Anda di halaman 1dari 10

I.

PENDAHULUAN
Tentunya orang bertanya, Apa hakikat manusia menurut Islam? Seindah manakah
manusia digambarkan dalam pandangan islam?, apakah mereka ada dengan sendirinya,
lalu kemanakah mereka akan pergi? Untuk apa sebenarnya mereka hidup?

Menurut Islam, manusia adalah makhluk ciptaan Allah; ia tidaklah muncul dengan
sendirinya atau berada oleh dirinya sendiri. Al-Quran surat al-'Alaq ayat 2 menjelaskan
bahwa manusia itu diciptakan Tuhan dari segumpal darah; Al-Quran surat al-Thariq
ayat 5 menjelaskan bahwa manusia dijadikan oleh Allah; Al-Quran surat al-Rahman
ayat 3 menjelaskan bahwa Al-Rahman (Allah) itulah yang menciptakan manusia.
Masih banyak sekali ayat Al-Quran yang menjelaskan bahwa yang menjadikan
manusia adalah Tuhan. Jadi, manusia adalah makhluk ciptaan Allah.

Hakikat wujudnya yang lain ialah bahwa manusia adalah makhluk yan
perkembangannya dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan. Dalam teori yang
dikembangkan di dunia Barat, dikatakan bahwa perkembangan seseorang hanya
dipengaruhi oleh pembawaan (nativisme). Sebagai lawannya berkembang pula teori
yang mengatakan bahwa perkembangan seseorang hanya ditentukan oleh
lingkungannya (empirisme). Sebagai sintesisnya dikembangkan teori ketiga yang
mengatakan bahwa perkembangan seseorang ditentukan oleh pembawaan dan
lingkungannya (konvergensi). Menurut Islam; kira-kira konvergensi inilah yang
mendekati kebenaran. Salah satu sabda Rasulullah saw mengatakan:

“Tiap orang dilahirkan membawa fitrah; ayah dan ibunyalah yang menjadikannya
Yahudi, Nasrani, atau Majusi. “ (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim)

Menurut hadis ini manusia lahir membawa kemampuan-kemampuan; kemampuan


itulah yang disebut pembawaan. Fitrah yang disebut di dalam hadis itu adalah potensi.
Potensi adalah kemampuan; jadi, fitrah yang dimaksud di sini adalah pembawaan.
Ayah-ibu dalam hadis ini adalah lingkungan sebagaimana yang dimaksud oleh para
ahli pendidikan. Kedua-duanya itulah, menurut hadis ini, yang menentukan
perkembangan seseorang.

II. KONSEP MANUSIA


A. Pengertian Manusia Menurut Al-Qur’an

Apa dan siapa sebenarnya manusia itu? Manusia adalah makhluk ciptaan Allah; ia
berkembamg dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungannya; ia berkecenderungan
beragama. Itulah antara lain hakikat wujud manusia yang lain ialah bahwa manusia itu
adalah makhluk utuh yang terdiri atas jasmani, akal, dan rohani sebagai potensi pokok.
Dalam Alqur'an ada 3 kata yang digunakan untuk menunjukan arti manusia, yaitu

1. insan / ins / annas

2. basyar

3. bani adam / dzurriyat adam

Sedangkan yang paling banyak di jelaskan dalam alquran adalah Basyar dan insan .
kata Basyar menunjukan manusia dari sudut lahiriyahnya ( fisik) serta persamaanya
dengan manusia seluruhnya , sepeti firman Allah dalam surat Al-Anbiya : 34-35

"kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu
( Muhamad ) maka apabila kamu mati apakah mereka akan kekal ? tiap - tiap yang
berjiwa akan mati. kami akan menguji kamu dengan kebaikan dan keburukan sebagai
cobaan (yang sebenar-benarnya) dan hanya kepada kami kamu dikembalikan "

kata insan digunakan untuk menunjuk manusia dengan segala totalitasnya , fisik
psikis, jasmani dan rohani. di dalam diri manusia terdapat tiga kemampuan yang sangat
potensial untuk membentuk struktur kerohaniahan , yaitu nafsu , akal dan rasa.

