Anda di halaman 1dari 7

AKTIVITAS ANTIBAKTERI KAYU SIWAK (Salvadora persica)

FRAKSI ETER TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus


SECARA IN VITRO
Riza Amalia1, Nurul Marfu’ah2, Surya Amal3
1
Mahasiswa Program Studi Farmasi UNIDA GONTOR
2,3
Staf Pengajar Program Studi Farmasi UNIDA GONTOR
Pondok Modern Gontor Putri 1, Mantingan, Ngawi 63257 INDONESIA
rhizaamalia@gmail.com

ABSTRAK

Bersiwak merupakan salah satu sunnah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Senyawa
didalam kayu siwak yaitu terpenoid, alkaloid, tanin dan flavonoid berfungsi sebagai antibakteri pada
penyakit periodontal karena infeksi bakteri misalnya oleh Staphylococcus aureus. Oleh karena itu
perlu dilakukan proses ekstraksi dan fraksinasi untuk mendapatkan senyawa aktif di dalam kayu siwak
yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus. Penelitian ini merupakan
penelitian eksperimental dengan metode Rancangan Acak Lengkap. Ekstrak etanol kayu siwak
difraksinasi dengan pelarut eter. Skrining fitokimia menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
dan uji tabung serta uji aktivitas antibakteri dilakukan menggunakan konsentrasi 50% v/v, 25% v/v,
12,5% v/v dan 6,25% v/v dengan metode difusi sumuran, metronidazole sebagai kontrol positif dan
DMSO sebagai kontrol negatif. Data dianalisis menggunakan uji One Way ANOVA. Kayu siwak
fraksi eter memiliki penghambatan sebesar 14,6-20,8 mm dan termasuk dalam kategori kuat. Ekstrak
etanol kayu siwak fraksi eter memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus
dengan zona hambat terbesar pada konsentrasi 50% v/v yaitu sebesar 20,8 mm dan terkecil pada
konsentrasi 12,5% v/v yaitu sebesar 14,6 mm. Senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam
kayu siwak fraksi eter yaitu terpenoid, alkaloid dan tanin.

Kata kunci: Antibakteri, Kayu Siwak, Fraksinasi, Eter, Staphylococcus aureus

ABSTRACT

Using miswak is one of sunnah performed by Prophet Muhammad SAW and it contains a variety of
compounds including these terpenoids, alkaloids, tannins and flavonoids which function as an
antibacterial on the periodontal disease. Therefore, extraction and fractionation process were done to
get the active compounds in miswak wood that has antibacterial activity against Staphylococcus
aureus. This study is an experimental research with Complete Random Design methods. Ethanol
extract separated using miswak from solvent of ether. Screening phytochemicals on thin Layer
Chromatography (TLC) and test tube, the antibacterial activity was done using diffusion method with
a concentration of 50% v/v, 25% v/v, 12.5% v/v and 6.25% v/v, metronidazole as a positive control
and a DMSO as the negative control. The data obtained were then analyzed using One Way ANOVA
test. Wood of miswak from ether fraction provide inhibition of 14.6-20.8 mm included strong category.
The use of metronidazole as positive controls provide significant inhibitory against Staphylococcus
aureus and the solvent DMSO as a negative control did not provide any inhibitory area. As for the
description of the zone of inhibition against Staphylococcus aureus bacteria. Miswak wood from ether
has antibacterial activity against Staphylococcus aureus with fraction of ether concentration of 12.5%
v/v and smallest zone amounting 14.6 mm. Whereas at the greatest concentration found in the
inhibition of 50% v/v with the average diameter of the zone of drag of 20.8 mm, with secondary
metabolites contained in miswak fraction of ether is these terpenoids, alkaloids and tannins.

