Anda di halaman 1dari 11

Fatimah Lusi

17025424500
Daftar Kode Referensi
No Tahun Penulis Judul Referensi Topik Link Kode
1. 2013 Iin Indarti, Metode Penelitian https://publikasiilmiah.ums.ac.i A_001
Dwiyadi Pemberdayaan Kualitatif d/xmlui/bitstream/handle/1161
Surya Masyarakat Pesisir
7/4474/9.pdf?
Wardana Melalui Penguatan
Kelembagaan Di sequence=1&isAllowed=y
Wilayah Pesisir Kota
Semarang
2. 2010 S. Peran Komunikasi https://jurnal.ipb.ac.id/index.ph A_002
Amanah Pembangunan p/jurnalkmp/article/view/5691/
Dalam 4319
Pemberdayaan
Masyarakat
Pesisir
3. 2001 DR. Aspek Sosial https://www.crc.uri.edu/downl B_001
VICTOR Ekonomi oad/Proceeding_ToT_ICM.pdf#
P.H. Masyarakat Pesisir page=17
NIKIJULU Dan Strategi
Pemberdayaan
W
Mereka Dalam
Konteks Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir
Secara Terpadu
4. 2005 Yudi Sistem Sosial https://www.researchgate.net/ C_001
Wahyudin Ekonomi Dan profile/Yudi_Wahyudin2/public
Budaya Masyarakat ation/282662169_Sistem_Sosial
_Ekonomi_dan_Budaya_Masyar
Pesisir akat_Pesisir/links/5616cd5d08a
e90469c611602.pdf

5 2016 Mariana Pemberdayaan https://www.unisbank.ac.id/ojs A_003


Kristiyanti Masyarakat Pesisir /index.php/sendi_u/article/vie
Pantai Melalui w/4264/1270
Pendekatan Iczm
(Integrated Coastal
Zone Management)
6. 2016 Bayu Indra Gambaran Karies https://ppjp.ulm.ac.id/journal/i A_004
Sukmana Dengan ndex.php/dentino/article/view/
Menggunakan Dmf- 570/483
T Pada Masyarakat
Pesisir Pantai
Kelurahan Takisung
Kecamatan Takisung
Kabupaten Tanah
Laut
7. 2014 Putri Perencanaan https://journal.unnes.ac.id/sju/i A_005
Ameriyani Pengembangan Sub ndex.php/edaj/article/view/356
Sektor Perikanan 1
Laut Di Lima
Kecamatan Di
Kabupaten Rembang
8. 2014 Syahrida Peranan Sektor https://ppjp.ulm.ac.id/journal/i A_006
Ariani, Perikanan Dalam ndex.php/fs/article/view/6744/
Idiannor Pembangunan 5388
Mahyudin, Wilayah Dan
Emmy Sri Strategi
Mahreda Pengembanganya
Dalam Rangka
Otonomi Daerah
Kabupaten Balangan
9. 2017 Lestiawaty Analisis Peranan https://ejournal.unsrat.ac.id/in A_007
Gude, Perempuan Pada dex.php/akulturasi/article/view
Jeannette F. Rantai Nilai /16988
Pangemana
Pemasaran Tuna
n, Vonne
Lumenta Cakalang Di Tempat
Pelelangan Ikan
(Tpi) Aertembaga
Kota Bitung
10 2011 Otniel Peranan Nelayan https://ejournal.unsrat.ac.id/in A_008
Pontoh Terhadap dex.php/JPKT/article/view/181/
Rehabilitasi 144
Ekosistem Hutan
Bakau (Mangrove)

Summarize and Report Findings


-Bagaimana sejarah dan berkembangnya demografi sektor Perikanan di beberapa Negara?
Dan bagaimana perkembangannya di Indonesia?

