Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH PROFESI

STASE MUSCULOSKELETAL NON BEDAH

MANAJEMEN PELAYANAN FISIOTERAPI PADA KASUS


TORTICOLLIS SINISTRA DI RSJ.Dr. RADJIMAN
WEDIODININGRAT LAWANG

OLEH
FAHRYZA AKBAR DIYANTO FIRMANSYAH
201910641011036

PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020

1
DAFTAR ISI

JUDUL
DAFTAR ISI
RINGKASAN MATERI
HALAMAN PENGESAHAN
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................5

A. Latar Belakang...............................................................................5
B. Rumusan Masalah..........................................................................6
C. Tujuan ...........................................................................................7
D. Manfaat..........................................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................8

A. Pengertian Torticollis Sinistra......................................................8


B. Antomi dan Fisiologi Neck............................................................8
C. Biomekanika Neck ......................................................................11
D. Deskripsi Kasus............................................................................13
E. Penatalaksanaan Fisioterapi.........................................................17

BAB III PEMBAHASAN........................................................................32

A. Keaslian Penelitian.......................................................................32
B. Pembahasan Jurnal.......................................................................34

LOGBOOK

Lampiran

2
RINGKASAN MATERI

Latar Belakang : Tortikolis merupakan leher yang terputar atau keadaan dimana
otot-otot leher terkontraksi disertai perputaran leher. Tortikolis dapat terjadi sejak
lahir, Congenital Muscular Torticollis (CMT), atau didapat saat dewasa, acquired
torticollis. Congenital Muscular Torticollis (CMT) merupakan kelainan
musculoskeletal kongenital terbanyak ketiga setelah dislokasi panggul
dan clubfoot. Kelainan kongenital ini ditandai dengan pemendekan otot
sternokleidomastoideus unilateral.

Tujuan Penulisan : Tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk mengetahui
penatalaksanaan fisioterapi pada klien dengan Torticollis Sinistra di RSJ Dr.
Radjiman Wediodiningrat.
Metode : Dalam kasus kali ini , peneliti menggunakan modalitas yaitu Infrared
(IR), Massage dan Stretching
Hasil Evaluasi Terakhir : Pasien atas nama adik A dengan usia 16 serta
diagnose medis torticollis sinistra telah diberikan treatment berupa INFRARED ,
MASSAGE , dan STRETCHING dengan jumlah pertemuan 3x dalam 1 minggu
di dapatkan hasil yaitu terdapat penurunan nyeri , penurunan spasme otot ,
peningkatan ROM , untuk peningkatan kekuatan otot harus dilakukan terapi rutin
selama 1 bulan kira kira untuk melihat perkembangan secara signifikan ,
Kemampuan Fungsional Yang Semakin Membaik , untuk postur dari sang anak
sendiri harus di evaluasi secara berkala dengan cara terapi yang rutin , Dari LGS
Sendiri Terdapat Perubahan Nilai Dan Akan Terdapat Perubahan Lagi Dengan
Melakukan Terapi Yang Rutin Untuk Evaluasi Berkala
.

3
HALAMAN PENGESAHAN

MANAJEMEN PELAYANAN FISIOTERAPI PADA KASUS


TORTICOLLIS SINISTRA DI RSJ.Dr. RADJIMAN
WEDIODININGRAT LAWANG

Disahkan pada tanggal 27 Mei 2020

Menyetujui,

Pembimbing Stase Non Bedah

A.Joko Saptono SST.Ft


NIP. 19680419 199203 1 004

Mengetahui,
Kepala Prodi Profesi Fisioterapi

Safun Rahmanto, SST.Ft, M.Fis


NIDN. 071008403

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Upaya untuk mencapai kualitas kehidupan rakyat yang optimal, salah


satu faktor penting yang harus diperhatikan adalah bidang kesehatan, sesuai
dengan susunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan
menuju Indonesia Sehat 2010 dan Paradigma Sehat yang lebih menekankan
upaya peningkatan (promotive) dan pencegahan (preventive) tanpa
mengabaikan upaya penyembuhan (curative) dan pemulihan (rehabilitative)
(Depkes RI, 1999).

Peran fisioterapi sebagai salah satu tenaga kesehatan yang berperan


dalam tumbuh kembang anak adalah memberikan pelayanan secara optimal
pada tahapan tumbuh kembang anak baik anak dengan tumbuh kembang
normal maupun anak dengan gangguan tumbuh kembang, guna
mempersiapkan anak sebagai generasi penerus bangsa dan negara.

Masalah utama bayi baru lahir adalah masalah yang sangat spesifik
yang terjadi pada masa perinatal serta dapat menyebabkan kecacatan dan
kematian. Timbulnya masalah pada masa perinatal akibat kondisi kesehatan ibu
yang jelek, perawatan selama kehamilan yang optimal, menanganan persalinan
yang tidak tepat dan tidak bersih, serta neonatal yang tidak adekuat (Hasan,
2002). Salah satu permasalahan yang terjadi pada perinatal adalah torticollis.
Torticollis (bahasa Latin: Torquere, tortio = putar, collum = leher), terjadi
akibatan trauma persalinan biasanya pada bayi lahir letak sungsang. Bila
dilakukan traksi (tarikan) pada kepala untuk melahirkan bayi, terjadi cedera
pada muskulus 2 sternokleidomastoideus (otot yang menyilang leher dari
telinga ke depan dada), yang menimbulkan hematoma sehingga terjadi
pemendekan otot akibat fibrosis. Cedera pada muskulus
sternokleidomastoideus dapat terjadi pada setiap cara penarikan bayi. Selainan
trauma persalinan juga bisa disebabkan malposisi intra uteri. Torticollis banyak
terjadi pada wanita dari pada laki-laki. Penderita yang mengalami penyakit ini

5
akan menunjukkan adanya kepala dan wajah yang asimetri pada congenital
muscular torticollis dan pada aquired torticollis tidak disertai wajah yang
asimetris, dan biasanya disebabkan oleh kebiasaan sikap dalam aktivitas dalam
kurun waktu yang cukup lama (Tandiyo, 2012).

Berdasarkan data Statistik di Indonesia menunjukkan 1 dari 300 bayi


lahir dengan tortikolis otot bawaan. Kelainan ini lebih sering terjadi pada anak
pertama. Tortikolis terjadi pada 0,4 % dari seluruh kelahiran. 3 untuk torticollis
muscular nonkongenital, rata-rata terjadi pada usia 40 tahun. Perempuan lebih
sering terkena dengan perbadingan 2:1 dibandingkan laki-laki (Putri, 2010).

