Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BIOKIMIA
Penentuan Kadar Lemak dengan Ekstraksi Soxhlet
Kelas : Kimia 4B
Kelompok :1
Anggota Kelompok : 1. Usnia Maharani Fadhilah (11180960000038)
2. Riyan Ardhiansyah (11180960000042)
3. Adelya Aprilya (11180960000041)
Dosen Pengampu : Tarso Rudiana, M.Si
Nurul Amilia, M.Si
Laboratorium Kimia
Pusat Laboratorium Terpadu
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Lemak merupakan bagian dari lipid yang mengandung asam lemak jenuh bersifat
padat. Lemak merupakan senyawa organic yang terdapt di alam serta tidak larut dalam air
tetapi larut dalam pelarut organic non-polar seperti dietil eter, kloroform, benzene, hexane
dan hidrokarbon lainnya. Terdapat dua jenus lemak yaitu lemak jenuh dan lemak tak jenuh.
Lemak jenuh terdapat pada pangan hewani (Makdoeld 2002).
Kadar lemak dalam suatu bahan pangan dapat diketahui dengan cara mengekstraksi
lemak. Metode ekstraksi lemak terdiri dari ekstaksi lemak kering dan ekstraksi lemak basah.
Ekstraksi lemak kering dapat dilakukan dengan menggunakan metode soxhlet. Pada
prinsipnya metode soxhlet ini menggunakan sampel lemak kering yang diekstraksi secara
terus-menerus dalam pelarut dengan jumlah yang konstan. Penentuan kadar lemak dengan
metode ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya persiapan sampel, waktu
ekstraksi, kuantitas pelarut, suhu pelarut, dan tipe pelarut (Darmasih 1997).
Lemak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid, yaitu senyawa
organik yang terdapat dia alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik
non-polar, misalnya dietil eter, kloroform, benzena dan hidrokarbon lainny. Lemak
merupakan salah satu kandungan utama dalam makanan, juga merupakan salah satu sumber
utama energi dan mengandung lemak esensial. Komponen lemak memegang peranan penting
yang menenutkan karakteristik fisik makanan seperti aroma, tekstur, rasa, dan penampilan.
Jika lemak dihilangkan maka salah satu karakteristik fisik menjadi hilang (Sudarmadji 1996).
Fungsi lemak bagi tubuh antara lain adalah sebagai komponen dasar dari membran
sel, sebagai sumber energi yang lebih efektif dibanding karbohidrat dan protein (9:4),
menghemat penggunaan protein sebagai sumber energi, lemak khususnya minyak nabati
mengandung asam-asam lemak esensial, (spt linoleat, lenolenat dan arakidonat), berperan
sebagai sumber seakligus pelarut/alat angkut bagi vitamin A, D, E dan K, sebagai cadangan
energi, keberadaan simpanan lemak dapat sebagai pelindung organ penting, keberadaan
lemak bawah kulit melindungi terhadap perubahan suhu luar mendadak & dari kehilangan
panas yang tidak terduga. Lemak merupakan zat gizi yang sangat penting bagi tubuh kita.
Lemak memiliki banyak fungsi yang sangat penting antara lain sebagai sumber energi,
pelumas sendi, memberikan cita rasa pada makanan dan fungsi penting lainnya (Sudarmadji
2003).
Oleh karena itu keberadaan lemak dalam suatu bahan pangan perlu utuk
dipertimbangkan kadarnya karena selain memiliki fungsi yang penting bagi tubuh dan fungsi
fungsional lainnya, lemak juga memiliki efek negatif jika berlebihan. Lemak dapat dianalisis
dengan berbagai metode. Beberapa metode analisis lemak diantaranya, yaitu metode Soxhlet,
metode Goldgish, dan metode Babcock. Percobaan penetapan kadar lemak pada praktikum
dilakukan dengan metode Soxhlet. Hal ini dilakukan karena metode Soxhlet lebih sesuai
digunakan untuk menganalisa sampel dalam wujud padat seperti pada sampel yang
digunakan, sedangkan metode Babcock lebih sesuai untuk analisis lemak berwujud cair
(Sudarmadji 2003).
