Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

MANAJEMEN KEPERAWATAN

A. MANEJEMEN UMUM DAN MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA


KEPERAWATAN
Penampilan kerja adalah akibat adanya interaksi antara dua variabel, yaitu
kemampuan melaksanakan tugas dan motivasi. Kemampuan melaksanakan tugas
merupakan unsur utama dalam menilai kinerja seseorang. Namun, tugas tidak akan
dapat diselesaikan dengan baik tanpa didukung oleh suatu kemauan dan motivasi. Jika
seseorang telah melaksanakan tugas dengan baik, maka dia akan mendapatkan
kepuasan terhadap hasil yang dicapai dan tantangan selama proses pelaksanaan.
Kepuasan tersebut dapat tercipta dengan strategi memberikan penghargaan yang
dicapai, baik berupa fisik maupun psikis dan peningkatan motivasi.

1. Teori Motivasi dan Manajemen


1.1. Pengertian
Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberi kontribusi pada
tingkat komitmen seseorang. Hal ini termasuk faktor- faktor yang menyebabkan,
menyalurkan, dan mempertahankan tingkah laku manusia dalam arah tekad tertentu.
Motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.
Motivasi adalah perasaan atau pikiran yang mendorong seseorang melakukan pekerjaan
atau menjalankan kekuasaan, terutama dalam berperilaku. Dari berbagai macam
definisi motivasi, ada tiga hal penting dalam pengertian motivasi, yaitu hubungan
antara kebutuhan, dorongan, dan tujuan. Kebutuhan muncul karena seseorang
merasakan sesuatu yang kurang, baik fisiologis maupun psikologis. Dorongan
merupakan arahan untuk memenuhi kebutuhan, sedangkan tujuan adalah akhir dari satu
siklus motivasi.
Memotivasi adalah proses manajemen untuk memengaruhi tingkah laku
manusia berdasarkan pengetahuan mengenai apa yang membuat orang tergerak (Stoner
dan Freeman, 1995: 134). Menurut bentuknya, motivasi terdiri atas:
1. motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang datangnya dari dalam diri individu;
2. motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datangnya dari luar individu;
3. motivasi terdesak, yaitu motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit secara serentak
dan menghentak dengan cepat sekali.

1.2. Unsur Motivasi


Motivasi mempunyai tiga unsur utama yaitu kebutuhan, dorongan, dan tujuan.
Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara apa yang mereka
miliki dengan apa yang mereka harapkan. Dorongan merupakan kekuatan mental yang
berorientasi pada pemenuhan harapan atau pencapaian tujuan. Dorongan yang
berorientasi pada tujuan tersebut merupakan inti daripada motivasi.
Pada dasarnya motivasi mempunyai sifat siklus (melingkar), yaitu motivasi
timbul, memicu perilaku tertuju kepada tujuan (goal), dan akhirnya setelah tujuan
tercapai, motivasi itu berhenti. Tapi itu akan kembali pada keadaan semula apabila ada
suatu kebutuhan lagi. Siklus ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Driving State

Instrumentral Behaviour

Goal

Figur 5.1 Siklus Motivasi (sumber??)


Siklus tersebut merupakan siklus dasar. Untuk memahami motif pada manusia
dengan lebih tuntas, ada faktor lain yang berperan dalam siklus motif tersebut, yaitu
faktor kognitif. Seperti kita ketahui bahwa kognitif merupakan proses mental seperti
berpikir, ingatan, persepsi. Dengan berperannya faktor kognitif dalam siklus motif,
maka driving state dapat dipicu oleh pikiran ataupun ingatan.
Pada dasarnya motivasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu (Sadirman, 2003)
sebagai berikut.
1. Motivasi Internal.
Motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang. Keperluan dan keinginan yang
ada dalam diri seseorang akan menimbulkan motivasi internalnya. Kekuatan ini akan
memengaruhi pikirannya yang selanjutnya akan mengarahkan perilaku orang tersebut.
Motivasi internal dikelompokkan menjadi dua.
a. Fisiologis, yang merupakan motivasi alamiah seperti rasa lapar, haus, dan lain-lain.
b. Psikologis, yang dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori dasar.
1) Kasih sayang, motivasi untuk menciptakan kehangatan, keharmonisan, kepuasan
batin/emosi dalam berhubungan dengan orang lain.
2) Mempertahankan diri, untuk melindungi kepribadian, menghindari luka fisik
dan psikologis, menghindari dari rasa malu dan ditertawakan orang, serta
kehilangan muka, mempertahankan gengsi dan mendapatkan kebanggaan diri.
3) Memperkuat diri, mengembangkan kepribadian, berprestasi, mendapatkan pengakuan
dari orang lain, memuaskan diri dengan penguasaannya terhadap orang lain.

2. Motivasi Eksternal.
Motivasi eksternal tidak dapat dilepaskan dari motivasi internal.Motivasi
eksternal adalah motivasi yang timbul dari luar/lingkungan. Misalnya: motivasi
eksternal dalam belajar antara lain beupa penghargaan, pujian, hukuman, atau celaan
yang diberikan oleh guru, teman atau keluarga.

Berbagai Teori Motivasi (Stoner dan Freeman, 1995)


Landy dan Becker mengelompokkan banyak pendekatan modern pada teori
dan praktik menjadi lima kategori: teori kebutuhan, teori penguatan, teori keadilan,
teori harapan, dan teori penetapan sasaran.
1. Teori Kebutuhan.
Teori kebutuhan berfokus pada kebutuhan orang untuk hidup berkecukupan. Dalam
praktiknya, teori kebutuhan berhubungan dengan apa yang dilakukan seseorang untuk
memenuhi kebutuhannya. Menurut teori kebutuhan, motivasi dimiliki seseorang pada
saat belum mencapai tingkat kepuasan tertentu dalam kehidupannya. Kebutuhan yang
telah terpuaskan tidak akan lagi menjadi motivator. teori-teori yang termasuk dalam
teori kebutuhan adalah:

a. Teori Hierarki Kebutuhan menurut Maslow.


Teori ini dikembangkan oleh Abraham Maslow, yang terkenal dengan
kebutuhan FAKHA (Fisiologis, Aman, Kasih Sayang, Harga Diri, dan Aktualisasi
Diri) di mana dia memandang kebutuhan manusia sebagai lima macam hierarki, mulai
dari kebutuhan fisiologis yang paling mendasar sampai kebutuhan tertinggi, yaitu
aktualisasi diri. Menurut Maslow, individu akan termotivasi untuk memenuhi
kebutuhan yang paling menonjol atau paling kuat bagi mereka pada waktu tertentu.

b. Teori ERG.
Teori ERG adalah teori motivasi yang menyatakan bahwa orang bekerja keras
untuk memenuhi kebutuhan tentang eksistensi (Existence, kebutuhan mendasar dari
Maslow), kebutuhan keterkaitan (Relatedness, kebutuhan hubungan antarpribadi) dan
kebutuhan pertumbuhan (Growth, kebutuhan akan kreativitas pribadi, atau pengaruh
produktif). Teori ERG menyatakan bahwa jika kebutuhan yang lebih tinggi mengalami
kekecewaan, kebutuhan yang lebih rendah akan kembali, walaupun sudah terpuaskan.
c. Teori Tiga Macam Kebutuhan.
John W. Atkinson, mengusulkan ada tiga macam dorongan mendasar dalam
diri orang yang termotivasi, kebutuhan untuk mencapai prestasi (need for achivement),
kebutuhan kekuatan (need of power), dan kebutuhan untuk berafiliasi atau
berhubungan dekat dengan orang lain (need for affiliation). Penelitian McClelland
juga mengatakan bahwa manajer dapat mencapai tingkat tertentu, menaikkan
kebutuhan untuk berprestasi dari karyawan dengan menciptakan lingkungan kerja
yang memadai.

d. Teori Motivasi Dua Faktor.