nafsu merupakan tenaga potensial yang berupa dorongan untuk berbuat kreatif dan
dinamis yang yang dapat berkembang kepada dua arah , yaitu kebaikan dan kejahatan.
sebagaimana Firman Allah dalam surat as-Syam 8 :

" maka allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) esesatan dan ketakwaan "

Akal sebagai potensi intelegensi berfungsi sebagai filter yang menyeleksi mana
yang benar dan mana yang salah yang didorong oleh nafsu akal akan membawa
manusia untuk memahami , meneliti dan menghayati alam dalam rangka memperoleh
ilmu pengetahuandan kesejahteraan . " akan tetapi Orang - Orang yang lalim itu
mengikuti hawanafsunya tanpa ilmu pengetahuan " ( Qs Arrum : 29 )

sedangkan rasa merupakan potensi yang mengarah kepada nilai - nilai etika,
estetika dan agama. " Sesungguhnya orang yang mengatakan : tuhan kami adalah
Allah, kemudian mereka berIstiqomah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan mereka tiada pula berduka" (Qs Al Ahqaf : 13)

Ketiga potensi Dasar diatas membentuk Struktur kerohaniahan yang berada Di


dalam diri manusia yang kemudian akan membentuk manusia sebagai insan. Konsep
basyar dan insan merupakan konsep islam tentang manusia sebagai individu .
Sedangkan dalam Hubungan social Alqur’an memberikan istilah Annas yang
merupakan jamak dari kata insane dan perwujudan kualitas keinsanian manusia ini
tidak terlepas dari konteks sosialnya dengan lingkungan.
B. Proses Kejadian Manusia

Di dalam Alqur’an Proses kejadian Manusia dapat di jelaskan sebagai berikut :

1. Manusia diciptakan Allah Swt. Berasal dari saripati tanah, ( Qs Al Hijr : 28 )


2. Dari segumpal tanah lalu menjadi nutfah ( didalam rahim ), segumapl darah,
segumpal daging, tulang dibungkus dengan daging dan akhirnya menjadi makhluk
yang paling sempurna (Qs Almukminun ; 12-14 )
3. Ditiupakn Ruh (Qs Alhijr : 29 )
4. Sebelum ruh ditiupkan , ketika masih di alam ruh manusia telah berjanji
mentauhidkan Allah (Qs Al A’raf : 172 )

Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal tanah dengan mempergunakan


bermacam-macam istilah, seperti : Turab, Thien, Shal-shal, dan Sualalah. Hal ini dapat
diartikan bahwa jasad manusia diciptakan Allah dari bermacam-macam unsure kimiawi
yang terdapat dari tanah. Adapun tahapan-tahapan dalam proses selanjutnya, al-Quran
tidak menjelaskan secara rinci. Manusia yang sekarang ini, prosesnya dapat diamati
meskipun secara bersusah payah. Berdasarkan pengamatan yang mendalam dapat
diketahui bahwa manusia dilahirkan ibu dari rahimnya yang proses penciptaannya
dimulai sejak pertemuan antara permatozoa dengan ovum.

Ayat-ayat yang menyebutkan bahwa manusia diciptakan dari tanah, umumnya


dipahami secara lahiriah. Hal ini itu menimbulkan pendapat bahwa manusia benar-benar
dari tanah, dengan asumsi karena Tuhan berkuasa , maka segala sesuatu dapat terjadi.

Akan tetapi ada sebagian umat islam yang berpendapat bahwa Adam bukan
manusia pertama. Pendapat tersebut didasarkan atas asumsi bahwa:

