Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PRODUK PEMBIYAAN BANK SYARIAH

Dosen Pengampu:
Mardiyana S.pd

Disusun oleh:
Nadia Ananda (1800032070)
Tsania Hikmah Septiani (1800032077)
Syafira Salsabila(1800032161)
Maulana Yusuf(1800032177)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Penulis tentu menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta
kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca
untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.Demikian,semoga malalah ini dapat bermanfaat Terimakasih.

BAB 1
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pembiayaan merupakan salah satu bentuk dari solidaritas sosial. Pemiliki modal dan orang
yang membutuhkan modal untuk melakukan suatu kegiatan usaha atau untuk mengembangkan
suatu usaha yang telah berjalan. Menggerakkan roda perekonomian agar lebih produktif untuk
menekan tingkat pendapatan masyarakat agar mengalami peningkatan. Terciptanya lapangan
pekerjaan baru dan berkurangnya angka pengangguran dengan luasnya lapangan pekerjaan
yang di buka dengan adanya pembiayaan modal bagi para pebisnis.

Sejak terbentuknya undang-undang mengenai perbankan syariah yang bermula dari Undang-
undang No 7 Tahun 1992. Kemudian undang-undang perbankan syariah yang dipertegas
kembali pada Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Undang-undang mengenai perbankan
syariah lebih memiliki titik terang ketika disahkannya Undang-undang No. 21 Tahun 2008.
Akhirnya banyak dari sebagian perbankan membuka atau melakukan peralihan dengan
membentuk perbankan syariah demi menjaga kondisi kestabilan keuangan.

Dalam dunia perbankan dikenal dengan yang dinaman dengan produk pembiayaan. Pada
dasarnya sepintas dari segi tujuan produk pembiayaan yang dilakukan pihak perbakan
konvensional dan perbankan syariah memiliki persamaan yaitu melakukan pembiayaan atas
barang atau jasa yang di kehendaki oleh nasabah dengan tujuan memperoleh keuntungan yang
hanya dikehendaki pihak perbankan. Namun pada prinsipnya produk pembiyaan perbankan
syariah lebih mengarah pada ahklak yaitu mengedepankan pemberian bantuan pembiayaan
untuk mensejahterakan masyarakat dengan produk pembiayaan perbankan syariah itu sendiri
B.Rumusan Masalah

1. Apa saja yang ada pada produk pembiayaan bank syariah dengan Prinsip Jual beli pada
perbankan Syariah ?
2. Apa saja yang ada pada produk Pembiayaan Bank Syariah dengan Prinsip Syirkah pada
bank syariah ?
3. Apa saja yang ada pada produk Pembiayaan Bank Syariah dengan Prinsip Upah pada bank
syariah ?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui Pengertian, syarat dan rukun serta ketentuan pada pembiayaan bank
syariah dengan prinsip Jual Beli.
2. . Untuk mengetahui Pengertian, syarat dan rukun serta ketentuan pada pembiayaan bank
syariah dengan prinsip Syirkah.
3. Untuk mengetahui Pengertian, syarat dan rukun serta ketentuan pada pembiayaan bank
syariah dengan prinsip upah.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Produk Pembiayaan Bank Syariah dengan Prinsip Jual Beli