Teori ini dikembangkan oleh Frederick Herzberg di mana dia meyakini bahwa
karyawan dapat dimotivasi oleh pekerjaannya sendiri dan di dalamnya terdapat
kepentingan yang disesuaikan dengan tujuan organisasi. Dari penelitiannya, Herzberg
menyimpulkan bahwa ketidakpuasan dan kepuasan dalam bekerja muncul dari dua
faktor yang terpisah.
Semua faktor-faktor penyebab ketidakpuasan memengaruhi konteks tempat
pekerjaan dilakukan. Faktor yang paling penting adalah kebijakan perusahaan yang
dinilai oleh banyak orang sebagai penyebab utama ketidakefisienan dan
ketidakefektifan. Penilaian positif terhadap berbagai faktor ketidakpuasan ini tidak
menyebabkan kepuasan kerja tetapi hanya menghilangkan ketidakpuasan. Secara
lengkap, beberapa faktor yang membuat ketidakpuasan adalah kebijakan perusahaan
dan administrasi, supervisi, hubungan dengan supervisor, kondisi kerja, gaji, hubungan
dengan rekan sejawat, kehidupan pribadi, hubungan dengan bawahan, status, dan
keamanan. Faktor penyebab kepuasan (faktor yang memotivasi) termasuk prestasi,
pengakuan, tanggung jawab, dan kemajuan, semuanya berkaitan dengan isi pekerjaan
dan imbalan prestasi kerja. Berbagai faktor lain yang membuat kepuasan yang lebih
besar, yaitu: berprestasi, pengakuan, bekerja sendiri, tanggung jawab, kemajuan dalam
pekerjaan, dan pertumbuhan.

2. Teori Keadilan.
Teori keadilan didasarkan pada asumsi bahwa faktor utama dalam motivasi
pekerjaan adalah evaluasi individu atau keadilan dari penghargaan yang diterima.
Individu akan termotivasi jika hal yang mereka dapatkan seimbang dengan usaha yang
mereka kerjakan.

3. Teori Harapan.
Teori ini menyatakan cara memilih dan bertindak dari berbagai alternatif
tingkah laku berdasarkan harapannya (apakah ada keuntungan yang diperoleh dari tiap
tingkah laku). Teori harapan terdiri atas dasar sebagai berikut.

a. Harapan hasil prestasi.


Individu mengharapkan konsekuensi tertentu dari tingkah laku mereka.
Harapan ini nantinya akan memengaruhi keputusan tentang bagaimana cara mereka
bertingkah laku.

b. Valensi.
Hasil dari suatu tingkah laku tertentu mempunyai valensi atau kekuatan untuk
memotivasi. Valensi ini bervariasi dari satu individu ke individu yang lain.

c. Harapan prestasi usaha.


Harapan orang mengenai tingkat keberhasilan mereka dalam melaksanakan
tugas yang sulit akan berpengaruh pada tingkah laku.Tingkah laku seseorang sampai
tingkat tertentu akan bergantung pada tipe hasil yang diharapkan. Beberapa hasil
berfungsi sebagai imbalan intrinsik yaitu imbalan yang dirasakan langsung oleh orang
yang bersangkutan. Imbalan ekstrinsik (misal: bonus, pujian, dan promosi) diberikan
oleh pihak luar seperti supervisor atau kelompok kerja.

4. Teori Penguatan.
Teori penguatan, dikaitkan oleh ahli psikologi B. F. Skinner dengan teman-
temannya, menunjukkan bagaimana konsekuensi tingkah laku di masa lampau akan
memengaruhi tindakan di masa depan dalam proses belajar siklis. Proses ini dapat
dinyatakan sebagai berikut.
Rangsangan → Respons → Konsekuensi → Respons Masa Depan.
Dalam pandangan ini, tingkah laku sukarela seseorang terhadap suatu situasi atau
peristiwa merupakan penyebab dari konsekuensi tertentu. Teori penguatan
menyangkut ingatan orang mengenai pengalaman rangsangan respons konsekuensi.
Menurut teori penguatan, seseorang akan termotivasi jika dia memberikan respons
pada rangsangan terhadap pola tingkah laku yang konsisten sepanjang waktu.

5. Teori Prestasi ( McClelland).


Pada tahun 1961 bukunya‚ The Achieving Society, David Mc Clelland
menguraikan tentang teorinya. Dia mengusulkan bahwa kebutuhan individu
diperoleh dari waktu ke waktu dan dibentuk oleh pengalaman hidup seseorang. Dia
menggambarkan tiga jenis kebutuhan motivasi (Marquis dan Huston, 1998). Dalam
sebuah studi Motivasi McClelland mengemukakan adanya tiga macam kebutuhan
manusia yaitu sebagai berikut.

a. Need for Achievement (Kebutuhan untuk berprestasi).


Kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan refleksi dari dorongan akan
tanggung jawab untuk pemecahan masalah. Untuk mengungkap kebutuhan akan
prestasi. Ini dapat diungkap dengan teknik proyeksi. Penelitian menunjukkan bahwa
orang yang mempunyai Need for Achievement tinggi akan mempunyai performance
yang lebih baik daripada orang yang mempunyai Need for Achievement rendah.
Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa untuk memprediksi bagaimana
performance seseorang dapat dengan jalan mengetahui Need for Achievement
(kebutuhan akan prestasinya). Teori McClelland ini penting karena ia berpendapat
bahwa motif prestasi dapat diajarkan. Hal ini dapat dicapai dengan belajar. Menurut
McClelland, setiap orang memiliki motif prestasi sampai batas tertentu. Namun, ada
yang terus-menerus lebih berorientasi prestasi daripada yang lain. Kebanyakan orang
akan menempatkan lebih banyak upaya ke dalam pekerjaan mereka jika mereka
ditantang untuk berbuat lebih baik. Ciri orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang
tinggi:

1) berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara baru dan kreatif,


2) mencari feedback tentang perbuatannya,
3) memilih risiko yang sedang di dalam perbuatannya,
4) mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatannya.
Masyarakat dengan keinginan berprestasi yang tinggi cenderung untuk
menghindari situasi yang berisiko terlalu rendah maupun yang berisiko sangat
tinggi. Situasi dengan risiko yang sangat kecil menjadikan prestasi yang dicapai akan
terasa kurang murni, karena sedikitnya tantangan. Sementara itu situasi dengan
risiko yang terlalu tinggi juga dihindari dengan memperhatikan pertimbangan hasil
yang dihasilkan dengan usaha yang dilakukan. Pada umumnya mereka lebih suka
pada pekerjaan yang memiliki peluang atau kemungkinan sukses yang moderat,
peluangya 50% : 50%. Motivasi ini membutuhkan feed back untuk memonitor
kemajuan dari hasil atau prestasi yang mereka capai. Ibu yang memiliki kebutuhan
prestasi tinggi dalam melengkapi status imunisasi anak, akan berusaha
mengimunisasikan anaknya sesuai jadwal imunisasi yang ada dan menunjukkan
partisipasinya mengikuti program yang ada di masyarakat. Oleh karena ibu tidak
menginginkan anaknya terkena penyakit menular akibat tidak diimunisasi sehingga
performa yang ditunjukkan oleh ibu yang memiliki motivasi tinggi berbeda dengan ibu
yang memiliki motivasi yang rendah.
b. Need for Affiliation (Kebutuhan untuk berafiliasi).
Afiliasi menunjukkan bahwa seseorang mempunyai kebutuhan berhubungan
dengan orang lain. Kebutuhan untuk berafiliasi merupakan dorongan untuk
berinteraksi dengan orang lain, berada bersama orang lain, tidak mau melakukan
sesuatu yang merugikan orang lain. Seseorang yang kuat akan kebutuhan
berafiliasi, akan selalu mencari orang lain, dan juga mempertahankan akan
hubungan yang telah dibina dengan orang lain tersebut. Sebaliknya, apabila
kebutuhan akan berafiliasi ini rendah, maka seseorang akan segan mencari
hubungan dengan orang lain, dan hubungan yang telah terjadi tidak dibina secara
baik agar tetap dapat bertahan.

