HOME
BAB 1
DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN MASA KUNO
A. Pendidikan Yunani- Romawi
1. Plato ( kira-kira 428 -348 s.M )
Pemenu Pendidikan Agama Kristen bukanlah GEREJA PURBA
Orang- orang Kristen pertama dibesarkan dalam negeri yang telah
dipengaruhi Kebudayaan Yunani kurang lebih 200 tahun lamanya.
Ada 3 macam arus mengalir menjadi sungai Iman Kristen, yaitu
1
Menurut Plato latihan itu bukalah pendidikan, sebab pendidikan mencakup
perkembangan manusia secara keutuhan.
Ruang lingkup perkembangan manusia secara keutuhan,terdapat tiga bagian pokok,
yaitu :
1). Perkembangan emosi, dapat dikembangkan melalui : musik dan cerita-cerita
2). Perkembangan tubuh, dapat dilatih dengan olahraga
3).Perkembangan akal dikembangkan melalui semua ilmu yang menantang akal,
misalnya ilmu ukur, ilmu pasti, ilmu bintang dan dialetika.
Orang-orang akan terdidik akan menjadi pemimpin masyarakat
1.5 Menurut Plato , pendidikan adalah menjadi tanggung- jawab negara.
1.6 Menurut Plato Manusia cenderung condong lebih menghargai keamanan
pribadi meskipun dasarnya salah, ketimbang membuka diri terhadap pendekatan
baru, pengetahuan baru, pengertian baru dan sebagainya.
2
murid-muridnya meningkatkan diri menjadi sama dengan orang-rang yang
berbudi tinggi.
Menurut Aristoteles,perkembangan kemampuan nalar para pelajar dapat didorong
dengan cara meneliti dunia alam dan sekitarnya.
Dalam hal mengambil keputusan etis dan bagaimana caranya orang dapat
menemukan ukuran yang dapat dipercaya, menurut
Aristoteles mengunakan kunci “ Jalan Tengah Kencana “ ( “Golden
Mean”) ataumenserasikan diri dengan irama alam dunia, misalnya : memilih jalan
tengan antara kepengecutan dengan kenekatan secara membabi buta, yaitu
keberanian, antara kemalasan dan nafsu ialah ambisi, antara kerendahan hati dan
kesombongan adalah kesederhanaan. Orang yang dapat menyerasikan dirinya
dengan alam dunia,dan mengalami kebajikan moral baru dapat beroleh gelar “
terpelajar”
3
1.7 Kekurangan atau kelemahan pandangan Quintilianes yaitu kefasihan berpidato
menjadi suatu nilai yang mutlak
1.8 Karyanya Quintilianes pada tahun 1410 M dipupulerkan kembali oleh Poggio,
seorang humanis, setelah Institutio Quintilianes ditemukan kembali dalam biara
Santo Gall, Swis.
B. Pendidikan Agama Yahudi
B.1 Walaupun tidak 100% yang merupakan dasar Pendidikan Agama
Kristen agama Yahudi adalah pemikiran pedagogis yang dikembangkan dalam
kebudayaan Yunani Romawi seperti yang diwakili oleh Plato, Aristoteles, dan
Quantilianes.
B.2 Para pemikir Kristen mengembangkan struktur dan isi teologi atas kedua dasar
kebudayaan, yaitu Yahudi dan Yunani.
B.3 Hubungan Erat antara paguyuban Yahudi dengan Kristen dapat dilambangkan
dengan penemuan para ahli purbakala di kota Jaresy, Palestina Kuno abad ke 3
dan gedung Gereja Byzantium dari abad ke 6 suatu rumah ibadah agama yahudi yang
jauh lebih tua.
B.4 Sejarah perkembangan Pendidikan Agama yahudi dapat dibagi dalam dua zaman:
1). Zaman Saat terbentuknya bangsa Israel sampai pembuangan ke Babel
2). Zaman Pembuangan Ke Babel dan permulaan Zaman Masehi
4
Orang Yunani amat optimis terhadap kekuatan akal manusia, Orang Yahudi lebih
cenderung bersandar pada Tuhan yang menyatakan diriNya melalui FirmanNya,
peristiwa-peristiwa sejarah dan perbuatan-perbuatanNya yang ajaib.
5
“Dari Abu bencana yang sedang menimpa mereka dengan dua pendekatan nabi-nabi
yang bernubuat di Israel ( kerajan Utara) dan Yehuda ( Kerajaan Selatan).
