Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH IMUNOSEROLOGI

Tentang :
“DETEKSI ANTIGEN-ANTIBODI DENGAN
PRINSIP ELISA”
Disusun oleh :
1. Retno Safitri (3K181109)
2. Indri Rizki Kusumaning P (3K181103)
3. Mita Mutiara Devi (3K181105)
4. Rizki Rusdilawati (3K181110)
5. Eti Astuti (3K181100)

AKADEMI ANALIS KESEHATAN 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG


TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imunitas tubuh manusia maupun hewan,
merupakan disiplin ilmu yang dalam perkembangannya berakar dari pencegahan dan pengobatan
penyakit infeksi. Sedangkan Serologi ialah ilmu yang mempelajari reaksi antigen antibody secara
invitro. Pemeriksaan serologik sering dilakukan sebagai upaya menegakkan diagnosis. Walaupun
saat ini pemeriksaan serologik tidak terbatas pada penyakit infeksi, namun untuk menunjang
diagnosis penyakit infeksi memang hal yang sering dilkukan. memungkinkan dilakukannya
pengamatan secara in vitro terhadap perubahan kompleks antigen-antibodi (Ag-Ab).
ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay) atau 'penetapan kadar imunosorben taut-
enzim' merupakan uji serologis yang umum digunakan di berbagai laboratorium imunologi. Uji
ini memiliki beberapa keunggulan seperti teknik pengerjaan yang relatif sederhana, ekonomis,
dan memiliki sensitivitas yang cukup tinggi. ELISA diperkenalkan pada tahun 1971 oleh Peter
Perlmann dan Eva Engvall untuk menganalisis adanya interaksi antigen dengan antibodi di
dalam suatu sampel dengan menggunakan enzim sebagai pelapor (reporter label).
Teknik ELISA pertama kali diperkenalkan pada tahun 1971 oleh Peter Perlmann dan Eva
Engvall. Mereka menggunakan teknik ELISA ini dalam bidang imunologi (ELISA
konvensional) untuk menganalisis interaksi antara antigen dan antibodi di dalam suatu sampel,
dimana interaksi tersebut ditandai dengan menggunakan suatu enzim yang berfungsi sebagai
pelapor/ reporter/ signal. (ELISA) adalah suatu teknik  biokimia yang terutama digunakan dalam
bidang imunologi untuk mendeteksi kehadiran antibodi atau antigen dalam suatu sampel. ELISA
telah digunakan sebagai alat diagnostik dalam bidang medis, patologi tumbuhan, dan juga
berbagai  bidang industri. Penggunaan ELISA melibatkan setidaknya satu antibodi dengan
spesifitas yang lebih tinggi dibandingkan metode imun lainnya. Berdasarkan uraian diatas maka
penulis akan membahas tentang ELISA
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu ELISA?
2. Bagaimana prinsip kerja dari metode ELISA ?
3. Bagaimana contoh pemeriksaan deteksi antigen-antibodi metode ELISA ?
4. Apa kelebihan dan kekurangan dari metode ELISA ?
5. Apa saja contoh penyakit yang digunakan untuk mendeteksi sesuai prinsip reaksi
ELISA dan bagaimana patofisiologinya ?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian ELISA
2. Untuk mengetahui prinsip kerja dari metode ELISA
3. Untuk mengetahui apa saja contoh pemeriksaan deteksi antigen-antibodi metode
ELISA
4. Untuk mengetahui apa saja kelebihan dan kekurangan dari metode ELISA
5. Untuk mengetahui apa saja contoh penyakit yang digunakan untuk mendeteksi sesuai
prinsip reaksi ELISA dan patofisiologisnya
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian ELISA  (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)

Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) adalah suatu teknik biokimia yang


