Anda di halaman 1dari 31

SKRIPSI

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KONTRAK DALAM

BENTUK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI

KANTOR PERBEKEL DESA ABIANSEMAL DAUH YEH CANI

KECAMATAN ABIANSEMAL KABUPATEN BADUNG

I PUTU HENDRA ADI PURNAMA


NPM.1704742010216

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MAHASARASWATI

DENPASAR

2020
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI .................................................................................................. i

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1

1.2. Rumusan Masalah ................................................................................. 5

1.3. Ruang Lingkup Masalah ....................................................................... 6

1.4. Kerangka Teoritis dan Hipotesa ............................................................ 6

1.4.1 Kerangka Teoritis.......................................................................... 6

1.4.2 Hipotesa........................................................................................ 18

1.5. Tujuan Penelitian.................................................................................... 20

1.5.1 Tujuan Umum ............................................................................. 20

1.5.2 Tujuan Khusus ............................................................................ 20

1.6. Metode Penelitian .................................................................................. 21

1.6.1 Jenis Penelitian ....................................................................................... 21

1.6.2 Jenis Pendekatan ..................................................................................... 22

1.6.3 Sifat Penelitian ........................................................................................ 22

1.6.4 Data dan Sumber Data ............................................................................ 22

1.6.5 Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 24

1.6.6 Teknik Penentuan Sampel Penelitian ..................................................... 25

1.6.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ....................................................26

DAFTAR PUSTAKA
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara yang sedang berkembang, tentunya dalam

perkembangan perekonomian yang saat ini masih membutuhkan peningkatan dalam

sistem perekonomian yang berlaku di Indonesia. Pendirian perusahaan-perusahaan

besar merupakan salah satu faktor penunjang yang amat berperan dalam proses

pembangunan ekonomi dan bangsa yang sedang berkembang di era globalisasi saat

ini. Bahkan seluruh kebijakan dan program pembangunan ekonomi dan sosial

mempertimbangkan sepenuhnya tujuan-tujuan perluasan kesempatan kerja serta

kegiatan usaha yang banyak menyerap tenaga kerja.1

Bangsa Indonesia telah menyadari bahwa pekerjaan merupakan kebutuhan

asasi warga Negara Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 27 ayat (2)

Undang-Undang Dasar 1945 (Selanjutnya disebut UUD 1945) yang menyebutkan

bahwa “tiap-tiap warga negara Indonesia berhak atas pekerjaan yang layak bagi

kemanusiaan”.2 Pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut Undang-Undang Ketenagakerjaan) pada Pasal

1 angka 3 mengatur bahwa pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan

menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

1
Rachmat Trijono, 2014, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, Papas Sinar Sinanti, Jakarta, h.
14.
2
Adrian Sutedi, 2009, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, h. 1.

1
2

Bagi pengusaha, perusahaan adalah wadah untuk mengeksploitasi modal guna

mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya. Bagi pekerja/buruh, perusahaan

merupakan tempat untuk bekerja sekaligus sebagai sumber penghasilan dan

penghidupan diri beserta keluarganya. Bagi pemerintah, perusahaan besar maupun

kecil merupakan bagian dari kekuatan ekonomi yang menghasilkan barang atau jasa

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu pemerintah mempunyai

kepentingan dan bertanggungjawab atas kelangsungan dan keberhasilan setiap

perusahaan serta pemerintah mempunyai peranan sebagai pengayom, pembimbing,

pelindung dan pendamai bagi seluruh pihak. Sehingaa manusia bekerja bukan sebagai

obyek atau sebagai faktor produksi melainkan sebagai subyek, sebagai pelaku dalam

proses produksi maupun sebagai manusia pribadi dengan segala harkat dan martabat

yang dimilikinya.3

Pekerja/buruh sebagai warga Negara mempunyai persamaan kedudukan

dalam hukum hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak,

mengeluarkan pendapat, berkumpul dalam suatu organisasi, serta mendirikan dan

menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.4 Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang

Ketenagakerjaan disebutkan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk

memperoleh perlindungan atas:

1. keselamatan dan kesehatan kerja;

2. moral dan kesusilaan; dan

3
F.X Djumialdi, 1997, Perjanjian Kerja, Bumi Aksara, Jakarta, h. 4.
4
I Made Udiana, 2016, Kedudukan dan Kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial,
Udayana University Press, Denpasar. h. 44.
3

3. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-

nilai agama.

Kesehatan kerja adalah upaya mempertahankan dan meningkatkan derajat

kesehatan fisik, mental dan kesejahteraan sosial semua pekerja yang setinggi-

tingginya. Mencegah gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan;

melindungi pekerja dari faktor risiko pekerjaan yang merugikan kesehatan;

penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja disesuaikan

dengan kapabilitas fisiologi dan psikologinya, dan disimpulkan sebagai adaptasi

pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada pekerjaannnya.5

Pekerja/buruh merupakan faktor penting dalam suatu perusahaan karena

semakin berkembangnya teknologi diberbagai sektor usaha semakin besar pula

potensi yang dapat mengancam keselamatan dan kesehatan kerja pekerja, oleh karena

itu diperlukan usaha untuk membina, mengarahkan serta memberikan perlindungan

terhadap pekerja/buruh. Apabila pekerja/buruh diperlakukan sesuai dengan harkat dan

martabatnya, maka perusahaan akan mencapai hasil yang sesuai dengan tujuan yang

diinginkan oleh perusahaan.

