Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

SUSPENDING AGENT

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Kosmetologi Dan Teknologi Kosmetik

Disusun Oleh :
Dwi Nurmalasari 16330701
Cecilia Nova Wahyudiana 16330706
Srigemawati Singerin 16330713
Wirna Ningsih 16330724
Siti Lathifah 16330727
Yani Mulyani 16330729

FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, karna atas berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Suspending Agent.
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Kosmetologi dan Teknologi Kosmetik. Walaupun demikian, dalam
menyelesaikan makalah ini, penulis menghadapi kendala tetapi atas bantuan dari
berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat diselesaikan.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dosen – dosen Mata Kuliah Kosmetologi dan Teknologi Kosmetik yang
telah membimbing kami untuk menyelesaikan makalah ini.

2. Teman-Teman sekelas yang ikut membantu dan memberi pendapat kepada


penulis saat penulis menemukan masalah atau kendala dalam
menyelesaikan makalah ini.
Semoga isi makalah ini berguna bagi kami khususnya dan bagi siapapun dan
dapat menambah pengetahuan kita. Atas kekurangan dan ketidaksempurnaan
dalam pembuatan makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Jakarta, Oktober 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 2
1.3 Tujuan ............................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Suspensi ............................................................................................ 3
2.1.1. Definisi Suspensi .................................................................... 3
2.1.2. Syarat Sediaan Suspensi ......................................................... 3
2.1.3. Evaluasi Sediaan Suspensi ...................................................... 3
2.2 Suspending Agent ............................................................................ 4
2.2.1. Definisi Suspending Agent ..................................................... 4
2.2.2. Penggolongan Suspending Agent ........................................... 4
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Pembahasan ...................................................................................... 14
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan........................................................................................ 17
4.2 Saran ................................................................................................. 17
4.2.1. Saran Bagi Pemerintah ......................................................... 17
4.2.2. Saran Bagi Masyarakat .......................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Suatu suspensi dalam bidang farmasi adalah suatu dspersi kasar
dimana partikel zat padat yang tidak larut terdispersi dalam suatu medium
cair. Partikel-partikel tersebut kebanyakan mempunyai diameter lebih besar
dari 0,1 mikrometer, dan beberapa dari partikel tersebut bisa diselediki di
bawah mikroskop (Martin et al., 2008).
Suspensi memberi andil dalam bidang farmasi dan kedokteran dalam
hal membuat zat-zat yang tidak larut dan seringkali tidak enak rasanya
menjadi suatu sediaan yang enak atau juga dalam hal membentuk suatu
sediaan obat kulit yang cocok untuk penggunaan pada kulit dan pada
membrane mukosa, serta dalam hal pemberian parenteral dari obat-obat
yang tidak larut (Martin et al., 2008).
Suspensi dibuat baik oleh presipitasi atau dengan metode terdispersi
yang membutuhkan penggunaan agen pensuspensi yang karakteristiknya
dapat berubah secara signifikan karena adanya komponen lain seperti
elektrolit (Niazi, 2009).
Sediaan suspensi ada yang oral dan topikal. Sediaan suspensi topical
biasa digunakan untuk kosmetik, contoh sediaan suspensi berbentuk lotio
atau lotion.
Lotion merupakan sediaan kosmetik golongan emolien (pelembut)
yang mengandung banyak air (Erungan et al., 2009).
Suspending agent excipients membantu bahan farmasi aktif tetap
tersuspensi dalam formulasi dan mencegah caking di bagian bawah wadah.
Salah satu sifat suspensi yang diformulasikan dengan baik adalah mudah
dihentikan ulang dengan menggunakan agitasi sedang atau gemetar (Aulton,
2002).

1
Suspending agent memiliki fungsi sebagai memperlambat
pengendapan, mencegah penurunan partikel, dan mencegah penggumpalan
resin dan bahan berlemak (Art Of Compouding, 1911).

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa itu suspensi topikal?
b. Bagaimana karakteristik untuk formulasi sediaan suspensi topikal?
c. Apa itu suspending agent, kegunaan dalam sediaan suspensi?
d. Apa saja jenis-jenis dan contoh bahan suspending agent?
e. Suspending agent apa yang paling cocok untuk sediaan suspensi topikal?