Kode Referensi : A_001

Wilayah pesisir dan laut merupakan sebuah kawasan dinamis yang strategis untuk
pengembangan berbagai sektor usaha. Berkembangnya sejumlah sektor usaha, dengan
sejumlah stakeholder dalam pembangunan wilayah pesisir dan laut, tanpa adanya
keterpaduan dalam pengembangannya justru akan menciptakan konflikkonflik baru. Untuk
memecahkan permasalahan konflik antar kepentingan dalam pembangunan kawasan pesisir
dan laut, The World Commission on Environment and Development (WCED) pada tahun
1987 memberikan batasan dalam pembangunan suatu kawasan, termasuk pesisir dan laut.
Batasan tersebut meliputi 3 dimensi utama, yaitu dimensi ekonomi (efisien serta layak), sosial
(berkeadilan) dan ekologis (ramah lingkungan).Di sisi lain hasil tangkapan yang merupakan
sumber utama dijual bukan kepada konsumen langsung tapi kepada tengkulak atau kepada
nelayan lain yang kondisi ekonominya lebih baik (bakul ikan atau pedagang ikan), yang
mempunyai 2 fungsi yaitu sebagai pedagang ikan dan rentenir. Nelayan harus menjual
ikannya dengan harga yang sangat murah sebagai kompensasi pinjaman yang telah diberikan.
Kondisi ini yang menjerat leher nelayan, yang mau tidak mau harus dijalani demi kehidupan
dan di sisi lain mereka harus membayar bunga yang cukup tinggi.

Kode Referensi : A_002

Masyarakat pesisir memiliki kehidupan yang khas, dihadapkan langsung pada


kondisi ekosistem yang keras, dan sumber kehidupan yang bergantung pada
pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut (selanjutnya disingkat SDP). Masyarakat
pesisir terutama nelayan kecil, masih terbelit oleh persoalan kemiskinan dan keterbelakangan.
Terdapat persoalan tertentu terkait dengan aspek ekologis, sosial, dan ekonomi,
sehingga masyarakat pesisir masih tertinggal (Hanson 1984). Rendahnya taraf hidup
masyarakat pesisir dan akses yang terbatas akan aset dan sumber-sumber pembiayaan
bagi nelayan kecil merupakan persoalan utama yang dijumpai di kawasan pesisir.
Nelayan pun sangat rentan terhadap tekanan pemilik modal. Kegiatan pembangunan di
kawasan pesisir tidak terlepas dari daya dukung lingkungan, keberlangsungan sumberdaya
alam dan dilakukan secara terpadu oleh berbagai pihak terkait dengan menekankan
peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Ketersediaan Sumberdaya alam di
daratan seperti hutan, bahan tambang, dan mineral serta lahan pertanian produktif
semakin menipis sedangkan kebutuhan penduduk terus bertambah sejalan dengan
jumlah penduduk Indonesia yang terus meningkat dan diprediksikan akan mencapai
267 juta jiwa pada tahun 2015. Kebutuhan penduduk tersebut tidak akan mampu
dipenuhi seluruhnya oleh sumberdaya alam di daratan (Dahuri 2000) mengingat luas daratan
Indonesia hanya sepertiga dari luas Indonesia keseluruhan, yaitu 1.926.337 km2. Sektor
perikanan dan kelautan sangat potensial untuk dikembangkan, mengingat Indonesia
merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.506 buah pulau,
dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, dan luas laut sekitar 3,1 juta km2.

Kode Referensi : C_001

Hal menarik adalah bahwa bagi masyarakat pesisir, hidup di dekat pantai merupakan hal yang
paling diinginkan untuk dilakukan mengingat segenap aspek kemudahan dapat mereka
peroleh dalam berbagai aktivitas kesehariannya. Dua contoh sederhana dari kemudahan-
kemudahan tersebut diantaranya: Pertama, bahwa kemudahan aksesibilitas dari dan ke
sumber mata pencaharian lebih terjamin, mengingat sebagian masyarakat pesisir
menggantungkan kehidupannya pada pemanfaatan potensi perikanan dan laut yang terdapat
di sekitarnya, seperti penangkapan ikan, pengumpulan atau budidaya rumput laut, dan
sebagainya. Kedua, bahwa mereka lebih mudah mendapatkan kebutuhan akan MCK (mandi,
cuci dan kakus), dimana mereka dapat dengan serta merta menceburkan dirinya untuk
membersihkan tubuhnya; mencuci segenap peralatan dan perlengkapan rumah tangga, seperti
pakaian, gelas dan piring; bahkan mereka lebih mudah membuang air (besar maupun kecil).
Selain itu, mereka juga dapat dengan mudah membuang limbah domestiknya langsung ke
pantai/laut. Masyarakat pesisir mempunyai sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang
khas/unik. Sifat ini sangat erat kaitannya dengan sifat usaha di bidang perikanan itu sendiri.
Karena sifat dari usaha-usaha perikanan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
lingkungan, musim dan pasar, maka karakteristik masyarakat pesisir juga terpengaruhi oleh
faktor-faktor tersebut. Beberapa