Ciri orang yang memiliki kebutuhan afilasi yang tinggi adalah sebagai berikut.
1) Lebih memperhatikan segi hubungan pribadi yang ada dalam pekerjaan daripada
tugas yang ada dalam pekerjaan tersebut.
2) Melakukan pekerjaan lebih efektif apabila bekerja sama dengan orang lain dalam
suasana yang lebih kooperatif.
3) Mencari persetujuan atau kesepakatan dari orang lain.
4) Lebih suka dengan orang lain daripada sendirian.
5) Selalu berusaha menghindari konflik.
Mereka yang memiliki motif yang besar untuk bersahabat sangat menginginkan
hubungan yang harmonis dengan orang lain dan sangat ingin merasa diterima oleh
orang lain. Mereka akan berusaha untuk menyesuaikan diri dengan sistem norma dan
nilai dari lingkungan mereka berada. Mereka akan memilih pekerjaan yang
memberikan hasil positif yang signifikan dalam hubungan antar pribadi. Mereka akan
sangat senang menjadi bagian dari suatu kelompok dan sangat mengutamakan
interaksi sosial. Ibu yang memiliki kebutuhan afilasi tinggi akan selalu berusaha
mematuhi norma dan nilai yang ada di lingkungannya untuk mengimunisasikan
anaknya secara lengkap. Karena ingin membangun interaksi yang baik dengan
masyarakat sekitar dan berusaha mencegah konflik akibat tidak mengikuti norma yang
ada atau program yang ada di masyarakat.

b. Need for Power (Kebutuhan untuk berkuasa).


Kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan refleksi dari dorongan untuk
mencapai otoritas untuk memiliki pengaruh terhadap orang lain. Dalam interaksi
sosial seseorang akan mempunyai kebutuhan untuk berkuasa (power). Orang yang
mempunyai power need tinggi akan mengadakan kontrol, mengendalikan atau
memerintah orang lain, dan ini merupakan salah satu indikasi atau salah satu
menefestasi dari power need tersebut.
Ciri orang yang memiliki kebutuhan berkuasa yang tinggi adalah sebagai
berikut.
1) Menyukai pekerjaan di mana mereka menjadi pemimpin.
• Sangat aktif dalam menentukan arah kegiatan dari sebuah organisasi di manapun
dia berada.
• Mengumpulkan barang-barang atau menjadi anggota suatu perkumpulan
yang dapat mencerminkan prestise.
• Sangat peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dari kelompok atau
organisasi.
Seseorang dengan motif kekuasaaan dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu:
1) Personal power: mereka yang mempunyai personal power motive yang tinggi
cenderung untuk memerintah secara langsung, dan bahkan cenderung
memaksakan kehendaknya.
2) Institutional power: mereka yang mempunyai institutional power motive yang
tinggi, atau sering disebut social power motive, cenderung untuk
mengorganisasikan usaha dari rekan-rekannya untuk mencapai tujuan bersama.
Ibu yang memiliki kebutuhan berkuasa yang tinggi akan berusaha melengkapi
status imunisasi anaknya, karena orang tua memiliki pengaruh dan kontrol terhadap
anaknya. Jika orang tua saja melakukan imunisasi secara lengkap maka anak juga
harus mendapatkan imunisasi secara lengkap.

B. Motivasi Kerja

Pengertian
Bekerja adalah suatu bentuk aktivitas yang bertujuan untuk mendapatkan
kepuasan. Aktivitas ini melibatkan fisik dan mental, bekerja itu merupakan proses
fisik dan mental manusia dalam mencapai tujuannya. Sementara itu pengertian
motivasi kerja adalah suatu kondisi yang berpengaruh untuk membangkitkan,
mengarahkan, dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja
(Mangkunegara, 2000: 94).

Prinsip-Prinsip dalam Memotivasi Kerja Pegawai


Terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja pegawai (Mangkunegara,
2000; dalam Nursalam, 2007).
1. Prinsip partisipatif.
Pegawai perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi menentukan tujuan yang
akan dicapai oleh pemimpin dalam upaya memotivasi kerja.

2. Prinsip komunikasi.
Pemimpin mengomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha
pencapaian tugas. Informasi yang jelas akan membuat kerja pegawai lebih mudah
dimotivasi.

3. Prinsip mengakui andil bawahan.


Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil dalam usaha
pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih mudah dimotivasi.

4. Prinsip pendelegasian wewenang.


Pemimpin akan memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan
untuk dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya sewaktu-
waktu. Hal ini akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk
mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin.

5. Prinsip memberi perhatian.


Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai
bawahannya, sehingga bawahan akan termotivasi bekerja sesuai dengan harapan
pemimpin.

Peran Manajer dalam Menciptakan Motivasi


Manajer memegang peran penting dalam memotivasi staf untuk mencapai tujuan
organisasi. Untuk melaksanakan tugas tersebut, manajer harus mempertimbangkan
keunikan/karakteristik stafnya dan berusaha untuk memberikan tugas sebagai suatu
strategi dalam memotivasi staf. Kegiatan yang perlu dilaksanakan manajer dalam
menciptakan suasana yang motivatif adalah sebagai berikut.
1. Mempunyai harapan yang jelas terhadap stafnya dan mengomunikasikan harapan
tersebut kepada para staf.
2. Harus adil dan konsisten terhadap semua staf/karyawan.
3. Pengambilan keputusan harus tepat dan sesuai.
4. Mengembangkan konsep kerja tim.
5. Mengakomodasikan kebutuhan dan keinginan staf terhadap tujuan organisasi.
6. Menunjukkan kepada staf bahwa Anda memahami perbedaan-perbedaan dan
keunikan dari masing-masing staf.
7. Menghindarkan adanya suatu kelompok/perbedaan antarstaf.
8. Memberikan kesempatan kepada staf untuk menyelesaikan tugasnya dan
melakukan suatu tantangan-tantangan yang akan memberikan pengalaman yang
bermakna.
9. Meminta tanggapan dan masukan kepada staf terhadap keputusan yang akan
dibuat di organisasi.
10. Memastikan bahwa staf mengetahui dampak dari keputusan dan tindakan yang
akan dilakukannya.
11. Memberi kesempatan setiap orang untuk mengambil keputusan sesuai tugas
limpah yang diberikan.
12. Menciptakan situasi saling percaya dan kekeluargaan dengan staf.
13. Memberikan kesempatan kepada staf untuk melakukan koreksi dan pengawasan
terhadap tugas.
14. Menjadi role model bagi staf.
15. Memberikan dukungan yang positif.