1.3 Tujuan
a. Mengetahui definisi suspensi topikal
b. Mengetahui karakteristik formulasi sediaan suspensi topical
c. Mengetahui definisi suspending agent, kegunaan dalam sediaan suspense
d. Mengetahui jenis-jenis dan contoh suspending agent
e. Mengetahui suspending agent yang cocok untuk sediaan suspensi topical

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Suspensi
2.1.1. Definisi Suspensi
Suspensi adalah sediaan yang mengandung partikel padat tidak larut
yang terdispersi dalam fase cair. Suspensi topikal adalah sediaan cair yang
mengandung partikel-partikel padat yang terdispersi dalam suatu pembawa
cair yang ditujukan untuk penggunaan kulit (Farmakope Indonesia IV,
1995).
2.1.2. Syarat Sediaan Suspensi
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III (1995), syarat sediaan
suspensi yaitu:
a. Suspensi terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap
b. Jika dikocok harus segera terdispersi kembali
c. Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas
d. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar mudah dikocok dan di
tuang.
2.1.3. Evaluasi Sediaan Suspensi
Menurut Jannah, S.A.R (2015), evaluasi untuk sediaan suspensi
terdiri dari:
a. Organoleptis
Evaluasi organoleptis suspensi dilakukan dengan alat indera
manusia untuk mengukur tingkat penerimaan sediaan yaitu menilai
perubahan rasa, warna, dan bau.
b. Viskositas
Suspensi yang telah dibuat sebanyak 120ml kemudian diletakkan
pada wadah, selanjutnya dipasang spindle 1 paada alat. Viskositas
sediaan suspensi dapat dilihat dari pergerakan jarum penunjuk viskositas.

3
c. Pengujian pH
Penetapan pH dilakukan dengan mengukur pH sediaan dengan
menggunakan pH meter yang sebelumnya telah dikalibrasi menggunakan
larutan yang sesuai. Kemudian elektroda dicelupkan kedalam sediaan.
Nilai pH ditunjukkan pada layar.
d. Volume Sedimentasi
Sediaan dimasukkan ke dalam tabung sedimentasi yang berskala,
volume yang diisikan merupakan volume awal (Vo). Setelah beberapa
waktu/hari diamati volume akhir dengan terjadinya sedimentasi.Volume
terakhir tersebut diukur (Vu) dan hitung volume sedimentasi (F)
e. Derajat Flokulasi
Derajat flokulsai dihitung dari volume sedimentasi akhir suspensi
flokulasi dengan volume sedimentasi suspensi deflokulasi.
f. Kemampuan Redispersi
Evaluasi dilakukan dengan cara botol diputar 180 derajat dan balik
ke posisi semula. Lakukan berulang kali dengan konstan. Bernilai 100%
jika dalam sekali pembalikan tabung, suspensi dapat terdispersi
sempurna. Jika setiap pembalikan suspensi belum terdispersi sempurna
maka akan terjadi pengurangan 5% dari nilai 100%.

2.2. Suspending Agent


2.2.1. Definisi Suspending Agent
Suspending agent merupakan bahan yang dapat meningkatkan
viskositas dari suspensi sehingga pengendapan dapat diperlambat.
Suspending agent berfungsi mendispersikan partikel tidak larut kedalam
pembawa dan meningkatkan viskositas sehingga kecepatan pengendapan
bisa diperkecil. Mekanisme kerja suspending agent adalah untuk
memperbesar kekentalan (viskositas).
2.2.2. Penggolongan Suspending Agent

4
Suspending agent dibagi menjadi beberapa golongan. Golongan
pertama adalah polisakarida yang terdiri dari gom akasia (gom arab)/PGA,
tragakan, na-alginat (sodium alginat), starch (amilum), karagen (chondrus
extract), xanthan gum (polysaccharide b-1449/ corn sugar gum), serta guar
gum (guar flour). Golongan kedua adalah turunan selulosa, contohnya
metilselulosa, CMCNa (karboksimetil selulosa), avicel, dan hidroksi etil
selulosa. Golongan ketiga adalah clay misalnya bentonit, aluminium-
magnesium silikat (veegum), dan hectocrite (salah satu senyawa mineral
berbentuk tanah liat). Golongan keempat adalah polimer sintetik
contohnya golongan carbomer (Suena, N.M.D.S, 2015).
1) Polisakarida
a. Gom Arab (PGA)
Pemerian : bentuk granul/ serbuk berwarna putih kuning
pucat, tidak berbau
Kelarutan : larut hampir sempurna dalam 2 bagian bobot air,
praktis tidak larut dalam etanol
Kegunaan : emulgator, penstabil, peningkat kelarutan,
suspending agent.
Konsentrasi suspensing agent: 5-10%
Konsentrasi emulgator: 10-20%
pH : 4,5-5,5
Inkompatibilitas: dalam jumlah banyak tidak bisa bercampur
dengan garam Fe, morfin, fenol, thimol, vanillin
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
b. Tragakan
Pemerian : tidak berbau, mempunyai rasa tawar
Kelarutan : agak sukar larut dalam air, tetapi mengembang
menjadi masa homogen, lengket dan seperti gelatin
Viskositas : viskositas meningkat jika suhu dan konsentrasi
meningkat, dan menurun jika pH meningkat.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik

5
Inkompatibilitas: dapat menurunkan kemampuan antimikroba
pengawet benzalkonium klorida, klorbutanol, dan metilparaben,
beberapa fenol, dan fenilmerkuri asetat. Pada pH<5 , tragakan
kompatibel dengan pengawet asam benzoat, klorbutanol,
metilparaben. Penambahan mineral kuat dan asam organik dapat
menurunkan viskositas dispersi tragakan. Viskositasnya diturunkan
pula dengan adanya alkali atau NaCl jika dispersi dipanaskan.
Tragakan kompatibel dengan garam konsentrasi tinggi dan banyak
suspending agent lain saperti akasia, CMC, starch, dan sukrosa.
Dengan adanya 10% FeCl3 akan menyebabkan pengendapan,
perubahan warna menjadi kuning. Jumlah yang cocok untuk 100
ml suspensi adalah 0,2 g serbuk tragakan, 2-4 serbuk campuran
atau kira-kira 25 ml musilago. Tragakan menghasilkan mucilago
yang kurang lengket dibandingkan dengan akasia, karena itu lebih
cocok untuk penggunaan obat luar, seperti : jelly, lotion, pasta,
krim.
c. Natrium Alginat
Pemerian : serbuk warna putih atau kuning-coklat pucat, tidak
berbau dan tidak berasa
Kelarutan : praktis tidak larut dalam etanol (95%), eter,
kloroform. Praktis tidak larut dalam pelarut organik lain dan larutan
asam encer dimana pH kurang dari 13. Larut perlahan dalam air
yang membentuk larutan koloidal lengket.
pH : 4-10
d. Karagen
Kelarutan : semua karagenan terbasahi oleh air, tapi hanya lamda
karagenan dan natrium karagenan yang larut sempurna. Carrageen
tidak larut dalam alkohol, tapi dapat bercampur dengan alkohol
sampai kosentrasi 20%. Makin banyak alkohol yang ditambahkan,
viskositas cairan terdispersi makin meningkat. Pada kosentrasi

6
alkohol di atas 20% akan terbentuk suatu gel dengan cepat, dan di
atas 40% dapat mengendapkan carrageen.
pH stabil: antara 4,5-10.
Kegunaan : ekstrak chondrus sering digunakan dalam obat dan
kosmetik.Contoh sediaan yang mengandung ekstrak chondrus
diantaranya, lotion keriting rambut, maskara, pasta gigi, suspensi
kalamin, suspensi sulfonamida, suspensi titanium dioksida.
Penyimpanan : Disimpan dalam wadah tertutup rapat, terlindung
dari cahaya dan sebaiknya di tempat yang dingin.
e. Xanthan Gum
Pemerian : serbuk berwarna, larut pada air panas/dingin.
Pada konsentrasi 0,5% menghasilkan produk kental dan
menunjukkan sedikit perubahan pada interval suhu dan pH yang
cukup besar. Pada kosentrasi 1% baru ditambah pengawet yang
sesuai.
Fungsi : Stabilizing agent; suspending agent; viscosity-increasing
agent.
Penggunaan Farmasetik: pencampuran suspending agent
anorganik tertentu seperti;magnesium aluminum silicate, or organic
gums akan memeberikan effek rheologl yang sinergis. Pada
umumnya perbandingan pencampuran antara xanthan gum dengan
magnesium aluminum silicate 1:2 sampai 1:9 memberikan hasil
yang maksimal Efek sinergis yang optimum juga diperoleh melalui
perrbandingan Xantan : Guar gum 3:7 dan 1: 9.
f. Guar Gum
Kelarutan : praktis tidak larut dalam pelarut organik. Dalam air
dingin dan panas, guar gum terdispersi. Dan mengembang
membentuk sol tiksotropik, dan kental. Kecepatan hidrasi optimum
terjadi pada pH 7,5-9. Serbuk yang sangat halus mengembang lebih
cepat dan lebih sulit untuk didispersikan. Didiamkan dalam suhu

7
kamar selam 2-4 jam akan menghasilkan viskositas yang
maksimum.
pH stabilitas : 1-10,5. pada pH 3,5-4,5 viskositasnya kurang.
Viskositas maksimal pada pH 7,5-9.