Apabila bayi mengalami torticollis dibiarkan tanpa mendapatkan


penanganan. Selain berpotensi mengalami gangguan tumbuh kembang,
torticollis juga sangat mungkin mempengaruhi psikologis anak, serta torticollis
bisa menetap sepanjang hidup penderita dan menyebabkan nyeri
berkepanjangan, terbatasnya gerakan leher serta kelainan bentuk sikap tubuh.
Berdasarkan data statistik sekitar 90% bayi dengan torticollis bila diterapi
sedini mungkin akan memberikan hasil yang signifikan (Putri, 2010). Oleh
karena itu dalam kasus ini penulis memberikan intervensi fisioterapi, yaitu
dengan pemberian massage dan terapi latihan. Massage disini berfungsi untuk
meningkatkan relaksasi otot sehingga mengurangi 3 ketegangan/spasme atau
kram otot. membantu menghancurkan myloglosis, yaitu timbunan sisa-sisa
pembakaran energi (asam laktat) yang terdapat pada otot yang menyebabkan
pengerasan pada otot. Sedangkan dengan pemberian terapi latihan ini di
maksudkan untuk mencegah terjadinya kontraktur otot dengan cara mencerai
beraikan struktur yang melengket dengan mengulur jaringan yang memendek

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah gambaran pada klien dengan Torticollis Sinistra di


RSJ.Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang?
2. Apa diagnosa fisioterapi pada klien dengan Torticollis Sinistra di RSJ
RSJ.Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang?
3. Apa sajakah intervensi fisioterapi pada klien dengan Torticollis
Sinistra di RSJ.Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang?

6
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk mengetahui
penatalaksanaan fisioterapi pada klien dengan Torticollis Sinistra di
RSJ.Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi gambaran pada klien dengan Torticollis Sinistra
di RSJ.Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang
b. Mengidentifikasi diagnosis fisioterapi pada Torticollis Sinistra di
RSJ.Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang
c. Menerapkan intervensi fisioterapi pada klien dengan Torticollis
Sinistra di RSJ.Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Penulis dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang
penatalaksanaan fisioterapi pada kasus Torticollis Sinistra dan
mengaplikasikan intervensi dengan baik.
2. Bagi Pasien
Klien dapat memperoleh penanganan fisioterapi dengan baik dan
dapat melakukan pencegahan pertama terhadap permasalahan yang
dihadapi.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Tortikolis

Tortikolis merupakan leher yang terputar atau keadaan dimana otot-otot


leher terkontraksi disertai perputaran leher. Tortikolis dapat terjadi sejak
lahir, Congenital Muscular Torticollis (CMT), atau didapat saat
dewasa, acquired torticollis. Congenital Muscular Torticollis (CMT)
merupakan kelainan musculoskeletal kongenital terbanyak ketiga setelah
dislokasi panggul dan clubfoot. Kelainan kongenital ini ditandai dengan
pemendekan otot sternokleidomastoideus unilateral.

Tortikolis merupakan leher yang terputar atau keadaan dimana otot-otot


leher terkontraksi disertai perputaran leher. Tortikolis bisa juga diartikan
sebagai istilah umum untuk berbagai kondisi dystonia kepala dan leher , yang
menampilkan variasi tertentu dalam gerakan kepala ( komponen phasic )
ditandai dengan arah gerakan (horizontal , seolah-olah mengatakan " tidak" ,
atau vertikal , seolah-olah mengatakan " iya ". Tortikolis berasal dari bahasa
Latin , tortus , berarti memutar dan collum , berarti leher .

B. Anatomi dan Fisiologi Neck

Otot leher ada yang melekat pada tulang hyoid dan ada yang tidak
melekat pada tulang hyoid. Otot yang tidak melekat pada tulang hyoid yaitu :
(1) Musculus Sternocleidomastoideus, origo di  manubrium sterni dan clavicula
(1/3 medial) serta insersio di processus mastoideus os temporalis. Adapun
aksinya yakni bilateral-flexi kepala, rotasi unilateral kepala, memalingkan
wajah ke sisi sebaliknya. Otot ini dipersarafi oleh nervus accessorius (N XI);
(2) Musculus scalenus anterior dan scalenus medius, origo di processus
transverses vertebra cervicalis bagian atas dan insersio di costa 1. Aksinya
adalah fleksi leher dan elevasi costa 1. Otot ini dipersarafi oleh ramus ventralis
nervus cervicalis (Gambar 2.1 dan Gambar 2.2).

8
Gambar 2.1 Neck Muscle Lateral View

Gambar 2.2 Neck Muscle Anterior Vew

Otot leher yang melekat pada hyoid terbagi menjadi dua yaitu
suprahyoid dan infrahyoid. Otot yang berada infrahyoid yaitu : (1) Musculus
Omohyoid (otot ini memiliki dua belly yang dihubungkan dengan tendon
intermediet), origo untuk inferior belly dari scapula-medial ke suprascapular
notch (tendon intermediet dihubungkan ke klavikula dan rib 1. Insersionya
pada tulang hyoid. Aksinya yaitu untuk menekan tulang hyoid. Omohyoid
dipersarafi oleh ansa cervicalis; (2) Musculus Sternohyoid , origonya berasal
dari sternum-manubrium klavikula dan insersionya di tulang hyoid. Aksinya
untuk mendepresi tulang hyoid. Sternohyoid dipersarafi ansa cervicalis; (3)
Musculus Sternothyroid, origonya dari sternum-manubrium dan insersionya di
kartilago tiroidea. Aksinya adalah untuk depresi  kartilago tiroidea, depresi
tulang hyoid dan laring secara indirek. Sternothyroid dipersarafi oleh ansa
cervicalis; (4) Musculus Thyrohyoid, origo dari kartilago tiroidea dan insersio

9
di tulang hyoid. Aksinya untuk depresi tulang hyoid dan elevasi laring.
Thyrohyoid dipersarafi oleh C1 dan Nervus hipoglossus ( N X11) (Gambar 2.3
dan Gambar 2.4)