Kode Referensi : B_001

masyarakat pesisir didefinisikan sebagai kelompok orang yang tinggal di daerah pesisir dan
sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan
sumberdaya laut dan pesisir. Definisi inipun bisa juga dikembangkan lebih jauh karena pada
dasarnya banyak orang yang hidupnya bergantung pada sumberdaya laut. Mereka terdiri dari
nelayan pemilik, buruh nelayan, pembudidaya ikan dan organisme laut lainnya, pedagang
ikan, pengolah ikan, supplier faktor sarana produksi perikanan. Dalam bidang non-perikanan,
masyarakat pesisir bisa terdiri dari penjual jasa pariwisata, penjual jasa transportasi, serta
kelompok masyarakat lainnya yang memanfaatkan sumberdaya non-hayati laut dan pesisir
untuk menyokong kehidupannya. Namun untuk lebih operasional, definisi masyarakat pesisir
yang luas ini tidak seluruhnya diambil tetapi hanya difokuskan pada kelompok nelayan dan
pembudidaya ikan serta pedagang dan pengolah ikan. Kelompok ini secara langsung
mengusahakan dan memanfaatkan sumberdaya ikan melalui kegiatan penangkapan dan
budidaya. Kelompok ini pula yang mendominasi pemukiman di wilayah pesisir di seluruh
Indonesia, di pantai pulau-pulau besar dan kecil. Sebagian masyarakat nelayan pesisir ini
adalah pengusaha skala kecil dan menengah. Namun lebih banyak dari mereka yang bersifat
subsisten, menjalani usaha dan kegiatan ekonominya untuk menghidupi keluarga sendiri,
dengan skala yang begitu kecil sehingga hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan
jangka waktu sangat pendek. Dari sisi skala usaha perikanan, kelompok masyarakat pesisir
miskin diantaranya terdiri dari rumah tangga perikanan yang menangkap ikan tanpa
menggunakan perahu, menggunakan perahu tanpa motor dan perahu bermotor tempel.
Dengan skala usaha ini, rumah tangga ini hanya mampu menangkap ikan di daerah dekat
pantai. Dalam kasus tertentu, memang mereka dapat pergi jauh dari pantai dengan cara
bekerjasama sebagai mitra perusahaan besar. Namun usaha dengan hubungan kemitraan
seperti tidak begitu banyak dan berarti dibandingkan dengan jumlah rumah tangga yang
begitu banyak.

Kode Referensi : A_003

laut adalah sumber utama penghidupan masyarakat pesisir yang hidup dari hasil laut atau
bahkan dapat dikatakan bahwa basis perekonomian masyarakat pesisir adalah sektor
perikanan. Tingginya unsur ketidakpastian dalam melaut, khususnya bagi masyarakat pesisir,
telah menjadi persepsi umum yang berkembang menyangkut kebutuhan hidup keluarga
nelayan dan umumnya masyarakat pesisir. Sejarah kemiskinan keluarga yang mengantungkan
hidup dari apa yang diberikan laut kemudian sering menjadi gambaran tekanan situasi sektor
ini. Di Kemukakan oleh Fadel Muhammad (2009) bahwa “Saat ini masih banyak nelayan
hidup dibawah garis kemiskinan, Kita upayakan dengan adanya regulasi mengenai nelayan
kita berharap bisa meningkatkan kesejahteraan yang lebih baik lagi dari sebelumnya.”
Pernyatan ini sesuai dengan kondisi nelayan di Pesisir pantai, yang sampai saat ini masih
bergelut dengan kemiskinan. Penghasilan yang didapat oleh buruh nelayan dan nelayan kecil
tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain budaya konsumtif, kecilnya
pendapatan telah menyebabkan mereka terjerat lingkaran hutang. Pengeluaran terbesar
mereka digunakan untuk melunasi hutang, belanja kebutuhan sehari-hari dan membayar
biaya sekolah. Penghasilan dari melaut langsung habis, sehingga mereka berhutang lagi dan
sulit keluar dari kemiskinan. Jika sudah begitu, kelompok perempuanlah yang bertanggung
jawab untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga dengan berjualan, mencari hutang, dan
menggadaikan barang yang dimilikinya. Tekanan situasi yang dialami masyarakat pesisir
tersebut diatas memungkinkan penggunaan segala cara dalam pemanfatan sumberdaya laut,
termasuk cara- cara yang tidak ramah lingkungan. Pernyatan tersebut bukanlah sebuah issue
belaka, tetapi sebuah realitas yang terjadi dan berkembang saat ini di hampir semua lokasi di
wilayah pesisir di Indonesia. Penduduk di wilayah pesisir pantai memiliki tingkat ekonomi
yang relatif rendah, dimana pada musim barat, sebagian nelayan tidak melaut dan sebagian
besar dari mereka hanya mengantungkan hidupnya pada ikan di laut. Dengan melihat hal
tersebut diatas, maka perlu dilakukan upaya pengembangan mata pencaharian alternatif
sebagai salah satu cara yang harus diprioritaskan.