1. MURABAHAH
Kata murabahah berasal dari bahasa Arab, rabaha, yurabihu, murabahatan yang
berarti untung atau menguntungkan. Kata murabahah juga berasal dari
kata ribhun atau rubhun yang berarti tumbuh, berkembang, dan bertambah. Menurut
penjelasan Pasal 19 Huruf d Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
yang dimaksud dengan akad murabahah adalah ‘akad pembiayaan suatu barang dengan
menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnnya dengan harga yang
lebih sebagai keuntungan yang disepakati’. Senada dengan definisi ini, murabahah menurut
Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah adalah ‘menjual suatu barang
dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga
yang lebih sebagai laba. Berdasarkan definisi di atas, dapat dipahami bahwa
dalam murabahah harga beli dan harga jual plus keuntungan harus transparan dan diketahui
oleh para pihak yang melakukan transaksi.
Mekanisme Pengeluaran Produk Bank baru melaui dua tahap yaitu : Pelaporan, untuk
Produk yang memiliki karakteristik yang sama dengan Produk dalam buku Kodifikasi Produk
Perbankan Syariah, dan Persetujuan, untuk Produk yang memiliki karakteristik yang tidak
sama dengan Produk dalam buku Kodifikasi Produk Perbankan Syariah.
Jenis produk dalam buku Kodifikasi Produk diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu:
Penghimpunan Dana (Giro Syariah, Tabungan Syariah, dan Deposito Syariah), Penyaluran
Dana (Pembiayaan atas dasar akad Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Salam, Istishna’,
Ijarah, Qardh, serta Pembiayaan Multijasa) dan Pelayanan Jasa antara lain L/C Impor Syariah,
Bank Garansi Syariah, dan Penukaran Valas.
Akad murabahah merupakan salah bentuk produk pembiayaan yang berbasiskan jual
beli (bai’). Saat ini akad murabahah merupakan produk yang paling populer digunakan oleh
perbankan syariah dalam menjalankan aktivitas pembiayaanya. Menurut Laporan
Perkembagan Keuangan Syariah 2013 Otoritas Jasa Keuangan, penyaluran pembiayaan
perbankan syariah masih didominasi oleh akad murabahah. Pembiayaan murabahah tumbuh
25,6% (yoy), sehingga menempati pangsa 60% dari total pembiayaan BUS dan UUS.
Sedangkan pada pembiayaan BPRS pangsa akad murabahah mencapai 80,3%.
Rukun jual beli menurut mazhab Hanafi adalah ijab dan qabul yang menunjukkan
adanya pertukaran atau kegiatan saling memberi yang menempati kedudukan ijab dan qabul
itu. Rukun ini dengan ungkapan lain merupakan pekerjaan yang menunjukkan keridhaan
dengan adanya pertukaran dua harta milik, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Menurut
jumhur ulama’ ada 4 rukun dalam jual beli, yaitu :
1. orang yang menjual,
2. orang yang membeli,
3. sighat,
4. dan barang atau sesuatu yang diakadkan.
Keempat rukun di atas mereka sepakati dalam setiap jenis akad.
Sedangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan pembiayaan Murabahah, yaitu:
penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah, kontrak pertama harus sudah sesuai dengan
rukun yang ditetapkan, kontrak harus bebas riba, penjual harus menjelaskan kepada pembeli
bila terjadi cacat atau kerusakan barang sesudah pembelian, serta penjual harus menyampaikan
semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya pembelian dilakukan secara utang..
Secara prinsip, jika syarat dalam akad murabahah tidak terpenuhi, pembeli (nasabah)
mempunyai pilihan:
1. Melanjutkan pembelian seperti apa adanya
2. Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual
3. Membatalkan kontrak.
Syarat-syarat Murabahah menurut pendapat Wahbah al-Zuhailiy adalah sebagai
berikut:
1. Harga awal harus dimengerti oleh kedua belah pihak (penjual dan pembeli)
2. Besarnya keuntungan harus diketahui dan disepakati oleh kedua belah pihak
3. Penjual wajib menyampaikan keuntungan yang diinginkan dan pembeli mempunyai hak
untuk mengetahui bahkan menyepakati keuntungan yang akan diperoleh oleh penjual
4. Harga pokok dapat diketahui secara pasti satuannya
5. Murabahah tidak bisa dicampur dengan transaksi ribawi.

Tujuan utama dari pemberian suatu pembiayaan antara lain:


a. Mencari keuntungan yaitu untuk memperoleh return ditambah laba dari pemberian
pembiayaan tersebut. Hasil tersebut terutama dalam bentuk bagi hasil margin yang diterima
oleh bank sebagai balas jasa dan hanya administrasi pembiayaan yang diberikan kepada
nasabah.
b. Membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, bank dana investasi maupun untuk modal
kerja.
c. Membantu pemerintah agar semakin banyak pembiayaan yang diberikan oleh pihak
perbankan, mengingat semakin banyak pembiayaan yang disalurkan kepada masyarakat maka
akan berdampak kepada pertumbuhan di berbagai sektor.
Dilihat dari tujuan, maka dapat dikatakan bahwa pemberian suatu pembiayaan tidak
hanya menguntungkan bagi satu pihak saja yaitu pihak yang diberikan pembiayaan, melainkan
juga menguntungkan pihak yang memberikan pembiayaan.
Manfaat pembiayaan ditinjau dari berbagai segi:
1. Memungkinkan untuk memperluas dan mengembangkan usahanya.
2. Jangka waktu pembiayaan dapat disesuaikan dengan kebutuhan dana debitur, untuik
pembiayaan investasi dapat disesuaikn dengan kapasitas usaha yang bersangkutan dan untuk
pembiayaan modal kerja dapat dierpanjang berulang-ulang.