terutama digunakan dalam bidang imunologi untuk mendeteksi kehadiran antibodi atau antigen
dalam suatu sampel. ELISA telah digunakan sebagai alat diagnostik dalam bidang medis,
patologi tumbuhan, dan juga berbagai bidang industri. Dalam pengertian sederhana, sejumlah
antigen yang tidak dikenal ditempelkan pada suatu permukaan, kemudian antibodi spesifik
dicucikan pada permukaan tersebut, sehingga akan berikatan dengan antigennya. Antibodi ini
terikat dengan suatu enzim, dan pada tahap terakhir, ditambahkan substansi yang dapat diubah
oleh enzim menjadi sinyal yang dapat dideteksi. Dalam ELISA fluoresensi, saat cahaya dengan
panjang gelombang  tertentu disinarkan pada suatu sampel, kompleks antigen/antibodi akan
berfluoresensi sehingga jumlah antigen pada sampel dapat disimpulkan berdasarkan besarnya
fluoresensi.
Penggunaan ELISA melibatkan setidaknya satu antibodi dengan spesifitas untuk antigen
tertentu. Sampel dengan jumlah antigen yang tidak diketahui diimobilisasi pada suatu permukaan
solid (biasanya berupa lempeng mikrotiter polistirene), baik yang non-spesifik (melalui
penyerapan pada permukaan) atau spesifik (melalui penangkapan oleh antibodi lain yang 
spesifik untuk antigen yang sama, disebut ‘sandwich’ ELISA). Setelah antigen diimobilisasi,
antibodi pendeteksi ditambahkan, membentuk kompleks dengan antigen. Antibodi pendeteksi
dapat berikatan juga dengan enzim, atau dapat dideteksi  secara langsung oleh antibodi sekunder
yang berikatan dengan enzim melalui biokonjugasi. Di antara tiap tahap, plate harus dicuci
dengan larutan deterjen lembut untuk membuang kelebihan protein atau antibodi yang tidak
terikat. Setelah tahap pencucian terakhir, dalam plate ditambahkan substrat enzimatik untuk
memproduksi sinyal yang visibel, yang menunjukkan  kuantitas antigen dalam sampel. Teknik
ELISA yang lama menggunakan substrat kromogenik, meskipun metode-metode terbaru
mengembangkan substrat fluorogenik yang jauh lebih sensitif .

B. Prinsip Kerja ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)


Prinsip dasar dari teknik ELISA ini adalah antigen atau antibodi yang hendak diuji
ditempelkan pada suatu permukaan yang berupa microtiter. Penempelan tersebut dapat dilakukan
melalui dua cara, yaitu penempelan secara non spesifik dengan adsorbs ke permukaan microtiter,
dan penempelan secara spesifik dengan menggunakan antibody atau antigen lain yang bersifat
spesifik dengan antigen atau antibodi yang diuji (cara ini digunakan pada teknik ELISA
sandwich). Selanjutnya antibodi atau antigen spesifik yang telah ditautkan dengan suatu enzim
signal (disesuaikan dengan sampel => bila sampel berupa antigen, maka digunakan antibodi
spesifik , sedangkan bila sampel berupa antibodi, maka digunakan antigen spesifik) dicampurkan
ke atas permukaan tersebut, sehingga dapat terjadi interaksi antara antibodi dengan antigen yang
bersesuaian. Kemudian ke atas permukaan tersebut dicampurkan suatau substrat yang dapat
bereaksi dengan enzim signal. Pada saat substrat tersebut dicampurkan ke permukaan, enzim
yang bertaut dengan antibodi atau antigen spesifik yang berinteraksi dengan antibodi atau
antigen sampel akan bereaksi dengan substrat dan menimbulkan suatu signal yang dapat
dideteksi. Pada ELISA flourescense misalnya, enzim yang tertaut dengan antibodi atau antigen
spesifik akan bereaksi dengan substrat dan menimbulkan signal yang berupa pendaran
flourescense.

C. Contoh Pemeriksaan ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)


Berikut ini adalah contoh langkah kerja beberapa macam teknik ELISA, yaitu:
a) Pendeteksian antibody dengan ELISA indirect:
1. Melapisi mikrotiter plate dengan antigen yang sudah dimurnikan dengan
membiarkan larutan berisi antigen menempel pada dinding/ permukaan selama 30-
60 menit.
2. Membilas antigen yang tidak terikat dengan buffer.
3. Melapisi sisi-sisi tertentuyang mungkin tidak spesifik dilekati oleh antigen dengan
protein yang tidak berhubungan/ tidak spesifik (seperti larutan susu bubuk).
4. Membilas protein yang tidak melekat.
5. Menambahkan sampel serum yang akan dideteksi antibodinya dan membiarkan
antibody spesifik untuk berikatan dengan antigen.
6. Membilas antibody yang tidak terikat.
7. Menambahkan anti-Ig yang akan berikatan pada daerah Fc pada antibody yang
spesifik (sebagai contoh, anti-rantai gamma manusia yang berikatan dengan IgG
manusia). Daerah Fc pada anti-Ig akan berikatan secara kovalen dengan enzim.
8. Membilas kompleks antibody-enzim yang tidak terikat.
9. Menambahkan substrat chromogenic: substrat yang tidak berwarna yang terikat ke
enzim akan dikonversi menjadi produk.
10. Inkubasi sampai muncul warna, dan ukur dengan spectrometer. Jka semakin pekat
warna yang dideteksi, maka makin besar kadar antibody spesifik dalam sampel.