Gambar 2.3 Infrahyoid and Suprahyoid Muscle

Gambar 2.4 Infrahyoid and Suprahyoid and Their Action

Otot leher yang berada suprahyoid yaitu : (1) Musculus Digastricus


(memiliki dua belly), origo posterior belly dari tulang temporal-mastoid
notch (medial terhadap processus mastoideus) sedangkan origo anterior
belly  dari bagian dalam mandibula. Insersionya pada tulang hyoid melalui
tendon intermediet. Aksinya untuk elevasi tulang hyoid dan depresi
mandibula. Posterior belly dipersarafi oleh nervus facialis ( N VII) dan anterior
belly dipersarafi oleh nervus trigeminus (N V3); (2) Muculus Stylohyoid, origo
di tulang temporal-processus styloideus dan insersio di tulang hyoid. Aksinya

10
untuk elevasi tulang hyoid dan dipersarafi oleh nervus facialis (N VII); (3)
Musculus mylohyoid, origo dari mandibula-mylohyoid line dan insersio di
tulang hyoid. Aksinya untuk elevasi tulang hyoid serta mengangkat dasar
mulut selama menelan. Otot ini dipersarafi ileh nervus trigeminus (N V3); (4)
Musculus Geniohyoid, origonya dari bagian dalam mandibula dan insersio di
tulang hyoid. Aksinya untuk elevasi tulang hyoid dan membawa hyoid ke
depan. Otot ini dipersarafi oleh C1, nervus hypoglossus ( N XII) (Gambar 2.3
dan Gambar 2.4).

C. Biomekanika Neck

Cervical diisusun oleh 3 sendi penyusun yaitu atlanto-occipital joint


(C0- C1), atlanto-axial joint (C1-C2) dan vertebra joints (C2-C7). Regio ini
merupakan regio yang paling sering bergerak dari seluruh bagian tulang
vertebra. Hal itu dapat terlihat dari peranannya yaitu untuk mengatur 21 sendi
dan memfasilitasi posisi dari kepala, termasuk penglihatan (vision),
pendengaran, penciuman dan keseimbangan tubuh. Adapun gerakan yang
dihasilkan pada regio ini yaitu fleksi-ektensi, rotasi dan lateral fleksi cervical
(Neuman, 2002).

1. Atlanto-occipital Joint (C0-C1)

Atlanto-occipital Joint berperan dalam gerakan fleksiekstensi


dan lateral fleksi cervical. Arthrokinematika pada gerakan fleksi
condylus yang conveks akan slide ke arah belakang terhadap facet
articularis yang concaf sebesar 10 º. Sedangkan pada gerakan ekstensi
condylus  yang conveks akan slide ke arah depan terhadap facet
articularis yang concaf sebesar 17º. Pada gerakan lateral fleksi cervical
akan terjadi roll dari sisisisi pada jumlah yang kecil pada condylis
occipital yang conveks terhadap facet articularis(atlas) yang concaf
sebesar 5º.

2. Atlanto-axial Joint (C1-C2)

Gerakan utama pada atlanto-axial joint adalah gerakan rotasi


cervical ditambah dengan gerakan fleksi dan ekstensi. Pada gerakan

11
fleksi akan terjadi gerakan pivot kedepan dan sedikit berputar pada atlas
terhadap axis (C2) sebesar 15º sedangkan pada gerakan ekstensi
gerakan pivot kebelakang dan sedikit berputar pada atlas terhadap axis
(C2). 22 Gerakan rotasi pada sendi ini sebesar 45º dimana atlas yang
berbentuk cincin akan berputar disekitar procesus odonthoid bagian
procesus articularis inferior atlas yang sedikit concaf akan slide dengan
arah sirkuler (melingkar) terhadap procesus articularis superior axis.

3. Vertebra joints (C2-C7)

Pada vertebra joint terjadi gerakan fleksi-ekstensi, rotasi dan


lateral fleksi cervical. Pada gerakan fleksi permukaan procesus
articularis inferior vertebra superior yang berbentuk concaf akan slide
ke arah atas dan depan terhadap procesus articularis superior vertebra
inferior sebesar 40º, sedangkan pada gerakan ekstensi permukaan
procesus articularis inferior vertebra superior yang berbentuk concaf
akan slide ke arah bawah dan belakang terhadap procesus articularis
superior vertebra inferior sebesar 70º. Pada gerakan rotasi akan terjadi
slide pada procesus articularis inferior vertebra superior ke arah
belakang dan bawah pada ipsilateral arah rotasi dan akan terjadi slide
ke arah depan atas pada sisi contralateral terhadap procesus articularis
superior vertebra inferior sebesar 45º. Gerakan lateral fleksi cervical,
procesus articularis inferior vertebra superior pada sisi ipsilateral slide
ke arah bawah dan sedikit ke belakang dan pada sisi contralateral akan
slide ke arah atas dan 23 sedikit kedepan sebesar 35 º. Inlinasi pada
bentuk facet joint akan menghasilkan gerakan coupling yang searah
dimana selama gerakan rotasi akan disertai dengan lateral fleksi yang
juga searah.

12
Gambar 2.5 Gerakan Lateral Fleksi Leher

D. Deskripsi Kasus
1. Definisi Tortikolis
Tortikolis merupakan leher yang terputar atau keadaan dimana
otot-otot leher terkontraksi disertai perputaran leher. Tortikolis dapat
terjadi sejak lahir, Congenital Muscular Torticollis (CMT), atau didapat
saat dewasa, acquired torticollis. Congenital Muscular Torticollis (CMT)
merupakan kelainan musculoskeletal kongenital terbanyak ketiga setelah
dislokasi panggul dan clubfoot. Kelainan kongenital ini ditandai dengan
pemendekan otot sternokleidomastoideus unilateral.
Tortikolis merupakan leher yang terputar atau keadaan dimana
otot-otot leher terkontraksi disertai perputaran leher. Tortikolis bisa juga
diartikan sebagai istilah umum untuk berbagai kondisi dystonia kepala dan
leher , yang menampilkan variasi tertentu dalam gerakan kepala
( komponen phasic ) ditandai dengan arah gerakan (horizontal , seolah-
olah mengatakan " tidak" , atau vertikal , seolah-olah mengatakan " iya ".
Tortikolis berasal dari bahasa Latin , tortus , berarti memutar dan collum ,
berarti leher .
2. Etiologi Tortikolis

Etiologi tortikolis terbagi menjadi etiologi lokal, etiologi


kompensasi, dan etiologi sentral. Masing-masing akan dijelaskan dibawah
ini.

a) Etiologi lokal

Pada orang dewasa, setiap abnormalitas atau trauma tulang servikal


bisa menyebabkan tortikolis termasuk trauma minor (tegangan/regangan),
fraktur, dislokasi, dan subluxasi, sering menyebabkan spasme dari otot
leher. Penyebab lainnya yakni infeksi, spondylosis, tumor, jaringan parut.
Selain itu, infeksi saluran nafas bagian atas dan infeksi jaringan lunak di

13
leher bisa menyebabkan tortikolis sekunder terhadap kontraktur otot atau
adenitis.

