Tentang :
“DETEKSI ANTIGEN-ANTIBODI DENGAN
PRINSIP ELISA”
Disusun oleh :
1. Retno Safitri (3K181109)
2. Indri Rizki Kusumaning P (3K181103)
3. Mita Mutiara Devi (3K181105)
4. Rizki Rusdilawati (3K181110)
5. Eti Astuti (3K181100)
A. LATAR BELAKANG
Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imunitas tubuh manusia maupun hewan,
merupakan disiplin ilmu yang dalam perkembangannya berakar dari pencegahan dan pengobatan
penyakit infeksi. Sedangkan Serologi ialah ilmu yang mempelajari reaksi antigen antibody secara
invitro. Pemeriksaan serologik sering dilakukan sebagai upaya menegakkan diagnosis. Walaupun
saat ini pemeriksaan serologik tidak terbatas pada penyakit infeksi, namun untuk menunjang
diagnosis penyakit infeksi memang hal yang sering dilkukan. memungkinkan dilakukannya
pengamatan secara in vitro terhadap perubahan kompleks antigen-antibodi (Ag-Ab).
ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay) atau 'penetapan kadar imunosorben taut-
enzim' merupakan uji serologis yang umum digunakan di berbagai laboratorium imunologi. Uji
ini memiliki beberapa keunggulan seperti teknik pengerjaan yang relatif sederhana, ekonomis,
dan memiliki sensitivitas yang cukup tinggi. ELISA diperkenalkan pada tahun 1971 oleh Peter
Perlmann dan Eva Engvall untuk menganalisis adanya interaksi antigen dengan antibodi di
dalam suatu sampel dengan menggunakan enzim sebagai pelapor (reporter label).
Teknik ELISA pertama kali diperkenalkan pada tahun 1971 oleh Peter Perlmann dan Eva
Engvall. Mereka menggunakan teknik ELISA ini dalam bidang imunologi (ELISA
konvensional) untuk menganalisis interaksi antara antigen dan antibodi di dalam suatu sampel,
dimana interaksi tersebut ditandai dengan menggunakan suatu enzim yang berfungsi sebagai
pelapor/ reporter/ signal. (ELISA) adalah suatu teknik biokimia yang terutama digunakan dalam
bidang imunologi untuk mendeteksi kehadiran antibodi atau antigen dalam suatu sampel. ELISA
telah digunakan sebagai alat diagnostik dalam bidang medis, patologi tumbuhan, dan juga
berbagai bidang industri. Penggunaan ELISA melibatkan setidaknya satu antibodi dengan
spesifitas yang lebih tinggi dibandingkan metode imun lainnya. Berdasarkan uraian diatas maka
penulis akan membahas tentang ELISA
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu ELISA?
2. Bagaimana prinsip kerja dari metode ELISA ?
3. Bagaimana contoh pemeriksaan deteksi antigen-antibodi metode ELISA ?
4. Apa kelebihan dan kekurangan dari metode ELISA ?
5. Apa saja contoh penyakit yang digunakan untuk mendeteksi sesuai prinsip reaksi
ELISA dan bagaimana patofisiologinya ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian ELISA
2. Untuk mengetahui prinsip kerja dari metode ELISA
3. Untuk mengetahui apa saja contoh pemeriksaan deteksi antigen-antibodi metode
ELISA
4. Untuk mengetahui apa saja kelebihan dan kekurangan dari metode ELISA
5. Untuk mengetahui apa saja contoh penyakit yang digunakan untuk mendeteksi sesuai
prinsip reaksi ELISA dan patofisiologisnya
BAB II
PEMBAHASAN
Contoh pemeriksaan :
1) HSV I IgG dan IgM
HSV II IgG dan IgM
Herpes genital atau herpes kelamin merupakan penyakit menular seksual pada pria
dan wanita yang disebabkan oleh Herpes simplex virus (HSV). Terdapat dua
tipe Herpes simplex virus, yaitu HSV 1 dan HSV 2. HSV 1 selain menjadi
penyebab utama terjadinya herpes orolabial juga menjadi penyebab infeksi kelamin.
Sedangkan HSV 2 merupakan penyebab utama terjadinya herpes genital, jarang
ditemukan di mulut, dan ditularkan melalui hubungan seksual.
Kedua tipe virus ini memiliki karakteristik hidup dalam keadaan dorman di tubuh
pasien dan dapat aktif kembali secara periodik, dalam setahun HSV 1 mampu aktif
kembali sebanyak 0-1 kali, sedangkan HSV 2 sebanyak 4-5 kali. Infeksi terjadi
melalui sentuhan kulit atau cairan tubuh dengan penderita herpes genital. Setelah 4-
7 hari masa inkubasi, akan muncul vesikel berisi cairan pada daerah kelamin,
perineum, bokong, paha atas, dan sekitar anus.
Pemeriksaan fisik saja tidak cukup untuk memastikan seseorang terjangkit HSV
karena lesi yang muncul pada pasien terkadang tidak jelas dan sulit dibedakan
dengan lesi karena penyakit lain. Untuk itu, pemeriksaan laboratorium menjadi hal
yang sangat penting. Tes serologi spesifik dan tes virologi merupakan metode yang
cukup efektif.
2) Seramoeba
Amebiasis, dikenal juga sebagai amubiasis, amoebiasis, atau disentri ameba,
merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit protozoa Entamoeba
histolytica. Infeksi ini terjadi di seluruh dunia, terutama di negara-negara tropis
yang memiliki sanitasi yang kurang baik. Penyakit ini terjadi melalui jalur fekal-
oral, baik transmisi langsung dari orang ke orang maupun melalui konsumsi
makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh feses.