Stabilitas dan penyimpanan : pemanasan yang lama akan


menurunkan viskositas. Simpan dalam wadah tertutup baik.
Pengawetan : stabilitas terhadap bakteri dapat ditingkatkan dengan
penambahan campuran 0,15% metil paraben dan 0,02% propil
paraben atau dengan 0,1% asam benzoat atau Na pentaklofenat.
Inkompatibilitas : guar gum tidak tersatukan dengan aseton,
alkohol, tanin, asam,/basa kuat.
Penggunaan : guar gum dipakai sebagai pengental dan sebagai
stabilistaor dalam emulsi. Emulsi yang dibuat dengan akasia dapat
distabilkan dengan baik dengan menambahkan gom guar 1%. Gom
guar merupakan suspending agent yang kurang baik untuk serbuk
yang tidak larut. Guar Gum dapat di campurkan penggunaannya
dengan tanaman hydrokoloid lain seperti tragakan.
2) Turunan Selulosa
a. Metil Selulosa
Pemerian : serbuk atau granul yang berwarna putih. Praktis
tidak berbau dan tidak berasa.
Kelarutan : larut di air dingin tetapi tidak larut dalam air
panas. Tidak larut dalam eter, alkohol, dan kloroform. Larut
dalam asam asetat glasial dan dalam campuran alkohol dan
kloroform dengan perbandingan sama, tidak larut dalam air panas,
dalam larutan jenuh garam.
Inkompatibilitas: metilselulosa OTT dengan amin akrine
hidroklorida, kolesterol, merkuri klorida, fenol, resorsinol, asam
tanat, dan perak nitrat. Biasanya ketidaktersatuannya ditunjukkan
oleh kekeruhan dan hilangnya viskositas.

8
Stabilitas : Pada pemanasan mula-mula viskositas musilago
menurun. Dan kemudian pada saat suhu meningkat molekul metil
selulosa ini perlahan-lahan terhidratasi sampai terbentuk dispersi
pada suhu sekitar 50oC. Pada pendinginan, gel berubah menjadi
padat dan viskositasnya kembali ke normal. Penurunan viskositas
yang diakibatkan pemanasan akan bertambah besar dengan adanya
asam daripada dalam basa. Viskositas dapat berubah juga tanpa
pemanasan. Perubahan ini disebabkan adanya asam atau basa.
Penggunaan : Metil selulosa digunakan dalam farmaseutik dan
terapeutik. Dalam farmaseutik, metilselulosa digunakan sebagai
zat pendispersi dan pengental, emulgator dan pembasah. Hal ini
terutama digunakan dalam obat tetes mata, tetes hidung, kosmetik,
pasta gigi dan sediaan cair lain, misalnya suspensi dan emulsi.
Dalam terapeutik, MC sebagai laksatif pada konstipasi kronik. MC
dapat digunakan untuk sediaan internal atau eksternal.
b. Na-CMC (Natrium Karboksimetil Selulosa)
Pemerian : serbuk atau granul, putih sampai krem, higroskopis
Kelarutan : mudah terdispersi dalam air membentuk larutan
koloida, tidak larut dalam etanol, eter, dan pelarut organik lain.
Stabilitas : larutan stabil pada pH 2-10, pengendapan terjadi
pada pH di bawah 2. Viskositas larutan berkurang dengan cepat
jika pH di atas 10. Menunjukan viskositas dan stabilitas meksimum
pada pH 7-9.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
Inkompatibilitas: inkompatibel dengan larutan asam kuat dan
dengan larutan garam besi dan beberapa logam seperti alumunium,
merkuri dan zink juga dengan gom xantan. Membentuk kompleks
dengan gelatin dan pektin.
Konsentrasi lazim : 3-6%
c. Avicel

9
Kelarutan : Tidak larut dalam air, pelarut asam dan pelarut
organik lainnya, agak sukar larut dalam NaOH (1 : 20)
pH stabilitas : 5,5 – 7