Pada anak usia 2-4 tahun biasanya tortikolis sering disebabkan oleh
abses retrofaringeal. Tortikolis juga bisa terjadi akibat infeksi yang
mengikuti trauma atau infeksi di sekitar jaringan atau struktur leher
termasuk faringitis, tonsillitis, epiglottitis, sinusitis, otitis media,
mastoiditis, abses nasofaring, dan pneumonia lobus atas.

b) Etiologi kompensasi

Tortikolis sering merupakan mekanisme kompensasi dari penyakit


atau symptom lain seperti strabismus dengan parese nervus IV, nistagmus
kongenital, dan tumor fossa posterior.

c) Etiologi sentral

Tortikolis sering juga disebabkan oleh reaksi distonia sekunder


terhadap obat-obatan seperti phenotiazin, metoclopramide, haloperidol,
carbamazepine, phenytoin, and terapi L-dopa. Pada wamita usia 30-60
tahun idiopatik spasmodic tortikolis meningkat. Sedangkan, pada anak
etiologinya torsion dystonia, drug-induced dystonia, dan cerebral palsy

3. Patofisiologi Tortikolis
a) Congenital Torticollis

Tortikolis kongenital  jarang dijumpai (insidensi <2%) dan diyakini


disebabkan oleh trauma lokal pada jaringan lunak leher sebelum atau
selama persalinan. Trauma otot sternokleidomastoideus saat proses
persalinan menyebabkan fibrosis atau malposisi intrauterine yang
menyebabkan pemendekan dari otot sternokleidomastoideus. Bisa juga
terjadi hematom yang diikuti dengan kontraktur otot. Biasanya anak-anak
seperti ini lahir dengan persalinan sungsang atau menggunakan forseps.
Penyebab lain yang mungkin yakni herediter dan oklusi arteri atau vena
yang menyebabkan fibrosis jaringan didalam otot sternokleidomastoideus.

b) Acquired Torticollis

14
Patofisiologi dari torticollis yang didapat adalah tergantung dari
penyakit yang mendasarinya. Spasme dari otot leher yang menyebabkan
tortikolis merupakan hasil dari injury atau inflamasi dari otot cervical atau
nervus kranialis dari proses penyakit yang berbeda.

Tortikolis akut bisa disebabkan oleh trauma tumpul pada kepala


dan leher atau dari kesalahan posisi saat tidur. Tortikolis akut biasanya
akan sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari dampai minggu atau
setelah menghentikan obat pada tortikolis akut yang disebabkan oleh obat-
obatan seperti dopamine reseptor blocker, metoclopramide, phenytoin,
carbamazepin.

Atlantoaxial rotary subluxation (AARS) C1 pada C2 memiliki


gejala klinis yang sama dengan tortikolis, biasanya terjadi pada anak-anak
dan setelah trauma minor, operasi faring, proses inflamasi, atau infeksi
saluran nafas bagian atas. Hal ini diduga dipicu oleh edema
retropharyngeal menyebabkan kelemahan ligamen dan struktur di tingkat
atlantoaxial, memungkinkan deformitas rotasi. Berbeda dengan tortikolis
otot kongenital, kepala miring jauh dari otot sternokleidomastoideus yang
terkena. Dikenal sebagai posisi "cock robin", kepala rotasi ke sisi yang
berlawanan dengan dislokasi dan lateral fleksi ke arah yang berlawanan.
Pasien juga dapat mengeluh sakit oksipital unilateral.

Idiopatik spasmodik tortikolis (IST) adalah bentuk tortikolis yang


dan progresif , diklasifikasikan sebagai dystonia fokus. Etiologi tidak jelas,
meskipun diduga ada lesi thalamus. Hal ini ditandai dengan etiologi
nontraumatic terdiri dari episodik tonik dan / atau kontraksi involunter
klonik otot leher. Gejala berlangsung lebih dari 6 bulan dan menghasilkan
cacat somatic dan psikologis.2

Benign paroxysmal tortikolis adalah kondisi pada bayi yang


ditandai dengan episode berulang dari kepala miring dengan muntah,
pucat, irritabilitas, ataksia, atau mengantuk dan biasanya terjadi dalam
beberapa bulan pertama kehidupan dan akan sembuh dengan sendirinya.

15
Sebagai penyakit neurodegeneratif, tortikolis, atau cervical
dystonia idiopatik, diyakini muncul dari kelainan sirkuit ganglia basalis
yang berasal dari kerentanan selektif struktur ini untuk proses biokimia
abnormal yang mengarah ke disfungsi neuronal. Beberapa indikasi
keterlibatan sirkuit dopamine-secreting berasal dari temuan rendahnya
tingkat metabolit dopamin dalam cairan serebrospinal (CSF).

4. Pemeriksaan Tortikolis

Pada tortikolis kongenital, penegakkan diagnosis tortikolis harus


berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan fisik infant
(Gambar 2.5) . Didapati riwayat kelahiran sukar atau sungsang serta
trauma pada proses persalinan seperti fraktur klavikula pada tortikolis
kongenital. Selain itu, perinatal asfiksia, jaundice, kejang, penggunaan
obat-obatan, gastroesofageal reflux disease (GERD), atau sindrom
Sandifer juga turut menjadi penyebabnya. Manifestasi klinis yang didapat
dari pemeriksaan yaitu kepala miring ke arah yang sakit (setelah
menyingkirkan penyebab lain seperti anomali tulang, diskitis,
limfadenitis), leher menjadi tidak seimbang dan pendek pada bagian yang
fibrosis, di sisi yang fibrosis telinga mendekati bahu, garis mata dan garis
bahu membentuk sudut (normalnya sejajar), perkembangan muka dapat
menjadi asimetris, dan terdapat benjolan berbatas tegas yang melibatkan
satu atau kedua caput sternocledomastoideus. Benjolan ini bersifat firm,
tidak nyeri, terdiri dari jaringan fibrotic dengan deposit kolagen dan
migrasi fibroblast disekitar serat sternokleidomastoideus yang atrofi.