Keywords: Antibacterial, Miswak, Fractionation, Ether, Staphylococcus aureus

1 Pharmasipha, Vol.2, No.1, Maret 2018


1. Pendahuluan siwak dengan metode perkolasi dapat
Islam merupakan agama yang mengatur menghambat bakteri Staphylococcus aureus
segala aspek kehidupan termasuk cara menjaga isolat 248 yang resisten terhadap
kebersihan dan kesehatan. Salah satu menjaga multiantibiotik pada konsentrasi 25% b/v
kebersihan dan kesehatan gigi adalah bersiwak. secara in vitro.
Bersiwak merupakan amalan yang dilakukan Berdasarkan latar belakang diatas dan
oleh Nabi Muhammad SAW dan bernilai penelitian yang telah ada, penelitian yang akan
pahala bagi yang melaksanakannya. Rasulullah dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui
SAW bersabda: aktivitas antibakteri kayu siwak fraksi eter
‫صلَّى اللهُ َعلَ ْْي ِه‬ ُ ‫ي اللهُ َع ْنهُ أ َ َّن َر‬
َ ‫س ْو َل الل ِه‬ َ ‫ض‬ ِ ‫َع ْن أ َ ِب ْي ه َُري َْرة َ َر‬ terhadap bakteri Staphylococcus aureus secara
ُ َ َ
‫اس َل َم ْرت ُه ْم‬ َّ َ َ ُ
ِ ‫ قَا َل لَ ْو الَ أ َ ْن أشق َعلى أ َّمتِى أ ْو َعلى الن‬:‫سلَّ َم‬
َ َّ ُ َ َ ‫َو‬ in vitro. Pemanfaatan kayu siwak yang
)‫اك (رواه البخار‬ ِ ‫ِبالس َِو‬ mengandung senyawa antibakteri dapat
“Seandainya tidak memberatkan umatku, digunakan sebagai alternatif dalam mengobati
sungguh aku akan memerintahkan mereka penyakit periodontal berupa infeksi yang
untuk menggunakan siwak sebelum disebabkan oleh bakteri Staphylococcus
melaksanakan shalat” (HR. Bukhari). aureus.
Kayu siwak (Salvadora persica) adalah
tumbuhan yang banyak terdapat di daerah 2. Tinjauan Teoritis
Timur Tengah dan biasanya digunakan untuk 2.1 Kayu Siwak
membersihkan gigi serta mulut. Bagian yang Klasifikasi kayu siwak berdasarkan pada
dimanfaatkan untuk bersiwak adalah berupa determinasi tanaman di UPT Materia Medica
batang, ranting dan akar (Noumi, 2011). Batu yaitu Kingdom (Plantae), Divisi
Senyawa aktif yang terdapat pada batang kayu (Magnoliopsida), Ordo (Brassicales), Famili
siwak diantaranya adalah terpenoid, (Salvadoraceae), Genus (Salvadora), dan
trimetilamin, alkaloid, klorida, fluorida, silika, Spesies (Salvadora persica L.). Menurut
sulfur, vitamin c, tanin, saponin, flavonoid, dan Fathurrohman (2013), kayu siwak memiliki
steroid (Fathurrohman, 2013). Senyawa banyak kandungan metabolit sekunder yang
terpenoid, alkaloid, tanin dan flavonoid dapat aktif dan dapat bermanfaat sebagai antibakteri
diperoleh dengan cara fraksinasi. yaitu terpenoid, alkaloid, tanin dan flavonoid.
Fraksinasi adalah pemisahan senyawa-
senyawa berdasarkan tingkat kepolaran dan 2.2 Fraksinasi
dilakukan setelah proses ekstraksi (Harbone, Fraksinasi merupakan suatu prosedur
1987). Pelarut yang digunakan dalam proses pemisahan senyawa berdasarkan perbedaan
fraksinasi yaitu pelarut eter. Pelarut eter yang kepolarannya (Harbone, 1987). Sebelum
bersifat non polar dimungkinkan akan menarik dilakukan proses fraksinasi, bahan yang
senyawa yang bersifat non polar seperti digunakan harus melewati
terpenoid (Alfianingsih, 2016). Senyawa proses ekstraksi. Ekstraksi adalah proses
tersebut dapat digunakan sebagai antibakteri penarikan komponen aktif yang terkandung
pada bakteri penyebab periodontal seperti dalam tanaman menggunakan bahan pelarut
bakteri Staphylococcus aureus yang yang sesuai dengan kelarutan komponen
menyebabkan infeksi pada mukosa dan kulit aktifnya
(Ribka, 2015).
Penelitian menggunakan kayu siwak 2.3 Bakteri Staphylococcus aureus
sebagai antibakteri telah dilakukan oleh Klasifikasi dari bakteri Staphylococcus
Suryani (2007) dimana aquades digunakan aureus menurut Ribka (2015) yaitu Kingdom
sebagai pelarut ekstraksinya dan pada (Bacteria), Filum (Firmicutes), Kelas (Bacilli),
konsentrasi 6,25% mampu menghambat bakteri Ordo (Bacillales), Famili (Staphylococcaceae),
Staphylococcus aureus dengan kemampuan Genus (Staphylococcus), Spesies
antibakteri bersifat bakterisidal. Penelitian (Staphylococcus aureus). Staphylococcus
mengenai kayu siwak juga telah dilakukan oleh aureus merupakan bakteri gram positif dan
Fathurrohman (2013) yaitu ekstrak etanol kayu bersifat anaerob fakultatif. Bakteri ini tampak