2. SALAM
Salam dalam akuntansi syariah adalah akad jual beli barang pesanan (muslam fiih)
dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam illaihi) dan pelunasannya dilakukan
oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
Landasan Hukum Akad Salam Bila merujuk pada Al-Qur’an dan Sunnah, terdapat
dalam Q.S. Al-Baqarah(2): 282. Kemudian dirujuk pada Hadist Nabi SAW, yaitu “Dari Ibn
‘Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW ketika datang ke Madinah, dan mendapati
penduduknya menggunakan akad salaf (salam) pada buah-buahan untuk 1,2,3 tahun. Dia
(SAW) berkata: “Barangsiapa yang melakukan transaksi salaf (pemesanan didepan),
hendaknya menyatakan (spesifik) dalam volume jelas, takaran jelas dan waktu yang jelas”.
Kemudian secara legal, akad salam tertulis dalam fatwa Dewan Syariah Nasional
(DSN) MUI No: 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam. Syarat akad salam :
a.Bank dapat bertindak sebagai pembeli dan atau penjual dalam suatu transaksi salam. Jika
Bank bertindak sebagai pembeli maka Bank melakukan transaksi salam, dan jika Bank
bertindak sebagai penjual maka Bank akan memesan kepada pihak lain untuk menyediakan
barang pesanan dalam salam paralel.
b. Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati di awal akad oleh nasabah dan Bank pada
akad pertama atau Bank dengan pemasok pada akad kedua. Ketentuan harga barang pesanan
tidak dapat berubah selama jangka waktu akad.
c. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis, macam,
kualitas dan kuantitasnya.
d. Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah disepakati antara nasabah dan
Bank atau Bank dan pemasok. Jika barang pesanan yang dikirim salah atau cacat maka Bank
atau pemasok harus bertanggung jawab atas kelalaiannya.

e. Pembayaran oleh nasabah kepada Bank tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang nasabah
atau dalam bentuk pemberian piutang.
f. Pendapatan salam diperoleh dari selisih harga jual kepada nasabah dan harga beli dari
pemasok.
g. Bank melakukan analisis atas permohonan pembiayaan dari nasabah yang antara lain
meliputi aspek personal berupa analisa karakter (character) dan/atau aspek usaha antara lain
meliputi analisa kapasitas usaha (capacity), keuangan (capital), dan/atau prospek usaha
(condition).
h. Kesepakatan dituangkan dalam perjanjian tertulis atau bentuk lain yang dapat dipersamakan
dengan itu.
i. Bank menerapkan transparansi informasi produk dan perlindungan nasabah sesuai ketentuan
yang berlaku. dan
j. Bank memiliki kebijakan dan prosedur untuk mitigasi risiko.
Tujuan/ Manfaat akad Salam :
a. Bagi Bank, (Sebagai salah satu bentuk penyaluran dana dan Memperoleh pendapatan)
b. Bagi Nasabah Memperoleh barang yang dibutuhkan sesuai spesifikasi tertentu.
Rukun akad salam :
a. terjadi antar dua belah pihak yang berakad yaitu penjual & pembeli
b. adanya ijab qabul
c. harga barang disepakati sesuai dengan kualitas barang dan harus diserahterimakan pada
waktu yang telah ditetapkan
Syarat-syarat akad salam
a.Tidak ada unsur penipuan
b. tidak ada unsur riba
c. waktu penyerahan barang pesanan harus sesuai dengan waktu yang ditetapkan,kalau tidak
ditetapkan maka tidak terjadinya jual beli.
3. ISTISHNA’
Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu
dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni')
dan penjual (pembuat/shani'). Sedangkan Istishna’ paralel adalah suatu bentuk akad Istishna
antara pemesan (pembeli/mustashni’) dengan penjual (pembuat/shani’), kemudian untuk
memenuhi kewajibannya kepada mustashni’, penjual memerlukan pihak lain sebagai shani’.
Pembiayaan Istishna’ adalah penyediaan dana dari Bank kepada nasabah untuk
membeli barang sesuai dengan pesanan nasabah yang menegaskan harga belinya kepada
pembeli (nasabah) kemudian pembeli (nasabah) membayarnya dengan harga yang lebih
sebagai keuntungan Bank yang disepakati.
Fatwa DSN MUI Nomor 06/DSN-MUI/VI/2000 Tentang Jual Beli Istishna’
menetapkan Fatwa tentang jual beli Istishna :

Pertama
Ketentuan tentang Pembayaran:

1. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau
manfaat.
2. Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan.
3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.

Kedua
Ketentuan tentang Barang:

1. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.


2. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
3. Penyerahannya dilakukan kemudian.
4. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
5. Pembeli (mustashni') tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
6. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.
7. Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan
memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad.

Ketiga:
Ketentuan lain:
1. Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya
mengikat.
2. Semua ketentuan dalam jual beli salam yang tidak disebutkan di atas berlaku pula
pada jual beli istishna'.
3. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan
di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan
Arbitrasi Syari'ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah

Dalam jual beli istishna, terdapat rukun yang harus dipenuhi yakni, pemesan
(mustashni’), penjual/pembuat (shani’), barang/objek (mashnu’), dan sighat (ijab qabul).
Sedangkan Syarat yang diajukan ulama untuk diperbolehkan transaksi jual beli istishna’adalah:

a. Adanya kejelasan jenis, macam, ukuran dan sifat barang, karena ia merupakan objek
transaksi yang harus diketahui spesifikasinya.

b. Merupakan barang yang biasa ditransaksikan/berlaku dakam hubungan antar manusia. Dan

c. Tidak boleh adanya penentuan jangka waktu, jika jangka waktu penyerahan barang
ditetapkan, maka kontak ini akan berubah menjadi akad salam.

