Pasien harus mengembangkan kapasitasnya untuk mentoleransi ansietas.

Gangguan tidur

- Penyuluhan untuk pasien tentang strategi koping yang adaptif.

Gangguan seksual

- Lakukan penyuluhan.

55
BAB IV
ARTIKEL
4.1 Artikel Anak Berkebutuhan Khusus
DIAN SASTRO BERBAGI CERITA ANAK DENGAN KEBUTUHAN
KHUSUS
Kamis, 21 November 2019 08:04 WIB.
Media gambar jadi cara ngobrol dian sastro dengan anak
jakarta - artis dian sastro kembali berbagi informasi dan pengalaman memiliki
anak berkebutuhan khusus (ABK), dengan spektrum autisme. Kali ini ia
menceritakan bagaimana anaknya lebih tertarik dengan penjelasan yang
menggunakan media gambar.

"Saya juga punya pengalaman, karena biasanya anak yang pertama saya dalam
spektrum autisme lebih tertarik ke visual, daripada menjelaskan dan mendengar
dengan audio," katanya saat ditemui di sebuah acara, di daerah jakarta selatan,
rabu (20/11). Dian selalu menggunakan gambar atau visual sebagai medianya
dalam berkomunikasi dengan anak. Ini dilakukan agar si anak bisa lebih
memperhatikan dan mengerti apa yang disampaikan olehnya.
"Jadi biasanya kalo aku mau menjelaskan sesuatu ke dia, ya dengan gambar
konsep gitu. Dengan itu, dia jauh lebih happy dan fokus, daripada kalau dibilangin
secara verbal. “imbuhnya”.

Cara ini menjadi salah satu yang selalu diterapkan oleh dian pada anaknya.
Menurutnya, menggunakan seni gambar atau visual lebih bisa mendapatkan
perhatian dari anak yang memang berkebutuhan khusus seperti anaknya.
 "Ngga cuma saat komunikasi aja sih, kalau saya ceritain buku cerita dalam
bentuk gambar, dia jadi lebih tertarik sama ceritanya, daripada cuma saya bacain
aja. Dia jadi lebih bisa fokus. “ ujar dian”

56
SATU JUTA ANAK BERKEBUTUHAN KHSUS TAK DAPAT SEKOLAH
Bandung, CNN Indonesia – 13 September 2019

Jumlah anak usia pendidikan dasar dan menengah yang tidak sekolah masih tinggi
di Indonesia. Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik pada 2016
menunjukkan, dari 4,6 juta anak yang tidak sekolah, satujuta di antaranya adalah
anak-anak berkebutuhan khusus. Selama ini, penyelenggaraan pendidikan bagi
anak-anak berkebutuhan khusus atau anak dengan disabilitas lebih banyak
dilakukan di satuan pendidikan khusus atau Sekolah Luar Biasa (SLB). Padahal,
tidak semua daerah di Indonesia memiliki SLB. Data Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan menyebutkan, dari total 514 kabupaten/kota di Indonesia, 62 di
antaranya tidak memiliki SLB. Jumlah 1,6 juta anak berkebutuhan khusus di
Indonesia pun baru 10 persen yang bersekolah di SLB.

Selain itu, penyebaran SLB menurut dia juga sangat terbatas. Lokasi SLB pada
umumnya berada di daerah perkotaan. Hal ini berdampak pada akses pendidikan
bagi anak berkebutuhan khusus. Anak-anak yang kemampuan ekonomi
keluarganya lemah terpaksa tidak bersekolah karena factor biaya dan jarak, ujar
Wiwied saat ditemui di Bandung, Jawa Barat, Senin (28/8). Dia berpendapat,
salah satu solusi meningkatkan angka partisipasi anak berkebutuhan khusus di

57
dunia pendidikan adalah menyelenggarakan sekolah inklusif. Sekolah ini
dianggap mampu mengakomodasi setiap anak dari beragam karakteristik untuk
berpartisipasi secara bermakna dan belajar bersama teman sebayanya di satuan
pendidikan reguler, bukan satuan pendidikan khusus seperti SLB. Sekolah inklusif
ini menerapkan metode pendidikan yang ditujukan untuk menjawab kebutuhan
belajar semua anak dengan focus khusus yang rentan terhadap marginalisasi dan
pengucilan. Pemerintah Indonesia, sejak awal tahun 2000 sebenarnya sudah
mengembangkan konsep pendidikan inklusif dengan mengikuti kecenderungan
dunia dalam mengadopsi konsep ini.