b) Pendeteksian antigen dengan ELISA sandwich :


1. Melapisi mikrotiter plate dengan antibodi yang sudah dimurnikandimurnikan
dengan membiarkan larutan berisi antigen menempel pada dinding/ permukaan
selama 30-60 menit.
2. Membilas antibodi yang tidak terikat dengan buffer.
3. Melapisi sisi-sisi tertentuyang mungkin tidak spesifik dilekati oleh antigen dengan
protein yang tidak berhubungan/ tidak spesifik (seperti larutan susu bubuk).
4. Membilas protein yang tidak melekat.
5. Menambahkan sampel yang akan dideteksi antigennya dan membiarkan antibodi
untuk berikatan dengan antigen spesifik dari sampel.
6. Membilas antigen yang tidak terikat.
7. Menambahkan antibody yang telah terlabeli dengan enzim dan bersifat spesifik
untuk epitope yang berbeda pada antigen sampel, sehingga terbentuk sandwich.
8. Membilas antibody-enzim yang tidak terikat.
9. Menambahkan substrat chromogenic: substrat yang tidak berwarna yang terikat ke
enzim akan dikonversi menjadi produk.
10. Inkubasi sampai muncul warna.
11. Ukur dengan spektrofotometer. Jika semakin pekat warna yang terdeteki, maka
makin besar kadarantigen spesifi dalam sampel.

Contoh pemeriksaan :
1) HSV I IgG dan IgM
HSV II IgG dan IgM
Herpes genital atau herpes kelamin merupakan penyakit menular seksual pada pria
dan wanita yang disebabkan oleh Herpes simplex virus (HSV). Terdapat dua
tipe Herpes simplex virus, yaitu HSV 1 dan HSV 2. HSV 1 selain menjadi
penyebab utama terjadinya herpes orolabial juga menjadi penyebab infeksi kelamin.
Sedangkan HSV 2 merupakan penyebab utama terjadinya herpes genital, jarang
ditemukan di mulut, dan ditularkan melalui hubungan seksual.
Kedua tipe virus ini memiliki karakteristik hidup dalam keadaan dorman di tubuh
pasien dan dapat aktif kembali secara periodik, dalam setahun HSV 1 mampu aktif
kembali sebanyak 0-1 kali, sedangkan HSV 2 sebanyak 4-5 kali. Infeksi terjadi
melalui sentuhan kulit atau cairan tubuh dengan penderita herpes genital. Setelah 4-
7 hari masa inkubasi, akan muncul vesikel berisi cairan pada daerah kelamin,
perineum, bokong, paha atas, dan sekitar anus.
Pemeriksaan fisik saja tidak cukup untuk memastikan seseorang terjangkit HSV
karena lesi yang muncul pada pasien terkadang tidak jelas dan sulit dibedakan
dengan lesi karena penyakit lain. Untuk itu, pemeriksaan laboratorium menjadi hal
yang sangat penting. Tes serologi spesifik dan tes virologi merupakan metode yang
cukup efektif.

2) Seramoeba
Amebiasis, dikenal juga sebagai amubiasis, amoebiasis, atau disentri ameba,
merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit protozoa Entamoeba
histolytica. Infeksi ini terjadi di seluruh dunia, terutama di negara-negara tropis
yang memiliki sanitasi yang kurang baik. Penyakit ini terjadi melalui jalur fekal-
oral, baik transmisi langsung dari orang ke orang maupun melalui konsumsi
makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh feses.
Gejala amebiasis dapat bermanifestasi di intestinal maupun ekstraintestinal. Pada
intestinal, gejala yang timbul adalah diare cair atau berdarah, nyeri perut, dan
demam. Amebiasis juga dapat menyerang organ ekstraintestinal seperti hepar.
Gejala yang ditunjukkan adalah nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, demam,
dan/atau menggigil. Gejala-gejala tersebut diperkuat dengan adanya riwayat tinggal
atau berpergian ke daerah endemis.