Teologinya mulai mencakup baik statusnya sebagai bangsa terpilih,
maupun hukuman yang seharusnya dijatuhkan Allah atas diri mereka sebagai
akibat melanggar hukum Tuhan.
Langkah atau usaha yang dilakukan dalam rangka menerapkan Pendidikan Agama
Yahudi Zaman pembuangan ke Babel dan Permulaan Zaman Masehi, yaitu :
Condong mengutamakan Taurat
Belajar menafsirkan Firman Tuhan, bahkan terbentuk hari penafsiran(Misyna).
Didalam Misyna juga terdapat sejumlah petunjuk mempelajari isi taurat dan
mengamalkan serta mentaati isinya (misal:Mazmur 119,Amzal22:6,)
Lembaga-lembaga Pendidikan Agama Yahudi Zaman pembuangan ke Babel
dan awal gerakan Kristen yang didirikan antara lain :
1). Lembaga rumah ibadah (sinagoge).
2). Sekolah Dasar (Beth-Hasepher atau rumah buku ) tahun 75 sM, dikota
Yerusalem. Kemudian akhirnya berdasarkan keputusan Imam Agung Yosua ben
Gamala, disetiap kabupaten dan kota praja didirikan sekolah dasar.
6
Kurikulum : terbatas tetapi apa yang dipelajarinya, dipelajari dengan teliti, anak
didiknya terlatih untuk berpikir secara agamawi dalam menghadapi urusan sehari-
hari.
BAB II
PENDIDIKAN AGAMAWI DALAM PERJANJIAN BARU
7
yang dinamakan “murid-murid”; suatu istilah teknis yang berkaitan dengan orang-
orang yang belajar dari bimbingan seorang pengajar.
8
3. Gaya Mengajar Yesus
Yesus juga mengajar dengan cara memperhadapkan orang-orang kepada tantangan
pokok, yaitu apakah mereka rela mengabdikan diri kepada Allah yang dinyatakan
dalam diri Yesus itu atau tidak. Beberapa metode yang dipakai Yesus seperti yang
ditulis dalam keempat Injil antara lain:
1. Ceramah, Yesus berusaha menyampaikan pengetahuan kepada murid-murid-
Nya atau menafsirkan pengetahuan tersebut. Melalui pendekatan ini Ia mengharapkan
dua tanggapan dari para pendengar-Nya yaitu pengertian mendalam dan perilaku
baru.
2. Bimbingan, selain mengajar melalui ceramah Yesus juga memberikan
bimbingan kepada murid-murid-Nya mereka diajar melalui tinjauan yang harus
diamalkan. Ia memberitahukan apa yang mereka harus lakukan dan ke mana mereka
pergi kelak.
3. Menghafalkan , menghafalkan ayat-ayat tertentu dalam Alkitab.
4. Perwujudan, metode ini dipakai oleh penulis Injil Matius terhadap pelayanan
Yesus dan merupakan pendekatan khas Matius, namun contohnya diberikan oleh
Yesus sendiri. Dengan perwujudan-Nya Yesus mengajarkan kepada murid-murid-
Nya bahwa diri pribadi-Nyalah penyataan yang baru itu dan bukan hanya pengajaran-
Nya.
5. Dialog, Yesus mengajukan pertanyaan yang baru sebagai tanggapan atas
pertanyaan yang sebelumnya diajukan kepada-Nya. Pada setiap tahap pertukaran
pikiran, orang yang diajak berdialog diarahkan untuk menggali pemahamannya lebih
dalam lagi.
6. Studi Kasus, perumpamaan yang diceritakan Yesus merupakan studi kasus.
Dengan pendekatan ini Yesus menggariskan seluk-beluk salah satu kasus dan
mengundang para pendengar-Nya memanfaatkan akal dan iman-Nya. Mereka
didorong untuk memikirkan inti persoalannya dan bagaimana memecahkannya.
7. Perjumpaan, dengan metode ini para pelajar ditantang secara langsung untuk
mengambil keputusan. Di sini Yesus tidak bercerita. Ia memprakarsai pertanyaan
yang pribadi dan besar sekali maknanya. Contohnya di dalam peristiwa di Kaisarea
Filipi (Mat 16:13-20)
8. Perbuatan Simbolis, maksud Yesus menggunakan metode perbuatan
simbolis adalah Pelayanan itu perlu pengorbanan diri sebagai tujuan utama
kehidupanNya. Contoh perbuatan Simbolis : Yesus di depan umum dibaptis oleh
Yohanes Pembaptis.