Peran Mentor Sebagai Instrumen Peningkatan Motivasi Kerja


Peran sebagai mentor manajer keperawatan adalah sebagai berikut (Darling,
1984 dikutip oleh Marquis dan Huston, 1998: 246).
1. Model: seseorang yang perilakunya menjadi contoh dan panutan.
2. Envisioner: seseorang yang dapat melihat dan berkomunikasi arti keperawatan
profesional dan keterkaitannya dalam praktik keperawatan.
3. Energizer: seseorang yang selalu dinamis dan memberikan stimulasi kepada staf
untuk berpartisipasi terhadap program kerjanya.
4. Investor: seseorang yang mengivestasikan waktu dan tenaga dalam perkembangan
profesi dan organisasi.
5. Supporter: seseorang yang memberikan dukungan emosional dan menumbuhkan
rasa percaya diri.
6. Standard procedure: seseorang selalu berpegang pada standar yang ada dan
menolak aktivitas yang kurang atau tidak memenuhi kriteria standar.
7. Teacher-coach: seseorang yang mengajarkan kepada Anda tentang kemampuan
skill interpersonal, dan politik yang penting dalam pengembangan.
8. Feedback giver: seseorang yang memberikan umpan balik, baik secara tulus positif
atau positif dalam perkembangan.
9. Eye-opener: seseorang yang selalu memberikan wawasan/pandangan yang luas
tentang situasi terbaru yang terjadi.
10. Door-opener: seseorang yang selalu membuka diri dan memberikan
kesempatan kepada staf untuk berkonsultasi.
11. Idea bouncer: seseorang yang akan selalu berdiskusi dan mendengar pendapat
Anda.
12. Problem solver: seseorang yang akan membantu Anda dalam mengidentifikasi
dan menyelesaikan masalah.
13. Career counselor: seseorang yang membantu Anda dalam pengembangan
karier (cepat ataupun lambat).
14. Challenger: seseorang yang mendorong Anda untuk menghadapi perubahan/
tantangan secara kritis dan pantang menyerah.

Motivasi Diri untuk Manajer


Motivasi diri sendiri dari manajer merupakan variabel yang menentukan
motivasi pada semua tingkatan, khususnya kepuasan kerja staf dan untuk tetap
bertahan bekerja pada institusi tersebut. Sikap yang positif, semangat, produktif, dan
melaksanakan kegiatan dengan baik merupakan faktor utama yang harus dimiliki
manajer. Terjadinya “burn out” salah satunya disebabkan oleh sikap manajer yang
kurang positif. Oleh karena itu, secara kontinu manajer selalu memonitor tingkat
motivasinya dan menjadikan motivasinya sebagai panutan bagi staf.
Hal penting yang harus dilaksanakan oleh manajer keperawatan adalah
perawatan diri. Ada beberapa strategi untuk mempertahankan self care (Summers,
1994), yaitu sebagai berikut.
1. Mencari konsultan dan kelompok pendukung yang memungkinkan manajer untuk
selalu memperhatikan staf dan mendengarkan keinginan Anda.
2. Mempertahankan diet dan aktivitas.
3. Mencari aktivitas yang membantu manajer untuk dapat santai.
4. Memisahkan urusan pekerjaan dari kehidupan di rumah.
5. Menurunkan harapan yang terlalu tinggi dari diri Anda dan orang lain.
6. Mengenali keterbatasan/kelemahan.
7. Menyadari bahwa bukan hanya Anda yang dapat menyelesaikan semua pekerjaan,
belajarlah menghargai kemampuan staf.
8. Berani mengatakan “tidak” jika Anda tidak dapat melaksanakan pekerjaan yang
akan dibebankan pada anda.
9. Bersantai, tertawa, dan berkumpul dengan teman-teman.
10. Menanamkan bahwa semua yang Anda kerjakan adalah untuk kemaslahatan
umat dan sebagai ibadah.
Penampilan dan Kepuasan Kerja

Faktor yang Memengaruhi Penampilan dan Kepuasan Kerja


1. Motivasi.
Menurut Rowland dan Rowland (1997), fungsi manajer dalam meningkatkan
kepuasan kerja staf didasarkan pada faktor-faktor motivasi, yang meliputi:
a. keinginan untuk peningkatan;
b. percaya bahwa gaji yang didapatkan sudah mencukupi;
c. memiliki kemampuan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperlukan;
d. umpan balik;
e. kesempatan untuk mencoba;
f. instrumen penampilan untuk promosi, kerja sama, dan peningkatan penghasilan.

Kebutuhan seseorang untuk mencapai prestasi merupakan kunci suatu motivasi


dan kepuasan kerja. Jika seseorang bekerja, maka kebutuhan pencapaian prestasi
tersebut berubah sebagai dampak dari beberapa faktor dalam organisasi: program
pelatihan, pembagian atau jenis tugas yang diberikan, tipe supervisi yang dilakukan,
perubahan pola motivasi, dan faktor-faktor lain.

Seseorang memilih pekerjaan didasarkan pada kemampuan dan keterampilan


yang dimiliki. Motivasi akan menjadi masalah apabila kemampuan yang dimiliki tidak
dimanfaatkan dan dikembangkan dalam melaksanakan tugasnya. Dalam keadaan ini,
maka persepsi seseorang memegang peranan penting sebelum melaksanakan atau
memilih pekerjaannya.

Motivasi seseorang akan timbul apabila mereka diberi kesempatan untuk


mencoba dan mendapat umpan balik dari hasil yang diberikan. Oleh karena itu,
penghargaan psikis sangat diperlukan agar seseorang merasa dihargai dan diperhatikan
serta dibimbing manakala melakukan suatu kesalahan.

2. Lingkungan.
Faktor lingkungan juga memegang peranan penting dalam motivasi. Faktor
lingkungan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut.
a. Komunikasi:
penghargaan terhadap usaha yang telah dilaksanakan;
• pengetahuan tentang kegiatan organisasi;
• rasa percaya diri berhubungan dengan manajemen organisasi.
b. Potensial pertumbuhan:
• kesempatan untuk berkembang, karier, dan promosi;
• dukungan untuk tumbuh dan berkembang: pelatihan, beasiswa pendidikan dan
pelatihan manajemen bagi staf yang dipromosikan.
c. Kebijaksanaan individu:
• mengakomodasi kebutuhan individu: jadwal kerja, liburan, dan cuti sakit serta
pembiayaannya;
• keamanan pekerjaan;
• loyalitas organisasi terhadap staf;
• menghargai staf berdasarkan agama dan latar belakangnya;
• adil dan konsisten terhadap keputusan organisasi.
d. Upah/gaji: gaji yang cukup untuk kebutuhan hidup.
e. Kondisi kerja yang kondusif.

3. Peran manajer.
Peran manajer dapat memengaruhi faktor motivasi dan lingkungan. Peran
manajer juga mungkin memengaruhi faktor lain, bergantung pada tugas manajer
(bagaimana manajer bekerja dalam suatu organisasi). Secara umum, peran manajer
dapat dinilai dari kemampuannya dalam memotivasi dan meningkatkan kepuasan staf.
Kepuasan kerja staf dapat dilihat dari terpenuhinya kebutuhan fisik dan psikis.
Kebutuhan psikis tersebut dapat terpenuhi melalui peran manajer dalam
memperlakukan stafnya. Hal ini perlu ditanamkan kepada manajer agar menciptakan
suatu keterbukaan dan memberikan kesempatan kepada staf untuk melaksanakan tugas
dengan sebaik-baiknya. Manajer mempunyai lima dampak terhadap faktor lingkungan
dalam tugas profesional sebagaimana dibahas sebelumnya, yaitu komunikasi, potensial
perkembangan, kebijaksanaan, gaji atau upah, dan kondisi kerja.
Dua belas kunci utama dalam kepuasan kerja (Rowland dan Rowland, 1997:
517–518), adalah:
a. input;
b. hubungan manajer dan staf;
c. disiplin kerja;
d. lingkungan tempat kerja;
e. istirahat dan makan yang cukup;
f. diskriminasi;
g. kepuasan kerja;
h. penghargaan penampilan;
i. klarifikasi kebijaksanaan, prosedur, dan keuntungan;
j. mendapatkan dan mendapatkan kesempatan;
k. pengambilan keputusan;
l. gaya manajer.