Ayat-ayat yang menerangkan bahwa manusia diciptakan dari tanah tidak berarti bahwa
semua unsure kimia yang ada dalam tanah ikut mengalami reaksi kimia. Hal itu seperti
pernyataan bahwa tumbuh-tumbuhan bahan makanannya dari tanah, karena tidak semua
unsur kimia yang ada dalam tanah ikut diserap oleh tumbuh-tumbuhan, tetapi sebagian
saja. Oleh karena itu bahan-bahan pembuk manusia yang disebut dalam al-Quran hanya
merupakan petunjuk manusia yang disebut dalam al-Quran , hanya merupakan petunjuk
dimana sebenarnya bahan-bahan pembentuk manusia yaitu ammonia, menthe, dan air
terdapat, yaitu pada tanah, untuk kemudian bereaksi kimiawi. Jika dinyatakan istilah
“Lumpur hitam yang diberi bentuk” (mungkin yang dimaksud adalah bahan-bahan yang
terdapat pada Lumpur hitam yang kemudian diolah dalam bentuk reaksi kimia).
Sedangkan kalau dikatakan sebagai tembikar yang dibakar , maka maksudnya adalah
bahwa proses kejadiannya melalui oksidasi pembakaran. Pada zaman dahulu tenaga yang
memungkinkan terjadinya sintesa cukup banyak dan terdapat di mana-mana seperti panas
dan sinar ultraviolet.
Ayat yang menyatakan ( zahir ayat ) bahwa jika Allah menghendaki sesuatu jadi
maka jadilah ( kun fayakun ), bukan ayat yang menjamin bahwa setiap yang dikehendaki
Allah pasti akan terwujud seketika. Dalam hal ini harus dibedakan antara kalimat kun
fayakun dengan kun fa kana. Apa yang dikehendaki Allah pasti terwujud dan
terwujudnya mungkin saja melalui suatu proses. Hal ini dimungkinkan karena segala
sesuatu yang ada didunia juga mengalami prosi yang seperti dinyatakan antara lain dalam
surat al-A’la 1-2 dan Nuh 14.

Jika diperhatikan surat Ali Imran 59 dimana Allah menyatakan bahwa penciptaan
Isa seperti proses penciptaan Isa seperti proses penciptaan Adam, maka dapat
menimbulkan pemikiran bahwa apabila isa lahir dari sesuatu yang hidup, yaitu maryam,
maka Adam lahir pula dari sesuatu yang hidup sebelumnya. Hal itu karena kata
“tsumma” yang berarti kemudian, dapat juga berarti suatu proses.

Perbedaan pendapat tentang apakah adam manusia pertama atau tidak, diciptakan
langsung atau melalui suatu proses tampaknya tidak akan ada ujungnya karena masing-
masing akan teguh pada pendiriannya. Jika polemik ini senantiasa diperpanjang, jangan-
jangan hanya akan menghabiskan waktu dan tidak sempat lagi memikirkan tentang status
dn tugas yang telah ditetapkan Allah pada manusia al-Quran cukup lengkap dalam
memberikan informasi tentang itu.

Untuk memahami informasi tersebut secara mendalam, ahli-ahli kimi, biologi, dan
lain-lainnya perlu dilibatkan, agar dalam memahami ayat-ayat tersebut tidak secara
harfiah. Yang perlu diingatkan sekarang adalah bahwa manusia oleh Allah, diharapkan
menjadi khalifah ( pemilih atau penerus ajaran Allah ). Status manusia sebagai khalifah ,
dinyatakan dalam al-baqarah 30. kata khalifah berasal dari kata khalafa yakhlifu
khilafatan atau khalifatan yang berarti meneruskan, sehingga kata khalifah dapat
diartikan sebagai pemilih atau penerus ajaran Allah. Kebanyakan umat Islam
menerjemahkan dengan pemimpin atau pengganti, yang biasanya dihubunkan dengan
jabatan pimpinan umat islam sesudah Nabi Muhammad saw wafat , baik pimpinan yang
termasuk khulafaurrasyidin maupun di masa Muawiyah-‘Abbasiah.

Perlu diingat bahwa istilah khalifah pernah dimunculkan Abu bakar pada waktu
dipercaya untuk memimpin umat islam. Pada waktu itu beliau mengucapkan inni
khalifaur rasulillah, yang berarti aku adalah pelanjut sunah rasulillah. Dalam pidatonya
setelah diangkat oleh umat islam, abu bakar antara lain menyatakan “selama saya
menaati Allah, maka ikutilah saya, tetapi apabila saya menyimpang , maka luruskanlah
saya”. Jika demikian pengertian khalifah, maka tidak setiap manusia mampu menerima
atau melaksanakan kekhalifahannya. Hal itu karena kenyataan menunjukkan bahwa tidak
semua orang mau memilih ajaran Allah.