9
B. Pendidikan Agama Kristen dalam surat-surat tertentu dari PB
1. Surat kepada Jemaat di Tesalonika
Surat kepada jemaat di Tesalonika ini rupanya dikirim dari kota Korintus pada tahun
50 SM, jadi 17 tahun sesudah kebangkitan Yesus.
Pendidikan dalam jemaat merupakan salah satu cara yang disediakan agar rang-orang
dapat mendengarkan Firman Tuhan.
Selama Paulus bekerja di Tesalonika, ia terlibat pelayanan berkotbah disusul
kegiatan mendidik dan membina jemaat. Jadi berkotbah saja tidak cukup, mesti
ada pelayanan mendidik agar para jemaat bertumbuh dalam imannya.
Orang-orang Kristen tidak dihasilkan begitu saja, tetapi melalui pendidikan yang
sungguh-sungguh dalam para-dosis ( melalui tradisi dan intisari Injil ).
Paulus mengganggap bahwa pengajaran yang disampaikannya bukan gagasan atau
bukan berasal dari dirinya, tetapi Allah yang memberi paraggelia(petunjuk,
bimbingan) ( I Tes 4:2), Paulus menyampaikan suatu paradosis ( pengajaran yang
telah diterima) ( 2 Tes 2: 15).
Ada 4 (empat) macam bahan dalam surat Tesalonika, yaitu :
1). Ajaran Teologis (1Tes 1:1-10, 1Tes 5:9, 1Tes 4:13-18 )
2).Pengajaran Etis ( 1 Tes 4:1,3 , 9, 1 Tes 5:14-15 )
3).Tata Gereja ( 1 Tes 5 :12-13 )
4).Kata-kata yang menyerupai ucapan Yesus ( 1Tes 4:1,1Tes 4:15,1Tes 5:2,
Mat24:43 1 Tes 5:5,7 )
10
I Tim 6:20 Hai Timotius, peliharalah apa yang telah dipercayakan kepadamu. Hindarilah omongan
yang kosong dan yang tidak suci dan pertentangan-pertentangan yang berasal dari apa yang disebut
pengetahuan,
2 Tim 1:14 Peliharalah harta yang indah, yang telah dipercayakan-Nya kepada kita, oleh Roh
Kudus yang diam di dalam kita.
1 Tim 2:7, 2Tim 2:2, 1 Tim 2:3
11
BAB III
PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM GEREJA PURBA ( Abad ke-2
dan ke-5 )
A. Lingkungan Luasnya
B. Tantangan Budaya terhadap
C. Keprihatinan Gereja Terhadap Pelayanan Pendidikan
Pendidikan agama Kristen yang dikembangkan oleh Gereja Purba merupakan usaha
untuk bergumul dengan kebudayaan yang nilai-nilainya bertentangan terhadap
lingkungan luas disekitarnya.
Tantangan pertama yang dihadapi adalah terkait dengan kepercayaan sekitar gereja
yang masih politeisme.
Tantangan kedua adalah terkait dengan masalah intelektual kebudayaan yang
bertentangan dengan Injil, sehingga membuat beberapa gereja memutuskan untuk
memisahkan diri dari kebudayaan itu.
Sehingga dari sini muncul seorang Tertulianus yang menjadi tokoh gereja yang
berani membuat garis pemisah antara gereja dan kebudayaan. Dalam hal ini
persekutuan Kristen wajib untuk memisahkan diri secara mutlak dari pengaruh
kebudayaan Yunani-Romawi.
Sebaliknya, ada tokoh lain yaitu Hieronimus dan Basil lebih mengarah kepada
pemahaman untuk memanfaatkan kebudayaan tersebut yang tidak bertentangan
secara langsung dengan nilai Injil. Artinya, tidak semua kebudayaan itu buruk
sehingga harus ditolak. Tetapi perlu ada penyaringan yang baik, sehingga
mendapatkan sebuah jalan keluar yang menjembatani keduanya untuk berguna bagi
pelayanan. Pertentangan kedua pendapat ini berlangsung cukup lama, bahkan ketika 2
abad sesudah mereka wafat, perbedaan sudut pandang ini masih saja dipertentangkan.