Program ini merupakan kelanjutan dari program pendidikan integrative atau


terpadu yang pernah diluncurkan di Indonesia pada 1980-an, tetapi kemudian
kurang berkembang. Bentuk program pendidikan integrative saat itu adalah
sekolah reguler yang menampung anak berkebutuhan khusus, dengan kurikulum,
guru, sarana pengajaran, dan kegiatan belajar mengajar yang sama dengan anak
lain. Banyak Sekolah Keberatan Meski begitu, kata Wiwied, konsep pendidikan
inklusif di Indonesia seringkali masih dipahami sebatas pada pendidikan terhadap
anak-anak berkebutuhan khusus semata. Perkembangan pendidikan inklusif
kurang menggembirakan karena banyak sekolah reguler yang keberatan menerima
anak berkebutuhan khusus. Pihaknya pun meminta Kemendikbud merevisi
Permen 70/2009. Kalau dulu sekolah yang ditunjuk sebagai sekolah inklusif
hanya satu per satu kecamatan, sekarang kami dorong agar semua sekolah supaya
penerapannya bias lebih baik lagi,ucapnya.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang


Pendidikan Inklusif pun hanya mengatur pendidikan inklusif bagi peserta didik
dengan kelainan dan potensi kecerdasan atau bakat istimewa. Deskripsi peserta
didik dengan kelainan menurut Permendiknas tersebut hanya meliputi penderita
tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, berkesulitan
belajar, lamban belajar, autis, memiliki gangguan motorik, menjadi korban
penyalahgunaan narkoba, obat terlarang, dan zat adiktif lainnya, maupun tuna
ganda. Wiwied menilai, hal ini cenderung membatasi pendidikan inklusif pada

58
peserta didik yang memiliki keterbatasan karena faktor internal saja. Sementara
ada pula peserta didik yang memiliki keterbatasan karena factor eksternal.

4.2 Artikel Korban Pemerkosaan

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS MENJADI KORBAN


PEMERKOSAAN HINGGA HAMIL

Senin, 09 Desember 2019 18.38 WIB

Perempuan berkebutuhan khusus melapor telah diperkosa hingga hamil 3 bulan


probolinggo - perempuan berkebutuhan khusus di kabupaten probolinggo menjadi
korban pemerkosaan oleh seseorang yang baru dikenalnya. Perbuatan asusila itu
membuat korban hamil 3 bulan. Ditemani keluarganya, korban, yang berusia 24
tahun, melapor ke sentra pelayanan kepolisian terpadu polresta Probolinggo senin
(9/12/2019).

Kepada polisi, korban menceritakan pemerkosaan yang dialaminya di sebuah


rumah kosong di kecamatan kademangan, kota probolinggo, sekitar september
lalu. Menurut korban, pelakunya adalah SA, warga desa pohsangit leres,
kecamatan sumberasih, kabupaten probolinggo. Perkenalannya dengan pelaku
terjadi di sebuah warung es dawet. Home berita daerah jawa
timur internasional kolom blak blakan fokus hoax or not foto most popular pro
kontra suara pembaca  infografis  video indeks adik ipar korban, YN, mengatakan
korban diketahui hamil setelah mengalami muntah-muntah tanpa sebab yang jelas.
Oleh ibunya, korban kemudian di periksakan ke bidan desa setempat. "Saat
diperiksakan, ternyata korban hamil. Tapi ibunya nggak percaya, lalu
diperiksakan lagi ke puskesmas sumberasih. Dan ternyata sama, kondisinya
hamil” terang Yono.