2 Pharmasipha, Vol.2, No.1, Maret 2018


seperti buah anggur yang memiliki gugus- 3.4 Fraksinasi
gugus ketika dilihat melalui mikroskop dan Fraksinasi dilakukan dengan metode
meluas, melingkar, koloni berwarna kuning ekstraksi cair-cair bertingkat. Proses ini
keemasan nampak seperti hemolisis ketika menggunakan corong pisah untuk memisahkan
tumbuh diatas agar darah (Batabyal, 2017). metabolit sesuai pada tingkat kepolarannya
(Alfianingsih, 2016). Ekstrak pekat sebanyak
3. Metodologi 45 g ditambahkan dengan etanol 45 ml dan
3.1 Alat dan Bahan difraksinasi dengan menambahkan pelarut eter
Alat yang digunakan dalam penelitian ini pada volume yaitu 1:1 sehingga akan
adalah pisau, blender, ayakan ukuran 44, didapatkan volume yang sama. Setelah
beaker, kertas saring, rotary evaporator, water didiamkan beberapa menit akan terbentuk dua
bath, cawan petri, kertas, tabung reaksi, ose, fase, fase atas yaitu fase eter dan fase bawah
bunsen, Laminar Air Flow, dan inkubator. yaitu fase etanol. Kedua fase dipisahkan dan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dimasukkan ke dalam wadah yang berbeda.
adalah kayu siwak, etanol 96%, eter, amonia, Hasil dari pemisahan kemudian dipekatkan
asam klorida, Dragendorff, metanol, serbuk dengan menggunakan waterbath.
magnesium HCl, asam asetat anhidrat, asam
sulfat, n-heksan, etil asetat, Lieberman 3.5 Skrining Fitokimia
Burchard, AlCl3, FeCl3, aquadest, medium 1) Terpenoid
MHA, Nutrien Agar, NaCl 0,9%, DMSO, dan Uji tabung dilakukan dengan cara
metronidazole. menambahkan sedikit eter dan dikocok.
Lapisan eter diambil dan diteteskan pada plat
3.2 Determinasi Tanaman tetes hingga kering. Setelah kering,
Kayu siwak diperoleh dari Toko Riyadh ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1
Solo dan dideterminasi di UPT Materia Medika tetes asam sulfat pekat. Perubahan warna
Batu Malang dengan tujuan untuk menjadi jingga, merah atau kuning
mengidentifikasi tanaman yang akan digunakan menunjukkan adanya senyawa terpenoid.
sehingga kesalahan dapat diminimalisir. Uji KLT dilakukan dengan cara menotolkan
hasil fraksinasi pada plat KLT dengan
3.3 Pembuatan simplisia dan ekstrasi pengembang n-heksan : etil asetat (7:3) dan
Pembuatan simplisia dilakukan dengan pereaksi Lieberman-Burchard. Apabila
cara mencuci bersih kayu siwak dan terbentuk warna jingga, merah dan kuning
dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. menunjukkan adanya senyawa terpenoid.
Simplisia yang telah kering kemudian di 2) Alkaloid
potong menjadi kecil dan diserbukkan untuk Uji tabung dilakukan dengan cara hasil
memperluas permukaan sehingga dapat larut fraksinasi kayu siwak dibasakan dengan
secara maksimal. Serbuk yang didapatkan amonia dan ditambahkan kloroform kemudian
kemudian diayak dengan menggunakan mesh dikocok kuat-kuat. Lapisan kloroform yang
ukuran 44. terbentuk ditampung dan ditambahkan asam
Proses ekstraksi dilakukan dengan metode klorida 2 N kemudian dikocok kuat-kuat.
maserasi menggunakan pelarut etanol 96%. Lapisan asam dipipet dan ditambahkan
Maserasi dipilih karena prosesnya lebih pereaksi Dragendorff serta bagian ketiga
sederhana dan tidak merusak senyawa yang sebagai blanko. Apabila terdapat endapan
tidak tahan panas. Serbuk kayu siwak direndam jingga atau kuning menunjukkan adanya
selama 5 hari dengan pengadukan satu kali senyawa alkaloid.
sehari. Hasil dari maserasi kemudian diuapkan Uji KLT dengan cara hasil fraksinasi
dengan menggunakan Rotary Evaporator pada ditotolkan pada plat KLT dengan eluen
suhu 60oC dan dipekatkan dengan kloroform : metanol (95:5). Kemudian diamati
menggunakan waterbath. dibawah sinar UV dan disemprot dengan
pereagen Dragendorff. Apabila terbentuk