Kode Referensi : A_004

Laporan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes RI tahun 2001 menyatakan
bahwa dari sejumlah penyakit yang dikeluhkan dan tidak dikeluhkan, prevalensi penyakit gigi
dan mulut adalah yang tertinggi meliputi 60% penduduk. Gigi dan mulut merupakan investasi
bagi kesehatan seumur hidup (Situmorang, 2008 dikutip Muliadi, 2014). Persentase
penduduk yang mempunyai masalah gigi dan mulut menurut Riskasdes tahun 2007 dan 2013
meningkat dari 23,2% menjadi 25,9%. Persentase penduduk yang menerima perawatan medis
gigi dari seluruh penduduk yang mempunyai masalah kesehatan gigi dan mulut meningkat
dari 29,7% tahun 2007 menjadi 31,1% pada tahun 2013. EMD (persentase penduduk yang
bermasalah gigi dan mulutnya dalam 12 bulan terakhir dikali persentase penduduk yang
menerima perawatan atau pengobatan gigi dari tenaga medis gigi) meningkat dari tahun 2007
(6,9%) menjadi 8,1% pada tahun 2013 . Masalah kesehatan gigi dan mulut yang cukup tinggi
(>35%) pada tahun 2013 berdasarkan Provinsi antara lain adalah Provinsi Sulawesi Selatan,
Kalimantan Selatan dan Sulawesi Tengah dengan EMD masing-masing 10,3%, 8% dan 6,4%.
Kabupaten Tanah Laut, salah satu daerah di Kalimantan Selatan pada tahun 2010 mempunyai
masalah kesehatan gigi dan mulut yang cukup tinggi (>35%), di mana dari 14.464 orang yang
diperiksa keadaan mulutnya, 5.140 orang perlu perawatan sedangkan jumlah yang menerima
perawatan hanya mencapai 4.095 orang (Bidang Bina Pelayanan Kesehatan 2010).
Berdasarkan kunjungan masyarakat yang bermasalah gigi dan mulutnya di Puskesmas
Takisung yaitu sejumlah 206 orang, 84 orang di antaranya perlu perawatan (Bidang Bina
Pelayanan Kesehatan 2010). Masyarakat pesisir adalah sekelompok warga yang tinggal di
wilayah pesisir yang hidup bersama dan memenuhi kebutuhan hidupnya dari sumber daya di
wilayah pesisir. Masyarakat yang hidup di kota-kota atau permukiman pesisir memiliki
karakteristik secara sosial ekonomis sangat terkait dengan sumber perekonomian dari wilayah
laut (Prianto, 2005), yaitu dengan memanfaatkan sumber daya alam atau jasa-jasa lingkungan
yang ada di wilayah pesisir, seperti nelayan, petani ikan, dan pemilik atau pekerja industri
maritim. Masyarakat pesisir yang didominasi oleh usaha perikanan pada umumnya masih
berada pada garis kemiskinan, mereka tidak mempunyai pilihan mata pencaharian, memiliki
tingkat pendidikan yang rendah, serta kurang mengetahui dan menyadari kelestarian sumber
daya alam dan lingkungan (Lewaherilla, 2002).