Keberhasilan Penyelesaian Tugas Sebagai Strategi


Meningkatkan Kepuasan Kerja

Setelah manajer keperawatan menentukan bahwa program keperawatan dan


iklim organisasi tidak kondusif, mereka harus merancang strategi untuk menciptakan
situasi yang kondusif. Salah satu strategi yang perlu dipertimbangkan adalah rencana
kerja. Tujuan utama menyusun rencana pembagian tugas tersebut adalah untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi staf dalam melaksanakan tugasnya. Rencana
pembagian tugas terdiri atas tiga aspek, yakni pengembangan tugas, keterlibatan dalam
tugas, dan rotasi tugas.
Environment

Organizational Characteristics
Reward system
Goal setting and MBO
Selection
Training and development
Leadership
Organization structure

Individual (nurse)
Characteristics
Knowledge, QUALITY OF CARE
Skills,
Ability,
Motivation
Work behavior Organizational effectiveness Nurse & patient
Job Performance
Attitudes Satisfaction
Value & Norm Caring & ASKEP
MAKP

Work Characteristics
Objective performance
Feedback
Correction
Job design
Work schedule

Produktivitas (Kopelmen)
Figur 5.2 Work Productivity (Kopelmen, 1986)
Menurut Kopelman (1986) faktor penentu organisasi yakni kepemimpinan dan
sistem imbalan berpengaruh pada kinerja individu atau organisasi melalui motivasi,
sedangan faktor penentu organisasi, yakni pendidikan berpengaruh pada kinerja
individu atau organisasi melalui variabel pengetahuan, keterampilan atau kemampuan.
Kemampuan dibangun oleh pengetahuan dan keterampilan tenaga kerja.

1. Organizational characteristics.
a. Reward system.
Pemberian penghargaan merupakan suatu pernyataan yang menjelaskan apa
yang diinginkan rumah sakit dalam jangka panjang untuk mengembangkan dan
menerapkan kebijakan, praktik dan proses pemberian penghargaan yang mendukung
pencapaian tujuan dan memenuhi kebutuhan. Penghargaan diartikan sebagai suatu
stimulus terhadap perbaikan kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
b. Goal setting and MBO.
Visi adalah pernyataan tentang tujuan organisasi yang diekspresikan dalam produk
dan pelayanan yang ditawarkan, kebutuhan yang dapat ditanggulangi, kelompok masyarakat
yang dilayani, nilai-nilai yang diperoleh serta aspirasi dan cita-cita masa depan. Tenaga
keperawatan sebagai perpanjangan tangan dari rumah sakit dalam menerjemahkan visi dan
misi. Untuk itu perlu memahami dan menerapkan visi dan misi organisasi dalam
memberikan pelayanan keperawatan.
c. Selection.
Seleksi tenaga harus didasarkan pada the principles of the right man, on the
right place and on the right time.
d. Training and development.
Pelatihan (training) adalah proses pendidikan jangka pendek dengan
menggunakan prosedur yang sistematis dan terorganisir dalam pembelajaran kepada
tenaga keperawatan.
e. Leadership.
Pengertian kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni memengaruhi orang lain agar
mau bekerja sama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing
orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.
f. Organization structure dan culture.
Struktur organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan
antara yang satu dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi
dibatasi. Dalam struktur organisasi yang baik harus menjelaskan hubungan wewenang
siapa melapor kepada siapa.
2. Nurse characteristics.
a. Knowledge.
Pengetahuan dapat diartikan sebagai actionable information atau information
yang dapat ditindaklanjuti atau informasi yang dapat digunakan sebagai dasar untuk
bertindak, untuk mengambil keputusan dan untuk menempuh arah atau strategi tertentu.
b. Skills.
Skill sebagai kapasitas yang dibutuhkan dalam melaksanakan beberapa tugas.
Hard skills merupakan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan
teknis yang berhubungan dengan bidang ilmunya.
c. Ability.
Kemampuan seorang untuk melakukan sesuatu, ada banyak aspek yang dapat
dinilai dari variabel kemampuan, di antaranya kemampuan kognitif, afektif dan
psikomotor. Perawat perlu terus mengembangkan diri melalui uji kompetensi,
pendidikan formal dan nonformal.
d. Motivation.
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan
seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam motivasi ini
adalah intensitas, arah, dan ketekunan. Perawat perlu dipupuk motivasi yang tinggi
sebagai bentuk pengabdian dan altruisme pada kebutuhan pasien untuk kesembuhan.
e. Attitudes.
Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek. Komponen sikap, struktur sikap terdiri atas 3 komponen
yang saling menunjang yaitu kognitif, afektif, dan konatif.
f. Value dan Norm.
Nilai sebagai suatu sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping
sistem sosial dan karya. Nilai berperan sebagai pedoman menentukan kehidupan
setiap manusia. Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai makhluk budaya,
moral, religi, dan sosial. Perawat perlu memperhatikan aspek nilai dan norma dalam
melayani pasien.

3. Work characteristics.
a. Objective performance.
Tujuan dari manajemen kinerja adalah mengatur kinerja, mengetahui seberapa
efektif dan efisien suatu kinerja organisasi, membantu dalam menentukan keputusan
organisasi yang berkaitan dengan kinerja organisasi, kinerja tiap bagian dalam
organisasi, dan kinerja individual, meningkatkan kemampuan organisasi dan
mendorong karyawan agar bekerja sesuai prosedur, dengan semangat, dan produktif
sehingga hasil kerja optimal.

b. Feedback.
Umpan balik adalah hal yang penting dalam perbaikan kinerja perawat. Hal ini
karena membetulkan (memperbaiki) kesalahan: salah satu tugas pemimpin.

c. Job design.
Desain pekerjaan (job design) adalah fungsi penetapan kegiatan kerja seorang
atau sekelompok karyawan secara organisasional. Tujuannya untuk mengatur penugasan
kerja supaya dapat memenuhi kebutuhan organisasi.

d. Work schedule.
Dalam proses berjalan suatu organisasi dapat eksis di bidangnya, perlu
pengaturan waktu yang efektif sehingga memeperoleh hasil sesuai tujuan yang
diharapkan.

Kinerja (Performance)
Pengertian
Kinerja atau performance menurut Supriyanto dan Ratna (2007) adalah efforts
(upaya atau aktivitas) ditambah achievements (hasil kerja atau pencapaian hasil upaya).
Selanjutnya kinerja dirumuskan sebagai P = E + A.
Performance = Efforts + Achievement
Kinerja berasal dari kata to perform artinya (1) melakukan, menjalankan,
melaksanakan (To do or carry of a execute), (2) memenuhi atau melaksanakan
kewajiban suatu intense atau niat (to discharge of fulfill), (3) melaksanakan atau
menyempurnakan tanggung jawab (to execute or complete an understanding), (4)
melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin (to do what is expected
of a person, machine).
Robbins S, 1996, mendefinisikan kinerja sebagai fungsi interaksi antara
kemampuan (A=ability), motivasi (M=motivation) dan kesempatan (O=opportunity).
Performance = f.(AxMxO)
Dalam perkembangannya disadari bahwa dalam melaksanakan fungsi dan
kegiatan karyawan berhubungan dengan kepuasan dan tingkat besaran imbalan,
sehingga dapat ditambahkan faktor lain yaitu (1) harapan mengenai imbalan, (2)
persepsi terhadap tugas, (3) dorongan eksternal atau kepemimpinan (4) kebutuhan A
Maslow, (5) faktor pekerjaan (desain, umpan balik, pengawasan dan pengendalian).
Jadi kinerja merupakan gambaran pencapaian pelaksanaan (achievement) suatu
program kegiatan perencanaan strategis dan operasional organisasi (efforts) oleh
seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi baik secara kuantitas dan
kualitas, sesuai dengan kewenangan dan tugas tanggung jawabnya, legal dan tidak
melanggar hukum, etika dan moral. Kinerja sendiri merupakan penjabaran visi, misi,
tujuan dan strategi organisasi.