Perlindungan terhadap pekerja/buruh tidak saja berupa pemberian izin kerja,

tetapi juga mencakup keselamatan dan kesehatan kerja yang diproteksi melalui

asuransi, sesuai dengan prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja.

Keselamatan dan kesehatan kerja selanjutnya disebut (K3) merupakan suatu program

5
L. Meily Kurniawidjaja, 2010, Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja Universitas Indonesia,
Jakarta, h. 73.
4

yang dibuat bagi pekerja/buruh maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan

(Preventif) bagi timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja

dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal–hal berpotensi yang menimbulkan

kecelakaan kerja serta penyakit akibat hubungan kerja dan tindakan antisipatif bila

terjadi hal demikian.6 Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna

mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan

dan kesehatan kerja. Perlindungan tersebut dilaksanakan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.7 Maka sudah sangat jelas bahwa keselamatan dan

kesehatan pekerja/buruh merupakan hal yang sangat diprioritaskan dalam

melaksanakan pekerjaannya.

Keselamatan dan kesehatan kerja tersebut merupakan tanggung jawab

perusahaan, untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh maka perusahaan harus

mengikutsertakan pekerja pada jaminan sosial tenaga kerja. Jaminan untuk pekerja

sangat diperlukan sebagai perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup

minimum bagi pekerja, hal ini sering kali dikemukakan bahwa jaminan sosial

merupakan program yang bersifat universal/umum yang harus diselenggarakan oleh

semua Negara.8

Pada Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang Badan

Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) mengatur bahwa “Pemberi Kerja secara

6
Adrian Sutedi, op.cit, h. 170.
7
Lalu Husni, 2014, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, h. 133.
8
Zaeni Asyhadie, 2008, Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja Di Indonesia,
Rajawali Pers, Jakarta, h. 21.
5

bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS

sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti”. Selanjutnya pada Pasal 99 Ayat

(1) Undang-Undang Ketenagakerjaan mengatur bahwa “setiap pekerja/buruh dan

keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja”. Seringnya

tenaga kerja yang melanggar peraturan keselamatan dan kesehatan kerja, disebabkan

kurang berhati-hati dalam melakukan pekerjaan dan tidak memakai peralatan

perlindungan, maka perlu adanya pengetahuan keselamatan dan kesehatan kerja yang

memadai.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka sangat menarik untuk

dikaji dalam sebuah penelitian hukum yang dituangkan dalam sebuah skripsi yang

berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KONTRAK DALAM

BENTUK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI KANTOR

PERBEKEL DESA ABIANSEMAL DAUH YEH CANI KECAMATAN

ABIANSEMAL KABUPATEN BADUNG”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana perlindungan hukum bagi tenaga kontrak dalam bentuk

keselamatan dan kesehatan kerja di di Kantor Perbekel Desa Abiansemal

Dauh Yeh Cani Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung?

2. Apakah faktor-fakor yang menyebabkan tenaga kontrak tidak mendapatkan

jaminan keselamatan dan kesehatan kerja?


6

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Ruang lingkup masalah menggambarkan luasnya cangkupan lingkup

penellitian yang akan dilakukan. Demi menghindari isi serta uraian agar tidak

menyimpang dari pokok permasalahan, maka perlu diberikan batasan-batasan

mengenai ruang lingkup masalah yang akan dibahas. Adapun ruang lingkupnya

tentang Bagaimana perlindungan hukum bagi tenaga kontrak dalam bentuk

keselamatan dan kesehatan kerja di di Kantor Perbekel Desa Abiansemal Dauh Yeh

Cani Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung serta faktor-fakor yang

menyebabkan tenaga kontrak tidak mendapatkan jaminan keselamatan dan kesehatan

kerja.