Metode Soxhlet merupakan metode kuantitatif untuk menentukan kadar lemak dalam
bahan pangan. Metode ini dilakukan dengan cara melarutkan sampel dalam pelarut organik
yang telah dipanaskan. Keuntungan dari metode soxhlet yaitu : metode ini dapat digunakan
untuk sampel yang lunak dan yang tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung,
menggunakan pelarut yang lebih sedikit, dan pemanasan dapat diatur sederhana dan
mempunyai ketepatan yang baik (Harper et al. 1979).
Kerugian atau kekurangan dari metode soxhlet yaitu metode ini dapat menyebabkan
reaksi peruraian oleh panas, karena pelarut yang didaur ulang dan secara terus menerus
dipanaskan, kemudian jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui
kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam wadah dan
membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk melarutkannya, dan metode ini tidak
cocok digunakan untuk pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi, seperti metanol atau air,
karena seluruh alat yang berada di bawah kondensor perlu berada pada temperatur ini untuk
pergerakan uap pelarut yang efektif (Harper et al. 1979).
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi adalah tipe persiapan sampel, waktu
ekstraksi, kuantitas pelarut, suhu pelarut, dan tipe pelarut (Muaris 2007).
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Alat
Mortar
Selongsong kertas saring
Penangas air
Labu soxhlet
Labu Erlenmeyer
Corong
Eksikator
3.2 Bahan
Larutan pengekstrak
Kloroform
Aquades
Sampel sanding lamur sapi
3.3. Cara Kerja
4.2 Pembahasan
Percobaan kali ini yaitu penetapan kadar lemak dengan ekstraksi soxhlet. Lemak
adalah sumber energy yang paling efektif dibandingkan protein dan karbohidrat karena 1
gram lemak akan menghasilkan 9 kkal yang mana hasil ini merupakan hasil yang lebih besar
dibandingkan dengan karbohidrat dan protein yang hanya menghasilkan sekitar 4 kkal.
Tujuan dari percobaan ini yaitu diharapkan mahasiswa dapat memahami cara penentuan
kadar lemak dengan ekstraksi soxhlet.
Langkah awal yaitu labu kosong di oven pada suhu 105oC untuk menguapkan
air/pengotor yang menempel di labu. Selanjutnya di dinginkan di dalam desikator. Di dalam
desikator, ada silica gel yang akan mengeringkan zat-zat lainnya. Selain itu digunakan untuk
mempertahankan kelembaban terhadap udara lembab. Kemudian labu ditimbang sebagai
berat labu kosong.
Pada percobaan ini digunakan 2gram sampel yang berasal dari sandung lamur sapi.
Sandung lamur sapi yang akan diekstraksi di lembutkan terlebih dahulu dengan cara
ditumbuk atau diiris-iris menjadi bagian kecil. Sandung lamur sapi yang sudah halus
ditempatkan di slonsong yang sudah dilapisi kertas saring yang ukurannya sesuai dengan
ekstraktor soxhlet yang akan digunakan. Kemudian dilakukan ekstraksi secara soxhlet selama
5jam dengan pelarut lemak berupaka kloroform ke dalam labu ekstraktor.
Ekstraksi secara soxhlet masuk ke dalam ekstraksi secara dingin jika didasarkan pada
suhu proses dan ekstraksi cair-padat jika didasarkan pada wujud sampel. Digunakan
kloroform yang merupakan senyawa organic dan bersifat nonpolar yang diletakkan di dalam
labu alas bulat serta air yang diletakkan di pendingin bola. Karena lemak merupakan senyawa
organic dan bersifat nonpolar, maka lemak akan terekstrak ke dalam kloroform.
