HUSNUL HATIMA
F1E117024
BIODIVERSITAS
2017
A. Pengertian Keanekaragaman Spesies dan Keanekaragaman Genetik
Keanekaragaman hayati bagi manusia adalah pendukung kehidupan. Ia
memberi manusia memperoleh ruang hidup, dan di dalam ruang hidup itu tersedia
bekal kehidupan (flora, fauna, dan sebagainya) untuk dikelola secara bijaksana
oleh manusia, dimana sebenarnya manusia sendiri adalah salah satu komponen
keanekaragaman hayati. Meskipun begitu, masih banyak yang belum memahami
pentingnya peran keanekaragaman hayati sebagai penopang kehidupan. Oleh
sebab itu, saat ini sangat mendesak untuk dilakukan langkahlangkah penting
peningkatan kesadaran publik terhadap fakta dan permasalahan keanekaragaman
hayati (KH). Seluruh komponen masyarakat harus memahami biaya sosial dan
biaya lingkungan dari kemerosotan keanekaragaman hayati. Prioritas layak
diberikan pada pemberdayaan konstituen keanekaragaman hayati di tingkat lokal.
Keanekaragam hayati (biological-diversity atau biodiversity) adalah semua
makhluk hidup di bumi (tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme) termasuk
keanekaragaman genetik yang dikandungnya dan keanekaragaman ekosistem
yang dibentuknya (DITR 2007).
a. Keanekaragaman spesies
Keanekargaman spesies ditentukan dari kemampuannya untuk dapat
saling kawin secara bebas. Individu yang sama dapat melakukan sebuah
perkawinan untuk mempertahankan sifat dari induknya. Sifat seperti itu, tidak
akan terjadi jika perkawinan dilakukan oleh dua individu yang berbeda.
b. Keanekeragaman genetik
Misi dan tujuan konvensi ini adalah melindungi tumbuhan dan satwa liar
terhadap perdagangan internasional spesimen tumbuhan dan satwa liar yang
mengakibatkan kelestarian spesies tersebut terancam.
1) Apendiks I CITES
Appendix I merupakan lampiran yang memuat daftar dan melindungi
seluruh spesies tumbuhan dan satwa liar yang terancam dari segala bentuk
perdagangan internasional secara komersial. Perdagangan spesimen dari
spesies yang termasuk Appendix I yang ditangkap di alam bebas adalah
illegal dan hanya diizinkan hanya dalam keadaan luar biasa, misalnya untuk
penelitian, dan penangkaran. Satwa dan tumbuhan yang termasuk dalam
daftar Apendiks I, namun merupakan hasil penangkaran dianggap sebagai
spesimen dari Apendiks II dengan beberapa persyaratan.
Di Indonesia, tumbuhan dan satwa liar (TSL) yang masuk dalam Appendix I
CITES mamalia 37 jenis, Aves 15 jenis, Reptil 9 jenis, Pisces 2 jenis, total
63 jenis satwa dan 23 jenis tumbuhan.
Jenis itu misalnya semua jenis penyu (Chelonia mydas/penyu hijau,
Dermochelys coreacea/penyu belimbing, Lepidochelys olivacea/penyu
lekang, Eretmochelys imbricata/penyu sisik, Carreta carreta/penyu
tempayan, Natator depressa/penyu pipih), jalak bali (Leucopsar rothschildi),
komodo (Varanus komodoensis), orang utan (Pongo pygmaeus), babirusa
(Babyrousa babyrussa), harimau (Panthera tigris), beruang madu (Helarctos
malayanus), badak jawa (Rhinoceros sondaicus), tuntong (Batagur baska),
arwana kalimantan (Scleropages formosus) dan beberapa jenis yang lain.
2) Apendiks II CITES
Appendix IImerupakan lampiran yang memuat daftar dari spesies yang tidak
terancam kepunahan, tetapi mungkin akan terancam punah apabila
perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan. Selain itu, Apendiks
II juga berisi spesies yang terlihat mirip dan mudah keliru dengan spesies
yang di daftar dalam Apendiks I. Di Indonesia, yang termasuk dalam
Appendix II yaitu mamalia 96 jenis, Aves 239 jenis, Reptil 27 jenis, Insekta
26 jenis, Bivalvia 7 jenis, Anthozoa 152 jenis, total 546 jenis satwa dan
1002 jenis tumbuhan (dan beberapa jenis yang masuk dalam CoP 13). Satwa
yang masuk dalam Appendix II misalnya trenggiling (Manis javanica),
serigala (Cuon alpinus), merak hijau (Pavo muticus), gelatik (Padda
oryzifora), beo (Gracula religiosa), beberapa jenis kura-kura (Coura spp,
Clemys insclupta, Callagur borneoensis, Heosemys depressa, H. grandis, H.
leytensis, H. spinosa, Hieremys annandalii, Amyda cartileginea), ular pitas
(Pytas mucosus), beberapa ular kobra (Naja atra, N. Kaouthia, N. Naja, N.
Sputatrix, Ophiophagus hannah), ular sanca batik (Python reticulatus),
kerang raksasa (Tridacnidae spp), beberapa jenis koral, beberapa jenis
anggrek (Orchidae) dan banyak lainnya.
3) Apendiks III CITES
Appendix III merupakan lampiran yang memuat daftar spesies tumbuhan
dan satwa liar yang telah dilindungi di suatu negara tertentu dalam batas-
batas kawasan habitatnya, dan memberikan pilihan (option) bagi negara-
negara anggota CITES bila suatu saat akan dipertimbangkan untuk
dimasukkan ke Appendix II, bahkan mungkin ke Appendix I. Jumlah yang
masuk dalam Appendix II sekitar 300 spesies. Spesies yang dimasukkan ke
dalam Apendiks III adalah spesies yang dimasukkan ke dalam daftar setelah
salah satu negara anggota meminta bantuan para pihak CITES dalam
mengatur perdagangan suatu spesies. Di Indonesia saat ini tidak ada spesies
yang masuk dalam Appendix III.
DAFTAR PUSTAKA
file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/.../HO_ekologi_.pdf
https://noerdblog.wordpress.com/2011/04/15/konvensi-perdagangan-tumbuhan-
satwa-liar/