1.4 Kerangka Teoritis dan Hipotesa

1.4.1 Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis merupakan dukungan teori, konsep, asas dan pendapat-

pendapat hukum dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan

yang dianalisis.9

Teori adalah suatu rangkaian konsep, difinisi, dan proposisi yang

dipresentasikan secara sistematis dengan menspesifikasikan hubungan antara

variable, dengan tujuan menjelaskan dan memprediksi suatu fenomena. Teori juga

merupakan alur penalaran atau logika (flow of reasonic/logic), yang terdiri dari

seperangkat konsep atau variabel, definisi dan proposisi yang disusun secara

9
Nasution Bahder Johan, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, h.
141.
7

sistematis.10 Menurut Burhan Ashofa, teori adalah serangkaian proposisi atau

keterangan yang saling berhubungan dan tersusun dalam suatu sistem deduksi yang

mengemukakan penjelasan atas suatu gejala.11 Hal ini sesuai dengan pendapat Jan

Gijssels dan Mark Van Koecke yaitu “Een degelijk inzicht in deze rechtstecoritische

kwesties wordt, blijkens het voorwoord, beschouwd als een noodzakelijke basis voor

elke wetenschappelijke studie van een konkreet positief rechtsstelsel”12 artinya dalam

teori hukum diperlukan suatu pandangan yang merupakan pendahuluan dan dianggap

mutlak perlu ada sebagai dasar dari studi ilmu pengetahuan terhadap aturan hukum

positif.

Untuk mengkaji suatu permasalahan hukum secara lebih mendalam,

diperlukan teori yang berupa serangkaian asumsi, konsep, definisi dan proposisi

untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan

hubungan antar konsep. Teori juga sangat diperlukan dalam penulisan karya ilmiah

dalam tatanan hukum positif kongkrit.13 Teori hukum tidak hanya mengkaji tentang

norma tetapi juga hukum dalam kenyataannya.

Untuk mengkaji permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini maka

penulis menggunakan beberapa teori yaitu :

10
J.Supranto, 2003, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta, h. 194.
11
Burhan Ashshofa, 2004, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, h. 19.
12
Jan Gijssels en Mark Van Hoecke, 1982, Wat Is Rechsteorie?, Antwerpen, Nederland, h.
57.
13
Sedarmayani dan Hidayat, 2002, Metodologi Penelitian, Mandar Maju, Bandung, h. 43.
8

1. Teori Perlindungan Hukum

Perlindungan merupakan upaya menempatkan seseorang untuk diberikan

kedudukan istimewa. Perlindungan hukum merupakan pengakuan terhadap harkat

dan martabat warganegaranya sebagai manusia. Karena manusia mempunyai

kepentingan tersendiri baik tuntutan perorangan maupun kelompok yang harus

dipenuhi, maka manusia mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan hukum

karena hak merupakan kepentingan yang harus dilindungi oleh hukum.

Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk

melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak

sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman

sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.14

Menurut Philipus M. Hadjon perlindungan hukum dapat dibagi menjadi dua,

yaitu:

1. Perlindungan Hukum Preventif.

Preventif artinya rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan

atau pendapatnya sebelum keputusan pemerintah mendapat bentuk yang

definitive. Dalam hal ini artinya perlindungan hukum yang preventif ini

bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum yang

preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintah yang didasarkan pada

kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang

14
Setiono, 2004, Rule of Law (Supremasi Hukum), Tesis, Magister Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Sukarta, h. 3.
9

preventif pemerintah terdorong untuk bersikap hati-hati dalam mengambil

keputusan.

2. Perlindungan Hukum Represif.

Perlindungan hukum represif, yaitu perlindungan hukum yang diberikan

setelah adanya sengketa. Perlindungan hukum represif ini bertujuan untuk

menyelesaikan sengketa.15

Perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh dimaksudkan untuk menjamin

hak–hak dasar pekerja atau buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta

perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan

pekerja atau buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan

kemajuan dunia usaha.

Menurut Soepomo bahwa perlindungan tenaga kerja menjadi dibagi menjadi 3

(tiga) macam, yaitu :

1. Perlindungan ekonomis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk

penghasilan yang cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak mampu bekerja

diluar kehendaknya.

2. Perlindungan sosial, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jaminan

kesehatan kerja, kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk

berorganisasi.

15
Philipus M.Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu
Surabaya, h. 1.
10

3. Perlindungan teknis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk keamanan

dan keselamatan kerja.16

Ketiga jenis perlindungan diatas mutlak harus dipahami dan dilaksanakan

sebaik-baiknya oleh perusahaan sebagai pemberi jasa. Jika perusahaan melakukan

pelanggaran, maka akan dikenakan sanksi.17

Perlindungan pekerja dapat dilakukan baik dengan jalan memberikan tuntnan

maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan hak-hak asasi manusia, perlindungan

fisik dan teknis serta sosial dan ekonomi norma yang berlaku dalam hukum tenaga

kerja. Dengan adanya perlindungan hukum terhadap pekerja, negara mewajibkan

kepada pengusaha untuk menyediakan alat keamanan kerja bagi pekerja. Dalam hal

pertanggungjawaban terhadap pekerja apabila terjadi kecelakaan kerja ketika

melaksanakan kewajibannya dalam pekerjaan, maka pengusaha akan menanggung

beban yang timbul secara materiil dengan memberikan penggantian dari biaya yang

timbul akibat kecelakaan kerja.18 Produk hukum yang dapat memberikan

perlindungan hukum dan kepastian terhadap pekerja dan tenaga kerja adalah Undang-

Undang Ketenagakerjaan. Perlindungan tenaga kerja sangat mendapat perhatian

dalam hukum ketenagakerjaan. Seperti contohnya adalah ketentuan-ketentuan yang

mengatur mengenai kesejahteraan, kesempatan yang sama tanpa diskriminasi,

16
Zainal, dkk, 2012, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
h. 99.
17
Eko Wahyudi, dkk, 2016, Hukum Ketenagakerjaan, Sinar Grafika, Jakarta, h. 33
18
Soedarjadi, 2008, Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, h.
53.
11

perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, dan memperoleh jaminan sosial

tenaga kerja.