Kode Referensi : A_005

Pengembangan sektor perikanan merupakan pembangunan seluruh aspek yang mencakup


pembangunan sumber daya manusia yang bergerak di sektor perikanan tertuma nelayan,
pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana perikanan seperti pelabuhan perikanan,
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan lain-lain. Pembangunan untuk memanfaatkan potensi
sumber daya alam tersebut, harus lebih mengedepankan pengembangan dan pengelolaan pada
keseimbangan aspek ekologi dan ekonomi secara berkelanjutan. Perikanan merupakan
kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya laut dan
lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang
dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Sektor perikanan adalah salah satu sektor
andalan yang dijadikan pemerintah sebagai salah satu potensi meningkatkan pertumbuhan
ekonomi baik dalam skala lokal, regional maupun negara. Sektor ini merupakan sektor yang
selama ini belum dieksploitasi secara maksimal dan seringkali dianggap bagian dari sektor
pertanian, padahal sebagai suatu negara maritim Indonesia memiliki gugusan ribuan pulau
yang lebih dari 70% wilayahnya terdiri dari lautan, belum lagi potensi akan perairan tawar
yang sangat banyak khususnya di beberapa pulau besar. Kabupaten Rembang merupakan
Kabupaten yang terletak di Pantai Utara Provinsi Jawa Tengah, dengan luas wilayah sekitar
1.014 km2 dengan panjang garis pantai 63,5 km. 35% dari luas wilayah kabupaten Rembang
merupakan kawasan pesisir seluas 355,95 km2. Posisi Kabupaten Rembang yang dekat
dengan laut seharusnya menguntungkan karena mempunyai potensi sumber daya laut yang
besar. Namun kenyataannya kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Rembang masih kurang.
Kabupaten Rembang masuk dalam tingkat kemiskinan lebih dari 15 persen di Provinsi Jawa
Tengah. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Rembang pada tahun 2010 sebesar 138.450
jiwa. Ini berarti potensi laut perlu diarahkan pengembangnnya, sehingga perekonomian
Kabupaten Rembang bisa meningkat.

Kode Referensi : A_006

Kabupaten Balangan mempunyai sumber daya perairan yang cukup besar dan berpotensi
sebagai sumber pendapatan bagi keuangan daerah dalam upaya meningkatkan pendapatan
asli daerah, diharapkan peran pemerintah Kabupaten Balangan yang mempunyai wewenang
sebagai pelaksana eksplorasi dan pengelolaan kekayaan perairan harus bisa menggali potensi
dari sektor perikanan agar lebih optimal dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan pokok yang akan dikembangkan
adalah bagaimana peranan sektor perikanan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan
alternatif strategi pengembangan sektor perikanan dalam rangka otonomi daerah kabupaten
Balangan. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menerapkan teknik perencanaan
pembangunan wilayah Kabupaten Balangan. Sedangkan secara khusus penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui peranan sektor perikanan terhadap perekonomian Kabupaten
Balangan dan menetapkan alternatif strategi pengembangan sektor perikanan dalam rangka
otonomi daerah di Kabupaten Balangan.

Kode Referensi : A_007

Mayoritas warga di Kota Bitung bekerja sebagai nelayan, selain sebagai nelayan ada juga
yang menjadi ANS, pedagang dan sebagainya. Kota Bitung merupakan kota yang penduduk
perempuannya ikut turut serta berperan dalam membantu perekonomian keluarga, salah satu
contohnya yaitu sebagai pedagang ikan. Perempuan merupakan topik yang menarik untuk
ditelaah permasalahannya, baik dari segi peran, status, hak maupun kewajibannya. Tujuan
dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu (1) Untuk menganalisis peran, akses
dan kotrol atas asset dan sumberdaya dan kekuatan pengambilan kepeutusan perempuan
pedagang ikan (2) Untuk menganalisis peranan perempuan pedagang ikan pada rantai nilai
pemasaran tuna-cakalang. Penelitian bermanfaat sebagai : (1) Menerapkan ilmu pengetahuan
yang telah diperoleh selama kuliah melalui penelitian yang dilakukan dilapangan (2)
Menambah pengetahuan sebagai bekal dalam mengaplikasikan pengetahuan teoritik terhadap
masalah praktis (3) Memberikan sumbangan yang berarti bagi pemerintah dan berbagai pihak
juga sebagai bahan tambahan informasi pada yang membutuhkan.

Kode Referensi : A_008

Usaha rehabilitasi hutan bakau di beberapa daerah, baik di pulau Jawa, Sumatra, Sulawesi,
maupun Irian Jaya telah berulangkali dilakukan, namun hasil yang diperoleh relatif tidak
sesuai dengan biaya dan tenaga yang dikeluarkan oleh pemerintah. Salah satu penyebabnya
adalah kurang keterlibatan dan peran serta masyarakat dalam pengembangan wilayah,
khususnya rehabilitasi hutan bakau; dan masyarakat masih cenderung dijadikan obyek dan
bukan subyek dalam upaya pembangunan (Subing, 1995). Rehabilitasi hutan bakau
merupakan langkah perlindungan yang ramah lingkungan. Pelibatan masyarakat dalam
kegiatan rehabilitasi atau perbaikan ekosistem bakau penting untuk menumbuhkan rasa
memiliki dan rasa tanggung jawab dalam menjaga sumberdaya alam di sekitar tempat
tinggalnya. Pelibatan masyarakat dalam melestarikan hutan bakau ini perlu dimulai dari
pelatihan mengenai teknik-teknik rehabilitasi untuk mendukung program konservasi hutan
bakau

Bagaimana hubungan antar referensi menjelaskannya, apakah ada perbedaan atau

kesenjangan penjelasan dari beberapa referensi yang anda baca?


