Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA


MEDIS STROKE NON HEMORAGIK (SNH)

Dosen Pembimbing :M. Nor Mudhofar, SPd., MKes

Disusun oleh :
Devita Ayu Safitri
P1337420418080
II B

PRODI D III KEPERAWATAN BLORA


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN STROKE NON HEMOROGIC

1. Pengertian
Stroke non hemoragik merupakan stroke yang terjadi akibat adanya bekuan atau
sumbatan pada pembuluh darah otak yang dapat diakibatkan oleh tumpukan thrombus
pada pembuluh darah otak. Stroke non hemoragik merupakan sebagian kematian jaringan
otak karena pasokan darah yang tidak kuat dan bukan disebabkan karena perdarahan.
Stroke non hemoragik biasanya disebabkan oleh tertutupnya pembuluh darah di otak
akibat adanya penumpukan penimbunan lemak atau plak dalam pembuluh darah besar
(arteri karotis), pembuluh darah sedang (arteri serebri), atau pembuluh darah kecil. (Arya,
2011)
Stroke Non Hemoragik merupakan kelainan fungsi otak yang di sebabkan karena
sumbatan pada arteri sehingga suplai oksigen ke otak berkurang yang mengakibatkan
iskemia atau infark (Irfan, 2010).
2. Etiologi
Stroke non hemoragik terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Hal ini
disebabkan oleh aterosklerosis yaitu penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh
darah atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak
(Pudiastuti, 2013).
Stroke non hemoragik terjadi pada pembuluh darah yang mengalami sumbatan
sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah pada jaringan otak, thrombosis otak,
aterosklerosis, dan emboli serebral yang merupakan penyumbatan pembuluh darah
yang timbul akibat pembentukkan plak sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah
yang dikarenakan oleh penyakit jantung, diabetes, obesitas, kolesterol, merokok,
stress, gaya hidup, rusak atau hancurnya neuron motorik atas (upper motor neuron),
dan hipertensi (Mutaqqin, 2011).
Stroke non hemoragik dapat berupa iskemik, emboli, spasme ataupun thrombus
pembuluh darah otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau gangguan
tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses udema
oleh karena hipoksia jaringan otak (Price, 2006).
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis Stroke Non Hemoragik menurut Misbach (2011) antara lain :
1. Hipertensi
2. Gangguan motorik (kelemahan otot, hemiparese)
3. Gangguan sensorik
4. Gangguan visual
5. Gangguan keseimbangan
6. Nyeri kepala (migran, vertigo)
7. Muntah
8. Disatria (kesulitan berbicara)
Tanda dan gejala yang timbul dapat berbagai macam tergantung dari berat
ringannya lesi dan juga topisnya. Namun ada beberapa tanda dan gejala yang umum
dijumpai pada penderita stroke non hemoragik yaitu (Hassmann KA, 2013):
1. Gangguan Motorik
Disfungsi motorik itu mengakibat pasien mengalami keterbatasan dalam
menggerakkan bagian tubuh sehingga menyebabkan hambatan mobilitas fisik yang
dapat menurunkan kemampuan aktivitas fungsional individu sehari-hari (Irfan, 2010).
- Tonus abnormal (hipotonus/ hipertonus)
- Penurunan kekuatan otot
- Gangguan gerak volunter
- Gangguan keseimbangan
- Gangguan koordinasi
- Gangguan ketahanan
2. Gangguan Sensorik
- Gangguan propioseptik
- Gangguan kinestetik
- Gangguan diskriminatif
3. Gangguan Kognitif, Memori dan Atensi
- Gangguan atensi
- Gangguan memori
- Gangguan inisiatif
- Gangguan daya perencanaan
- Gangguan cara menyelesaikan suatu masalah
4. Gangguan Kemampuan Fungsional
- Gangguan dalam beraktifitas sehari-hari seperti mandi, makan, ke toilet dan
berpakaian.
4. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah sebagai
berikut :
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah rutin
b. Pemeriksaan kimia darah lengkap
 Gula darah sewaktu
 Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim SGOT/SGPT/CPK dan
Profil lipid (trigliserid, LDL-HDL serta total lipid)
c. Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap)
 Waktu protrombin
 APTT
 Kadar fibrinogen
 D-dimer
 INR
 Viskositas plasma
2. Foto Thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung. Serta mengidentifikasi kelainan paru yang
potensial mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk prognosis
3. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskular.
4. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal menunjukkan
adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan
jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah
biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
5. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.
6. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk
menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. Patofisiologi
Ketidakadekuatan sirkulasi yang terjadi pada stroke non- hemoragik disebabkan
oleh beberapa faktor diantaranya thrombus dan emboli. Stroke Non Hemoragik
disebabkan oleh trombosis akibat plak aterosklerosis yang memberi vaskularisasi pada
otak atau oleh emboli dari pembuluh darah diluar otak yang tersangkut di arteri otak. Saat
terbentuknya plak fibrosis (ateroma) di lokasi yang terbatas seperti di tempat
percabangan arteri. Trombosit selanjutnya melekat pada permukaan plak bersama dengan
fibrin, perlekatan trombosit secara perlahan akan memperbesar ukuran plak sehingga
terbentuk trombus (Sudoyo, 2007).
Trombus dan emboli di dalam pembuluh darah akan terlepas dan terbawa hingga
terperangkap dalam pembuluh darah distal, lalu menyebabkan pengurangan aliran darah
yang menuju ke otak sehingga sel otak akan mengalami kekurangan nurisi dan juga
oksigen, sel otak yang mengalami kekurangan oksigen dan glukosa akan terjadi hipoxsia
cerebral (Esther, 2010).
Ketidakefektifan perfusi jaringan yang disebabkan oleh trombus dan emboli akan
menyebabkan iskemia pada jaringan yang tidak dialiri oleh darah, jika hal ini berlanjut
terus-menerus maka jaringan tesebut akan mengalami infark atau kerusakan atau
kematian sel-sel jaringan otak (Lingga,2013).
Menurut Smeltzer (2008) lokasi kerusakan atau causal topis terjadi pada kawasan
pyramidal sesisi yang menyebabkan hemilegia atau hemiparesis yang diikuti kelaianan
pada saraf ke III (Okulomotoricus) dimana terjadi paralise musculus rectus medialis yang
didapatkan bola mata tidak dapat digerakkan kearah nasal, bayangan kontra lateral dari
gambar sebenarrnya( bila melihat kearah yang sehat), paralise musculus rectus superior
didapatkan bola mata jatuh kebawah, abduksi minimal bola mata yang paralitik tidak
dapat digerakkan keatas, bayangan pada sisi kolateral bila bola mata menatap benda yang
lebih tinggi dari bidang mata, bila bola mata digerakkan keatas / kesamping bayangan
akan menjauh dari gambar sebenanrnya, paralisis musculus rectus inferior didapatkan
bola mata tidak dapat di gerakkan kebawah dan samping.
Posisi bola mata terangkat dan berputar kedalam. Selain itu terjadi kelainan pada
saraf ke VI (Abdusen) yaitu paralise musculus lateralis didapatkan bola mata pada lesi
akan bersikap konvergensi, bola mata tidak dapat digerakkan ke lateral, bayangan jatuh
disebelah lateral dari benda sbenarnya (bila melihat kearah lesi). Kelainan saraf ke VII
(Facialis) umumnya lesi terjadi pada capsula interna. Kelainan saraf ke XII (Hipoglosus)
biasanya sering terjadi pada perifer, maka atrofi otot lidah dengan cepat.
Lokasi kerusakan kedua yaiu terjadi pada kawasan pyramidal bilateral (Segmen
C5). Lesi pada medulla spinalis pada segmen C5 mengakibatkan kelumpuhan UMN pada
otot-otot dibawah segmmen C5 yaitu, otot kedua lengan (C6-C8), otot thoraks, dan otot
abdominal, serta otot tungkai bawah. Kondisi ini disebut tetraplegia. Lesi pada segmen
C5 juga akan merusak lintasan asenden dan desenden lain sehingga motor neuron juga
ikut rusak, maka tingkat kelumpuhan ini bersifat Lower Motoric Neuron (LMN) karena
lintasan somatosensorik dan lintasan autonomy neurovegetatif asenden dan desenden
terputus. Akibatnya pasien akan mengalami gangguan sensibilitas(tidak dapat merasakan
apa-apa) dan mengakibatkan rusaknya lintasan neurovegetatif yang menimbulkan
gangguan fungsi sistem urinaria yaitu terjadinya inkontinensia alvi atau inkontinensia uri.
Lokasi kerusakan ketiga yaitu pada segmen lumbal yang menyebabkan paraplegia
sehingga didapatkan tanda hipertonia pada otot abdomen, reflek dinding perut meningkat,
kelumpuhan kedua tungkai secara lengkap.
Apabila kerusakan pada sistem saraf pusat yang mengatur fungsi motorik atau
sistem neuromuskuloskeletal itu terjadi, penderita akan mengalami kesulitan saat berjalan
karena mengalami gangguan pada kekuatan otot, keseimbangan dan koordinasi gerak
sehingga menyebabkan seseorang mengalami hambatan mobilitas fisik. (Nurarif, 2015)
6. Pathway
Gambar 2. Menurut (Nurarif & Hardhi, 2015)
Trombosis Embolisme Hipertensi, DM, penyakit
jantung, obesitas, merokok
Adanya penyumbatan aliran Embolus berjalan menuju
darah ke otak oleh thrombus arteri serebral melalui arteri Penimbunan lemak/Kolesterol
karotis yang meningkat dalam darah
Berkembang menjadi
aterosklerosis pada dinding Terjadi bekuan darah pada
Pembuluh darah menjadi kaku
pembuluh darah arteri