Bentuk perlindungan hukum terhadap pekerja harus diawali dengan adanya

perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja. Berdasarkan ketentuan Pasal 50

Undang-Undang Ketenagakerjaan hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian

kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.19 Dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang

Ketenagakerjaan telah diberikan definisi, bahwa “hubungan kerja adalah hubungan

antara pengusaha dengan karyawan berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai

unsur pekerjaan, upah dan perintah”. Dari beberapa pengertian di atas yang menjadi

dasar hubungan kerja adalah perjanjian kerja. Atas dasar perjanjian kerja itu

kemudian muncul unsur pekerjaan, upah dan perintah. Dengan demikian hubungan

kerja tersebut adalah sesuatu yang abstrak, sedangkan perjanjian kerja adalah sesuatu

yang konkret atau nyata. Dengan adanya perjanjian kerja akan ada ikatan antara

pengusaha dan pekerja. Dengan perkataan lain ikatan karena adanya perjanjian kerja

inilah yang merupakan hubungan kerja.

Untuk menunjang produktivitas kerja, perlindungan terhadap keselamatan dan

kesehatan bagi pekerja juga tidak kalah pentingnya. Keselamatan dan kesehatan kerja

haruslah diterapkan dan dilaksanakan di setiap tempat kerja. Tempat kerja adalah

setiap tempat yang didalamnya terdapat tiga unsur yaitu adanya suatu usaha baik

bersifat ekonomis maupun sosial, adanya sumber bahaya dan adanya tenaga kerja

19
Asri Wijayanti, 2014, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Cet IV, Sinar Grafika,
Jakarta, h. 37.
12

yang bekerja di dalamnya baik secara terus menerus maupun sewaktu-waktu.20

Keselamatan dan kesehatan kerja juga merupakan suatu usaha untuk mencegah setiap

perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Undang-

Undang Keselamatan Kerja mengatur dengan jelas tentang kewajiban perusahaan

untuk menyediakan tempat kerja dan pekerja dalam melaksanakan pekerjaan

terlindungi dalam keselamatan kerjanya.

Terdapat beberapa norma dasar dalam perlindungan tenaga kerja diantaranya

ialah sebagai berikut:

a) Norma keselamatan kerja yaitu keselamatan kerja yang berhubungan dengan

mesin, pesawat, alat-alat kerja dan proses pengerjaannya, keadaan tempat

kerja dan lingkungan serta cara-cara melakukan pekerjaan.

b) Norma kesehatan kerja yaitu berkaitan dengan pemeliharaan dan

mempertinggi derajat kesehatan pekerja, dilakukan dengan mengatur

pemberian obat-obatan, perawatan tenaga kerja yang sakit.

c) Norma kerja yang berupa perlindungan kepada tenaga kerja yang berkaitan

dengan waktu kerja, sistem pengupahan, istirahat, cuti, kerja wanita, anak,

kesusilaan ibadah menurut agama keyakinan masing-masing yang diakui oleh

pemerintah, kewajiban sosial kemasyarakatan guna memelihara gairah dan

menjaga perlakuan sesuai dengan martabat manusia dan moral.

d) Terhadap tenaga kerja yang mengalami kecelakaan dan/atau menderita

penyakit kuman akibat perkerjaan berhak atas ganti rugi perawatan dan
20
Lalu Husni, op.,cit, h. 148.
13

rehabilitasi akibat kecelakaan dan/atau penyakit akibat pekerjaan, ahli

warisnya berhak mendapatkan ganti kerugian.21

Perlindungan hukum atas keselamatan kerja diatur menurut Pasal 86 ayat (1) huruf a

Undang-Undang Ketenagakerjaan merupakan salah satu hak untuk memperoleh

perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk itu perusahaan wajib

melakukan secara sistematis dan terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan,

keselamatan kerja ialah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat alat kerja,

bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta

cara-cara melakukan pekerjaan.

2. Teori Efektivitas Hukum

Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 menyatakan Negara Indonesia

merupakan negara hukum. Secara sederhana yang dimaksud negara hukum adalah

negara yang penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Di

dalamnya negara dan lembaga-lembaga lain dalam melaksanakan tindakan apapun

harus dilandasi oleh hukum dan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Dalam

negara hukum, kekuasaan menjalankan pemerintahan berdasarkan kedaulatan hukum

(supremasi hukum) dan bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban hukum. Tetapi

tetap dalam penyelenggaraannya tersebut tidak boleh bertentangan dengan Pancasila

dan UUD NRI 1945.