Dalam penciptaannya manusia dibekali dengan beberapa unsure sebagai


kelengkapan dalam menunjang tugasnya. Unsur-unsur tersebut ialah : jasad ( al-Anbiya’ :
8, Shad : 34 ). Ruh (al-Hijr 29, As-Sajadah 9, Al-anbiya’ :91 dan lain-lain); Nafs (al-
Baqarah 48, Ali Imran 185 dan lain-lain ) ; Aqal ( al-Baqarah 76, al-Anfal 22, al-Mulk 10
dan lain-lain); dan Qolb ( Ali Imran 159, Al-Ara’f 179, Shaffat 84 dan lain-lain ). Jasad
adalah bentuk lahiriah manusia, Ruh adalah daya hidup, Nafs adalah jiwa , Aqal adalah
daya fakir, dan Qolb adalah daya rasa. Di samping itu manusia juga disertai dengan sifat-
sifat yang negatif seperti lemah ( an-Nisa 28 ), suka berkeluh kesah ( al-Ma’arif 19 ),
suka bernuat zalim dan ingkar ( ibrahim 34), suka membantah ( al-kahfi 54 ), suka
melampaui batas ( al-‘Alaq 6 ) suka terburu nafsu ( al-Isra 11 ) dan lain sebagainya. Hal
itu semua merupakan produk dari nafs , sedang yang dapat mengendalikan
kecenderungan negatif adalah aqal dan qolb. Tetapi jika hanya dengan aqal dan qolb,
kecenderungan tersebut belum sepenuhnya dapat terkendali, karena subyektif. Yang
dapat mengendalikan adalah wahyu, yaitu ilmu yang obyektif dari Allah. Kemampuan
seseorang untuk dapat menetralisasi kecenderungan negatif tersebut ( karena tidak
mungkin dihilangkan sama sekali ) ditentukan oleh kemauan dan kemampuan dalam
menyerap dan membudayakan wahyu.

Berdasarkan ungkapan pada surat al-Baqarah 30 terlihat suatu gambaran bahwa


Adam bukanlah manusia pertama, tetapi ia khalifah pertama. Dalam ayat tersebut, kata
yang dipakai adalah jaa’ilun dan bukan khaaliqun. Kata khalaqa mengarah pada
penciptaan sesuatu yang baru, sedang kata ja’ala mengarah pada sesuatu yang bukan
baru,dengan arti kata “ memberi bentuk baru”. Pemahaman seperti ini konsisten dengan
ungkapan malaikat yang menyatakan “ apakah engkau akan menjadikan di bumi mereka
yang merusak alam dan bertumpah darah?” ungkapan malaikat tersebut memberi
pengertian bahwa sebelum adam diciptakan, malaikat melihat ada makhluk dan jenis
makhluk yang dilihat adalah jenis yang selalu merusak alam dan bertumpah darah.
Adanya pengertian seperti itu dimungkinkan, karena malaikat tidak tahu apa yang akan
terjadi pada masa depan, sebab yang tahu apa yang akan terjadi dimasa depan hanya
Allah.

Dengan demikian al-Quran tidak berbicara tentang proses penciptaan manusia


pertama. Yang dibicarakan secara terinci namun dalam ungkapan yang tersebar adalah
proses terciptanya manusia dari tanah, saripati makanan, air yang kotor yang keluar dari
tulang sulbi, alaqah, berkembang menjadi mudgah, ditiupkannya ruh, kemudian lahir ke
dunia setelah berproses dalam rahim ibu. Ayat berserak, tetapi dengan bantuan ilmu
pengetahuan dapat dipahami urutannya. Dengan demikian, pemahaman ayat akan lebih
sempurna jika ditunjang dengan ilmu pengetahuan.