Persyaratan akad Istishna’ di Perbankan Syariah adalah sebagai berikut:

a. Bank bertindak sebagai pihak penyedia dana maupun penjual untuk kegiatan transaksi
istishna’ dengan nasabah sebagai pihak pembeli.

b. Spesifikasi dan harga barang pesanan dalam istishna disepakati oleh pembeli dan penjual di
awal akad.

c.Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis, macam,
kualitas dan kuantitasnya. Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah
disepakati antara pembeli dan penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan salah atau cacat
maka penjual harus bertanggung jawab atas kelalaiannya.

d. Pembayaran oleh nasabah kepada Bank tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang nasabah
atau dalam bentuk pemberian piutang.

e. Bank tidak dapat meminta tambahan harga apabila nasabah menerima barang dengan
kualitas yang lebih tinggi, kecuali terdapat kesepakatan kedua belah pihak.

F. Bank tidak harus memberikan potongan harga (diskon) apabila nasabah menerima barang
dengan kualitas yang lebih rendah, kecuali terdapat kesepakatan kedua belah pihak.

g. Jangka waktu pembiayaan ditetapkan berdasarkan kesepakatan bank dan nasabah.


ih. Bank melakukan analisis atas permohonan pembiayaan dari nasabah yang antara lain
meliputi aspek personal berupa analisa karakter (character) dan/atau aspek usaha antara lain
meliputi analisa kapasitas usaha (capacity), keuangan (capital), dan/atau prospek usaha
(condition).

i. Kesepakatan pembiayaan dituangkan dalam perjanjian tertulis atau bentuk lain yang dapat
dipersamakan dengan itu.

j. Bank menerapkan transparansi informasi produk dan perlindungan nasabah sesuai ketentuan
yang berlaku.

k. Bank memiliki kebijakan dan prosedur untuk mitigasi risiko.

l. Bank memiliki sistem pencatatan dan pengadministrasian rekening yang memadai.

Karakteristik untuk akad Istishna yaitu: dapat dilakukan untuk mata uang rupiah atau
valuta asing (khusus untuk pembiayaan dalam valuta asing hanya hanya berlaku bagi Bank
yang telah mendapat persetujuan untuk melakukan kegiatan usaha dalam va-luta asing),
Pembiayaan dapat digunakan untuk tujuan modal kerja, investasi, atau konsumsi, Obyek
istishna’ dapat berupa properti, kendaraan bermotor, atau aset lainnya, Metode pengakuan
pendapatan istishna’ dapat dilakukan dengan menggunakan metode persentase penyelesaian
atau metode akad selesai, Dalam hal seluruh atau sebagian barang tidak tersedia sesuai dengan
waktu penyerahan, kualitas atau jumlahnya sebagaimana kesepakatan maka nasabah memiliki
pilihan untuk: (membatalkan akad dan meminta pengembalian dana kepada bank, menunggu
penyerahan barang tersedia; atau, meminta kepada bank untuk mengganti dengan barang
lainnya yang sejenis atau tidak sejenis sepanjang nilai pasarnya sama dengan barang pesanan
semula) dan, mekanisme pembayaran istishna’ disepakati dalam akad dan dapat dilakukan
dengan cara:

a. Pembayaran dimuka secara keseluruhan atau sebagian setelah akad namun sebelum
pembuatan barang.

b. Pembayaran saat penyerahan barang atau selama dalam proses pembuatan barang
(pembayaran per termin)

c. Pembayaran ditangguhkan setelah penyerahan barang.

d. Kombinasi dari cara pembayaran di atas..


Tujuan/ Manfaat akad Istishna’:
a. Bagi Bank: (Sebagai salah satu bentuk penyaluran dana dan Memperoleh pendapatan dalam
bentuk margin).
b. Bagi Nasabah Memperoleh barang yang dibutuhkan sesuai spesifikasi tertentu.

