Manajemen Konflik
Defenisi Konflik
antara perasaan, pikiran, hasrat, dan perilaku seseorang. Konflik terjadi akibat adanya
pertentangan pada situasi keseimbangan yang terjadi pada diri individu ataupun pada
tatanan yang lebih luas, seperti antar–individu, antar- kelompok, atau antar–masyarakat
(Arwani, 2006). Marquis & Huston (2010) mendefinisikan konflik sebagai perselisihan
internal atau ekternal akibat adanya perbedaan gagasan, nilai, atau perasaan antara dua
benturan kepribadian.
kondisi yang ditimbulkan karena adanya perbedaan pendapat atau perbedaan cara
pandang antara individu yang saling berinteraksi yang dimulai dari dalam individu itu
Kategori Konflik
Marquis & Huston (2010) mengatakan ada tiga kategori konflik yang utama :
(1) Konflik intrapersonal : konflik yang terjadi pada individu sendiri. Keadaan ini
merupakan masalah internal untuk mengklarifikasi nilai dan keinginan dan konflik yang
terjadi. Hal ini sering dimanifestasikan sebagai akibat dari kompetensi peran (Nursalam,
2009). Bagi manajer, konflik intrapersonal dapat disebabkan oleh berbagai area
tanggung jawab yang terkait dengan peran manajemen (Marquis & Huston, 2010).
(2) Konflik interpersonal : konflik terjadi antara dua orang atau lebih dimana nilai,
tujuan dan keyakinan berbeda. Konflik ini sering terjadi karena seseorang secara
(Nursalam, 2009). Ruang lingkup ini sangat tidak terbatas, konflik bisa terjadi antara
atasan dengan bawahan secara individu dalam suatu perusahaan (Bachtiar, 2004). (3)
Konflik interkelompok : konflik yang terjadi antara dua atau lebih dari kelompok orang,
departemen, atau organisasi. Sumber konflik ini adalah hambatan dalam mencapai
kekuasaan dan otoritas (kualitas jasa layanan), serta keterbatasan prasarana (Marquis &
Penyebab Konflik
Konflik dapat terjadi karena manusia mempunyai sifat yang terbagi dalam
kuadran yaitu : (1) dominasi (dominance), sifat yang paling mendasar dalam diri
manusia yang dapat menimbulkan konflik. Dominasi muncul karena manusia ingin
mempertahankan kehidupan pribadi dan sosialnya dimata orang lain atau ingin
menguasai orang lain agar menuruti keinginannya yang tujuannya untuk mencapai
kepuasan diri. (2) Kepengaruhan (persuasiveness), hal ini terjadi jika seseorang
berusaha mempengaruhi orang lain agar mau menuruti apa yang dipengaruhkan
kepadanya, jika pengaruh tersebut membawa dampak negatif pada dirinya maka akan
terjadi konflik. (3) Keteguhan hati (steadiness), merupakan cerminan sikap egois dalam
diri manusia, yang bila bersentuhan dengan kepentingan dan harga diri manusia lain
bisa menimbulkan konflik dan (4) kepatuhan (compliance), diartikan sebagai kepatuhan
seseorang terhadap nilai- nilai dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungannya. Jika
ada karyawan yang tidak patuh sedangkan karyawan yang lain sudah patuh akan
memicu timbulnya konflik (Bachtiar, 2004). Beberapa alasan yang paling umun yang
kelompok, beban kerja yang meningkat, peran ganda, ancaman identitas profesional dan
lingkungan, ancaman keamanan dan keselamatan, sumber daya yang kurang, budaya
perubahan, imbalan dan masalah komunikasi. Berikut ini uraian faktor-faktor yang
a. Perilaku menentang, sebagai bentuk dari ancaman terhadap suatu dialog, dapat
Perilaku ini dapat berupa verbal dan nonverbal. Terdapat tiga macam perilaku
menolak, menggerutu dan menggumam, mudah untuk tidak masuk kerja, dan
merusak secara agresif yang disengaja. Tipe perilaku menentang kedua adalah
palsu dan kemampuan bekerjasama dengan orang lain, namun sambil melakukan
ejekan dan hinaan. Tipe perilaku menentang ketiga adalah avoider, yang ditunjukkan
dengan pengghindaran kesepakatan yang telah dibuat dan menolak untuk berpartisipasi.
terjadinya stress. Stres dapat mengakibatkan tekanan fisik maupun tekanan mental
c. Kondisi ruangan yang terlalu sempit atau tidak kondusif untuk melakukan kegiatan–
kegiatan rutin dapat memicu terjadinya konflik. Hal yang memperburuk keadaan
dalam ruangan dapat berupa hubungan yang monoton atau konstan diantara individu
yang terlibat di dalamnya, terlalu banyaknya pengunjung pasien dalam suatu ruangan
konflik.
Dokter yang tidak mau menerima umpan balik dari perawat, atau perawat yang
merasa tidak acuh dengan saran–saran dari dokter untuk kesembuhan klien yang
e. Perbedaan nilai atau keyakinan antara satu orang lain dengan yang lainnya dapat
pendapat kliennya sehingga menjadi tidak yakin dengan pendapat yang diusulkan
oleh profesi atau tim kesehatan lainnya. Keadaan ini akan semakin kompleks jika
perbedaan keyakinan, nilai, dan persepsi telah melibatkan pihak di luar tim
g. Kekaburan tugas atau peran ganda yang disandang seseorang (perawat) dalam
lebih dari satu peran pada waktu yang hampir bersamaan masih merupakan
fenomena yang jamak ditemukan dalam tatanan pelayanan kesehatan baik di rumah
h. Kekurangan sumber daya manusia sering memicu terjadinya persaingan yang tidak
i. Proses perubahan yang terlalu cepat atau proses perubahan yang terlalu lambat dapat
memunculkan konflik. Individu yang tidak siap dengan perubahan memandang
j. Imbalan jika dikaitkan dengan pembagian yang tidak merata antara satu orang
dengan orang lain dapat menyebabkan munculnya konflik. Pemberian imbalan yang
tertentu yang diajak berbicara oleh manajer, penggunaan bahasa yang tidak efektif,
dan penggunaan media yang tidak tepat sering berujung terjadinya konflik.