Oleh karena al-Quran tidak bicara tentang manusia pertama. Biarkanlah para saintis
berbicara tentang asal-usul manusia dengan usaha pembuktian yang berdasarkan
penemuan fosil. Semua itu bersifat sekedar pengayaan saint untuk menambah wawasan
pendekatan diri pada Allah. Hasil pembuktian para saintis hanya bersifat relatif dan pada
suatu saat dapat disanggah kembali, jika ada penemuan baru.

C. Persamaan dan perbedaan manusia dengan makhluk lain

Dibanding makhluk lainnya manusai mempunyai kelebihan-kelebihan. Kelebihan-


kelebihan itu membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Kelebihan manusia adalah
kemampuan untuk bergerak dalam ruang yang bagaimanapun, baik didarat, dilaut,
maupun diudara. Sedangkan binatang bergerak diruang yang terbatas. Walaupun ada
binatang yang bergerak didarat dan dilaut, namun tetap saja mempunyai keterbatasan dan
tidak bisa melampaui manusia. Mengenai kelebihan manusia atas makhluk lain
dijelaskan surat al-Isra’ ayat 70.
Disamping itu, manusia diberi akal dan hati, sehingga dapat memahami ilmu yang
diturunkan Allah, berupa al-Quran menurut sunah rasul. Dengan ilmu manusia mampu
berbudaya. Allah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya (at-Tiin : 95:4).
Namun demikian, manusia akan tetap bermartabat mulia kalau mereka sebagai khalifah
( makhluk alternatif ) tetap hidup dengan ajaran Allah ( QS. Al-An’am : 165 ). Karena
ilmunya itulah manusia dilebihkan ( bisa dibedakan ) dengan makhluk lainny.

Jika manusia hidup dengn ilmu selain ilmu Allah, manusia tidak bermartabat lagi. Dalam
keadaan demikian manusia disamakan dengan binatang, “mereka itu seperti binatang
( ulaaika kal an’aam ), bahkan lebih buruk dari binatang ( bal hum adhal ). Dalam
keadaan demikian manusia bermartabat rendah ( at-Tiin : 4 ).

III. EKSISTENSI DAN MARTABAT MANUSIA MENURUT


ISLAM
A. Tujuan Hidup Manusia

Sebagai makhluk yang paling sempurna yang telah diciptakan oleh allah didunia,
peranan manusia dalam kehidupan di bumi tentulah sangat vital. oleh karena itu dalam
hidup manusia memiliki banyak sekali tujuan. Adapun tujuan - tujuan tersebut dapat
dikelompokan menjadi dua :

• dilihat dari arahnya, dibedakan menjadi :

Tujuan Hidup vertikal : Mencari ridho Allah (QS Al- Baqoroh 207)

Tujuan hidupo horizontal :

bahagia di dunia dan akhirat

rahmat bagi semua manusia dan seluruh alam ( Al anbiya' : 107)

• Dilihat dari segi lingkunganya :

tujuan hidup pribadi ( albaqoroh 22)

tujuan hidup anggota keluarga ( Arrum : 21)

tujuan hidup anggota lingkungan ( Al a'rof : 96 )

tujuan hidup warga negara / Bangsa ( Saba' : 15 )

tujuan hidup warga dunia ( Al qashas : 77 )

tujuan hidup alam semesta ( al anbiya : 107)


IV. TANGGUNG JAWAB MANUSIA SEBAGAI HAMBA DAN
KHALIFAH

A. Tanggungjawab Manusia Sebagai Hamba.

Allah SWT dengan kehendak kebijaksanaanNya telah mencipta makhluk-makhluk


yang di tempatkan di alam penciptaanNya. Manusia di antara makhluk Allah dan
menjadi hamba Allah SWT. Sebagai hamba Allah tanggungjawab manusia adalah amat
luas di dalam kehidupannya, meliputi semua keadaan dan tugas yang ditentukan
kepadanya.