21
Kartasapoetra, G. Dan Rience Indraningsih, 1982, Pokok-pokok Hukum Perburuhan,
Armico, Bandung, h. 43.
14

Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil

atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah populer

mendefinisikan efetivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang

tujuan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektif adalah sesuatu yang ada

efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya) sejak dimulai berlakunya suatu Undang-

Undang atau peraturan.22

Pada dasarnya efektivitas merupakan tingkat keberhasilan dalam pencapaian

tujuan. Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang

telah ditentukan sebelumnya. Dalam sosiologi hukum, hukum memiliki fungsi

sebagai a tool of social control yaitu upaya untuk mewujudkan kondisi seimbang di

dalam masyarakat, yang bertujuan terciptanya suatu keadaan yang serasi antara

stabilitas dan perubahan di dalam masyarakat. Selain itu hukum juga memiliki fungsi

lain yaitu sebagai a tool of social engineering yang maksudnya adalah sebagai sarana

pembaharuan dalam masyarakat. Hukum dapat berperan dalam mengubah pola

pemikiran masyarakat dari pola pemikiran yang tradisional ke dalam pola pemikiran

yang rasional atau modern. Efektivikasi hukum merupakan proses yang bertujuan

agar supaya hukum berlaku efektif.

Ketika kita ingin mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum, maka kita

pertama-tama harus dapat mengukur sejauh mana hukum itu ditaati oleh sebagian

besar target yang menjadi sasaran ketaatannya, kita akan mengatakan bahwa aturan

hukum yang bersangkutan adalah efektif. Namun demikian, sekalipun dikatakan


22
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002, Balai Pustaka, Jakarta, h. 284.
15

aturan yang ditaati itu efektif, tetapi kita tetap masih dapat mempertanyakan lebih

jauh derajat efektivitasnya karena seseorang menaati atau tidak suatu aturan hukum

tergantung pada kepentingannya.23 Sebagaimana yang telah diungkapkan

sebelumnya, bahwa kepentingan itu ada bermacam-macam, di antaranya yang bersifat

compliance, identification, internalization.

Jika yang akan dikaji adalah efektivitas perundang-undangan, maka dapat

dikatakan bahwa tentang efektifnya suatu perundang-undangan, banyak tergantung

pada beberapa faktor, antara lain :24

a) Pengetahuan tentang substansi (isi) perundang-undangan.

b) Cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut.

c) Institusi yang terkait dengan ruang lingkup perundang-undangan didalam

masyarakatnya.

d) Bagaimana proses lahirnya suatu perundang-undangan, yang tidak boleh

dilahirkan secara tergesa-gesa untuk kepentingan instan (sesaat), yang

diistilahkan oleh Gunnar Myrdall sebagai sweep legislation (undang-undang

sapu), yang memiliki kualitas buruk dan tidak sesuai dengan kebutuhan

masyarakat.

Jadi Achmad Ali berpendapat bahwa pada umumnya faktor yang banyak

mempengaruhi efektivitas suatu perundang-undangan adalah profesional dan optimal

pelaksanaaan peran, wewenang dan fungsi dari para penegak hukum, baik di dalam
23
Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Kencana, Jakarta, h. 375.
24
Ibid, h. 378.
16

penjelasan tugas yang dibebankan terhadap diri mereka maupun dalam penegakan

perundang-undangan tersebut.25

Sedangkan Soerjono Soekanto menggunakan tolak ukur efektivitas dalam

penegakan hukum pada lima hal yakni :26

1) Faktor Hukum

Hukum berfungsi untuk keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Dalam praktik

penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi pertentangan antara

kepastian hukum dan keadilan. Kepastian Hukum sifatnya konkret berwujud

nyata, sedangkan keadilan bersifat abstrak sehingga ketika seseorang hakim

memutuskan suatu perkara secara penerapan undang-undang saja maka ada

kalanya nilai keadilan itu tidak tercapai. Maka ketika melihat suatu

permasalahan mengenai hukum setidaknya keadilan menjadi prioritas utama.

Karena hukum tidaklah semata-mata dilihat dari sudut hukum tertulis saja.

2) Faktor Penegakan Hukum

Dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak

hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi

kualitas petugas kurang baik, ada masalah. Selama ini ada kecenderungan

yang kuat di kalangan masyarakat untuk mengartikan hukum sebagai petugas

atau penegak hukum, artinya hukum diidentikkan dengan tingkah laku nyata

petugas atau penegak hukum. Sayangnya dalam melaksanakan wewenangnya


25
Ibid, h.379.
26
Soerjono Soekanto, 2007, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, (selanjutnya Soerjono Soekanto I), h.5.
17

sering timbul persoalan karena sikap atau perlakuan yang dipandang

melampaui wewenang atau perbuatan lainnya yang dianggap melunturkan

citra dan wibawa penegak hukum. Hal ini disebabkan oleh kualitas yang

rendah dari aparat penegak hukum tersebut.

3) Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung

Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan

perangkat keras, Menurut Soerjono Soekanto bahwa para penegak hukum

tidak dapat bekerja dengan baik, apabila tidak dilengkapi dengan kendaraan

dan alat-alat komunikasi yang proporsional. Oleh karena itu, sarana atau

fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting di dalam penegakan hukum.

Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak

hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual.

4) Faktor Masyarakat

Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai

kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok

sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum. Persoalan yang timbul

adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang,

atau kurang. Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum,

merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.

5) Faktor Kebudayaan
18

Kebudayaan pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang

berlaku, nilai-nilai mana yang merupakan konsepsikonsepsi yang abstrak

mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dituruti) dan apa yang dianggap

buruk (sehinga dihindari). Maka, kebudayaan Indonesia merupakan dasar atau

mendasari hukum adat yang berlaku. Disamping itu berlaku pula hukum

tertulis (perundangundangan), yang dibentuk oleh golongan tertentu dalam

masyarakat yang mempunyai kekuasaan dan wewenang untuk itu. Hukum

perundang-undangan tersebut harus dapat mencerminkan nilai-nilai yang

menjadi dasar dari hukum adat, agar hukum perundangundangan tersebut

dapat berlaku secara aktif.

Kelima faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, karena menjadi hal pokok

dalam penegakan hukum, serta sebagai tolok ukur dari efektifitas penegakan hukum.

Dari lima faktor penegakan hukum tersebut faktor penegakan hukumnya sendiri

merupakan titik sentralnya. Hal ini disebabkan oleh baik undang-undangnya disusun

oleh penegak hukum, penerapannya pun dilaksanakan oleh penegak hukum dan

penegakan hukumnya sendiri juga merupakan panutan oleh masyarakat luas.27

1.4.2 Hipotesa

Untuk mencari jawaban atau simpulan sementara dalam permasalahan

tersebut diatas, dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut:

27
Ibid, h.9.
19

1. Bagaimana perlindungan hukum bagi tenaga kontrak dalam bentuk

keselamatan dan kesehatan kerja di di Kantor Perbekel Desa Abiansemal

Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung?

Dasar perlindungan hak pekerja bersumber pada Pasal 27 ayat (2) UUD 1945

mengatur bahwa “tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, selanjutnya terdapat pula

jaminan perlindungan atas pekerjaan dituangkan dalam ketentuan Pasal 28

ayat (1) UUD 1945 mengatur bahwa “setiap orang berhak atas pengakuan,

jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang

sama dihadapan hukum”. Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu

program yang dibuat bagi pekerja/buruh maupun pengusaha sebagai upaya

pencegahan (preventif) bagi timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat

hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal–hal yang

berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja, penyakit akibat hubungan kerja,

dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.

2. Apakah faktor-fakor yang menyebabkan tenaga kontrak tidak mendapatkan

jaminan keselamatan dan kesehatan kerja?

Pada Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua

Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan

ditegaskan pada ketentuan Pasal 11 ayat (5) menyatakan bahwa dalam hal

pekerja belum terdaftar pada BPJS kesehatan maka pemberi kerja wajib

bertanggung jawab pada saat pekerjanya membutuhkan pelayanan kesehatan


20

sesuai dengan manfaat yang diberikan oleh BPJS Kesehatan. Sehubungan

dengan pemberian hak dasar atas pemenuhan jaminan kesehatan bagi pekerja

tidak diberikan kepada pegawai tidak tetap.

1.5 Tujuan Penelitian

Setiap pembahasan pasti memiliki tujuan, tujuan penelitian pada hakekatnya

mengungkapkan apa yang hendak dicapai oleh peneliti. 28 Karena dengan adanya

tujuan tersebut akan memberi arah yang jelas untuk mencapai tujuan tersebut, baik

tujuan secara umum maupun tujuan secara khusus. Adapun tujuan tersebut yakni:

1.5.1 Tujuan Umum

1. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi khususnya pada

bidang penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa.

2. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana (S1) pada

Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar.

3. Melatih mahasiswa dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah secara tertulis.

1.5.2 Tujuan Khusus

Berdasarkan pada permasalahan yang dibahas, maka yang menjadi tujuan

khusus dari penelitian ini antara lain:

1. Untuk menngetahui perlindungan hukum bagi tenaga kontrak dalam

bentuk keselamatan dan kesehatan kerja di di Kantor Perbekel Desa

Abiansemal Dauh Yeh Cani Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung.

Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, (selanjutnya


28

Soerjono Soekanto II), h. 18.


21

2. Untuk mengetahui faktor-fakor yang menyebabkan tenaga kontrak tidak

mendapatkan jaminan keselamatan dan kesehatan kerja.