Pecahnya pembuluh darah


Arteri tersumbat

Berkurangnya darah ke
area thrombus

Terjadi iskemik dan


infark
padajaringanotak
Stroke Non Hemoragik

Penurunan Adanya lesi Proses Nervus kranial


kekuatan otot serebral metabolisme di
otak terganggu
Kelemahan Terjadinyaa N.II,III,IV,VI N.VIII N.V,
fisik Penurunan suplai
fasia VII,IX,XII
darah dan O2 ke
otak Terjadi
Terjadi
Hambatan penurunan Terjadi
HambatanMob penurunan
Komunikas daya penurunan
ilitas Fisik daya
i Verbal Ketidakefektifa penglihatan
pendengaran reflex
nPerfusi
Jaringan menelan
Kelainan
Defisit visual Gangguan
Perawatan Persepsi Gangguan
Diri
Kesulitan Sensori Menelan
dalam menilai Pendengara
Gangguan jarak dan
Resiko kerusakan Persepsi Sensori kehilangan Kertidakseimbangan
intergritas kulit Penglihatan penglihatan nutrisi kurang dari
kebutuhan
7. Penatalaksanaan

a)      Bantuan kepatenan jalan nafas, ventilasi dengan bantuan oksigen.


b)      Pembatasan aktivitas/ tirah baring.
c)      Penatalaksanaan cairan dan nutrisi.
d)     Obat-obatan seperti anti Hipertensi, Kortikosteroid, analgesik.
e)      EKG dan pemantauan jantung.
f)       Pantau Tekanan Intra Kranial ( TIK ).
g)      Rehabilitasi neurologik.

8. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga,
dan pengkajian psikososial.
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan
diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan adalah kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan
tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di
dalam intrakranial.Keluhari perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan konia.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan
kegemukan.Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi
oral.Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit
sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan
perilaku klien.Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting
untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis.Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan
fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan
dengan keluhan-keluhan dari klien.
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan
pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus
seimbang kanan dan kiri.Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.Tekanan darah biasanya terjadi
peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).Lesi otak yang rusak
tidak dapat membaik sepenuhnya.Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem
lainnya.
4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau
berkurang.Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik
steril.Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut.Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.Pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak.
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan
salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02
kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan
buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah
yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada
pola aktivitas dan istirahat.

7) Pengkajian Tingkat Kesadaran


Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar
pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.Jika klien sudah mengalami koma
maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan
bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.

8) Pengkajian Fungsi Serebral


Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.

9) Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental
klien mengalami perubahan.

10) Fungsi Intelektual


Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang.Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.Pada
beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal
persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.

11) Kemampuan Bahasa


Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi
fungsi dari serebral.Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian
posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia
reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa
tertulis.Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area
Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak
dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar.Disartria (kesulitan
berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan
oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.Apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya),
seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir
rambutnya.

h. Pengkajian Saraf Kranial


Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-X11.