Stabilitas dan penyimpanan : stabil, higroskopik, simpan dalam


wadah tertutup rapat.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.
Sifat Aliran : tiksotropik pada konsentrasi lebih dari 2 %
Konsentrasi lazim : sebagai suspending agent lebih besar atau
sama dengan 2 %
Inkompatibilitas: HCl, HgCl, AgNO3, fenol, asam tanat.
Penggunaan dalam farmasi: pengikat tablet, pengisi (granulasi
basah 5 – 20 %), penghancur tablet 5 – 15 %, glidan tablet 5 – 15
%, antiadheren 5 – 20 %. Pengisi kapsul 10 – 30 %, tidak
digunakan sebagai adsorben.
Sifat aliran dari dispersi avicel dapat diperbaiki dengan
menambahkan hidrokoloid seperti : CMC, metil selulosa, hidroksi
propil selulosa yang dapat menstabilisasi dispersi untuk melawan
efek flokulasi karena penambahan elektrolit.
d. Hidroksi Etil Selulosa
Kelarutan : Larut dengan mudah dalam air dingin/panas
menghasilkan larutan yang larut sempurna, halus, viskous, larut
secara parsial dalam asam asetat, tidak larut dalam sebagian besar
pelarut organik.
pH stabilitas : 2 – 12
Penyimpanan : disimpan dalam wadah tertutup rapat, kering
untuk menghindari kenaikan kelembaban.
Inkompatibilitas : kompatibel sebagian dengan komponen larut
air seperti casein, starch, metil selulosa, polivinyl alkohol dan
gelatin.

10
Stabilitas : Viskositas hidroksietil selulosa ditandai oleh suatu
angka (dalam cps) dari larutan 2 %. Seperti hidrokoloid nonionik
lainnya, hidroksietil selulosa membentuk dispersi yang kental
dalam air yang tidak dipengaruhi pH 4 – 10. Pada pH diatas 10,
viskositas menurun drastis tapi reversibel. Semakin asam larutan,
viskositas menurun perlahan tapi irreversible.
Penggunaan : digunakan dalam bidang farmasi sebagai pengental,
koloid pelindung, pengikat, penstabil, dan suspending agent dalam
emulsi, jelly dan ointmen, lotion, ophtalmic, solution, suppositoria,
tablet, shampoo, hair sprays, penetralisir, krim, lotion.
3) Clay
a. Bentonit
Pemerian : kristal, tidak berbau, serbuk halus kuning pucat
atau krem sampai keabu-abuan. Bentonit sedikit berasa seperti
tanah.
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air dan dalam larutan air
(aqueous solution), tetapi mengembang menjadi massa yang
homogen dan menempati kurang lebih 12 kali volume serbuk
keringnya. Praktis tidak larut dan tidak mengembang dalam pelarut
organik.
pH : larutan 2 % b/v (suspensi dalam air) 9,5 – 10,5
Inkompatibilitas: dengan elektrolit kuat, partikel atau larutan yang
bermuatan positif (kationik), “sulphurated potash” dan acriflavine
HCl. Bentonit yang terdispersi akan terendapkan oleh adanya asam
(karena dispersinya bersifat basa) dan oleh adanya alkohol.
Stabilitas : Bentonit stabil terhadap suhu tinggi (lebih kecil
dari 400oC). Dapat disterilisasi panas. Untuk serbuk disterilisasi
pada suhu 170o C selama 1 jam setelah dikeringkan 100 oC.
Suspensinya dalam air disterilisasi pada autoklaf.
Sifat aliran : tiksotropik (Art of Compounding) untuk suspensi 4
% b/v yang membentuk gel dan akan lebih cair bila dikocok