Psikologi
Persepsi
Sikap
Kepribadian
Belajar
Motivasi

Variabel Individu
Kemampuan dan ketrampilan
Mental
Fisik
Latar belakang
Keluarga Perilaku Individu (Apa yang dikerjakan)
Tingkat sosial Kinerja
Pengalaman (hasil yang diharapkan)
Demografis
Umur
Etnis
Jenis kelamin

Variabel Organisasi
Sumber daya
Kepemimpinan
Imbalan
Struktur
Desain pekerjaan

Figur 5.3 Diagram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja (Gibson, James L., Ivancevich,
John M., dan Donelly JR, James H., 1997)
Robbins (1996: 170–184) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap umum
individual terhadap pekerjaannya. Menurut Robbins ada yang perlu diingat yaitu bahwa
pekerjaan lebih dari sekadar menghadapi kertas, menunggu pelanggan, atau
mengendarai truk. Namun termasuk di dalamnya adalah bagaimana berhubungan
dengan rekan kerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijakan organisasi, menaati
standar kinerja, dan tinggal di dalam kondisi kerja yang sering kali tidak ideal.
Dari teori produktivitas menurut Kopelman, 1986. Faktor penentu organisasi
yakni kepemimpinan dan sistem imbalan berpengaruh ke kinerja individu atau
organisasi melalui motivasi, sedangkan faktor penentu organisasi, yakni pendidikan
berpengaruh pada kinerja individu atau organisasi melalui variabel pengetahaun,
keterampilan atau kemampuan. Kemampuan dibangun oleh pengetahuan dan
keterampilan tentang kerja.

Karakteristik Pengetahuan Sikap Niat Perilaku X


Individu Keyakinan
Pengetahuan, Kemampuan Aksesibilitas:
Sosio ekonomi
Jarak tempat tinggal
Struktural:
Pengalaman
Pendidikan
Sikap
Psiko sosial:
Kepribadian Niat
Kelas sosial

Perilaku X (Kinerja)

Kebutuhan
Harapan,
Demografi:
Keyakinan
Umur, seks
Norma Individu
Suku

Figur 5.4 Model Proses Perilaku X (Fishbein, 1979)

“Performance is defined as the record of outcomes produced on a specific job


function or activity during a specified time period” Robbin S.P, (2002). Kinerja
merupakan usaha dari hasil pekerjaan dalam menjalankan fungsi/tugas khusus atau
kegiatan selama periode tertentu.
Kinerja (performance) merupakan fungsi dari kemampuan (ability), motivasi
(motivation) dan kesempatan atau lingkungan kerja (opportunity).

Kemampuan

Performa

Motivasi Peluang

Figur 5.5 Hubungan antara kinerja dan faktor kinerja (Robbins S.P., 1990)
Ability (can do factors) dibangun oleh pengetahuan, keterampilan dan aptitude
seseorang, sedangkan motivasi (will do factors) dibangun oleh motivasi, personality.
Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang
dalam satu organisasi sesuai wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam
rangka upaya mencapai tujuan organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan
sesuai moral maupun etika . Kinerja merupakan penampilan hasil karya personel baik
kualitas maupun kuantitas dalam suatu organisasi. Kepuasan kerja sebagai sikap Umum
individual terhadap pekerjaannya. Kinerja adalah upaya (aktivitas) ditambah hasil
kerja, (Supriyanto dan Ratna, 2007).
Faktor Organisasi
Sumber Daya
Kepemimpinan
Imbalan
Struktur
Desain Kerja

Faktor Individu Faktor Psikologi


Kemamampuan dan keahlian (fisik dan mental) Persepsi
Latar Belakang (Keluarga, Tingkat Sosial, Pengalaman) Sikap
Kepribadian
Motivasi

Performa

Figur 5.6 Hubungan faktor organisasi, individu dan kinerja


Kinerja merupakan perilaku organisasi yang secara langsung berhubungan
dengan produksi barang atau penyampaian jasa. Informasi tentang kinerja organisasi
merupakan suatu hal yang sangat penting digunakan untuk mengevaluasi apakah proses
kinerja yang dilakukan organisasi selama ini sudah sejalan dengan tujuan yang
diharapkan atau belum. Akan tetapi dalam kenyataannya banyak organisasi yang justru
kurang atau bahkan tidak jarang ada yang tidak mempunyai informasi tentang kinerja
dalam organisasinya. Pengertian kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari
berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau manajer
sering tidak memperhatikan, kecuali jika keadaan sudah menjadi sangat buruk atau
segala sesuatu menjadi serba salah. Kadang beberapa atasan atau manajer tidak
mengetahui betapa buruknya kinerja yang ada sehingga perusahaan/ instansi
menghadapi krisis yang serius.
Kinerja merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai
prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam
perusahaan. Menurut Gibson (1997), ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja,
1. Faktor individu: kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman
kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang.
2. Faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja.
3. Faktor organisasi: struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem
penghargaan (reward system).
Sementara itu yang dimaksud dengan dimensi kinerja menurut Gomes, (1997),
memperluaskan dimensi prestasi kerja karyawan yang berdasarkan:
1. Quantity of work; jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang
ditentukan.
2. Quality of work; kualitas kerja berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan
kesiapannya.
3. Job knowledge; luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan ketrampilannya.
4. Creativeness; Keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan
untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.
5. Cooperation; kesetiaan untuk bekerja sama dengan orang lain.
6. Dependability; kesadaran dan kepercayaan dalam hal kehadiran dan penyelesaian
kerja.
7. Initiative; semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam
memperbesar tanggungn jawabnya.
8. Personal qualities; menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan, dan
integritas pribadi.

Faktor yang Memengaruhi Kinerja


Faktor yang memengaruhi kinerja ini sesuai dengan konsep kinerja (Robbins,
2002). faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation) adalah sebagai
berikut.
1. Human performance = ability + motivation.
2. Motivation = attitude + situation.
3. Ability = knowledge + skill.
Selanjutnya Robbins (2002) mengemukakan bahwa: Kinerja karyawan
(Employee Performance) adalah tingkat di mana karyawan mencapai persyaratan-
persyaratan pekerjaan. Penilaian kinerja (Performance Appraisal) adalah proses yang
mengukur kinerja karyawan. Penilaian kinerja pada umumnya mencakup aspek
kualitatif maupun kuantitatif dari pelaksanaan pekerjaan. Penilaian kinerja berkenaan
dengan seberapa baik seseorang melakukan pekerjaan yang ditugaskan atau yang
diberikan. Program penilaian karyawan yang dianut oleh perusahaan, dapat
menimbulkan kepercayaan moral yang baik dari karyawan terhadap perusahaan.
Adanya kepercayaan dikalangan karyawan bahwa mereka akan menerima imbalan
sesuai dengan prestasi yang dicapainya, akan merupakan rangsangan bagi karyawan
untuk memperbaiki prestasinya. Selanjutnya bila karyawan diberitahu kelemahan-
kelemahannya, maka dengan bantuan pimpinan mereka berusaha untuk memperbaiki
diri masing- masing. Penilaian karyawan dapat menimbulkan loyalitas terhadap
perusahaan bila pemimpin mengembangkan dan memajukan karyawannya melalui
pemberian sarana pendidikan khusus bagi karyawan yang memerlukannya.