B. PRODUK PEMBIAYAAN BANK SYARIAH DENGAN PRINSIP SYIRKAH/BAGI


HASIL

A. MUDHARABAH

1. Pengertian Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Dalam konteks
praktisnya mudharabah adalah akad kerjasama bisnis anatara 2 pihak, yaitu pihak yang
mengelola usaha/pemilik bisnis (mudharib) dan pihak yang memiliki modal (shahibul maal).
Dalam akad tersebut poin pentingnya adaslah terletak diawal yaitu kesepakatan atas nisbah
bagi hasil.
Pada hari dimana mudharib telah balik modal dan memperoleh keuntungan maka ia akan
mengembalikan pokok modal yang didapat dari si shahibul maal ditambah keuntungan yang
dibagikan sesuai kesepakatan nisbah bagi hasil diawal akad.

2. Fatwa Mudharabah
Konsep akad mudharabah termaktub dalam Fatwa DSN MUI No : 07/DSN-
MUI/IV/2000 tentang pembiayaan mudharabah (qiradh). Dalam konteks fatwa tersebut
adalah mudharabah yang diterapkan oleh Lembaga Keuangan Syariah.

3. Landasan Al-Qur’an dan Hadist


Penentuan fatwa tersebut didasarkan pada beberapa dalil dari Al-Qur’an dan Hadist.
Pada Q.S. Al-Maidah [5] : 1 yang artinya, “wahai orang-orang yang beriman! Tunaikanlah
akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu.
(Yang demikian itu) dengan tidak mengalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan
haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendakinya”
Ayat tersebut menegaskan terkait pentingnya akad/perjanjian khususnya bagi orang-orang
yang memiliki iman didalam dirinya. Kemudian pada Q.S. Al-Baqarah 275 dan 278
menegaskan pada larangan terhadap riba.

Q.S. Al-Baqarah: 275, “Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
kemudian pada Q.S. Al-Baqarah: 278, “Hai orang–orang yang beriman! Bertaqwalah kepada
Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang yang beriman”. Ayat tersebut menjelaskan
solusi atas pengharaan riba yaitu jual-beli.

Selain itu, Nabi SAW bersabda,”Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka
buat kecuali syarat yang mengharamkan halal atau mengalalkan yang haram” (HR. Muslim,
Tirmizi, Nasa’i, Abu Daud dan Ibnu Majah). Ayat tersebut menjelaskan solusi atas
pengharam riba yaitu jual-beli.

4. Rukun dan Syarat Mudharabah

1. Shahibul maal dan mudharib harus memahami hukum


2. Sighat (ijab kabul)
3. Modal
4. Keuntungan mudharabah
5. Kegiatan usaha oleh mudharib

5. Jenis-Jenis Akad Mudharabah

Akad Mudharabah memiliki karakteristik yang berbeda tergantung dari jenisnya. Umumnya
terdapat dua jenis akad mudharabah diantaranya:

a. Mudharabah Mutlaqah
Akad Mudharabah ini memiliki karakteristik yaitu pemilik dana/modal (shahibulmaal)
memiliki kewenangan untuk melakukan apa saja atau mengintervensi bisnis yang berjalan
agar berhasil dan sesuai dengan tujuan bisnis yang telah disepakati antar kedua belah pihak.

Jadi misalkan kamu punya bisnis peternakan ikan, terus kamu melakukan
akad mudharabah dengan salah satu investor. Nah, investor tersebut berhak untuk
mengintervensi bisnis kamu sehingga ia dapat merubah sistem dalam bisnis kamu semisal
cara penjualan, rekrutmen sdm, pengelolaan keuangan dan sebagainya.
Tapi kamu tetap punya hak untuk mengelola bisnismu kok. Meskipun begitu apa yang akan
kamu lakukan perlu untuk didiskusikan dengan investormu.
b. Mudharabah Muqayyadah
Lain halnya dengan mudharabahmutlaqah yang mana shahibulmaal memiliki hak untuk
intervensi bisnis, pada mudharabahmuqayyadah, si shahibulmaal tidak memiliki hak untuk
mengatur bisnis si pengusaha.
Jadi ketika ada kesepakatan
akad mudharabah antara shahibulmaal dengan mudharib (pengusaha) maka kewenangan
untuk mengatur usaha 100% adalah hak dari pengusaha. Pemilik modal tidak memiliki hak
untuk mengatur usaha yang ia berikan modal.
Nasabah mengajukan pembiyaan kepada bank untuk memperoleh modal usaha. Bank
memberikan modal sebesar 100% untuk di kelola oleh nasabah yang memiliki keahlian
tertentu. Ketika akad berlangsung telah ditentukan proporsi bagi hasilnya. Jika terjadi
kerugian ketika menjalankan usaha yang bukan merupakan kelalaian nasabah maka kerugian
di tanggung oleh bank. Setelah proses usaha berjalan lalu keuntungan dibagi sesuai ketentuan
nisbah. Selain itu nasabah juga mengembalikan modal pokok kepada bank.