Pelarut lemak yang berupa kloroform dipanaskan di dalam labu alas bulat hingga
menguap sehingga uapnya naik melewati soxhlet ke pipa pendingin. Air dingin yang
dialirkan melewati bagian luar kondensor mengembunkan uap itu sehingga uap itu kembali
ke dalam fasa cair yang akan menetes ke slonsong yang berisi sampel dan akan melarutkan
lemak. Jika pelarut lemak telah mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali
ke labu alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai
bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak noda jika di KLT, atau sirkulasi telah
mencapai 20-25 kali.
Setelah dilakukan ekstraksi lemak selama 5jam, pelarut dan lemak dipisahkan dengan
cara destilasi. Setelah terpisah, labu ekstraksi dikeringkan di dalam oven dengan suhu 105oC,
didinginkan di dalam desikator dan ditimbang berat labu+lemak nya. Kadar lemak yang
diperoleh dalam sampel sandung lamur sapi yaitu 42,5%. Menurut USDA (US Department of
Agriculture), kandungan lemak yang terdapat di dalam 100gram sandung lamur sapi yaitu
7gram, berarti jika digunakan sampel 2gram sandung lamur sapi akan didapatkan 0,14gram
lemak. Hasil menurut teoritis ini berbeda dengan hasil percobaan yang didapatkan 0,85gram
lemak.
Hasil yang berbeda ini mungkin saja dapat disebabkan oleh beberapa factor seperti:
1. Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di sebelah bawah terus-
menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan reaksi peruraian oleh panas.
2. Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui kelarutannya dalam
pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam wadah dan membutuhkan volume
pelarut yang lebih banyak untuk melarutkannya. Sehingga mungkin saja kloroform yang
seharusnya sudah tidak ada karena telah dilakukan destilasi, masih terdapat di labu
bersama lemak.
Selain kelemahan yang menyebabkan hasilnya tidak akurat, terdapat juga kelebihan
dari ektraksi soxhlet seperti pemanasannya dapat diatur, digunakan pelarut yang sedikit,
dapat digunakan sampel yang lunak dan tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang didapatkan serta pembahasan yang telah dipaparkan dapat
diambil kesimpulan yaitu cara menentukan kadar lemak dengan ekstraksi sokhlet
merupakan cara yang cukup efisien dimana prinsipnya pemisahan/pengambilan yang
menggunakan pelarut selalu baru dalam mengesktraknya sehingga terjadi ekstraksi yang
kontinyu dengan adanya jumlah pelarut konstan dan dibantu pendingin yang baik. Pelarut
yang digunakan adalah pelarut nonpolar yaitu kloroform. Kadar lemak dari sampel
sanding lamur sapi didapatkan sebesar 42,5%.
DAFTAR PUSTAKA
Harper V, Rodwell W, dan Mayes PA. 1979. Biokimia. Jakarta (ID): EGC.
Hermanto, Sandra, dkk. 2017. Pedoman Praktikum Biokimia. Jakarta: UIN Jakarta.
Makfoeld Djair. 2002. Kamus Istilah Pangan dan Gizi. Yogyakarta (ID): Kaniskus.
Muaris Hindah. 2007. Healthy Cooking Biskuit Sehat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Sudarmadji S. 2003. Prosedur Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta (ID):
Liberty.
LAMPIRAN
1. Perhitungan
(𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑙𝑎𝑏𝑢 + 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘) − 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑙𝑎𝑏𝑢 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 = × 100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
196,44 − 195,59
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 = × 100%
2
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 = 42,5%
2. Pertanyaan
1. Jelaskan perbedaan karakter dari lemak nabati dan lemak hewani
- Kadar lemak hewan mengandung cholerteral sedangkan lemak nabati
mengandung fitosteral
- Kadar asam lemak tak jenuh lebih kecil dalam asam lemak hewani lebih kecil dari
lemak nabati
- Lemak hewani memiliki bilangan Rerchert-Melssi yang lebih besar dan bilangan
Polenske yang lebih kecil disbanding dengan asam lemak nabati
- Lemak hewani cenderung berbentuk padat pada suhu kamar sedangkan lemak
nabati cenderung berbentuk cair.