Kode Referensi Perbedaan atau Kesenjangan Isi Referensi
A_001 Penelitian ini akan memberikan Model Pemberdayaan Masyarakat Pesisir
sebagai salah satu pengembangan dari Program Pengembangan Masyarakat
Pesisir yang kurang maksimal berjalan dan kurang menyentuh masyarakat
wilayah paling ujung. Selain itu, penelitian ini mempunyai tujuan khusus untuk:
1) Meningkatkan soft skill meliputi motivasi untuk bekerja keras, disiplin,
mandiri dan bertanggngjawab. 2) Mengidentifikasi kelembagaan lokal koperasi
nelayan 3) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kelembagaan
koperasi nelayan 4) Menyusun model penguatan kelembagaan koperasi nelayan.
5) Membentuk kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir yang dilandasi
budaya local dalam rangka pembangunan wilayah pesisir. 6) Penguatan
permodalan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir. 7)
Meningkatkan peran dan partisipasi gender dalam rangka peningkatan ekonomi
rumah tangga.
A_002 Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah mendeskripsikan kondisi dan
permasalahan yang dihadapi masyarakat pesisir, khususnya komunitas nelayan
dan menganalisis peran dan strategi alternatif komunikasi pembangunan dalam
pemberdayaan masyarakat pesisir. Bagi pengambil kebijakan dibidang
pengembangan masyarakat pesisir, diharapkan penelitian ini dapat
berkontribusi sebagai referensi dalam mengembangkan masyarakat pesisir
melalui pendekatan dan strategi komunikasi yang efektif. Masalah merupakan
faktor yang dapat menyebabkan tidak tercapainya tujuan. Dalam konteks
masyarakat pesisir di lokasi kajian, ada kesenjangan antara kondisi saat ini dan
kondisi ideal yang diharapkan Secara konseptual.
B_001 Demikian juga banyak kemitraan nelayan dan perusahaan besar tidak berlanjut
karena ketidakadilan dalam pembagian hasil, resiko dan biaya. Malahan
sebaliknya, pola hubungan kemitraan antara nelayan dan swasta menjadi sesuatu
yang dinilai negatif oleh nelayan dan konsep yang bagus ini ditolak oleh
nelayan. Keseluruhan program dan pendekatan yang dilakukan untuk
meningkatkan pendapatan nelayan dan mengentaskan mereka dari kemiskinan
seperti yang diuraikan diatas, seperti membuang garam ke laut. Tiada bekas dan
dampak yang berarti. Kalau demikian maka sebetulnya ada sesuatu yang salah
dari program-program tersebut. Atau apa yang dilakukan tidak sesuai dengan
kebutuhan. Jadi ada kebutuhan lain yang sebetulnya merupakan kunci pokok
permasalahan. Bila hal tersebut bisa dipecahkan dan ada program-program
pembangunan ke arah itu, barangkali saja pendapatan nelayan sebagai
komponen utama masyarakat pesisir dapat ditingkatkan dan insidens kemiskinan
bisa diminimalkan.
C_001 Sistem pengelolaan di atas dapat berjalan dengan baik di dalam struktur
masyarakat yang masih sederhana dan belum banyak dimasuki oleh pihak luar.
Hal ini dikarenakan baik budaya, tatanan hidup dan kegiatan masyarakat relatif
homogen dan masingmasing individu merasa mempunyai kepentingan yang
sama dan tanggung jawab dalam melaksanakan dan mengawasi hukum yang
sudah disepakati bersama. Hal yang sangat menunjang efektifitas pelaksanaan
dan pengawasan dari hukum-hukum tersebut, dikarenakan adanya rasa memiliki
dan ketergantungan dari masyarakat akan keberadaan sumberdaya alam yang
ada dalam menunjang kehidupan mereka. Keadaan ini dapat menjamin
pemanfaatan sumberdaya alam secara lestari. Masyarakat yang strukturnya
masih sederhana (belum banyak dicampuri oleh pihak luar) memiliki sistem
pengelolaan yang berakar pada masyarakat (community based management), di
mana setiap proses-proses pengelolaan mulai dari perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan sampai kepada penerapan sanksi