1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara
mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien
dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa
bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada
4) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
5) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus,
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus
dan eksternus.
6) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
7) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
8) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka
mulut.
9) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
10) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra
pengecapan normal.
i. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN
bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi ng berlawanan dari otak.
1) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh
adalah tanda yang lain.
2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
j. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu :

1. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d O2 otak menurun


2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk
mengabsorpsi nutrient
3. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot.
4. Risiko kerusakan integritas kulit b.d factor risiko : lembap
5. Gangguan komunikasi verbal b.d. kerusakan neuromuscular, kerusakan sentral bicara
Diagnosa
No Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
Keperawatan
1 Perfusi Tujuan (NOC) : Intervensi (NIC)
jaringan Gangguan perfusi 1. Peningkatan tekanan
cerebral tidak jaringan dapat 1. Pantau TTV tiap jam dan darah sistemik yang
efektif b.d O2 tercapai secara catat hasilnya diikuti dengan penurunan
otak menurun optimal tekanan
darah diastolik merupakan
Kriteria hasil : tanda peningkatan TIK.
Napas tidak teratur
 Mampu 2. Kaji respon motorik menunjukkan adanya
mempertahanka terhadap perintah peningkatan TIK
n tingkat sederhana 2. Mampu mengetahui
kesadaran 3. Pantau status neurologis tingkat respon motorik
 Fungsi sensori secara teratur pasien
dan motorik 4. Dorong latihan kaki aktif/ 3. Mencegah/menurunkan
membaik pasif atelektasis
5. Kolaborasi pemberian 4. Menurunkan statis vena
obat sesuai indikasi 5. Menurunkan resiko
terjadinya komplikasi
2 Ketidakseimba Tujuan (NOC) : Intevensi (NIC) :
ngan nutrisi: 1. Status gizi 1. Pengelolaan gangguan
kurang dari 2. Asupan makanan
kebutuhan makanan 2. Pengelulaan nutrisi
tubuh b.d 3. Cairan dan 3. Bantuan menaikkan BB
ketidakmampu zat gizi Aktivitas keperawatan :
an untuk Kritria evaluasi: 1. Tentukan motivasi klien 1. Motivasi klien
mengabsorpsi 1. Menjelaskan untuk mengubah kebiasaan mempengaruhi dalam
nutrient komponen makan perubahan nutrisi
kedekatan 2. Ketahui makanan
diet kesukaan klien 2. Makanan kesukaan klien untuk
2. Nilai 3. Rujuk kedokter untuk mempermudah pemberian
laboratorium menentukan penyebab nutrisi
(mis,trnsferin,albumin,d perubahan nutrisi 3. Merujuk kedokter untuk
an eletrolit) mengetahui perubahan klien
3. Melaporkan serta untuk proses
keadekuatan tingkat penyembuhan
giji 4. Bantu makan sesuai
4. Membantu makan untuk
4. Nilai dengan kebutuhan klien mengetahui perubahan nutrisi
laboratorium serta untuk pengkajian
(mis:trasferin,alb 5. Ciptakan lingkungan yang 5. Menciptakan lingkungan untuk
omen dan menyenangkan untuk kenyamananistirahat klien serta
eletrolit makan utk ketenangan dalam
5. Toleransi terhadap ruangan/kamar.
gizi yang dianjurkan.

3 Hambatan Tujuan (NOC): Intevensi (NIC) :


mobilitas fisik Klien diminta
b.d penurunan menunjukkan tingkat  Terapi aktivitas, ambulasi
kekuatan otot mobilitas, ditandai  Terapi aktivitas, mobilitas
dengan indikator sendi.
berikut (sebutkan  Perubahan posisi
nilainya 1 - 5 :
ketergantungan Aktivitas Keperawatan : 1. Mengajarkan klien tentang
(tidak berpartisipasi) dan pantau penggunaan alat
membutuhkan 1. Ajarkan klien tentang dan bantu mobilitas klien lebih
bantuan orang lain pantau penggunaan alat mudah.
atau alat 2. Membantu klien dalam
membutuhkan bantu mobilitas. proses perpindahan akan
bantuan orang lain, 2. Ajarkan dan bantu klien membantu klien latihan
mandiri dengan dalam proses perpindahan. dengan cara tersebut.
pertolongan alat 3. Berikan penguatan positif 3. Pemberian penguatan positif
bantu atau mandiri selama beraktivitas. selama aktivitas akan mem-
penuh). bantu klien semangat dalam
Kriteria 4. Dukung teknik latihan ROM latihan.
Evaluasi : 4. Mempercepat klien dalam
5. Kolaborasi dengan tim mobilisasi dan
1. Menunjukkan medis tentang mobilitas mengkendorkan otot-otot
penggunaan alat klien 5. Mengetahui perkembngan
bantu secara mobilisasi klien sesudah
benar dengan latihan ROM
pengawasan.
2. Meminta bantuan
untuk beraktivitas
mobilisasi jika
diperlukan.
3. Menyangga BAB
4. Menggunakan
kursi roda secara
efektif.