C. Kepuasan

Pengertian
Kepuasan adalah persepsi terhadap produk atau jasa yang telah memenuhi
harapannya. Jadi kepuasan pelanggan adalah hasil dari akumulasi konsumen atau
pelanggan dalam menggunakan produk atau jasa (Irawan, 2003).
Kepuasan adalah model kesenjangan antara harapan (standar kinerja yang
seharusnya) dengan kinerja aktual yang diterima pelanggan. (Woodruff and Gardial
dalam Supriyanto, 2006)

Teori Model Kepuasan


Model, Kebutuhan, Keinginan, Utilisasi
Factor provider adalah terkait dengan karakteristik provider (pengetahuan dan
kemampuan, motivasi, etos kerja) dalam menyediakan layanan kesehatan. Selain itu
faktor variabel pekerjaan (desain pekerjaan, bahan kerja), dan faktor organisasi
(kepemimpinan, supervisi, imbalan pekerjaan) juga ikut memengaruhi sikap dan
perilaku provider.
Kebutuhan adalah suatu keadaan sebagian dari kepuasan dasar yang dirasakan
dan dan disadari. kebutuhan adalah penyimpangan biopsikososial, terkait dengan
kondisi sehat dan sakit seseorang (State of Health and illnes).
Kepuasan pelanggan menurut model kebutuhan ialah suatu keadaan di mana
kebutuhan, keinginan dan harapan pasien dapat dipenuhi melalui produk atau jasa
yang dikonsumsi. Oleh karena itu kepuasan pasien adalah rasio kualitas yang
dirasakan oleh pasiern dibagi dengan kebutuhan, keinginan dan harapan pasien.
Model kebutuhan adalah model yang menjelaskan faktor dominan pengaruh
dari perspektif pasien (masyarakat). Pada utilisasi ada dua kemungkinan bahwa
permintaan dan harapan masyarakat bisa dipenuhi. Kondisi ini disebut satisfied
demand, sedangkan bila masyarakat tidak mendapatkan seperti yang di minta dan
diharapakan, maka disebut unsatisfied demand. Unsatisfied demand adalah mereka
yang berharap berobat ke puskesmas, tetapi karena adanya barier (kendala) ekonomi
atau jarak, akhirnya berobat tradisional. Satisfied demand adalah mereka yang
menginginkan berobat ke puskesmas dan dapat terpenuhi keinginannya.

Kinerja yang
Dirasakan

Perasaan Puas Kepuasan Hasil

Persepsi Diskonfirmasi

Perbandingan
Standar

Figur 5.7 Teori kepusan pelanggan (Woodruff dan Gardial, 2002)

Model Kesenjangan (The Expectancy-Disconfirmation Model)


Woodruff dan Gardial (2002), mendefinisikan kepuasan sebagai model
kesenjangan antara harapan (standar kinerja yang seharusnya) dengan kinerja aktual
yang diterima pelanggan. Comparison standard ialah standar yang digunakan untuk
menilai ada tidaknya kesenjangan antara apa yang dirasakan pasien dengan standar
yang ditetapkan. Standar dapat berasal dari hal-hal berikut.
1. Harapan pasien, bagaimana pasien mengharapkan produk/jasa yang seharusnya dia
terima.
2. Pesaing. Pasien mengadopsi standar kinerja pesaing rumah sakit untuk kategori
produk/jasa yang sama sebagai standar perbandingan.
3. Kategori produk/jasa lain.
4. Janji promosi dari rumah sakit.
5. Nilai/norma industri kesehatan yang berlaku ( Supriyanto dan Ratna, 2007).
Kepuasan pelanggan (pasien)
Pasien adalah makhluk Bio-Psiko-Sosio-Ekonomi-Budaya, artinya dia
memerlukan terpenuhinya kebutuhan, keinginan dan harapan dari aspek biologis
(kesehatan), aspek psikologis (kepuasan), aspek sosio-ekonomi (papan, sandang,
pangan dan afiliasi sosial), dan aspek budaya. Siapapun yang mengetahui secara khusus
kebutuhan, keinginan ataupun harapan pelanggan atau pasien, maka dialah yang
mempunyai keuntungan berhubungan dengan pelanggan.
Kepuasan pelanggan terjadi apabila apa yang menjadi kebutuhan, keinginan,
harapan pelanggan dapat Anda penuhi, maka pelanggan akan puas. Kepuasan
pelanggan adalah perasaan senang atau puas bahwa produk atau jasa yang diterima
telah sesuai atau melebihi harapan pelanggan. kepuasan pasien adalah karena kepuasan
pasien merupakan salah satu indikator kualitas pelayanan yang kita berikan dan
kepuasan pasien adalah suatu modal untuk mendapatkan pasien lebih banyak lagi dan
untuk mendapatkan pasien yang loyal (setia). Pasien yang loyal akan menggunakan
kembali pelayanan kesehatan yang sama bila mereka membutuhkan lagi. Bahkan telah
diketahui bahwa pasien loyal akan mengajak orang lain untuk menggunakan fasilitas
pelayanan kesehatan yang sama.
Pasien yang loyal adalah “sarana promosi” yang murah. Memiliki pasien loyal
akan meningkatkan daya jual institusi pelayanan kesehatan demikian, juga
kemampuannya untuk berlaba (profitabillitas meningkat). Dengan demikian subsidi
silang untuk meningkatkan kualitas pelayanan maupun imbalan yang diberikan pada
seluruh SDM di Institusi pelayanan kesehatan tersebut juga akan dapat lebih
meningkat, kesejahteraan meningkat, gairah kerja tenaga kesehatan semakin meningkat
termasuk kemauan untuk meningkatkan kepuasan pelanggannya. Kinerja akan semakin
meningkat di mana pelayanan kepada pasien menjadi semakin baik, akibatnya pasien
akan menjadi semakin peuas dan bila pasien tersebut membutuhkan pelayanan
kesehatan lagi dia akan menggunakan kembali pelayanan yang sama.
Pelanggan loyal tidak sensitif terhadap tarif. Dalam jangka panjang pelanggan
loyal akhirnya akan memberikan profitabilitas rumah sakit. Oleh karena itu kepuasan
merupakan aset berharga. Namun dalam upaya memuaskan pelanggan, juga harus tetap
mempehatikan ukuran aspek yang lain, sehingga tidak terjadi over investment (biaya
upaya memuaskan pelanggan lebih besar dari pendapatan). Figur yang menunjukkan
hubungan antara kepuasan pelanggan internal dan eksternal dan kemampulabaan rumah
sakit (Kaplan, Norton, 1996).
Faktor-faktor yang memengaruhi kepuasaan

Ada beberapa faktor yang memengaruhi kepuasan pasien, yaitu sebagai berikut.
1. Kualitas produk atau jasa.
Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa
produk atau jasa yang digunakan berkualitas.

2. Harga.
Harga, yang termasuk di dalamnya adalah harga produk atau jasa. Harga
merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna
mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini memengaruhi pasien dari
segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien
mempunyai harapan yang lebih besar.

3. Emosional.
Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap
konsumen bila dalam hal ini pasien memilih institusi pelayanan kesehatan yang sudah
mempunyai pandangan, cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi.

4. Kinerja.
Wujud dari kinerja ini misalnya: kecepatan, kemudahan, dan kenyamanan
bagaimana perawat dalam memberikan jasa pengobatan terutama keperawatan pada
waktu penyembuhan yang relatif cepat, kemudahan dalam memenuhi kebutuhan
pasien dan kenyamanan yang diberikan yaitu dengan memperhatikan kebersihan,
keramahan dan kelengkapan peralatan rumah sakit.