hukum, dilakukan secara bersama oleh masyarakat. Konsekuensinya, segala
aturan yang telah dibuat dan disepakati bersama cenderung dapat dilakukan dan
ditaati dengan sepenuh hati. Di samping itu, setiap anggota masyarakat juga
merasa memiliki tanggung jawab dalam pengawasan dari aturan-aturan tersebut.
Banyak contoh dari praktek-praktek manajemen tradisional yang dapat dikaji
sebagai salah satu bentuk pendekatan pengelolaan sumberdaya alam yang
melibatkan partisipasi luas dari masyarakat pesisir.
A_003 Tekanan situasi yang dialami masyarakat pesisir tersebut diatas memungkinkan
penggunaan segala cara dalam pemanfatan sumberdaya laut, termasuk cara- cara
yang tidak ramah lingkungan. Pernyatan tersebut bukanlah sebuah issue belaka,
tetapi sebuah realitas yang terjadi dan berkembang saat ini di hampir semua
lokasi di wilayah pesisir di Indonesia. Penduduk di wilayah pesisir pantai
memiliki tingkat ekonomi yang relatif rendah, dimana pada musim barat,
sebagian nelayan tidak melaut dan sebagian besar dari mereka hanya
mengantungkan hidupnya pada ikan di laut. Dengan melihat hal tersebut diatas,
maka perlu dilakukan upaya pengembangan mata pencaharian alternatif sebagai
salah satu cara yang harus diprioritaskan. Dengan dikembangkannya model baru
untuk mengoptimalisasikan pemberdayaan masyarakat pesisir, masyarakat dapat
meningkatkan taraf hidupnya menjadi lebih baik. ICZM (Integrated Coastal
Zone Management) adalah pendekatan yang akan digunakan dalam
mengoptimalisasi pemberdayaan masyarakat pesisir pantai. Diharapkan dengan
pendekatan ICZM, tidak hanya pertumbuhan ekonomi masyarakat saja yang
akan membaik, tetapi juga menjamin pertumbuhan ekonomi yang dapat
dinikmati secara adil dan proposional oleh masyarakat di pesisir pantai.
A_004 Survey awal penelitian menunjukkan banyaknya masyarakat yang mengalami
sakit gigi dikarenakan giginya karies atau berlubang. Hal inilah yang
melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian mengenai gambaran karies
dengan menggunakan DMF-T pada masyarakat pesisir pantai di Kelurahan
Takisung Kecamatan Takisung Kabupaten Tanah Laut tahun 2015. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui gambaran karies dengan menggunakan DMF-T
pada masyarakat pesisir pantai di Kelurahan Takisung Kecamatan Takisung
Kabupaten Tanah Laut tahun 2015. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi dasar edukasi dalam bidang kesehatan gigi masyarakat pesisir pantai di
Kelurahan Takisung kecamatan Takisung Kabupaten Tanah Laut.
A_005 berdasarkan analisis Shift Share diketahui komoditas perikanan laut yang
memiliki keunggulan kompetitif adalah sebagai berikut : a. Kecamatan Rembang
: komoditas ikan layang dan teri. b. Kecamatan Sarang : komoditas ikan bawal
hitam, kembung, selar, tembang, tongkol, cumi-cumi, dan lain-lain. c.
Kecamatan Kragan : komoditas ikan layang, kembung, selar, tembang, tongkol,
dan lain-lain. 2. Dari hasil analisis Tipologi Klassen dapat disimpulkan
komoditas perikanan laut yang dapat dikembangkan di lima kecamatan di
Kabupaten Rembang adalah sebagai berikut: Kecamatan Rembang adalah petek,
pari, dan lainlain; Kecamatan Sarang adalah layang; Kecamatan Kragan adalah
bawal hitam, tenggiri, dan cumi-cumi; Kecamatan Kaliori adalah teri;
Kecamatan Sluke adalah bawal hitam dan teri. 3. Dilihat dari hasil analisis
Skalogram dapat disimpulkan bahwa 5 kecamatan di Kabupaten Rembang
dibuat dalam 3 hirarki. Hirarki I yaitu Kecamatan Rembang, kemudian tidak ada
kecamatan yang masuk dalam hirarki II, dan yang masuk dalam hirarki III yaitu
Kecamatan Sarang, Kragan, Kaliori, dan Sluke. 4. Perencanaan pengembangan
sub sektor perikanan laut yaitu dengan melihat potensi tiap kecamatan untuk
diarahkan pengembangannya menjadi sentra penghasil perikanan laut dan sentra