Gambar 2.6 Pemeriksaan Klinis Tortikolis

16
Selanjutnya, tipe dari deformitas harus diselidiki, sebagaimana
kombinasi dan fleksi dan rotasi, apakah deformitas tersebut rigid atau
fleksibel, dan apakah bisa sembuh dengan sendirinya atau tidak. Kondisi
kelainan musculoskeletal lainnya seperti hip dysplasia harus diperiksa.
Selain itu, pemeriksaan optalmologi perlu dilakukan karena dapat
mengetahui ketidakseimbangan dari otot ekstra ocular yang merupakan
faktor penyebab dari tortikolis.

Pemeriksaan ultrasonografi berguna sebagai alat diagnostik yang


penting dan untuk menentukan prognosis. Hal ini ditandai dengan
sensitivitas (95.83%) dan spesifisitas (83.33%) dan dapat membedakan
staging dari tortikolis kongenital. Pemeriksaan penunjang yang lebih
modern dan canggih ialah dengan menggunakan magnetic resonance
imaging (MRI). Pada beberapa studi dilaporkan bahwa hasil temuan dari
MRI memiliki korelasi dengan hasil histopatologi

5. Penatalaksanaan Fisioterapi (Status Klinis)

Nama Mahasiswa : Fahryza Akbar D.F


Nim : 201910641011036
Tempat Praktik : RSJ Radjiman Wediodiningrat Lawang
Pembimbing : A. Joko Saptono SST.Ft

Tanggal Pembuatan Laporan: 10 mei 2020


Kondisi/ Kasus: Torticolis Sinistra

I. Keterangan Umum Penderita


Nama : Adik A
Umur : 16 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Alamat : Jember
II. Data-Data Medis Rumah Sakit

17
A. Diagnosis Medis
Tortikolis Sinistra
B. CatatanKlinis
(Medika Mentosa, Hasil Lab, Foto Rontgen, Mri, Ct-Scan, Dll)
Pemeriksaan Kekuatan Otot, Panjang Otot Sternocleidomastoideus Dan
Lingkup Gerak Sendi (LGS) Neck.
C. Rujukan Dari Dokter
Dokter Rehab Medis
III. Segi Fisioterapi
A. Pemeriksaan Subyektif

Spasme pada otot leher


terutama otot
sternocleidomastoideus
Pemendekan otot leher

B. Anamnesis (Auto/Hetero)
1. Keluhan Utama
Pasien datang ke fisioterapi dengan keluhan kepala cenderung condong
ke sisi kiri
2. Riwayat Penyakit Sekarang
(Sejarah Keluarga Dan Genetic, Kehamilan, Kelahiran Dan Perinatal,
Tahap Perkembangan, Gambaran Perkembangan, Dll)
Pasien datang ke klinik fisioterapi dengan mengeluhkan sakit di leher
anaknya dengan posisi kepala anak miring ke kiri , gejala ini timbul di
usia anak menginjak 12 bulan
3. Riwayat Penyakit Dahulu

18
Penyakit ini dirasakan 4 bulan lalu ketika dirumah anak sering
menangis
4. Riwayat Penyakit Penyerta
-

5. Riwayat Pengobatan
-
6. Anamnesis Sistem
a. Kepala Dan Leher
Kepala dan leher cenderung condong ke sebelah kiri
b. Kardiovaskular
Normal
c. Respirasi
Normal
d. Gastrointestinal
Normal
e. Urogenital
Normal
f. Musculoskeletal
Spasme pada otot leher terutama otot sternocleidomastoideus
Pemendekan otot leher
g. Nervorum
Normal

C. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Fisik
a) Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah: -
Denyut Nadi : 100x / menit
Pernapasan : 27x / menit
Temperatur : 36 derajat
Tinggi Badan : 80 cm

19
Berat Badan : 9 kg

b) Inspeksi (Statis & Dinamis)


(Posture, Fungsi Motorik, Tonus, Reflek, Gait, Dll)
Statis
Raut wajah menangis menahan sakit di leher
Terlihat posisi leher dan kepala lebih condong ke kiri
Asimetris bahu (bahu kiri lebih naik daripada bahu kanan)
Dinamis
Mampu menegakkan kepala dan leher tapi terbatas
c) Palpasi
(Nyeri, Spasme, Suhu Lokal, Tonus, Bengkak, Dll)
Nyeri pada bagian leher (Nyeri tekan , gerak , diam)
Spasme pada otot leher sternocleidomastoideus S
Suhu lokal normal
Kekuatan otot leher menurun
Pemendekan otot sternocleidomastoideus S pada daerah leher
Tidak ada bengkak
d) Perkusi
Tidak dilakukan
e) Auskultasi
Tidak dilakukan
f) Gerak Dasar
Gerak Aktif :
Regio Gerakan ROM Nyeri
Flexi Terbatas Nyeri
Extensi terbatas Nyeri
Neck Lateral flexi Terbatas Nyeri
Rotasi terbatas Nyeri

Gerak Pasif :
Regio Gerakan ROM Endfeel
Flexi Terbatas Springy
Extensi Terbatas Springy
Neck Lateral flexi Terbatas Springy

20
Rotasi terbatas Springy

Isometrik :
Regio Gerakan ROM Tahanan
Flexi Terbatas Minimal
Extensi Terbatas Minimal
Neck Lateral flexi Terbatas Minimal
Rotasi Terbatas Minimal

g) Kognitif, Intra-Personal, Inter-Personal


Kognitif : orangtua mampu menjelaskan perjalanan penyakit
anaknya dari awal kejadian sampai sekarang dengan jelas
Intra-Personal : si anak menangis selama diterapi namun keluarga
nya memiliki keinginan yang tinggi supaya si anak untuk sembuh
Inter-Personal : komunikasi fisioterapi dengan pasien , fisioterapi
dengan keluarga terjalin dengan baik dan lancar.
h) Kemampuan Fungsional Dasar, Aktivitas Fungsional, &
Lingkungan Aktivitas
Kemampuan Fungsional Dasar : pasien mengalami keterbatasan
gerak (Gerakan flexi , extensi , lateral fleksi , rotasi neck).
Aktivitas Fungsional : pasien belum mampu melakukan aktivitas
seperti biasanya seperti memiringkan kepala , menoleh kanan kiri ,
mendangak ke atas , menundukkan kepala.
Lingkungan Aktivitas : pasien belum mampu bermain seperti
biasanya dan tidak bisa bersosialisasi atau bermain bersama teman
teman nya.
2. Pemeriksaan Spesifik
(Nyeri, Mmt, Lgs, Antropometri, Sensibilitas, Tes Khusus, Dll)
 Nyeri
Menggunakan VAS dengan skala 1 – 10