11
(terjadi tanpa pemanasan). Untuk mencapai viskositas 800 cps
(20oC) yaitu viskositas yang baik untuk suspensi diperlukan
konsentrasi 6,3 % b/v.
pH stabilitas : 3 – 10
Bentonit sering digunakan sebagai sediaan eksternal. Untuk tujuan
pemakaian luka, serbuk bentonit harus disterilisasi dulu sebab
bentonit kemungkinan mengandung sesepora bakteri tetanus.
Digunakan pula sebagai suspending agent pada lotion calamine dan
mixtura chalk.
Penyimpanan : bentonite bersifat higroskopis dan menyerap
kelembaban udara. Simpan dalam wadah tertutup rapat.
Penggunaan dalam farmasi : suspending agent 0,5 – 5 %,
emulsion stabilizer 1 %, adsorbent 1 – 2 %.
b. Alumunium-Magnesium Silikat (Veegum)
Pemerian : serbuk, warna putih coklat
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, alkohol dan pelarut
organik
Stabilitas : umumnya cukup stabil apabila ditempatkan dalam
keadaan kering. Umumnya tidak stabil pada larutan asam di bawah
pH 3,5 dengan beberapa larutan pekat, dapat mengabsorpsi
beberapa obat. pH stabilnya adalah 3-11
Konsentrasi lazim: 1-10% (suspending agent untuk sediaan topikal)
Sifat aliran : Tiksotropik. Dispersi dalam air pada konsentrasi 1-
2 % membentuk suspensi koloidal tipis. Pada konsentrasi 3 %
atau lebih tinggi, dispersi tidak tembus cahaya (“opaque”). Pada
konsentrasi meningkat diatas 3 %, viskositas dispersi akan
meningkat cepat. Pada konsentrasi 4 – 5 %, dispersi tebal, koloid
putih sol, dan pada konsentrasi 10% terbentuk gel yang keras.
Viskositas dapat dinaikkan dengan cara : pemanasan, penambahan
elektrolit, peningkatan konsentrasi, pengadukan. Disamping itu,
untuk mempertinggi viskositas, mempertahankan sifat aliran, dan

12
mencegah terjadinya flokulasi, veegum biasa dikombinasikan
dengan bahan pengental organik lain seperti CMC-Na atau xanthan
gum.
4) Polimer Sintetik
Carbomer
Pemerian : serbuk putih, sedikit berbau khas, asam, higroskopis
Kelarutan : larut dalam air, alkohol, dan gliserin.

Konsentrasi suspending agent: 0,5 – 1


pH : 1 % dispersi carbomer dalam air memiliki pH kira-kira 3
Stabilitas: Viskositas akan berkurang pada pH < 3 atau > 12.
Viskositas akan berkurang dengan adanya elektrolit kuat. Gel akan
hilang viskositasnya dengan cepat bila terpapar oleh sinar matahari,
tetapi reaksi ini dapat diminimalkan dengan penambahan antioksidan.
Inkompatibilitas: carbomer inkompatibel dengan fenol, polimer
kationik, asam kuat dan elektrolit dengan konsentrasi tinggi, dan akan
berubah warna dengan adanya resorsinol. Pemaparan oleh cahaya
akan menyebabkan oksidasi yang akan menyebabkan penurunan
viskositas.

13
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Pembahasan
Suspensi merupakan salah satu contoh sediaan cair yang secara umum
dapat di artikan sebagai suatu sistem dispersi kasar yang terdiri atas bahan
padat tidak larut tetapi terdispersi merata ke dalam pembawanya. Suspensi
dapat juga digunakan dalam pembuatan kosmetik. Suspensi Topikal adalah
sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa
cair yang ditujukan untuk penggunaan pada kulit.
Menurut Djajadisastra et al., terdapat 3 jenis suspending agent yang
dapat digunakan untuk sediaan suspensi topical yaitu karbomer, natrium
CMC dan tragakan. Djayadisastra dkk memformulasikan dan menguji
kestabilan fisik suspensi topikal yang mengandung ekstrak Nerii folium
sebagai antibakteri dalam sediaan anti jerawat. Dalam formulasinya, bahan
yang digunakan sebagai bahan formulasi suspensi adalah ekstrak Nerii
Folium, suspending agent : karbomer (Formula A), natrium CMC (Formula
B) dan tragakan (Formula C), serta zink oksida, titatium oksida, camphora,
mentol, propilen glikol, NaCl, polisorbat 80, NaOH, benzyl alcohol, etanol
(97%) dan aquadest.
Suspensi dengan bahan pensuspensi karbomer (Formula A) diperoleh
suspensi berwarna hijau, memiliki pH sebesar 6,80, memiliki aliran jenis
plastis tiksotropik. Suspensi dengan bahan pensuspensi natrium CMC
(Formula B) diperoleh suspensi berwarna hijau, memiliki pH sebesar 6,66,
memiliki aliran jenis plastis tiksotropik. Sedangkan suspensi dengan bahan
pensuspensi tragakan (Formula C) diperoleh suspensi berwarna hijau,
memiliki pH sebesar 6,45, memiliki aliran jenis pseudoplastis tiksotropik.
Hasil yang diperoleh ialah formula suspensi yang mengandung ekstrak
Nerii Folium dengan bahan pensuspensi natrium CMC paling stabil secara
fisik dengan sedikit perubahan warna, pH, dan viskositas dibandingkan