Tantangan ketiga yang dihadapi oleh Gereja purba adalah terkait dengan masalah
relegiusitas atau keagamaan.
Dalam hal ini ada beberapa aliran yang menghambat proses perkembangan gereja
antara lain, :
Gnostik,
Mitraisme dan
Neo-Platonisme.
Gnostik berasal dari bahasa Yunani “gnosis” yang berarti “pengetahuan”. Tetapi
pengetahuan disini bukan sesuatu yang bisa diperoleh dari mempelajari sesuatu,
melainkan sesuatu yang diterima langsung dan bersumber dari sorga.
12
Desember dan permandian dengan darah lembu yang sebelumnya pesertanya harus di
“sidi” terlebih dahulu.
Tantangan keempat atau yang terakhir adalah tuduhan dari kebudayaan Unani-
Romawi yang mengatakan bila orang Kristen tidak bertuhan. Dalam hal ini mereka
mengatakan bila orang Kristen tidak menyembah dewa-dewi yang berwujud patung,
maka dikatakan bila orang Kristen tidak bertuhan.
Menanggapi semua tuduhan itu, para pendidik Kristen menolak semuanya.
Artinya, memang warga Kristen mengasihi sesamanya, termasuk musuhnya, tetapi
mereka tidak berzinah. Dalam hal ini perilaku mereka sangat susila dimana setiap hari
mereka bersyukur pada Tuhan atas segala keperluan hidup yang diberikan Tuhan
pada mereka. Dalam menghadapi semua tantangan dan tuduhan itu, pendidik Kristen
memberikan pembelaan yang baik. Artinya disini adalah, menjelaskan semua alasan
dan fakta kebenaran mengapa mereka melakukan itu bukan berdasarkan kebencian
atau ketidak setiaan kepada Negara, tetapi lebih kepada keputusan untuk member
pada yang prioritas.
Dalam memberikan tentangan terhadap semua tuduhan ini muncul seorang
tokoh bernama Origenes yaitu seorang teolog dari abad ke-3 yang menjawab
melalui karyanya yang berjudul “Contra Celsum” (Melawan Kelsus).
Sedkit terlepas dari tantangan yang dihadapi oleh gereja diatas, Gereja juga memiliki
keprihatinan terhadap pelayanan pendidikan. Dalam hal ini usaha untuk memperoleh
suatu gambaran yang jelas dan lengkap tentang keprihatinan pedagogis gereja purba
itu agak sulit. Hal ini disebabkan jemaat tidak memiliki Komisi Pendidikan Kristen.
Sehingga dari sini muncul masalah lain yaitu, tidak adanya penerbit Kristen yang
mengeluarkankurikulumtertulis.
Keprihatinan selanjutnya juga menyangkut masalah ketidak pastian pengajaran atau
dokmatika. Sebagai akibatnya, mau tidak mau jemaat wajib mengambil keputusan
tentang siapa sebenarnya Yesus, sebab Dialah alasan pokok mengapa jemaat itu
berada.
Origenes dalam karyanya dogmatika yang berjudul De Principiis (Asas Dasariah
Iman Kristen) mengajarkan bila Yesus Kristus sudah ada sejak permulaan
dunia. Ia tidak hanya muncul pada titik tertentu dalam sejarah manusia. Dalam hal ini
juga Origenes memecahkan masalah mengenai Inkarnasi Kristus dengan jalan
mengemukakan adanya nyawa yang dimiliki Yesus dan yang tidak boleh diambil dari
pada-Nya (Yoh. 10:17-18).
Seorang tokoh lagi yang memberikan solusi pada masa keprihatianan gereja
purba terkait dengan dogmatika adalah Eusebius seorang ahli sejarah gereja
Purba yang mengarang sekitar tahun 325 M. Dalam hal ini Eusebius menegaskan bila
Yesus Kristus adalah Anak Allah yang tidak terbelenggu oleh persyaratan waktu
manusia. Ia ada sejak permulaandunia.
13
Disamping semua usaha diatas, pada umumnya terdapat pula pengajaran melalui
dua macam usaha, yaitu isi nyanyian rohani yang dipelopori oleh Efraim,
pendeta di siria, dan melalui mutu kehidupan para warga Kristen sendiri yang
dipupuk melalui kebaktian umum,doapribadidanpuasa.