Tanggungjawab manusia secara umum digambarkan oleh Rasulullah SAW di


dalam hadis berikut. Dari Ibnu Umar RA katanya; “Saya mendengar Rasulullah SAW
bersabda yang bermaksud:

“Semua orang dari engkau sekalian adalah pengembala dan dipertanggungjawabkan


terhadap apa yang digembalainya. Seorang laki-laki adalah pengembala dalam
keluarganya dan akan ditanya tentang pengembalaannya. Seorang isteri adalah
pengembala di rumah suaminya dan akan ditanya tentang pengembalaannya.Seorang
khadam juga pengembala dalam harta tuannya dan akan ditanya tentang
pengembalaannya. Maka semua orang dari kamu sekalian adalah pengembala dan akan
ditanya tentang pengembalaannya.”

(Muttafaq ‘alaih)

Allah mencipta manusia ada tujuan-tujuannya yang tertentu. Manusia dicipta untuk
dikembalikan semula kepada Allah dan setiap manusia akan ditanya atas setiap usaha dan
amal yang dilakukan selama ia hidup di dunia. Apabila pengakuan terhadap kenyataan
dan hakikat wujudnya hari pembalasan telah dibuat maka tugas yang diwajibkan ke atas
dirinya perlu dilaksanakan.

B. Manusia Sebagai Khalifah Allah.

Antara anugerah utama Allah kepada manusia ialah pemilihan manusia untuk
menjadi khalifah atau wakilNya di bumi. Dengan ini manusia berkewajipan menegakkan
kebenaran, kebaikan, mewujudkan kedamaian, menghapuskan kemungkaran serta
penyelewengan dan penyimpangan dari jalan Allah.

Firman Allah SWT :


Artinya :

“Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: Sesungguhnya Aku jadikan
di bumi seorang Khalifah. Berkata Malaikat: Adakah Engkau hendak jadikan di muka
bumi ini orang yang melakukan kerusakan dan menumpahkan darah, sedangkan kami
sentiasa bertasbih dan bertaqdis dengan memuji Engkau? Jawab Allah: Aku lebih
mengetahui apa yang kamu tidak ketahui.”

(Al-Baqarah:30)

Di kalangan makhluk ciptaan Allah, manusia telah dipilih oleh Allah melaksanakan
tanggungjawab tersebut. Ini sudah tentu kerana manusia merupakan makhluk yang paling
istimewa.

Firman Allah SWT :

Artinya :

“Sesungguhnya Kami telah kemukakan tanggungjawab amanah (Kami) kepada langit


dan bumi serta gunung-ganang (untuk memikulnya), maka mereka enggan memikulnya
dan bimbang tidak dapat menyempurnakannya (kerana tidak ada pada mereka
persediaan untuk memikulnya); dan (pada ketika itu) manusia (dengan persediaan yang
ada padanya) sanggup memikulnya. (Ingatlah) sesungguhnya tabiat kebanyakan
manusia adalah suka melakukan kezaliman dan suka pula membuat perkara-perkara
yang tidak patut dikerjakan.”

(Al-Ahzab: 72)

Optimalisasi Kemampuan

Dengan berbagai kelebihan tersebut, sangat penting bagi manusia untuk dapat
mengembangkan diri dan mengoptimalkan kemampuanya. Optimalisasi kemampuan
tercermin dalam pemanfaatan kemampuan dari manusia itu sendiri terhadap potensi-
potensi yang dimilikinya. Manusia diberikan kelebihan fisik tersebut guna
memasimalkan tugas kekhalifahan di bumi. Dengan otak manusia diharapkan kehidupan
di bumi secara umum dapat berkembang dengan baik dan terjaga dari kerusakan. Dengan
tangan, manusia diharapkan memiliki kemampuan mencipta, dalam arti memnafaatkan
potensi sumber daya dari Allah. Dengan lisan manusia diharapkan memiliki kemampuan
komunikasi yang baik. Dari hal-hal tersebut di atas maka jelaslah bahwa optimalisasi
kemampuan tercermin dari optimalisasi potensi materi yang dimiliki oleh manusia dari
Allah. Sekarang kita bisa melihat hasilnya yaitu dengan adanya kapal, pesawat terbang,
motor, mobil, dan teknologi lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk kemashlahatan
makhluk- manusia, hewan, dan tumbuhan.
Optimalisasi Pemanfaatan Sumber Daya Alam