D. Kelebihan dan Kekurangan ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)


Teknik ELISA ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain :
- Teknik pengerjaan relatif sederhana
- Relatif ekonomis (karena jenis a antibodi yang digunakan hanya satu saja, sehingga
menghemat biaya untuk membeli banyak jenis antibodi)
- Hasil memiliki tingkat sensitivitas yang cukup tinggi.
- Dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan antigen walaupun kadar antigen
tersebut sangat rendah (hal ini disebabkan sifat interaksi antara antibodi atau antigen
yang bersifat sangat spesifik)
- Dapat digunakan dalam banyak macam pengujian.

Sedangkan kekurangan dari teknik ELISA antara lain :


- Jenis antibodi yang dapat digunakan pada uji dengan teknik ELISA ini hanya jenis
antibodi monoklonal (antibodi yang hanya mengenali satu antigen)
- Harga antibodi monoklonal relatif lebih mahal daripada antibodi poliklonal, sehingga
pengujian teknik ELISA ini membutuhkan biaya yang relatif mahal
- Pada beberapa macam teknik ELISA, dapat terjadi kesalahan pengujian akibat kontrol
negatif yang menunjukkan respons positif yang disebabkan inefektivitas dari larutan
blocking sehingga antibodi sekunder atau antigen asing dapat berinteraksi dengan
antibodi bertaut enzim signal dan menimbulkan signal
- Reaksi antara enzim signal dan substrat berlangsung relatif cepat, sehingga pembacaan
harus dilakukan dengan cepat (pada perkembangannya, hal ini dapat diatasi dengan
memberikan larutan untuk menghentikan reaksi)

E. Contoh Penyakit Yang Dapat Di Deteksi Dengan Prinsip ELISA (Enzyme-Linked


Immunosorbent Assay) dan Patofisiologisnya
 Herpes Genital
Patofisiologi herpes genital dimulai dari infeksi virus HSV ke dalam tubuh. Infeksi HSV 1 dapat
terjadi apabila terdapat kontak langsung dengan cairan tubuh penderita, sedangkan HSV 2 terjadi
melalui hubungan seksual. Virus dapat menetap di sistem saraf tepi (infeksi laten) dan suatu
waktu dapat menimbulkan reaktivasi.
Infeksi Primer
Virus herpes masuk kontak langsung dengan cairan tubuh penderita, sama seperti virus herpes
pada penderita herpes simpleks. Glikoprotein yang berasal dari membran virus akan mengikat
reseptor pada sel inang yang selanjutnya memulai fusi antara sel dan membran virus. Virus
kemudian melepaskan kapsid dan tegumen yang mengandung DNA ke dalam sitoplasma sel
inang. Setelah masuk ke sitoplasma, kapsid dibawa ke nukleus melalui interaksi dengan minus-
end-directed microtubule motor protein dynein. Selama masuk dan transit ke nukleus, banyak
tegument terlepas dari kapsid. Kapsid yang sebagian tegumennya telah terlepas mengikat
kompleks pori nuklir inang kemudian melepaskan DNA melalui proses uncoating. 

Replikasi HSV terjadi di dalam inti sel dan membentuk singular DNA. Pada fase transkripsi,
virus akan membentuk 2 jenis mRNA yaitu immediate-early dan latency-associated
transcript (LAT). Immediate-early ditranslasikan untuk membentuk protein yang mengawali
infeksi litik sedangkan LAT membentuk protein untuk infeksi laten. Hasil translasi
dari immediate-early membentuk protein-protein yang membentuk virus, seperti kapsid,
tegument, serta glikoprotein. DNA yang digandakan oleh replisome akan disusun lagi
membentuk virus-virus baru dengan mengambil membrane sel inang. Sementara hasil translasi
LAT membentuk protein yang berfungsi menjaga DNA virus tetap berada dalam sel inang.

Secara klinis pada fase awal, terjadi prodrom beberapa jam hingga beberapa hari. Jaringan epitel
yang rusak menyebabkan virus masuk ke dalam tubuh kemudian terjadi transfer DNA melalui
akson menuju ganglion sensorik sumsum tulang belakang dan menetap di sana dalam keadaan
dorman. Aktivasi kembali terjadi ketika virus bermigrasi melalui akson menuju ke kulit dan
mukosa dan dikenal dengan sebutan viral shedding dan tidak jarang pasien asimptomatik dapat
menginfeksi pasien oleh karena viral shedding ini.