Gejala amebiasis dapat bermanifestasi di intestinal maupun ekstraintestinal. Pada
intestinal, gejala yang timbul adalah diare cair atau berdarah, nyeri perut, dan
demam. Amebiasis juga dapat menyerang organ ekstraintestinal seperti hepar.
Gejala yang ditunjukkan adalah nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, demam,
dan/atau menggigil. Gejala-gejala tersebut diperkuat dengan adanya riwayat tinggal
atau berpergian ke daerah endemis.
Replikasi HSV terjadi di dalam inti sel dan membentuk singular DNA. Pada fase transkripsi,
virus akan membentuk 2 jenis mRNA yaitu immediate-early dan latency-associated
transcript (LAT). Immediate-early ditranslasikan untuk membentuk protein yang mengawali
infeksi litik sedangkan LAT membentuk protein untuk infeksi laten. Hasil translasi
dari immediate-early membentuk protein-protein yang membentuk virus, seperti kapsid,
tegument, serta glikoprotein. DNA yang digandakan oleh replisome akan disusun lagi
membentuk virus-virus baru dengan mengambil membrane sel inang. Sementara hasil translasi
LAT membentuk protein yang berfungsi menjaga DNA virus tetap berada dalam sel inang.
Secara klinis pada fase awal, terjadi prodrom beberapa jam hingga beberapa hari. Jaringan epitel
yang rusak menyebabkan virus masuk ke dalam tubuh kemudian terjadi transfer DNA melalui
akson menuju ganglion sensorik sumsum tulang belakang dan menetap di sana dalam keadaan
dorman. Aktivasi kembali terjadi ketika virus bermigrasi melalui akson menuju ke kulit dan
mukosa dan dikenal dengan sebutan viral shedding dan tidak jarang pasien asimptomatik dapat
menginfeksi pasien oleh karena viral shedding ini.
Infeksi Laten
Interaksi antara virus dengan sistem imun inangnya sehingga secara efisien mampu
menginfeksi dan bersifat laten masih belum diketahui secara sempurna. Ketika terjadi
infeksi, HSV melakukan downregulation ekspresi CD1d di permukaan sel dan menekan
fungsi dari sel NKT. Downregulation ini dapat terjadi karena adanya serin/
threonine protein kinase US3 yang dihasilkan oleh HSV.
Amebiasis
Patofisiologi amebiasis, dikenal juga sebagai amubiasis, amoebiasis, atau disentri
ameba, berkaitan dengan terjadinya infeksi oleh Entamoeba histolytica, transmisi
parasit, dan respon imun pejamu.
Patogenesis
Patogenesis E. histolytica terdiri dari 3 tahapan, yaitu kematian sel pejamu,
inflamasi, dan proses invasi. Pada tahapan pertama, parasit akan melakukan
penempelan dengan sel pejamu. Penempelan atau adherens ini dimediasi melalui
molekul lektin Gal/GalNAc yang merupakan salah satu faktor virulensi dari
protozoa. Sel pertama yang diserang adalah sel epitel intestinal. Trofozoit yang
berhasil menempel dengan sel, dapat membunuh sel pejamu melalui berbagai
mekanisme seperti menginduksi apoptosis, fagositosis, maupun trogositosis.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan yang ada maka dapat disimpulkan bahwa :
a. Imunologi adalah suatu cabang yang luas dari ilmu biomedis yang mencakup kajian
mengenai semua aspek sistem imun (kekebalan) pada semua organisme.
b. Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) adalah suatu teknik biokimia yang terutama
digunakan dalam bidang imunologi untuk mendeteksi kehadiran antibodi atau antigen dalam
suatu sampel.
c. Teknik ELISA yang relatif sering digunakan, antara lain : ELISA Direct, ELISA Indirect,
ELISA Sandwich, dll.
d. Pertama antigen atau antibodi yang hendak diuji ditempelkan pada suatu permukaan yang
berupa microtiter. Penempelan tersebut dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu penempelan
secara non spesifik dengan adsorbs ke permukaan microtiter, dan penempelan secara
spesifik dengan menggunakan antibody atau antigen lain yang bersifat spesifik dengan
antigen atau antibodi yang diuji (cara ini digunakan pada teknik ELISA sandwich).
Selanjutnya antibodi atau antigen spesifik yang telah ditautkan dengan suatu enzim signal
(disesuaikan dengan sampel => bila sampel berupa antigen, maka digunakan antibodi
spesifik , sedangkan bila sampel berupa antibodi, maka digunakan antigen spesifik)
dicampurkan ke atas permukaan tersebut, sehingga dapat terjadi interaksi antara antibodi
dengan antigen yang bersesuaian. Kemudian ke atas permukaan tersebut dicampurkan
suatau substrat yang dapat bereaksi dengan enzim signal. Pada saat substrat tersebut
dicampurkan ke permukaan, enzim yang bertaut dengan antibodi atau antigen spesifik yang
berinteraksi dengan antibodi atau antigen sampel akan bereaksi dengan substrat dan
menimbulkan suatu signal yang dapat dideteksi.
e. Contoh cara kerja metode ELISA dapat dilakukan pada pemeriksaan HSV 1 IgG dan IgM,
HSV II IgG dan IgM, serta Seramoeba
f. Teknik ELISA memiliki kelebihan dan kekurangan dalam proses pemeriksaannya.
B. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan terutama bagi penyusun.
DAFTAR PUSTAKA