3 Pharmasipha, Vol.2, No.1, Maret 2018


warna coklat atau jingga maka menunjukkan konsentrasi 50 % v/v, 25 % v/v, 12,5 % v/v dan
adanya alkaloid. 6,25 % v/v.
3) Tanin Semua cawan petri diinokulasikan selama
Uji tanin dilakukan dengan cara Hasil 24 jam pada suhu 37oC dan dilakukan
fraksinasi dilarutkan dalam air dan pengukuran zona hambat dalam milimeter
ditambahkan 3 tetes pereaksi FeCl3. Apabila dengan jangka sorong. Zona hambat dapat
terbentuk warna biru atau hitam maka dilihat yaitu daerah transparan (jernih) yang
menunjukkan senyawa tanin. terbentuk disekitar lubang. Diameter zona
Uji KLT dengan cara Hasil fraksinasi hambat diukur pada bentuk yang besar dan
ditotolkan pada plat KLT dengan pengembang kecil, kemudian jumlah didapat dibagi menjadi
n-butanol : asam asetat : air (4:1:5) dan dua.
pereaksi FeCl3. Apabila terbentuk warna
lembayung, biru tua atau hitam maka 3.8. Analisis Data
menunjukkan adanya senyawa tanin. Data hasil pengamatan dianalisis
4) Flavonoid menggunakan Uji One Way ANOVA (Analysis
Uji tabung dilakukan dengan cara hasil of Variance) dengan taraf signifikansi <0,05
fraksinasi ditambahkan 0,5 g serbuk dan program statistik yang digunakan adalah
magnesium dan 1 ml HCl pekat. Apabila SPSS 16.
terbentuk warna merah atau kuning atau jingga
pada larutan, menunjukkan adanya senyawa 4. Hasil dan Pembahasan
flavonoid. 4.1 Hasil
Kemudian uji KLT dilakukan dengan Hasil Data mengenai rata-rata diameter zona
fraksinasi ditotolkan pada plat KLT dengan hambat ekstrak etanol kayu siwak fraksi eter
eluen kloroform : metanol (1:9) dan disemprot terhadap bakteri Staphylococcus aureus
dengan pereaksi AlCl3 kemudian diamati ditunjukkan pada tabel 1.
dibawah sinar UV. Apabila terbentuk warna
ungu menunjukkan adanya senyawa flavonoid. Tabel 1. Diameter Rata-Rata Zona Hambat

Konsentrasi Larutan Uji


3.6 Pembuatan Konsentrasi Larutan Uji Ulangan
Konsentrasi larutan uji yang akan 50% 25% 12,5% 6,25%
digunakan yaitu 50% v/v, 25% v/v, 12,5% v/v I 19,5 18,5 13,5 15
dan 6,25% v/v. Perhitungan konsentrasi larutan II 19 20,5 19 16,5
uji menurut Kausar (2015) diperoleh dengan III 24 21 11,5 19
rumus: Rata-Rata 20,8 20 14,6 16,8
M1 . V1 = M2 . V2
Keterangan: Hasil menunjukkan bahwa ekstrak etanol
M1 = Molaritas sebelum pengenceran kayu siwak fraksi eter konsentrasi 12,5% v/v
M2 = Molaritas setelah pengenceran memiliki diameter rata-rata zona hambat
V1 = Volume sebelum pengenceran terkecil yaitu sebesar 14,6 mm. Sedangkan
V2 = Volume setelah pengenceran pada penghambatan terbesar terdapat pada
konsentrasi 50% v/v dengan diameter rata-rata
3.7 Pengujian Aktivitas Antibakteri zona hambat sebesar 20,8 mm.
Penentuan aktivitas antibakteri dapat Ekstrak etanol kayu siwak fraksi eter
dilakukan dengan metode difusi sumuran. memberikan penghambatan sebesar 14,6- 20,8
Sebanyak 0,1 ml suspensi bakteri dimasukkan mm. Penggunaan metronidazole sebagai
ke dalam cawan petri yang berisi medium kontrol positif memberikan penghamabatan
MHA steril dan diratakan dengan yang signifikan terhadap bakteri
menggunakan glass spreader dan ditunggu ± Staphylococcus aureus dan pelarut DMSO
10 menit lamanya. Media yang telah diratakan sebagai kontrol negatif tidak memberikan
kemudian dilubangi sebanyak 4 lubang dan penghambatan terhadap bakteri Staphylococcus
dimasukkan larutan uji dari masing fraksi, yaitu