Sesungguhnya semua fasilitas yang sudah tersedia di dunia secara gratus seperti
tumbuhan, binatang, angin, udara, air dan apapun adalah untuk manusia. Tentunya hal
tersebut dimaksudkan untuk membantu kekhalifahan manusia di bumi. Allah berkali-kali
mengatakan bahwa dalam melakukan sesuatu hal, janganlah pernah melampaui batas.
Artinya manusia harus bisa berlaku normal sebagaimana adanya. Allah mengatakan
bahwasanya potensi-potensi alam itu tidak akan pernah habis tetapi hal tersebut berlaku
apabila manusia memnafaatkan dengan sewajarnya. Namun, kejadian sekarang ini, akibat
pengaruh industrialisasi, seluruh potensi alam hampir habis di serap untuk kepentingan
manusia tanpa berpikir baik buruknya sehingga terjadi ketidakseimbangan dalam
ekosistem. Sesungguhnya hal tersebut tidak harus terjadi apabila manusia taat dan
patuhpada perintah Allah. Janganlah melampaui batas.

Optimalisasi alam bukanlah dengan tindakan mengeruk sebanyak-banyaknya


potensi alam semesta. Akan tetapi, optimalisasi sebenarnya dimaksudkan untuk mengatur
semaksimal mungkin perihal pengelolaan alam. Sehingga tidak terjadi
ketidakseimbangan ekosistem. Hutan tidak akan habis hanya oleh karena alasan
industrialisasi atau perluasan masalah tempat tinggal. Dengan potensi otak manusia telah
diberi akal untuk berpikir bagaimana menyeimbangakan segala potensi kehidupan dan
alam semesta.

Walaupun Al Quranul Karim telah memberitahu tugas dan tanggungjawab manusia


di dunia ini dan diberitahu mereka yang menunaikan tanggung jawab akan masuk ke
Syurga, manakala yang tidak bertanggung jawab akan ke Neraka, namun tidak semua
manusia percaya berita ini serta beriman dengannya. Bahkan yang percaya dan beriman
dengannya pun, karena tidak mampu melawan nafsu serta mempunyai kepentingan-
kepentingan peribadi, ramai yang tidak dapat benar-benar memperhambakan diri kepada
Allah dan gagal menjadi khalifah-Nya yang mentadbir dan mengurus dunia ini dengan
syariat-Nya. Karena itulah Allah Taala berfirman dalam surat Saba 13 :

Artinya: “Sedikit sekali daripada hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (Saba’: 13)

Keoptimalan peran manusia sebagai khalifah dibumi akan tercapai dengan


sempurna apabila manusia dapat memanfaatkan segala pikiran hebatnya yang
dianugerahkan dari Allah dengan menciptakan teknologi yang canggih dengan
berdasarkan nilai-nilai keilahiyahan (sifat-sifat Allah -Asmaul Husna-) dan keislaman
dengan kemampuan seni mengatur keseimbangan potensi alam dan lainnya dengan
dipimpin oleh seorang khalifah yang robbani yang memerintah berdasarkan Syariat
Islam.
Apabila hal-halk tersebut tidak tercapai seluruhnya maka tidak pula tercapai
keoptimalisasian peran kekhalifahan manusia. Kalaupun terjadi, maka hal tersebut belum
dan tidak maksimal. Jadi, pada dasarnya setiap umat manusia mengemban tugas yang
maha penting untuk memerankan kekhalifhan di bumi.

V. KESIMPULAN
Sebagai makhluk yang dibekali dengan berbagai kelebihan jika
dibandingan denagn makhluk lain, sudah sepatutnya manusia mensyukuri
anugrah tersebut dengan berbagai cara, diantaranya dengan memaksimalkan
semua potensi yang ada pada diri kita. Kita juga dituntut untuk terus
mengembangkan potensi tersebut dalam rangka mewujudkan tugas dan
tanggung jawab manusia sebagai makhluk dan khalifah di bumi.

Anda mungkin juga menyukai