Dari situlah korban akhirnya bercerita kepada ibunya setelah didesak. Korban
bercerita siapa orang yang telah memperkosanya hingga hamil. Kasus
pemerkosaan ini kini dalam penanganan unit perlindungan perempuan dan anak
(PPA) polresta probolinggo. Kasat reskrim polresta probolinggo AKP nanang

59
fendi mengatakan pihaknya akan melakukan penyelidikan atas laporan tersebut.

Pemuda Pelaku Pemerkosaan di Saguling Bandung Terancam


Hukuman 15 Tahun, Ini Kondisi Korban!
20 Agustus, 2019 Bandung 20.55

Empat pemuda pelaku pemerkosaan terhadap anak dibawah umur Y (16) warga
Saguling, Kabupaten Bandung Barat (KBB) terancam hukuman maksimal 15
tahun penjara. Polisi menjarat palaku yakni UR (18), AC (28), R (23) dan AR (26)
dengan pasal 81 ayat 1 dan pasal 82 ayat 1 Undang-undang nomor 35 tahun 2004
tentang perubahan atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Ancaman hukumannya maksimal 15 tahun (penjara)," ujar Kapolsek Batujajar,
Kompol Jose di Mapolsek Batujajar, Selasa (20/8/2019). Jose mengatakan, para
pelaku ini melakukan aksi pemerkosaan tersebut hanya satu kali, hanya saja
dilakukan secara bergiliran.

Terlebih saat itu mereka dalam kondisi mabuk berat dan mencekoki korban
dengan miras hingga tak sadarkan diri. Jadi untuk korban ada penanganan khusus
atau pedampingan (trauma healing) agar psikologisnya tidak terganggu, katanya.
Sementara keempat pelaku, kata Jose, merupakan anak putus sekolah dan sempat

60
bekerja sebagai buruh. Namun untuk saat ini mereka harus mempertanggung
jawabkan perbuatannya. Empat pemuda itu sudah mendekam di penjara setelah
diringkus anggota Polsek Batujajar karena melakukan pemerkosaan secara
bergiliran di sekitar kampong halaman korban pada 7 Mei 2019 lalu

4.3 Artikel Korban KDRT

Ni Putu Kariani: Kasus suami 'potong' kaki istri di Bali bagian dari
'gunung es' KDRT di Indonesia.
17 September 2017 , Bali. 19.50 WIT

Ni Putu Kariani masih terbaring di rumah sakit di Bali dalam kondisi trauma
setelah kakinya dilaporkan dipotong oleh suaminya sendiri, kekerasan "ekstrem"
dan merupakan bagian dari "gunung es" kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
di Indonesia, menurut Komnas Perempuan.

Kariani terlihat pucat dan tak banyak bicara, menurut Jenny Jusuf, aktivis media
sosial yang menemuinya bersama tim Lembaga Bantuan Hukum Bali di Rumah
Sakit Sanglah pada Rabu (13/09). Menurut keluarga, Kariani sering mengigau
meminta "jauhkan goloknya." Anak bungsunya yang duduk di bangku kelas
empat sekolah dasar ikut menyaksikan kekerasan ini.

Jenny mengumpulkan donasi 'Peduli Putu, pejuang kekerasan domestik' melalui


Kitabisa.com untuk meningkatkan kesadaran atas tingginya KDRT di Indonesia

61
serta membantu pengobatan serta pemulihan fisik dan psikis dengan target Rp100
juta. Dari angka lebih 259.000 ini, menurut Indri - 57% di antaranya adalah
KDRT yang angkanya terus meningkat dari tahun ketahun. Di luarang kaitu, ia
mengatakan kasus KDRT terus meningkat dari tahun ketahun dan masih banyak
yang tidak dilaporkan karena masalah pribadi yang dianggap tabu untuk
diperkarakan. "KDRT masih seperti gunung es. Angka yang di dokumentasi
Komnas belum menunjukkan keseluruhan angka KDRT karena angka yang
tersembunyi atau belum dilaporkan masih banyak karena KDRT bersinggungan
dengan persoalan privat yang dianggap oleh sebagian tabu untuk diungkap," kata
Indri kepada BBC Indonesia. Persoalan KDRT faktornya kompleks, di mana di
daerah-daerah secara budaya di izinkan diperlakukan secara tidak adil, misalnya
dalam adat harus selalu melayani dan selalu bersiap ketika suami nya minta
pelayanan apapun. Itu salah satu faktor yang menyebabkan kekerasan dalam
rumah tangga terjadi.