4 Pharmasipha, Vol.2, No.1, Maret 2018


aureus. Adapun gambaran dari zona Diameter rata-rata terbesar terdapat pada
penghambatan terhadap bakteri Staphylococcus konsentrasi 50% v/v yaitu sebesar 20,8 dengan
aureus terdapat dalam gambar 1 dan 2. kategori hambatan kuat. Hal ini dikarenakan
konsentrasi 50% v/v merupakan konsentrasi
terbesar sehingga dapat menarik senyawa
metabolit yang lebih maksimal. Menurut
(Mpila, 2012) semakin tinggi konsentrasi
ekstrak yang diberikan, maka semakin besar
pula diameter zona hambat yang terbentuk di
Gambar 1. Zona Hambat Ekstrak Etanol Kayu Siwak sekeliling sumuran.
Fraksi Eter Pada proses skrining fitokimia, fraksi eter
dapat menarik beberapa senyawa seperti
terpenoid, alkaloid dan tanin. Adanya
penghambatan diduga pula karena senyawa
yang terkandung di dalam kayu siwak yang
berfungsi sebagai antibakteri. Terpenoid
merupakan senyawa yang bersifat non polar.
Gambar 2. Zona Hambat Kontrol Positif dan Kontrol
Negatif
Menurut Kurniawan (2015) mekanisme kerja
terpenoid sebagai antibakteri yaitu
4.2 Pembahasan menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara
Menurut Davis dan Staut (1971) dalam mengganggu proses terbentuknya membran
Iqlima (2017) respon hambatan pertumbuhan atau dinding sel sehingga membran atau
bakteri dikategorikan menurut zona hambat dinding sel bakteri tidak terbentuk sempurna.
yang dihasilkan. Bakteri dikategorikan sangat Selain itu menurut Alfianingsih (2015)
kuat apabila memiliki diameter hambatan > 20 terpenoid dapat menghambat dengan cara
mm, kategori kuat 10-19 mm, kategori sedang melakukan penghambatan sintesis protein dan
5-10 mm dan kategori lemah dengan diameter mudah larut dalam lipid sehingga dapat lebih
< 5 mm. mudah untuk menembus dinding sel.
Fraksi eter memiliki zona hambat sebesar Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat
14,6-20,8 mm dan termasuk dalam kategori semi polar. Menurut Suryani (2007)
kuat. Analisis data menggunakan uji ANOVA mekanisme kerja dari alkaloid sebagai
dengan signifikansi 0,05 menunjukkan bahwa antibakteri yaitu dengan mengganggu
pemberian fraksi eter memberikan pengaruh komponen penyusun peptidoglikan pada sel
yang signifikan terhadap bakteri bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak
Staphylococcus aureus penyebab penyakit terbentuk secara utuh dan menyebabkan
periodontal. Hal ini serupa dengan penelitian kematian sel. Alkaloid adalah senyawa yang
yang dilakukan oleh Sijabat (2015) yang dimungkinkan menghambat bakteri
menunjukkan bahwa kayu siwak memiliki Staphylococcus aureus karena siwak
manfaat dalam menurunkan indeks gingiva mengandung senyawa salvadorine, sejenis zat
pada pasien pasca skeling baik secara alami alkaloid yang terdapat pada kulit akar yang
maupun dengan pasta gigi yang didalamnya sudah dikeringkan.
mengandung siwak. Tanin merupakan senyawa yang bersifat
Terbentuknya zona hambat diduga karena polar. Menurut Sapara (2016) mekanisme kerja
konsentrasi larutan uji yang diberikan dan tanin yaitu menyebabkan lisis pada bakteri
senyawa yang terkandung di dalam kayu siwak, karena memiliki target pada dinding sel
karena pada kontrol negatif dengan polipeptida sehingga dinding sel tidak
menggunakan DMSO tidak memberikan terbentuk sempurna dan tanin memiliki
hambatan terhadap bakteri Staphylococcus kemampuan untuk menginaktifkan enzim
aureus. bakteri dan mengganggu jalannya protein pada
membran sel.