B. MUSYARAKAH
1. Pengertian Musyarakah
Musyarakah sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa
kata musyarakah berasal dari kata syaraka-yusyriku-syarkan-syarikatan-syirkatan yang
memiliki makna kerjasama atau kelompok. Bila merujuk pada definisi dari DSN
MUI, musyarakah adalah pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau
lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.Sehingga dalam hal ini akad musyarakah menekankan pada keterlibatan dua
pihak yang saling memberikan kontribusi berupa dana. Lain halnya dengan
akad mudharabah yang mana satu pihak memberikan dana sedangkan pihak lain
berkontribusi dalam bentuk tenaga. Hal lain yang membedakan
antara musyarakah dan mudharabah adalah bahwa ketika terjadi kerugian, pembagian atas
kerugian tersebut ditentukan berdasarkan porsi modal. Sedangan mudharabah kerugian
ditanggung penuh oleh pemilik modal. Adapun apabila dari perkongsian tersebut
memunculkan laba, maka pembagian atas laba tersebut sesuai dengan kesepakatan.
2. Fatwa Musyarakah
Akad musyarakah telah memiliki fatwa dari Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI yaitu pada
Fatwa DSN No: 08/DSN-MUI/IV/2000.

3. Landasan Al-Qur’an dan Hadist


Sebagai implementasi dari sistem ekonomi islam, tentunya akad musyarakah tidak ujug-ujug
diadakan. Terdapat landasan hukum dari al-qur’an dan sunnah terkait akad ini yaitu pada Q.S.
Ash Shad ayat 28. Pada ayat tersebut Allah SWT berfirman yang artinya, “Dan sesungguhnya
kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada
sebagian yang lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan amat
sedikitlah mereka ini.“
Kemudian diperkuat dengan hadist qudsi yang diri penghianatan, maka aku akan keluar dari
mereka. (HR Abu Daud)”
Dari hadist tersebut dapat dilihat bahwa dalam berserikat penjagaan amanah menjadi penting.
Karena Allah akan memberkahi usaha perkongsian yang dilandasi dengan amanah tanpa
khianat.
4. Rukun dan Syarat Musyarakah
1. Ijab qabul (shighat).
2. Dua pihak yang berakad (aqidain)
3. Obyek akad (mauqud alaih)
4. Nisbah bagi hasil (untung/rugi)
Syarat Musyarakah, salah satu pihak diperbolehkan untuk menerima atau mengirimkan
wakilnya untuk bertindak hukum terhadap objek sesuai dengan izin pihak – pihak
lainnya.Presentase pembagian keuntungan untuk masing-masing pihak yang hendaknya
diketahui ketika berlangsungnya akad. Keuntungan untuk masing – masing pihak ditentukan
berdasarkan presentase tertentu sesuai kesepakatan, tidak boleh ditentukan dalam jumlah
tertentu/pasti
5. Jenis-Jenis Akad Musyarakah
a. Musyarakah Pemilikan
Keadaan ini berlaku jika ada dua pihak atau lebih berbagi warisan yang sama, wasiat, atau
yang lainnya, yang menyebabkan terjadinya kepemilikan bersama sebuah aset oleh pihak-
pihak tersebut. Dalam hal ini, keuntungan dibagi berdasarkan yang dihasilkan oleh aset
tersebut.
b. Musyarakah Akad
Musyarakah akad terjadi berdasarkan kesepakatan yang dibuat oleh pihak-pihak pemilik
terkait dalam suatu usaha. Adapun akad ini terbagi dalam beberapa jenis:
Al-In’an
Syirkah in’an terjadi antara dua pihak atau lebih yang memberikan modal dalam jumlah
berbeda, dan keuntungan dibagi berdasarkan besaran porsi modal masing-masing yang telah
disetorkan. Jadi bila ada dua orang yang bersyirkan dengan syirkah inan katakanlah si A dan
si B. Maka modal si A tidak akan sama penyetorannya dengan modal si B
Mufawadah
Syirkah ini terjadi antara dua pihak atau lebih yang memberikan modal dengan jumlah yang
sama, dan keuntungan serta kerugian yang terjadi ditanggung bersama dalam jumlah sama
besar. Jadi bila ada dua orang yang bersyirkah dengan syirkah mufawadah katakanlah si A
dan si B. Maka modal si A dan si B disetorkan dalam jumlah yang sama.
A’mal/Abdan
Syirkaha’mal atau juga disebut sebagai syirkahabdan adalah terjadinya kerja sama antara dua
orang dengan profesi yang sama untuk menerima tawaran proyek pekerjaan tertentu, dan
keuntungan dibagi rata sesuai laba dari pekerjaan yang dilakukan. Berbeda dengan
dua syirkah sebelumnya yang menyertakan kontribusi berupa uang.
Pada syirkahabdan, kedua belah pihak tidak menyetorkan uang melainkan skill/pekerjaan.