Proses Konflik
Proses konflik ada enam tahapan yaitu : pertama, kondisi yang mendahului,
konflik yang dipersepsi, konflik yang dirasakan, perilaku yang dinyatakan, penyelesaian
atau penekanan konflik, dan penyelesaian akibat konflik (Filley dikutip dari Monica
1998). Kondisi yang mendahului merupakan penyebab terjadinya konflik (tahap kedua).
Kondisi yang ada di antara pihak yang terlibat atau di dalam diri dapat menyebabkan
terjadinya konflik. Tahapan ketiga konflik akan dipersepsikan adalah konflik intelektual
dan sering melibatkan isu serta peran. Konflik ini dikenali secara logis dan tidak
melibatkan perasaan orang lain yang terlibat konflik. Konflik yang dirasakan ketika
konflik melibatkan emosi. Emosi yang dirasakan antara lain rasa bermusuhan, takut,
tidak percaya dan marah. Konflik ini mungkin juga dipersepsikan bukan dirasakan,
karena orang juga dapat merasakan konflik tetapi tidak mengetahui masalahnya (Marquis
& Huston, 2010). Pada tahapan keempat konflik akan dimanifestasikan ataupun ada
perilaku yang dinyatakan seperti agresif, pasif, asersif, persaingan, debat, atau beberapa
terhadap terjadinya konflik adalah perilaku untuk menyelesaikan atau menekan konflik
tersebut. Perilaku tersebut dapat berupa perjanjian di antara yang terlibat atau kadang
melakukan tindakan penaklukan salah satu pihak. Suatu penyelesaian masalah dengan
cara memuaskan semua orang yang terlibat di dalamnya dengan prinsip win–win
solution. Pada tahap terakhir dalam proses konflik adalah akibat konflik. Konflik akan
selalu menimbulkan dampak negatif dan positif. Jika konflik dikelola secara baik, orang
yang terlibat di dalam konflik akan percaya ia akan diberlakukan secara adil. Jika konflik
tidak terselesaikan akan menimbulkan konflik yang lebih besar dari konflik yang utama
(Nursalam, 2009).
penyelesaian masalah yang paling tepat untuk setiap situasi. Pilihan strategi yang tepat
tergantung pada banyak variabel, misalnya situasi itu sendiri, kekuatan atau status pihak
yang terlibat dan kedewasaan orang yang terlibat dalam konflik (Marquis & Huston,
2010). Ada beberapa strategi yang digunakan dalam penyelesain konflik yaitu
a. Kompromi atau negosiasi : suatu strategi penyelesaian konflik dimana semua yang
terlibat saling menyadari dan sepakat pada keinginan bersama. Penyelesaian strategi
ini sering diartikan sebagai lose–lose situation kedua unsur yang terlibat
menyepakati hal yang telah dibuat (Nursalam, 2009). Kompromi bekerja menuju
kepuasan parsial, semua pihak mencari sebuah solusi yang dapat diterima dan bukan
yang optimal dengan demikian tidak ada pihak yang menang maupun kalah secara
mutlak (Winardi, 2007). Strategi ini dapat dilakukan ketika tujuan-tujuannya penting,
ketika pihak lawan dengan persamaan kekuasaan sepakat untuk mencapai tujuan
bersama. Strategi ini dapat dilakukan dengan tujuannya untuk mencapai penyelesaian
sementara untuk isu-isu yang kompleks, untuk mencapai solusi yang bijaksana, dan
sebagai cadangan ketika gaya kolaborasi dan kompetisi tidak berhasil (Rivai, 2003).
b. Kompetisi : strategi ini dapat diartikan sebagai win–lose penyelesaian konflik.
Penyelesaian ini menekankan bahwa hanya ada satu orang atau kelompok yang menang
tanpa mempertimbangkan yang kalah. Akibat negatif dari strategi ini adalah kemarahan
putus asa dan keinginan untuk memperbaiki di masa mendatang (Nursalam, 2009).
Strategi ini sering digunakan apabila keputusan- keputusan cepat dan desisif diperlukan
sekali misalnya dalam situasi darurat dan persoalan-persoalan penting (Rivai, 2003).
untuk menampung keinginan pihak yang terlibat konflik. Dengan cara ini
akurat dan signifikan untuk pengambilan suatu kesepakatan bersama (Arwani &
dan stabilitas dipandang lebih penting, dan memberi kesempatan kepada bawahan
satu pihak dalam konflik berupaya untuk memuji pihak lain atau berfokus pada hal
yang disetujui bersama, bukan pada perbedaan. Pendekatan ini tepat digunakan pada
e. Menghindar : semua pihak yang terlibat dalam konflik menyadari masalah yang
(Nursalam, 2009). Strategi ini biasanya dipilih jika isu tidak gawat atau bila
kerusakan yang potensial tidak akan terjadi dan lebih banyak menguntungkan
(Swanburg, 2000).
kedua belah pihak menentukan tujuan bersama dan bekerja sama dalam mencapai
suatu tujuan, karena keduanya meyakini akan tercapainya suatu tujuan yang telah
ditetapkan dan masing–masing pihak yang terlibat meyakininya (Nursalam, 2009).