0 5 10
Nyeri Tekan : 7
Nyeri Gerak : 7

21
Nyeri Diam : 5
 MMT
Group otot head neck : 4
 ROM
Gerakan Nilai
Ekstensi - Flexi S : 20 – 0 - 25
Lateral Flexi Dextra - F : 30 – 0 – 28
Sinistra
Rotasi Dextra – Sinistra R : 30 – 0 – 30

 Sensibilitas
Test Hasil
Panas X Dingin Normal
Tajam X Tumpul Normal
Halus X Kasar Normal
Tactile Normal

22
D. Underlying Proccess

Faktor Sentral
Faktor Lokal
Faktor Kompensasi
- Saat Persalinan
- Trauma
- Strabismus Terlalu Menarik
- Frakture
Dengan Parese Kepala Sang
- Dislokasi
Pada Saraf Bayi
- Supluksasi
- Tumor - Penggunaan
- Spasme Otot Leher
Forcep

pada saat baru lahir belum


terlihat , terlihat saat

Tidak simetrisnya posisi Kebiasaan tidur miring Terasa saat di palpasi


wajah dan dagu yang ke sebelah kiri atau ada benjolan atau
berputar berlawanan satu sisi saja muscle bally pada leher

Torticollis
Sinistra

M.Sternocleidomastoideus
Otot Kontraktur
M.Trapezius

Spasme ROM Kekuatan otot


Memberikan Efek Termal
Yang Meningkatkan terbatas menurun

Metabolism Dan Efeknya IR


Vasodilatasi Vascular Lalu
Terjadi Penurunan Zat P Dan Stretching +
Nyeri berkurang
Terjadi Penurunan Nyeri massage + Latihan
Penguatan Otot

ROM meningkat
23 Kekuatan
dan
Otot Meningkat
E. Diagnosis Fisioterapi
(International Clatification Of Functonal And Disability)
Pain , Spasme , Hipomobility e.c Torticollis Sinistra
Impairment
Nyeri pada otot sekitar Neck (sternocleidomastoid)
Spasme pada otot sekitar Neck (sternocleidomastoid)
Keterbatasan ROM pada Neck
Penurunan kekuatan otot sekitar Neck (sternocleidomastoid)
Functional Limitation
Pasien kesulitan dalam menggerakkan kepala dan leher seperti menunduk ,
mendangak , menoleh kanan , kiri dan memiringkan kepala
Disability
Pasien belum mampu melakukan aktivitas sehari hari terutama
menggerakkan kepala dan leher nya
F. Prognosis
Qua At Vitam : Bonam
Qua At Sanam : Bonam
Qua At Fungsionam : Bonam
Qua At Cosmeticam : Bonam

G. Program/Rencana Fisioterapi
1. Tujuan Treatment
a) Jangka Pendek
Mengurangi nyeri
Mengurangi spasme
Meningkatkan ROM
Meningkatkan kekuatan otot
Perbaikan postur
b) Jangka Panjang
Mengembalikan Fungsional Pasien Dan Mengembalikan Fungsi
Gerak Tubuh Agar Pasien Mampu Melakukan Aktivitas Sehari Hari

24
2. Rencana Tindakan
a) Teknologi Fisioterapi
Infrared merupakan modalitas fisioterapi yang dihasilan dari lampu
pijar dengan mengeluarkan sinar inframerah sebesar 3.500-40.000 Å.
Tujuan dari diberikan infrared yaitu dari efek fisiologi meningkatkan
temeratur tubuh dengan adanya vasodilatasi pembuluh darah maka
sirkulasi darah menjadi lancar, sehingga pemberian nutrisi dan
oksigen kepada jaringan akan meningkat, dengan demikian kadar sel
darah putih dan antibodi didalam jaringan tersebut juga meningkat.
Sehingga pemeliharaan jaringan menjadi lebih baik dan perlawanan
terhadap agen penyebab proses radang juga semakin baik dan nyeri
menjadi berkurang. Maka dari itu efek terapeutik nya reliefe of pain
yang berarti bahwa pemberian mild heating dapat memberikan efek
sedatif (rasa nyaman) pada superficial sensory nerve ending (ujung-
ujung saraf sensorik superfisial), stronger heating dapat memberikan
counter iritation yang berefek pada pengurangan nyeri dan sinar infra
merah dapat memperlancar sirkulasi darah sehingga rasa nyeri yang
disebabkan karena penumpukan sisa-sisa metabolisme yang disebut
zat “P” dapat ikut terbuang
Massage terapi yang dilakukan pada rehabilitasi cedera sendi leher
(vertebrae cervicalis) yaitu dengan menggunakan teknik yang
menggabungkan teknik gerusan (friction) dengan teknik gosokan
(efflurage) dengan ibu jari untuk merileksasikan atau mengurangi
ketegangan otot. Setelah itu dilakukan penarikan (traksi) dan
pengembalian (reposisi) sendi-sendi yang berada di leher (vertebrae
cervicalis) pada tempatnya (Wijanarko,dkk, 2010). Massage
Efflurage (gosokan) adalah gerakan mengusap dengan menggunakan
telapak tangan atau bantalan jari tangan. Gerakan ini dilakukan
sesuai dengan peredaran darah menuju jantung maupun kelenjar-
kelenjar getah bening. Manfaat gerakan ini adalah merelaksasi otot
dan ujung-ujung saraf (Alimah, 2011). Friction (gerusan) adalah

25
gerakan menekan dengan menggunakan ibu jari tangan. Gerakan ini
dilakukan sesuai dengan otot yang mengalami spasme/ ketegangan.
Stretching merupakan teknik penguluran secara aktif maupun pasif.
Tujuan utama dari stretching adalah untuk meningkatkan elatisitas
dan fleksibelitas jaringan lunak (Lowe, 2009). Stretching dilakukan
tidak melebih LGS normal, tidak menimbulkan nyeri, jika dapat
meningkatkan fleksibelitas, stretching dilakukan secara gentle dan
meningkat setiap saat setiap sesi berlangsung. Stretching tidak boleh
dilakukan saat keadaan akut. Jika masih akut, jaringan cukup
dipanjangkan tidak perlu diregangkan. Stretching digunakan saat
kondisi kronis, dan dilakukan tidak melebihi LGS normal (Fritz,
2015).
H. Pelaksanaan Fisioterapi
Treatment Persiapan Pasien Intervensi
Massage Pasien Teknik yang di gunakan
Massage terapi yang Diposisikan untuk massage yaitu efflurage
dilakukan pada Tidur Terlentang dan friction
rehabilitasi cedera Dengan Posisi Massage Efflurage (gosokan)
sendi leher Senyaman adalah gerakan mengusap
(vertebrae Mungkin dengan menggunakan telapak
cervicalis) yaitu tangan atau bantalan jari
dengan tangan. Gerakan ini
menggunakan dilakukan sesuai dengan
teknik yang peredaran darah menuju
menggabungkan jantung maupun kelenjar-
teknik gerusan kelenjar getah bening.
(friction) dengan Friction (gerusan) adalah
teknik gosokan gerakan menekan dengan
(efflurage) dengan menggunakan ibu jari tangan.
ibu jari untuk Gerakan ini dilakukan sesuai
merileksasikan atau dengan otot yang mengalami
mengurangi spasme/ ketegangan.
ketegangan otot. Dilakukan 8 kali pengulangan