1.6 Metode Penelitian

Metode dapat diartikan, sebagai cara yang tepat untuk melakukan suatu,

sedangkan logi/logos adalah ilmu atau pengetahuan. Dengan demikian metodologi

dapat diartikan sebagai cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara

seksama untuk mencapai tujuan. Sedangkan penelitian berarti suatu kegiatan untuk

mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisa sampai menyusun laporannya.29

1.6.1 Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini yaitu

menggunakan metode penelitian yuridis empiris. Metode penelitian yuridis yaitu

suatu metode penulisan hukum yang berdasarkan pada teori-teori hukum,

literatur-literatur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam

masyarakat.30 Sedangkan metode penelitian empiris yaitu suatu metode dengan

melakukan observasi atau penelitian secara langsung kelapangan guna mendapat

kebenaran yang akurat.31 Penggunaan hukum empiris disini karena penelitian

lapangan yang mengkaji pelaksanaan dan implementasi perlindungan ketentuan

perundang-undangan di lapangan.

1.6.2 Jenis Pendekatan


29
Cholid Narbuko dan H. Abu Achmadi, 2001, Metodologi Penelitian, PT. Bumi Aksara,
Jakarta, h.1.
30
Soerjono Soekanto, 1990, Ringkasan Metodelogi Penelitian Hukum Empiris. Indhil, Co,
Jakarta, (selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto III), h. 160.
31
Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, h.3.
22

Terdapat 3 (tiga) jenis pendekatan yang digunakan dalam menyelesaikan

permasalahan penelitian hukum antara lain:

1 Pendekatan Perundang-Undangan (The Statue Approach) yaitu

dilakukan dengan mengkaji peraturan perundang-undangan yang terkait

pada permasalahan yang diangkat;

2 Pendekatan Kasus (The Case Approach) yaitu dilakukan dengan

menelaah kasus-kasus yang terjadi dilapangan yang telah menjadi

putusan dan mempunyai kekuatan hukum tetap yang terkait pada

pemasalahan yang akan dibahas;

3 Pendekatan Fakta (The Fact Approach) yaitu pendekatan masalah yang

didasarkan pada fakta-fakta yang terjadi di lapangan yang ada

kaitannya dengan permasalahan yang akan dibahas.

1.6.3 Sifat Penelitian

Adapun penulisan skripsi ini digunakan penelitian yang sifatnya deskriptif

yaitu penelitian yang berupaya untuk menggambarkan secara tepat mengenai

sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau untuk menentukan ada tidaknya

hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.

1.6.4 Data dan Sumber Data

Terdapat 2 (dua) jenis data yang digunakan dalam penelitian hukum

empiris, adapun data yang dipergunakan pada penulisan skripsi ini antara lain:

1. Data Primer adalah data yang bersumber dari penelitian yang dilakukan

di lapangan (field research) atau data yang diperoleh dari hasil


23

wawancara dengan informan. Data primer tersebut dapat diperoleh di

Kantor Perbekel Desa Abiansemal Kecamatan Abiansemal Kabupaten

Badung.

2. Data Sekunder adalah data yang bersumber dari penelitian kepustakaan

(library research) yakni penelitian yang dilakukan dengan mencari

bahan hukum yang sudah ada. Adapun 3 (tiga) jenis bahan hukum antara

lain:

a. Bahan Hukum Primer (Primary Law Material) adalah Bahan hukum

yang mengikat yang terdiri dari asas dan kaidah hukum yang

berlaku, baik berupa peraturan perundang-undangan maupun

doktrin.32 Adapun bahan hukum primer yang digunakan dalam

penelitian yaitu: Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun

1945, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan

Kerja, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan,

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

b. Bahan Hukum Sekunder (Secondary Law Material) adalah Bahan

yang memberikan penjelasan dari bahan hukum primer seperti

rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian atau pendapat pakar

32
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, h. 31.
24

hukum.33 Dalam penelitian ini bahan hukum diperoleh melalui bahan

hukum tertulis seperti buku-buku, literatur-literatur, jurnal-jurnal

serta dokumen hukum yang dipublikasikan hanya melalui

perpustakaan yang terdapat pada Fakultas Hukum Universitas

Mahasaraswati.

c. Bahan Hukum Tersier adalah Bahan hukum yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia, serta

bahan yang diperoleh dari internet.34

1.6.5 Teknik Pengumpulan Data

Dalam setiap kegiatan penelitian selalu ada kegiatan pengumpulan data.

Pada penyajian penelitian, kegiatan pengumpulan data, menghasilkan data,

kemudian data yang terkumpul akan dianalisis dan diuraikan. Secara umum

kegiatan pengumpulan data terdiri dari observasi, wawancara dan kuisioner. 35

Teknik yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini antara lain:

a. Teknik Studi Dokumen (Kepustakaan) yaitu Teknik yang menggunakan

bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan materi penelitian serta

keterangan yang diperoleh dari literatur-literatur yang ada kaitannya dengan

permasalahan yang dibahas serta mencakup peraturan perundang-undangan.