Selain tabiat dan keyakinan agama yang keliru juga kultur dan budaya yang
menyebabkan perempuan susah menegaskan situasi dan kondisinya saat ia
mengalami kekerasan dalam rumah tangga dengan suaminya sehingga ia sulit
untuk melawan," tambah Indri. Dalam kasus Kariani, menurut cerita keluarga
kepada Jenny Jusuf, kekerasan telah dia alami selama bertahun-tahun dan pihak
keluarga selalu meminta untuk bersabar. Penganiyaan sudah terjadi lama
bertahun-tahun, mereka menyebutnya penganiyaan besar dan kecil, penganiyaan
besar empat atau lima kali. Putu pernah pulang dengan kepala benjol berisi cairan
dan akhirnya harus dioperasi, contoh lain tubuh disundut rokok, memar-memar,
itu terjadi bertahun-tahun tapi dari pihak keluarga menyarankan bertahan dengan
harapan suaminya bias berubah," kata Jenny mengutip keluarga Kariani. Namun
dengan kejadian ini, Putu akan ikut dengan mereka dan tak ikut dengan keluarga
suaminya lagi. Kondisi sudah parah karena harus kehilangan kaki, tambahnya.
Kate Walton, pendiri akun Menghitung Pembunuhan Perempuan di Facebook,
mengharapkan tidak akan ada keringan hukuman suami Kariani karena kasus
yang "sadis dan ekstrem" ini. Kasus kekerasan dalam rumah tangga ini merupakan
bagian dari lebih 259.000 kasus di seluruh Indonesia yang tercatat di tengah

62
"masih banyak yang tersembunyi," menurut komisioner Komnas Perempuan,
Indri Suparno.

Sepertinya suaminya cemburu dan menduga Putu selingkuh. Kita tidak tahu
apakah itu benar atau tidak. Namun, jika ternyata benar, seharusnya tetap tidak
meringankan hukuman suaminya, karena cemburu bukan alasan untuk kekerasan.
Apa yang dilakukan pada Putu sangat mengherankan sekali, sangat sadis dan
ekstrem, dan yang paling sedih adalah teryata Putu sudah beberapa kali minta izin
kepada keluarganya untuk menceraikan suaminya, tetapi tidak pernah di izinkan,"
kata Kate. Sejumlah laporan mengutip anggota keluarga Kariani yang mengatakan
ia sudah beberapa kali meminta cerai dari suaminya. Terkait pembunuhan
terhadap perempuan, sepanjang tahun ini saja yang dicatat Kate Walton dari
pantauannya melalui media sudah lebih dari 114 orang. Umur mereka berbeda
semua, dari tiga tahun sampai 79 tahun. Tempat tinggal mereka juga berbeda: ada
yang tinggal di kota, ada yang di desa, ada yang di Jakarta, ada yang di wilayah
pelosok di Riau dan Sikka. Ada yang ditembak, ada yang dicekik, ada yang
ditikam, ada yang ditenggelamkan. Ini menunjukkan bahwa kekerasan terhadap
perempuan, termasuk KDRT, sudah menjadi budaya di Indonesia dan bias terjadi
dimana saja kepada siapa saja, Kata Kate. Komnas Perempuan mencatat jumlah
tertinggi kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia di DKI Jakarta dan
JawaTimur. Namun tingginya angka ini karena disebabkan mudahnya akses
pengaduan dan lebih siapnya aparat hukum, menurut Indri Suparno.