26
Setelah itu 3 set
dilakukan penarikan Dengan pertemuan 3x dalam
(traksi) dan 1 minggu
pengembalian
(reposisi) sendi-
sendi yang berada di
leher (vertebrae
cervicalis) pada
tempatnya.
Stretching Pasien Stretching yang digunakan
Stretching Diposisikan dalam keadaan ini yaitu
merupakan teknik Tidur Terlentang dengan cara gentle stretching
penguluran secara Dengan Posisi kearah yang seperti di
aktif maupun pasif. Senyaman gambar bawah ini
Tujuan utama dari Mungkin Dilakukan selama 3 -5x
stretching adalah pengulangan dan dengan
untuk meningkatkan pertemuan 3x dalam 1
elatisitas dan minggu
fleksibelitas
jaringan lunak
(Lowe, 2009).
Stretching
dilakukan tidak
melebih LGS
normal, tidak
menimbulkan nyeri,
jika dapat
meningkatkan
fleksibelitas,
stretching dilakukan
secara gentle dan
meningkat setiap
saat setiap sesi

27
berlangsung.
Latihan Penguatan Pasien Latihan Penguatan Otot Ini
Otot Diposisikan Dilakukan Dengan Cara
Tidur Terlentang Memberikan Rasangan
Dengan Posisi Berupa Stimulus Dengan
Senyaman Bentuk Mainan Atau
Mungkin Atau Makanan Contoh Berupa
Duduk Permen Atau Empeng Susu
Senyaman Yang Di Letakkan Di Sisi
Mungkin Tubuh Yang Lemah Di Suruh
Anak Untuk Menjilat Atau
Meraih Empeng Susu Dengan
Mulutnya
Dilakukan Selama 3x Dalam
1 Minggu 3 – 5x
Pengulangan

Treatment Persiapan Persiapan pasien Intervensi


alat
Infrared : Cek Semua Pasien Lampu Infra Red
Sinar Infra Kabel Dan Diposisikan Diposisikan Tegak
Merahakan Cek Tidur Lurus Pada Sendi
Menghasilkan Energi Apakah Terlentang Bahu Kanan
Yang Panas Dan Alat Dengan Posisi Dengan
Berwarna Merah , Berfungsi Senyaman Jarak Sekitar 30-45
Engan Adanya Panas Atau Tidak Mungkin, Cm Dari Kulit.
Yang Dihasilkan Oleh Pastikan Tidak Atur Waktu Pada
Sinar Infra Merahini Ada Penghalang Pengatur Waktu
Akan Menaikkan Kecuali Media Selama 15 Menit
Temperature Dan Kontak, Cek Lalu Lampu
Akan Menjadi Kontra Indikasi Dihidupkan.
Pengaruh Lain Bagi Dan Indikasi Tanyakan Atau
Meningkatnya Proses Pasien Rasakan Dengan

28
Metabolisme, Seting Alat Tangan Terapis
Vasodilatasi Sesuai Sendiri Untuk
Pembuluh Darah Kebutuhan Mengetahui
Akan Lancar, Pasien Apakah Terasa
Pengaruh Terhadap Panas Atau Hangat.
Urat Saraf Sensoris, Jika Terasa Panas
Menaikkan Maka Lampu
Temperature Tubuh Infrared Dapat
Dan Lain-Lainnya Dijauhkan Atau
Ditambah Jaraknya
Waktu Pertemuan
3X Dalam 1
MINGGU

I. Hasil Evaluasi Terakhir


 Nyeri
Menggunakan VAS dengan skala 1 – 10

0 5 10

Nyeri T0 T1 T2 T3
Tekan 7 7 6 5
Gerak 7 7 6 6
Diam 5 4 4 3

 MMT
Group otot T0 T1 T2 T3
Neck 4 4 4 4

 ROM
Gerakan T0 T1 T2 T3
Ekstensi - S : 20 – 0 - S : 20 – 0 - S : 25 – 0 - S : 28 – 0 -
Flexi 25 25 30 35
Lateral Flexi F : 30 – 0 F : 30 – 0 F : 35 – 0 F : 35 – 0 –
Dextra - – 28 – 28 – 33 35

29
Sinistra
Rotasi R : 30 – 0 R : 30 – 0 R : 35 – 0 R : 37 – 0
Dextra – – 30 – 30 – 33 – 35
Sinistra

Pasien atas nama adik A dengan usia 16 serta diagnose medis torticollis
sinistra telah diberikan treatment berupa INFRARED , MASSAGE , dan
STRETCHING dengan jumlah pertemuan 3x dalam 1 minggu di dapatkan
hasil yaitu terdapat penurunan nyeri , penurunan spasme otot , peningkatan
ROM , untuk peningkatan kekuatan otot harus dilakukan terapi rutin
selama 1 bulan kira kira untuk melihat perkembangan secara signifikan ,
Kemampuan Fungsional Yang Semakin Membaik , untuk postur dari sang
anak sendiri harus di evaluasi secara berkala dengan cara terapi yang
rutin , Dari LGS Sendiri Terdapat Perubahan Nilai Dan Akan Terdapat
Perubahan Lagi Dengan Melakukan Terapi Yang Rutin Untuk Evaluasi
Berkala

30
J. Edukasi Dan Komunikasi
Tetap melaksanakan terapi yang rutin ke poli fisioterapi yaitu 1 minggu 3x
pertemuan untuk meningkatkan kesembuhan dan evaluasi secara berkala
Serta dirumah bisa melakukan Latihan atau stretching yang sudah
dijelaskan oleh terapis , bisa dilakukan 1 hari 3x pada saat pagi , siang ,
dan malam