Infeksi Laten
Interaksi antara virus dengan sistem imun inangnya sehingga secara efisien mampu
menginfeksi dan bersifat laten masih belum diketahui secara sempurna. Ketika terjadi
infeksi, HSV melakukan downregulation ekspresi CD1d di permukaan sel dan menekan
fungsi dari sel NKT. Downregulation ini dapat terjadi karena adanya serin/
threonine protein kinase US3 yang dihasilkan oleh HSV.

 Amebiasis
Patofisiologi amebiasis, dikenal juga sebagai amubiasis, amoebiasis, atau disentri
ameba, berkaitan dengan terjadinya infeksi oleh Entamoeba histolytica, transmisi
parasit, dan respon imun pejamu.

Patogenesis
Patogenesis E. histolytica  terdiri dari 3 tahapan, yaitu kematian sel pejamu,
inflamasi, dan proses invasi. Pada tahapan pertama, parasit akan melakukan
penempelan dengan sel pejamu. Penempelan atau adherens ini dimediasi melalui
molekul lektin Gal/GalNAc yang merupakan salah satu faktor virulensi dari
protozoa. Sel pertama yang diserang adalah sel epitel intestinal. Trofozoit yang
berhasil menempel dengan sel, dapat membunuh sel pejamu melalui berbagai
mekanisme seperti menginduksi apoptosis, fagositosis, maupun trogositosis.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan yang ada maka dapat disimpulkan bahwa :
a. Imunologi adalah suatu cabang yang luas dari ilmu biomedis yang mencakup kajian
mengenai semua aspek sistem imun (kekebalan) pada semua organisme.
b. Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) adalah suatu teknik biokimia yang terutama
digunakan dalam bidang imunologi untuk mendeteksi kehadiran antibodi atau antigen dalam
suatu sampel.
c. Teknik ELISA yang relatif sering digunakan, antara lain : ELISA Direct, ELISA Indirect,
ELISA Sandwich, dll.
d. Pertama antigen atau antibodi yang hendak diuji ditempelkan pada suatu permukaan yang
berupa microtiter. Penempelan tersebut dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu penempelan
secara non spesifik dengan adsorbs ke permukaan microtiter, dan penempelan secara
spesifik dengan menggunakan antibody atau antigen lain yang bersifat spesifik dengan
antigen atau antibodi yang diuji (cara ini digunakan pada teknik ELISA sandwich).
Selanjutnya antibodi atau antigen spesifik yang telah ditautkan dengan suatu enzim signal
(disesuaikan dengan sampel => bila sampel berupa antigen, maka digunakan antibodi
spesifik , sedangkan bila sampel berupa antibodi, maka digunakan antigen spesifik)
dicampurkan ke atas permukaan tersebut, sehingga dapat terjadi interaksi antara antibodi
dengan antigen yang bersesuaian. Kemudian ke atas permukaan tersebut dicampurkan
suatau substrat yang dapat bereaksi dengan enzim signal. Pada saat substrat tersebut
dicampurkan ke permukaan, enzim yang bertaut dengan antibodi atau antigen spesifik yang
berinteraksi dengan antibodi atau antigen sampel akan bereaksi dengan substrat dan
menimbulkan suatu signal yang dapat dideteksi.
e. Contoh cara kerja metode ELISA dapat dilakukan pada pemeriksaan HSV 1 IgG dan IgM,
HSV II IgG dan IgM, serta Seramoeba
f. Teknik ELISA memiliki kelebihan dan kekurangan dalam proses pemeriksaannya.

B. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan terutama bagi penyusun.
DAFTAR PUSTAKA

Brahmana K. 1981. Immunologi, Serologi dan Tata Kerja Laboratorium. Medan.


https://yazhidbazhar.blogspot.com/2015/09/elisa-enzyme-linked-immunosorbent-assay.html
Suryo. 1996. Genetika. Departemen P dan K Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Jakarta.
http://pandalikespurple.blogspot.com/search/label/Imunoserologi
https://www.alomedika.com/penyakit/dermatovenereologi/herpes-genital
https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/amebiasis
https://www.alomedika.com/penyakit/dermatovenereologi/herpes-genital/patofisiologi
https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/amebiasis/patofisiologi

Anda mungkin juga menyukai