Wujuh
Syirkah wujuh kerja sama atau percampuran antara pihak pemilik dana dengan pihak lain
yang memiliki kredibilitas ataupun kepercayaan. Syirkahwujuh dinamakan demikian karena
syirkah ini hanya mengandalkan wujuh (wibawa dan nama baik) para anggota, pembagian
untung rugi dilakukan secara negosiasi diantara para
Nasabah mengajukan pembiyaan kepada bank dengan akad musyarakah untuk mendapatkan
tambahan modal. Antara nasabah dan bank saling berkontribusi dalam usaha ini. Dalam hal
ini antara kedua belah pihak saling bekerja sama dalam mengelola usaha yang mana
keuntunganya dibagi sesuai kesepakatan, jika terjadi kerugian maka di tanggung bersama
sama dan tidak ada pihak yang dirugikan, jika terjadi kerugian maka di tanggung bersama
sama dan tidak ada pihak /yang dirugikan.

C. Produk Pembiayaan Bank Syariah dengan Prinsip Ijarah


1. Pengertian Ijarah
Ijarah berasal dari bahasa Arab yaiu Al Ajru yang berarti Al ‘Iwadhu atau imbalan atau
lebih dikenal dengan ganti atau upah. Dalam ekonomi syariah yang sudah dikenal Akad Al
Ijarah memiliki pengertian yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyah)
atas barang itu sendiri.
2. Syarat dan Rukun
• Sighat Ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang
berakad (berkontrak), baik secara verbal atau dalam bentuk lain.
• Pihak-pihak yang berakad: terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa dan
penyewa/pengguna jasa.
• Obyek akad ijarah adalah :
- Manfaat barang dan sewa; atau
- Manfaat jasa dan upah.

Syarat-syarat ijarah sebagai berikut:


• Dua orang yang berakad (akid). Menurut ulama Syafiiyah dan Hanabalah dua orang
yang berakad disyaratkan telah baligh dan berakal. Oleh sebab itu, apabila orang
yang belum atau tidak berakal ijarahnya tidak sah. Akan tetapi, ulama Hanafiyah dan
Malikiyah berpendapat bahwa kedua orang yang berakad tidak harus berakal dan
baligh. Oleh karenanya, anak yang baru mumayiz pun boleh melakukan akad ijarah,
hanya pengesahannya perlu persetujuan walinya.
• Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad
ijarah. Apabila salah seorang diantaranya terpaksa melakukan akad ini, maka akad
ijarah tidak sah.
• Sighat
Sighat ijarah adalah berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik
secara verbal, cengan cara penawaran dari penilik asset (lembaga keuangan syariah) dan
penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa (nasabah).
• Ujrah (upah)
Para ulama telah menetapkan syarat upah, yaitu:
a. Berupa harta tetap yang diketahui oleh kedua belah pihak.
b. Tidak boleh sejenis dengan barang manfaat dari ijarah, seperti menyewa rumah
dengan menempati rumah tersebut.
Tujuan dan Manfaat
a. Bagi Bank
1. Sebagai salah satu bentuk penyaluran dana.
2. Memperoleh pendapatan dalam bentuk imbalan/ujrah.
b. Bagi Nasabah
1. Memperoleh hak manfaat atas barang yang dibutuhkan.
2. Merupakan sumber pembiayaan dan layanan perbankan syariah untuk
memperoleh hak manfaat atas barang.
Ijarah Muntahiya Bitamlik
1. Pengertian
Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 dan Peraturan Bank Indonesia akad
ijarah muntahiya bittamlik" adalah Akad penyediaan dana dalam rangka
memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan
transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang.
Ijarah Muntahiya Bittamlik adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan
sewa lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang ditangan si
penyewa. Sifat permindahan kepemilikan ini pula yang membedakan dengan ijarah
biasa.
2. Rukun dan Syarat Ijarah Muntahia Bittamlik
1. Adanya pihak yang berakad.
2. Objek yang diakadkan.
3. Akad/sighat
3. Ketentuan
4. FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL Nomor 27/DSN-MUI/III/2002
Tentang Al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik
1. Ketentuan Umum:
Akad al-Ijarah al-Muntahiah bi al-Tamlik boleh dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
▪ Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad Ijarah (Fatwa DSN nomor:
09/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-
Tamlik.
▪ Perjanjian untuk melakukan akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik harus
disepakati ketika akad Ijarah ditandatangani.
▪ Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad.
2. Ketentuan tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik:
▪ Pihak yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiah bi al-Tamlik harus melaksanakan akad
Ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau
pemberian, hanya dapat dilakukan setelah masa Ijarah selesai.
▪ Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad Ijarah adalah wa'd (‫)الوعد‬,
yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada
akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa Ijarah selesai.
3. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di
antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi
Syari'ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
4. Tujuan / manfaat
a. Bagi Bank
- Sebagai salah satu bentuk penyaluran dana.
- Memperoleh pendapatan dalam bentuk imbalan/ujrah.
b. Bagi Nasabah
- Memperoleh hak manfaat atas barang yang dibutuhkan
- Merupakan sumber pembiayaan dan layanan perbankan syariah untuk memperoleh
hak manfaat atas barang dan/atau memperoleh peluang untuk mendapatkan
kepemilikan barang.
Ijarah Multi Jasa
1. Pengertian
Salah satu bentuk pelayanan jasa keuangan yang menjadi kebutuhan masyarakat
adalah pembiayaan multijasa, yaitu pembiayaan yang diberikan Lembaga Keuangan
Syariah (LKS) kepada nasabah dalam memperoleh manfaat atas suatu jasa.
Pembiayaan multijasa adalah suatu kegiatan penyaluran dana dalam bentuk
pembiayaan akad ijarah, dalam penyaluran jasa keuangannya antara lain: penyaluran
pelayanan jasa kesehatan, pendidikan, pernikahan dan lain-lain. Dalam pemberian
pembiayaan multijasa ini, bank syari‟ah akan memperoleh imbalan jasa (ujrah) atau fee
(upah) menurut kesepakatan di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan
presentase.
2. Syarat dan rukun
Persyaratan
✓ Bank dapat memperoleh imbalan jasa/ujrah/fee.
✓ Besarnya imbalan/ujrah/fee disepakati di awal akad dan dinyatakan dalam
bentuk nominal (bukan dalam bentuk persentase).
✓ Pembiayaan melibatkan tiga pihak yaitu Bank, nasabah, dan pihak ketiga.
✓ Bank melakukan analisis atas permohonan pembiayaan dari nasabah yang
antara lain meliputi aspek personal berupa analisa karakter (character)
dan/atau aspek keuangan.
✓ Kesepakatan pembiayaan dituangkan dalam perjanjian tertulis atau bentuk lain
yang dapat dipersamakan dengan itu.
✓ Bank menerapkan transparansi informasi produk dan perlindungan nasabah
sesuai ketentuan yang berlaku.
✓ Bank memiliki kebijakan dan prosedur untuk mitigasi risiko. Bank memiliki
sistem pencatatan dan pengadministrasian rekening yang memadai.