Kate Walton, pegiat hak perempuan asal Australia yang tinggal di Jakarta,
mengatakan fasilitas seperti Pusat Pelayanan Terpadu untuk Pemberdayaan
Perempuan dan Anak (P2TP2A) merupakan langkah baik pemerintah Indonesia
namun banyak yang belum berjalan maksimal. Banyak P2TP2A ini belum
berfungsi dengan maksimal, biasanya karena anggaran yang di alokasikan tidak
memadai dan staf belum cukup terlatih untuk menangani kasus kekerasan. Salah
satu contoh yang bagus adalah P2TP2A di Kota Timika, Kab. Mimika, Provinsi
Papua. P2TP2A tersebut sudah di danai dengan baik, staf sudah terlatih, dan
jaringan dengan polisi dan fasilitas kesehatan (rumah sakit maupun Puskesmas)

63
sudah dibangun dan dijalankan. Sayang sekali, kebanyakan P2TP2A di Indonesia
belum sebagus yang di Kota Timika," kata Kate.

64
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus  (dulu di sebut sebagai anak luar biasa) di
definisikan sebagai anak yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk
mengembangkan potensi kemanusiaan mereka secara sempurna
Penyebutansebagai anak berkebutuhan khusus, dikarenakan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya, anak ini membutuhkan bantuan layanan pendidikan, layanan
sosial, layanan bimbingan dan konseling, dan berbagai jenis layanan lainnya yang
bersifat khusus.
Dalam penanganan anak berkebutuhan khusus, terdapat tiga hal yang perlu
diperhatikan, diantaranya yaitu penguatan kondisi mental orang tua yang memiliki
anak berkebutuhan khusus, dukungan sosial yang kuat dari tetangga dan
lingkungan sekitar anak berkebutuhan khusus tersebut, dan yang terakhir adalah
peran aktif pemerintah dalam menjadikan pelayanan kesehatan dan konsultasi
bagi anak berkebutuhan khusu
Perkosaan sebagai salah satu bentuk kekerasan jelas dilakukan dengan
adanya paksaan baik secara halus maupun kasar. Pemerkosaan terjadi tidak
semata-mata karena ada kesempatan, namun pemerkosaan dapat terjadi karena
pakaian yang dikenakan korban menimbulkan hasrat pada sipelaku untuk
melakukan tindakan pemerkosaan, serta pemerkosaan bisa juga disebabkan karena
rendahnya rasa nilai, moral, asusila dan nilai kesadaran beragama yang rendah
yang dimiliki pelaku pemerkosaan. Hal ini akan menimbulkan dampak sosial bagi
perempuan yang menjadi korban perkosaan tersebut.
Bentuk kekerasan terhadap perempuan bukan hanya kekerasan secara
fisik, akan tetapi dapat juga meliputi kekerasan terhadap perasaan atau psikologis,
kekerasan ekonomi, dan juga kekerasan seksual. Kekerasan pada dasarnya adalah
semua bentuk perilaku, baik verbal maupun non-verbal, yang dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang, terhadap seseorang atau sekelompok orang
lainnya, sehingga menyebabkan efek negatif secara fisik, emosional, dan
psikologis

65
Menurut Suryasukma efek psikologis penganiyaan bagi banyak perempuan
lebih parah disbanding efek fisiknya. Rasa takut, cemas, letih, kelainan stress post
traumatic, serta gangguan makan dan tidur merupakan reaksi panjang dari tindak
kekerasan terhadap istri juga mengakibatkan kesehatan reproduksi terganggu
secara bilologis yang pada akhirnya terganggu secara sosiologis.

5.2 Saran
Pembaca sebaiknya tidak hanya membaca dari materi makalah ini saja karena
masih banyak referensi yang lebih lengkap yang membahas materi dari makalah
ini. Oleh karena itu, semoga makalah ini dapat di jadikan sebagai buku ajar untuk
menambah wawasan mahasiswa/i khususnya Universitas Bhakti Kencana
Bandung tentang anak dengan kebutuhan khusus, korban pemerkosaan dan korban
KDRT.

66

Anda mungkin juga menyukai