14
dengan bahan pensuspensi karbomer dan tragakan pada penyimpanan
selama 8 minggu. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil evaluasi fisikokimia
dan uji stabilitas fisik yang akan di jelaskan sebagai berikut :
1) Pengukuran pH
Harga pH dari ketiga formula cenderung tidak berubah selama
penyimpanan 8 minggu.
2) Volume Sedimentasi
Hasil pengukuran sedimentasi selama 8 minggu pada suhu
kamar (28-29oC) menunjukkan bahwa volume sedimentasi sediaan
formula A dan B, adalah tetap selama penyimpanan.
3) Ukuran Partikel
Hasil pengukuran diameter partikel terhadap ketiga formula
menunjukan ukuran partikel tetap selama penyimpanan 8 minggu pada
suhu kamar, lemari es maupun oven.
4) Redispersi
Hasil pemeriksaan redispersi untuk sediaan suspense Formula A
membutuhkan 15 kali pengocokan agar partikel dapat terdispersi
merata. Sedangkan untuk sediaan suspense Formula B tidak
membutuhkan pengocokan agar terdisperdi merata karena sediaan
sudah homogen atau terdispersi merata tanpa adanya pengocokan
terlebih dahulu. Untuk sediaan suspense Formula C membutuhkan 5
kali pengocokan agar partikel dapat terdispersi merata.
5) Uji viskositas
Hasil pengukuran viskositas suspensi selama 8 minggu pada
suhu kamar menunjukan bahwa sediaan suspensi Formula A, B dan C
mengalami penurunan viskositas. Pemerikasaan terhadap sifat aliran
suspense menggunakan viscometer Brookfield menunjukkan sifat
aliran plastis tiksotropik pada Formula A dan B serta sifat aliran
pseudoplastis tiksotropik pada Formula C.

15
6) Uji stabilitas
Sediaan suspensi Formula A, B, dan C tidak mengalami
perubahan bau selama masa penyimpanan baik suhu kamar (28-29oC),
suhu lemari es (4oC),

16
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
1. Suspensi topikal adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang
terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukkan untuk penggunaan pada
kulit. Salah satu contoh suspensi topikal yaitu sediaan anti jerawat yang
mengandung ekstrak Nerii Folium.
2. Suspending agent merupakan bahan yang dapat meningkatkan viskositas
dari suspensi sehingga pengendapan dapat diperlambat. Suspending
agent berfungsi mendispersikan partikel tidak larut kedalam pembawa
dan meningkatkan viskositas sehingga kecepatan pengendapan bisa
diperkecil.
3. Suspending agent yang paling stabil secara fisik untuk sediaan suspensi
topikal yang mengandung ekstrak Nerii Folium adalah natrium CMC
dibandingkan dengan suspending agent karbomer dan tragakan pada
penyimpanan selama 8 minggu.

4.2. Saran
4.2.1. Saran bagi pemerintah
Saran penulis bagi pemerintah agar lebih gencar dalam
mengedukasi tenaga medis maupun masyarakat, agar tidak salah
dalam penggunaan dan perhitungan dosis pada obat atau sediaan
kosmetik.
4.2.2. Saran bagi masyarakat
Saran penulis kepada masyarakat agar lebih kritis dan cermat
dalam membeli sediaan kosmetik atau obat. Perhatikan cara
pemakaian, masa kadaluarsa dan penyimpanan untuk menjaga
kestabilan sediaan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi


IV.Jakarta
Erungan. AC., S. Purwaningsih dan S.B. Anita. 2009. Aplikasi Karaginan Dalam
Pembuatan Skin Lotion. Jurnal. Teknologi Hasil Perikanan Indonesia.
Martin, Alred. 2008. Farmasi Fisika Edisi Ke Tiga. UI Pres Jakarta.
Sulton, M.E. 2002. The Science Of Dosage From Design 2 Edison. Churchile
Livingston.
Niazi, Sarfaraz. 2009. Handbook Of Pharmaceutical Manufacturing Formulation
Liquid Products; 3 Edition. Informe Health Care. Newyork. London.

18

Anda mungkin juga menyukai