3. Tujuan / manfaat
a. Bagi Bank
- Sebagai salah satu bentuk penyaluran dana.
- Memperoleh pendapatan dalam bentuk imbalan/ujrah/fee.
b. Bagi Nasabah
- Memperoleh manfaat atas jasa tertentu seperti pendidikan, kesehatan, wisata,
dan/atau jasa/manfaat lainnya.

BAB.III
PENUTUP
Kesimpulan
Maskud pembiayaan perbankan syariah merupakan aktifa produktif dimana perbankan
memeberikan sejumlah dana kepada nasabah untuk memutar uang yang dimiliki oleh
perbankan dengan memperoleh margin (tambahan) atas pembiayaan.Beberapa tujuan daripada
pembiayaan yang dilakukan perbankan syariah berdasarkan penempatan (stakeholder) yaitu
ditujukan kepada pemilik, pegawai, masyarakat, pemerintah,bank.Manfaat daripada
perbankan syariah diantaranya yaitu Sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan
nasional atau tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Produk pembiayaan
perbankan meliputi pembiayaan yang bersifat konsumtif atau pembiayaan yang bersifat
produktif. Antara lain pembiayaan-pembiayan perbankan syariah Pembiayaan berprinsip jual
beli yaitu Murabahah, Salam, Istisna’ Pembiayaan berprinsip sewa yaitu Ijarah dan Ijarah
munthia bit-Tamlik Pembiayaan berprinsip bagi hasil yaitu Musyarakah, Mjdharabah dan
beberapa pembiayaan pelengkap yaitu, Hawalah, Kafalah, Rahn, Qard, dan wakalah
Saran
Bank syariah harus lebih memperhatikan strategi pembiyayan serta resiko apa saja yang akan
dihadapi Bank Syariah didalam menjalankan aktivitas operasionalnya yang sesuai dengan
prinsip syariah, tidak menggunakan sistem bunga melainkan sistem bagi hasil. Dalam
pembiayaan mudharabah, Bank Syariah berperan sebagai shahibul maal (pemilik dana). Oleh
karena itu semakin berkembangnya kompleksitas maka diperlukan adanya manajamen resiko
didalam perbankan syariah untuk bisa mengatur segala dan dapat menyeimbangkan strategi
bisnis dan juga masalah apa yamg akan dihadapinya harus lebih dulu siap .

Anda mungkin juga menyukai