4 Risiko kerusakan Tujuan (NOC) : 1) Anjurkan pasien untuk 1. Kulit bisa lembap dan
integritas kulit b.d Tissue Integrity : menggunakan pakaian mungkin merasa tidak
factor risiko : Skin and Mucous yang longgar dapat beristirahat atau
lembap Membranes 2) Hindari kerutan pada tempat perlu untuk bergerak
Kriteria Hasil : tidur 2. Menurunkan terjadinya
 Integritas 3) Jaga kebersihan kulit agar tetap risiko infeksi pada
kulit yang bersih dan kering bagian kulit
baik bisa4) Mobilisasi pasien (ubah posisi 3. Cara pertama untuk
dipertahanka pasien) setiap dua jam sekali mencegah terjadinya
n (sensasi,5) Monitor kulit akan adanya infeksi
elastisitas, kemerahan 4. Mencegah terjadinya
temperatur, 6) Oleskan lotion atau komplikasi selanjutnya
hidrasi, minyak/baby oil pada derah 5. Mengetahui
pigmentasi) yang tertekan perkembangan terhadap
 Tidak 7)
ada Kolaborasi pemberian terjadinya infeksi kulit
luka/lesi pada antibiotic sesuai indikasi 6. Menurunkan pemajanan
kulit terhadap kuman infeksi
 Menunjukka pada kulit
n 7. Menurunkan risiko
pemahaman terjadinya infeksi
dalam proses
perbaikan
kulit dan
mencegah
terjadinya
sedera
berulang
 Mampu
melindungi
kulit dan
mempertahan
kan
kelembaban
kulit dan
perawatan
alami
5 Gangguan Tujuan (NOC): Intervensi (NIC) :
komunikasi 1. Lakukan komunikasi 1. Mencek komunikasi
verbal b.d. Komunikasi dapat dengan wajar, bahasa klien apakah benar-
kerusakan berjalan dengan baik jelas, sederhana dan benar tidak bisa
neuromuscular bila perlu diulang melakukan komunikasi
, kerusakan 2. Dengarkan dengan 2. Mengetahui bagaimana
sentral bicara tekun jika pasien mulai kemampuan
Kriteria hasil : berbicara komunikasi klien tsb
3. Mengetahui derajat
a. Klien dapat 3. Berdiri di dalam lapang /tingkatan kemampuan
mengekspresikan pandang pasien pada berkomunikasi klien
perasaan saat bicara 4. Menurunkan terjadinya
4. Latih otot bicara secara komplikasi lanjutan
b. Memahami optimal 5. Keluarga mengetahui &
maksud dan 5. Libatkan keluarga mampu
pembicaraan orang dalam melatih mendemonstrasikan
lain komunikasi verbal pada cara melatih
pasien komunikasi verbalpd
c. Pembicaraan
6. Kolaborasi dengan ahli klien tanpa bantuan
pasien dapat
terapi wicara perawat
dipahami
6. Mengetahui
perkembangan
komunikasi verbal klien
DAFTAR PUSTAKA

Arya W.W. (2011). Strategi Mengatasi & Bangkit dari Stroke, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar

Doengoes, Marilyn dkk. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Hassmann KA. (2013) Stroke, Ischemic. [Online] . Available from URL :


http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview#showall

Herdman, T. Heather (2011). NANDA International Diagnosis Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Irfan, M. (2010). Fisioterapi Bagi Insan Stroke. Sleman : Graha Ilmu

Lingga, L. (2013). All About Stroke. Jakarta : Gramedia

Misbach, J. (2011), Pandangan Umun Mengenai Stroke, dalam Al Rasyid & Soertidewi, L.
(Eds), Unit Stroke : Manajemen Stroke secara Komprehensif. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI

Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar.Asuhan Keperawatan klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan, Salemba Medika : Jakarta

Nurarif & Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
Nanda Nic-Noc Panduan penyusunan Asuhan KeperawatanProfesional. Yogyakarta :
Mediaction Jogja.

Price, S. A. dan Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit, Edisi 6, Volume 1. Jakarta : EGC

Pudiastuti R.D. (2011). Penyakit-Penyakit Mematikan, Edisi Pertama, Yogyakarta : Nuha


Medika

Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 vol.3.
Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith. 2013. Diagnose NANDA Intervensii NIC Kriteria Hasil NOC. Jakarta :
EGC.

Anda mungkin juga menyukai