K. Catatan Pembimbing Praktik

L. Catatan Tambahan

Lawang, 17 Mei 2020

Pembimbing

(______________________)

31
BAB III

PEMBAHASAN

A. Keaslian penelitian

No Judul Penelitian Nama Variabel Design Penelitian


Dan Tahun Peneliti Peneletian
Penelitian
1 Penatalaksanaan Astini Variabel Deskriptif Analitik
Fisioterapi Pada Suci Bebas : Yang Bertujuan Untuk
Anak Kondisi Wulan Tortikolis Mengetahui Assesment
Tortikolis Sinistra Dari Dan Sinistra E.C Dan Perubahan Yang
E.C Brachial Palsy Nur Brachial Palsy Dapat Diketahui Dalam
Dengan Susanti Variabel Penelitian Tersebut
Menggunakan Terikat : Infra
Modalitas Infra Red, Massage
Red, Massage Dan Dan Terapi
Terapi Latihan Di Latihan
Rsud Bendan Kota
Pekalongan (2017)
2 Variable Metode Penelitian
Pengaruh Infra Akhmad Bebas : Menggunakan Pretest-
Red, Massage Dan Alfajri Conginetal Posttest Dengan Quasi
Terapi Latihan Pada Amin, Muscular Eksperimen. Tindakan
Congenital Suci Torticollis Fisioterapi Yang
Muscular Amanati Variable Diberikan Pada Kasus
Torticollis (2018) Dan Terikat : Ini Adalah Dengan
Neneng Infrared Dan Infra Red, Massage
Nahdiyah Terapi Latihan Dan Terapi Latihan
3 Perbedaan J. Variable Quasi Eksperimen,
Pengaruh Hardjono, Bebas : Dengan Design
Penambahan Retno Torticollis Penelitian Dengan
Exercise Dalam Dumilah Variable Metode Pre-Post
Pencapaian Posisi Terikat : Test Design Untuk

32
Kepala Yang Penambahan Melihat Perbedaan
Simetris Akibat Exercise Panjang Otot
Torticolis ( 2017) Sternocleidomastoideus
Sebelum Dan
Sesudah Pemberian
Intervensi
4 Variable Untuk Mengetahui
Penatalaksanaan Aprilia Bebas : Pelaksanaan Fisioterapi
Massage Dan Nur Torticollis Dalam Mengurangi
Terapi Latihan Pada Fitrianti Sinistra Spasme, Meningkatkan
Kasus Torticollis Variable Lingkup Gerak Sendi
Sinistra Di Ypac Terikat : Dan Mengulur Otot
Surakarta (2013) Massage Dan Sternocleidomastoideu
Terapi Latihan s Yang Memendek
Pada Kasus Torticollis
Dengan Menggunakan
Modalitas Massage
Dan Terapi Latihan
5 Variable Analitik Non
Perbedaan Juliastuti Bebas : Eksperimental Dengan
Pengaruh Sindroma Pendekatan Cohort
Pemberian Auto Nyeri Dengan Desain
Stretching Dan Servikal Et Penelitian Pre And Post
Kinesio Taping Causa Test With Control
Terhadap Mechanical Design.
Penurunan Nyeri Neck Pain
Pada Sindroma Variable
Nyeri Terikat : Auto
Servikal Et Causa Stretching
Mechanical Neck Dan Kinesio
Pain (2017) Taping

B. Pembahasan Jurnal

33
34
35
36
37
38
39
LAMPIRAN

No Kegiatan Tanggal Tanda Tangan


1 Pembagian Tugas 6 Mei 2020

2 Pembuatan Tugas (SK , 8 Mei 2020


Makalah , Video)
3 Konsul SK (I) 16 Mei 2020

4 Konsul SK (II) 17 Mei 2020

5 ACC SK 17 Mei 2020

40
DAFTAR PUSTAKA

Alter, M, J, “Science Of Stretching”, Champaingn, Human Kinetics Books, Los


Angeles, 1988.

Atkinson, Coutts and Hassenkamp,. “Physiotherapy In Orthopaedics”. Harcourt


Publishers Limited, London, 2000.

Basmajian V, John, “Theraupeutic Exercise”, Edisi 3, Harcourt Publishers


Limited London, 1980.

Burgess, Jeffry and O’Keefe. “The Hippocampal and Parietal Foundations Of


Spatial Cognition”. Oxford University Press, New York, 1999.

Cotta, Horst. “Orthopaedics” 178 Illustration, Georg Thieme Verlag Stuttgart,


New York, 1980.

Cryriax, James, “Cervical Spondylosis”, Butterworths, London, 1971.

Flehmig, Inge, “Normal Infant Development And Borderline Deviations”, Thieme


Medical Publishers, New York, 1992.

Kapandji, I. A, “The Physiology Of The Joint (The Trunk and The Vertebral
Column)”. Volume 3. Edisi kedua Chruchill Licings-tone, New York, 1974.

Magee, David, “Orthopedic Physical Assesment”, Edisi Ketiga W.B. Saunders


Company, Philadelphia, 1992.

Markam, Soemarmo, “Neurologi Praktis”, Cetakan Pertama Widya Medika,


Jakarta, 2002.

R. Fiorentino, Mary, “Reflex Testing Methods For Evaluating C. N. S.


Development”, Second Edition, Charles C. Thomas Publisher, USA, 1973.

Merenstein, Koplan, Rosenberg, ”Buku Pegangan Pediatri”. Edisi 17 Widya


Medika, Jakarta, 2001.

Moore, Keith dan Agur, Anne, “Anatomi Klinis Dasar”. Edisi Bahasa Indonesia,
Hipokrates, Jakarta, 2002.

41
Norkin, Chynthia, “Measurement Of Joint Motion, A Guide To Goniometry”,
Second Edition, F.A. Davis Company, Philadelphia, 1995.

Platzer, Werner, “Sistem Lokomotor”, Edisi 6, Hipokrates, Jakarta, 1997.

Pratiknya, Watik, Ahmad, “Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan


Kesehatan”, Cetakan IV, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.

Shepherd, Roberta, “Physiotherapy In Paediatrics”. Second Edition, Sydney,


1980.

Salvo, Susan, “Massage therapy”, W. B. Saunders Company, Philadelphia, 1999.

Sidharta, Priguna, ”Sakit Neuromuskoloskeletal”, Edisi Kedua, PT Dian Rakyat,


Jakarta, 1984.

42

Anda mungkin juga menyukai