33
Ibid.
34
Ibid, h. 32.
35
Sulistyo-Basuki, 2010, Metode Penelitian, cet. II, Wedatama Widya Sastra, Jakarta, h. 147.
25

b. Teknik Wawancara yaitu kegiatan data primer yang bersumber langsung

dari lapangan penelitian (lokasi dilakukannya penelitian).36 Teknik yang

dilakukan dalam wawancara untuk mendapatkan data lapangan digunakan

teknik interview atau wawancara dilakukan terhadap informan pihak terkait

yaitu dari Kantor Perbekel Desa Abiansemal Kecamatan Abiansemal

Kabupaten Badung..

1.6.6 Teknik Penentuan Sampel Penelitian

Penulisan ini menggunakan teknik pengambilan sampel dengan

menggunakan teknik non probability sampling, dalam hal ini tidak ada ketentuan

yang pasti berapa sampel yang harus diambil agar dapat dianggap mewakili

populasinya sebagaimana dalam teknik random sampling. Penulisan ini dengan

menggunakan teknik non probability sampling dengan bentuk sampling berupa

purposive sampling dapat diartikan yaitu penarikan sampel di lakukan

berdasarkan tujuan tertentu, dimana sampel yang dipilih atau ditentukan sendiri

oleh si peneliti, yang mana penunjukan dan pemilihan dari sampel ini didasarkan

pada pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi kriteria dan sifat-sifat atau

karakteristik tertentu yang merupakan ciri utama dari populasinya.

1.6.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

36
Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, h. 86.
26

Data yang diperoleh dan dikumpulkan tersebut, baik berupa data primer

maupun data sekunder yang merupakan hasil dari studi dokumen dan wawancara,

kemudian diolah secara kualitatif. Kemudian mengkualifikasikan dan

mengumpulkan data berdasarkan kerangka penulisan skripsi secara menyeluruh,

yang selanjutnya data yang diklasifikasikan tersebut dianalisis secara deskriptif

kualitatif yaitu dengan cara menggambarkan secara tepat mengenai hal-hal yang

yang berkaitan dengan masalah yang diteliti secara jelas dan sistematis yang

kemudian dapat diolah serta disajikan dalam bentuk laporan, dimana dapat

diperoleh suatu kesimpulan atas permasalahan yang dibahas.37

37
Soerjono Soekanto II, h. 197.
41

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung.

Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence),
Kencana, Jakarta.

Adrian Sutedi, 2009, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta.

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Asri Wijayanti, 2014, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Cet IV, Sinar
Grafika, Jakarta.

Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju,
Bandung.

Burhan Ashshofa, 2004, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta.

Cholid Narbuko dan H. Abu Achmadi, 2001, Metodologi Penelitian, PT. Bumi
Aksara, Jakarta.

Eko Wahyudi, dkk, 2016, Hukum Ketenagakerjaan, Sinar Grafika, Jakarta.

F.X Djumialdi, 1997, Perjanjian Kerja, Bumi Aksara, Jakarta.

I Made Udiana, 2016, Kedudukan dan Kewenangan Pengadilan Hubungan


Industrial, Udayana University Press, Denpasar.

J.Supranto, 2003, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta,
h. 194.

Jan Gijssels en Mark Van Hoecke, 1982, Wat Is Rechsteorie?, Antwerpen,


Nederland.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002, Balai Pustaka, Jakarta.

Kartasapoetra, G. Dan Rience Indraningsih, 1982, Pokok-pokok Hukum


Perburuhan, Armico, Bandung.
42

L. Meily Kurniawidjaja, 2010, Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja Universitas


Indonesia, Jakarta.

Lalu Husni, 2014, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Raja Grafindo


Persada, Jakarta.

Nasution Bahder Johan, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju,
Bandung.

Philipus M.Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina


Ilmu Surabaya.

Rachmat Trijono, 2014, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, Papas Sinar Sinanti,


Jakarta.

Sedarmayani dan Hidayat, 2002, Metodologi Penelitian, Mandar Maju, Bandung.

Setiono, 2004, Rule of Law (Supremasi Hukum), Tesis, Magister Ilmu Hukum
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Sukarta.

Soedarjadi, 2008, Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Pustaka Yustisia,


Yogyakarta.

Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.

______, 1990, Ringkasan Metodelogi Penelitian Hukum Empiris. Indhil, Co,


Jakarta.

______, 2007, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja


Grafindo Persada, Jakarta.

Sulistyo-Basuki, 2010, Metode Penelitian, cet. II, Wedatama Widya Sastra,


Jakarta.

Zainal, dkk, 2012, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.

Zaeni Asyhadie, 2008, Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja Di


Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta.

PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


43

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terjemahan R. Subekti dan R.


Tjitrosudibio, 2009, Pradnya Paramita, Jakarta

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

Undang-Undang No 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan


Sosial

Anda mungkin juga menyukai