industri pengolahan perikanan laut. Kecamatan yang arah pengembangannya
menjadi penghasil perikanan laut yaitu Kecamatan Rembang, Sarang, Kragan,
234 Kaliori, dan Sluke. Sedangkan kecamatan yang arah pengembangannya
menjadi sentra industri pengolahan perikanan laut yaitu Kecamatan Rembang
dan Kecamatan Kaliori.
A_006 Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan pokok yang akan
dikembangkan adalah bagaimana peranan sektor perikanan dalam rangka
pelaksanaan otonomi daerah dan alternatif strategi pengembangan sektor
perikanan dalam rangka otonomi daerah kabupaten Balangan. Secara umum
penelitian ini bertujuan untuk menerapkan teknik perencanaan pembangunan
wilayah Kabupaten Balangan. Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui peranan sektor perikanan terhadap perekonomian Kabupaten
Balangan dan menetapkan alternatif strategi pengembangan sektor perikanan
dalam rangka otonomi daerah di Kabupaten Balangan.
A_007 Tujuan dari penelitian ini yaitu (1) Untuk menganalisis peran, akses dan kotrol
atas asset dan sumberdaya dan kekuatan pengambilan kepeutusan perempuan
pedagang ikan (2) Untuk menganalisis peranan perempuan pedagang ikan pada
rantai nilai pemasaran tuna-cakalang. Penelitian bermanfaat sebagai : (1)
Menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama kuliah melalui
penelitian yang dilakukan dilapangan (2) Menambah pengetahuan sebagai bekal
dalam mengaplikasikan pengetahuan teoritik terhadap masalah praktis (3)
Memberikan sumbangan yang berarti bagi pemerintah dan berbagai pihak juga
sebagai bahan tambahan informasi pada yang membutuhkan.
A_008 Ekosistem hutan bakau memiliki fungsi ekologis dan ekonomis yang penting
dalam pembangunan, khususnya di wilayah pesisir. Meskipun demikian, kondisi
hutan bakau di Indonesia terus mengalami kerusakan dan pengurangan luas
lahan dengan kecepatan kerusakan mencapai 530.000 ha/tahun. Sementara laju
penambahan luas areal rehabilitasi bakau yang dapat terealisasi masih jauh lebih
lambat dibandingkan dengan laju kerusakannya, yaitu hanya sekitar 1.973
ha/tahun atau 0,4 %/tahun dari total kecepatan kerusakan hutan bakau. Di
Sulawesi Utara, bakau tumbuh hampir di sepanjang pantai Molas, Wori serta
pantai Utara dan Timur Kecamatan Likupang. Taman Nasional Bunaken (TNB)
memiliki luas total sekitar 1.800 Ha yaitu 20% terdiri dari hutan bakau dengan
rincian mengelilingi pulau Mantehage (±1.435 Ha), pulau Bunaken (±75 Ha),
pulau Manado Tua (± 7,7 Ha), Pulau siladen dan pulau Nain (± 7 Ha). Di pesisir
bagian utara Malalayang dan Wori 235 Ha dan Arakan Wawontulap seluas 933
Ha (Anonimous, 2005). Hutan bakau Desa Tiwoho Kecamatan Wori Kabupaten
Minahasa Utara memiliki luas 62,5 Ha. Oleh karena itu, perlu dilakukan
berbagai upaya untuk memulihkan kembali hutan bakau yang rusak agar dapat
kembali memberikan fungsinya bagi kesejahteraan manusia dan mendukung
pembangunan wilayah pesisir. Keikutsertaan masyarakat dalam upaya
merehabilitasi dan pengelolaan bakau dapat menjadi kunci keberhasilan
pelestarian bakau. Terutama nelayan, dimana nelayan dalam aktifitas sehari-hari
berhubungan langsung dengan ekosistem hutan bakau. Jadi nelayanlah yang
secara langsung merasakan manfaat dari ekosistem hutan bakau. Untuk itu,
kegiatan pemberdayaan masyarakat pesisir melalui kajian pengetahuan nelayan
dan bagaimana respon nelayan terhadap rehabilitasi ekosistem hutan bakau.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengkaji tingkat pengetahuan dan
respon nelayan terhadap rehabilitasi ekosistem hutan bakau, yang mengambil
lokasi penelitian Desa Tiwoho Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara.
Propinsi Sulawesi Utara

Anda mungkin juga menyukai