5 Pharmasipha, Vol.2, No.1, Maret 2018


Hasil dari pengujian aktivitas antibakteri 6. Mpila, D.A; Fatimawali; Wiyono, W. 2012.
kayu siwak fraksi eter konsentrasi 50% v/v, Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol
25% v/v, 12,5% v/v dan 6,25% v/v memiliki Daun Mayana (Coleus atropurpureus [L]
diameter zona bening yang mengartikan bahwa Benth) terhadap Staphylococcus aureus,
adanya hambatan dengan kategori hambatan Escherichia coli dan Pseudomonas
kuat terhadap bakteri Staphylococcus aureus. aeruginosa secara In Vitro. (Penelitian
Oleh karena itu, adanya zona hambatan dari Mahasiswa). Manado: Universitas Sam
yang didapatkan, kayu siwak dapat dijadikan Ratulangi.
sebagai obat alternatif dalam mencegah 7. Noumi, E; Hajlaoui, H; Trabelsi, N. 2004.
maupun mengobati penyakit periodontal yang Antioxidant Activities and RP-HPLC
disebabkan oleh infeksi bakteri Staphylococcus Identification of Polyphenols In the
aureus. Acetone 80 Extract of Salvadora persica.
African Journal of Pharmacy and
5. Kesimpulan Pharmacology, 5 (7): hal 966-971.
Ekstrak etanol kayu siwak fraksi eter 8. Ribka. 2015. Efektifitas Ekstrak Daun Saga
memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus dengan zona hambat secara In Vitro (Skripsi). Makassar: FKG
terbesar pada konsentrasi 50% v/v yaitu sebesar Universitas Hasanuddin.
20,8 mm dan zona hambat terkecil pada 9. Sapara, T. 2016. Efektivitas Antibakteri
konsentrasi 12,5% v/v yaitu sebesar 14,6 mm. Sijabat, E; Posangi, J; Juliarti. 2015.
Senyawa metabolit sekunder yang terkandung Perbandingan Efektivitas Pasta Gigi yang
dalam kayu siwak fraksi eter yaitu terpenoid, Mengandung Siwak dengan Pasta Gigi
alkaloid dan tanin dan diduga penghambatan tanpa Siwak pada Pasien Pasca Skelling.
disebabkan oleh senyawa-senyawa tersebut. Jurnal e-GiGi, 3 (2): hal 634-640.
10. Sijabat, E; Posangi, J; Juliarti. 2015.
Daftar Pustaka Perbandingan Efektivitas Pasta Gigi yang
1. Alfianingsih, S. 2016. Aktivitas Antibakteri Mengandung Siwak dengan Pasta Gigi
Fraksi N-Heksan, Kloroform dan Etanol tanpa Siwak pada Pasien Pasca Skelling.
dari Ekstrak Etanol Daun Rambutan Jurnal e-GiGi, 3 (2): hal 634-640.
(Nephelium lappaceum L.) terhadap Bakteri 11. Suryani, L. 2007. Uji Kadar Hambatan
Escherichia coli. (karya tulis ilmiah). Minimal Ekstak Batang Siwak (Salvadora
Malang: Akademi Analisis Farmasi dan persica) terhadap Staphylococcus aureus
Makanan. secara In Vitro. Mutiara Medika, 7 (1): hal
2. Batabyal, B. 2017. Oral Carriage and 7-12.
Suffering of Staphylococcus aureus. New
Delhi: Educreation Publishing.
3. Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia:
Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Bandung: ITB.
4. Iqlima, D; Ardianingsih, P; Wibowo, M.A.
2017. Aktivitas Antibakteri Isolat Bakteri
Endofit B20 dari Batang Tanaman Yakon
(Smallanthus sonchifolius (POEPP. &
ENDL.) H. Rob) terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus dan Salmonella
thypimurium. JKK, 7 (1): hal 36-43.
5. Kurniawan, B. 2015. Binahong (Cassia
alata L.) As Inhibitor of Escherichia coli
Growth. Jurnal Majority, 4 (4): hal 100-
104.

6 Pharmasipha, Vol.2, No.1, Maret 2018


7 Pharmasipha, Vol.1, No.1, Agustus 2017

Anda mungkin juga menyukai