5. Estetika.
Estetika merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat ditangkap oleh
pancaindra. Misalnya: keramahan perawat, peralatan yang lengkap dan sebagainya.

6. Karakteristik produk.
Produk ini merupakan kepemilikan yang bersifat fisik antara lain gedung dan
dekorasi. Karakteristik produk meliputi penampilan bangunan , kebersihan dan tipe
kelas kamar yang disediakan beserta kelengkapannya.
7. Pelayanan.
Pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan dalam pelayanan.
Institusi pelayanan kesehatan dianggap baik apabila dalam memberikan pelayanan
lebih memperhatikan kebutuhan pasien. kepuasan muncul dari kesan pertama masuk
pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan. Misalnya: pelayanan yang
cepat, tanggap dan keramahan dalam memberikan pelayanan keperawatan.

8. Lokasi.
Lokasi, meliputi, letak kamar dan lingkungannya. Merupakan salah satu aspek
yang menentukan pertimbangan dalam memilih institusi pelayanan kesehatan.
Umumnya semakin dekat lokasi dengan pusat perkotaan atau yang mudah dijangkau,
mudahnya transportasi dan lingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi
pasien.

9. Fasilitas.
Kelengkapan fasilitas turut menentukan penilaian kepuasan pasien, misalnya
fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana, tempat parkir, ruang tunggu yang
nyaman dan ruang kamar rawat inap. Walaupun hal ini tidak vital menentukan
penilaian kepuasan pasien, namun institusi pelayanan kesehatan perlu memberikan
perhatian pada fasilitas dalam penyusunan strategi untuk menarik konsumen.

10. Komunikasi.
Komunikasi, yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan
keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat
diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan bantuan terhadap
keluhan pasien.

11. Suasana.
Suasana, meliputi keamanan dan keakraban. Suasana yang tenang, nyaman,
sejuk dan indah akan sangat memengaruhi kepuasan pasien dalam proses
penyembuhannya. Selain itu tidak hanya bagi pasien saja yang menikmati itu akan
tetapi orang lain yang berkunjung akan sangat senang dan memberikan pendapat yang
positif sehingga akan terkesan bagi pengunjung institusi pelayanan kesehatan tersebut.

12. Desain visual.


Desain visual, meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan desain jalan yang tidak
rumit. Tata ruang dan dekorasi ikut menentukan suatu kenyamanan. (Klinis, 2007).
Indeks kepuasan

Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada kepuasan konsumen. Secara garis
besar dikategorikan dalam 5 kategori yaitu Producy Quality, Service Quality, Price
Emotional Factor, dan Cost of Aquiring (Supriyanto dan Ratna, 2007).

1. Product Quality.
Bagaimana konsumen akan merasa puas atas produk barang yang digunakan.
Beberapa dimensi yang membentuk kualitas produk barang adalah performance,
reliabillity, conformance, durability, feature dan lain-lain.

2. Service Aquality.
Bagaimana konsumen akan puas dengan jasa yang telah dikonsumsinya.
Dimensi service qulity yang lebih dikenal dengan servqual meliputi 5 dimensi yaitu
tangible, reliability, assurance, empathy, responsiveness. Skala nilai dinyatakan dengan
skala 1−5. Skala 1 adalah tidak puas dan skala 5 adalah puas. Nilai rerata skala adalah
nilai skor (skor=jumlah n pengukuran dikatakan skala).

3. Emotional Factor.
Keyakinan dan rasa bangga terhadap produk, jasa yang digunakan
dibandingkan pesaing. Emotional factor diukur dari preceived best score, artinya
persepsi kualitas terbaik dibandingkan pesaingnya.

4. Price.
Harga dari produk, jasa yang di ukur dari value (nilai) manfaat dibandingkan
dengan biaya yang dikeluarkan konsumen. Harga adalah harga pelayanan medis
(medical care) yang harus dibayar konsumen (Price is that which is given in an
exchange to aquire a good or service).

5. Cost of Aquaring.
Biaya yang di keluarkan untuk mendapatkan produk atau jasa.
DAFTAR PUSTAKA

Armstrong dan Baron. 2005. Productivity in Organization. London : Philadelpia.

As’ad, M. 2003. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty, hlm 45−64.

Azwar, S. 2000. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi ke 3. Jakarta: Bina Rupa Aksara,
hlm 287−321.

Brown, D. 2001. “Reward Strategies: From Intent to Impact.” http://www.amazon.co.uk/

Reward-Strategies-Intent-Duncan-Brown/dp/0852929056.

Davidow, Moshe 2003. “Have You Heard the Word? The Effect of Word of Mouth on
Perceived Justice, Satisfied and Repurchase Intentions Following Complain
Handling.” Journal of and Complaining Behavior. Vol.16 hlm. 67.

Gibson, J.L., J.M. Ivancevich, J.H. Donnelly, Jr. 2003. Organisasi, Perilaku, Struktur,
Proses. Jakarta: Bina Rupa Aksara, hlm 119−275.

Gordon. 2004. Organisasi, Perilaku, Struktur, Proses. Jakarta: Bina Rupa Aksara, hlm
119−275.

Herzberg F. 1977. One more time: how do you Motivate employee? The management
process. Edisi 2. New York: Macmillan.

Kopelman, R.E. 1986. Managing productivity in organizations. New York: Mc Graw- Hill.

Marquis, B.L. dan C. J. Huston. 1998. Management Decision Making for Nurses. 124 Case
Studies. Edisi 3. Philadelphia: J.B. Lippincott.

McCaffery, J., Heerey, M dan Bose, K. P. 2003. “Refining Performance Improvement Tools
and Methods: lessons and Challenges”. www.ispi.org.

Muhith, A. 2012. “Pengembangan model mutu asuhan keperawatan berdasarkan analisis


kinerja perawat dan kepuasan perawat serta pasien di RS Kabupaten Gresik”.
Disertasi tidak dipublikasikan. Program Pasca Sarjana. Universitas Airlangga.

Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta, hlm
36−54.

Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan. Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.

Parasuraman A, Zeithamal V, Berry L. (1985). “A conceptual model of service quality and


its impact for future research”. Journal of marketing, (Musim Gugur), hlm. 41−50.
arasuraman, A., Zeithaml, V., Berry, L. 1988. “Servequal: A Multiple-Item Scale For
Measuring Consumer Perception Of Service Quality”. Journal of Retailing.\
Zeithaml, V. 2001. Delivering Quality Service. New York: The Free Press. Perry dan Potter.
2003. Pocket and Guide Basic Skill and Procedure. Edisi 3

Robbins S.P. 2002. Organizational behavior. Edisi 10. 16 Oktober. San Diago State
University: Prentice Hall International Inc.

Rowland, H.S. dan B. L. Rowland. 1997. Nursing Administration Handbook. Edisi 4.


Marylan: An Aspen Pub.

Ruky, A.S. 2006. Sistem Manajemen Kinerja. Perfomence Management System Panduan
Praktis Untuk Merancang dan Meraih Kinerja Prima. Jakarta: PT. Gramedia.

Sadirman, A.M. 2003. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.

Summers C. 1994. “Self-Care: the Greatest Challenge for Nurses. Rev.” J Nurse Emprow.
4(3): 92–96.

Sudarsono. 2006. Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Supriyanto S., dan Ratna. 2007. Manajemen mutu, Health Advocacy. Surabaya

Woodruff dan Gardial. 2002. Practical-people Oriented Prespective. Kanada: Mc.Graw Hill,
hlm 36−45.

Trarintya, M. 2011. “Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan dan Word of Mouth
(Studi Kasus Pasien Rawat Jalan Di Wing Amerta RSUP Sanglah Denpasar)”. Tesis
Diterbitkan, Universitas Udayana. Denpasar.

Anda mungkin juga menyukai