14
2. Origenes (182-224 M.)
Seorang pelajar sekaligus “rector” sekolah kakismus di Aleksandria. Dalam diri
Origenes tergabung filsafat Yunani dan Iman Alkitabiah. Origenes menghargai
filsafat sebagai alat untuk menolong orang-orang menjernihkan pikiran, tetapi filsafat
itu sendiri kurang bobotnya untuk memperoleh pengetahuan yang ilahi.
Origenes menerima gagasan tentang kedua tingkat kenyataan, yaitu kenyataan
duniawi yang selalu berubah dan kenyataan rohani yang sama selama-lamanya.
Namun demikian bagi Origenes akal manusia mempunyai kemungkinan yang teram
kaya raya. Dalam hal ini juga
Origenes menegaskan bila kemampuan daya pikir manusia terbatas. Itu
sebabnya manusia memerlukan penyataan dari Allah melalui Alkitab dan Yesus
Kristus (Origenes menggunakan metode penafsiran alegoris). Selain itu
Origenes juga mengecam semua bentuk kebodohan dan ketidaktahuan, karena
semuanya itu menunjukan bagaimana orang-orang yang bersangkutan tidak
mempergunakan karunia besar yang diberikan Tuhan kepada manusia, yaitu
kemampuan berpikir secara rasional.
15
4. Yohanes Chrysostomus (347-407 M.)
Berasal dari Antiokhia yang kemudian mendapat gelar “Chrysostomus” atau
“mulut Kecana” dan “maha guru dunia”. Gelar pertama melambangkan
kemampuanya sebagai seorang pengkhotbah dan kedua adalah terkait dengan
sumbangannya dalam pendidikan. Sebagai seorang Uskup Agung kota
Konstantinopel (Istambul) ia sangat berani dalam usaha menerapkan peraturan
gerejawi, khususnya atas para pendeta, biarawan juga uskup. Buah pikirannya dalam
hal pendidikan dituangkan dalam judul “jalan yang layak bagi para orang tua untuk
mendidik anaknya”.
Tujuan pendidikan Kristen menrutnya adalah menjadi seorang “olahragawan” bagi
Kristus. Latihan menurutnya bukan dilakukan untuk mengisi waktu senggang, tetapi
melalui sebuah displin khusus. Dalam disiplin ini, pendidikan melibatkan panca indra
yang ada yaitu, mulut / dengan pengucapan lisan, telinga/ pendengaran, hidung/
penciuman, mata / penglihatan dan terakhir adalah indera peraba yang meliputi
seluruh badan.
5. Augustinus (354-430 M.)
Agustinus seorang teolog yang dilahirkan di Afrika Utara, dalam hal ini Agustinus
disebut sebagai raksasa pertama dalam sejarah gereja yang diubah secara mendalam
oleh surat Roma selain dari Martin Luther dan John Wesley di Inggris. Tugas pertama
dalam pelayanannya adalah sebagai seorang kepala sekolah kateketika (perguruan
tinggi Kristen). Pemikiran Augustinus dalam hal pendidikan berakar dalam
refleksinya sebagai seorang Kristen atas pendidikan yang ia alami dulu, bidang
filsafat, khususnya Plato dan misteri anugerah Allah yang dinyatakan melalui Alkitab
dan Yesus Kristus. Asas yang diyakini dalam hal pendidikan adalah, pelajar diajar
bukan oleh kata-kata saja, melainkan oleh segala apa yang dinyatakan secara batin
kepadanya oleh Allah.
Dengan kata lain,seseorang harus percaya sebelum dapat berpikir secara mendalam .
artinya seseorang tidak dapat belajar tentang kebenaran agamawi itu dengan jalan
“diisi dari luar”, malahan penerima kebenaran itu memerlukan respon pribadi
terhadap Allah.
Sejauh dapat kita ketahui, Augustinus tidak pernah menyusun suatu tujuan yang bulat
bagi pendidikan agama Kristen. Ada perkiraan yang menyakan tujuan pendidikan
menurut Augustinus adalah meghantar para pelajar untuk memupuk kehidupan
rohani, membukakan diri kepada Firman Tuhan, memperoleh pengetahuan tentang
perbuatan Allah yang dilaporkan dalam Alkitab dan bacaan lainnya, agar dengan
demikian mereka mengalami hikmat, suatu pengalaman yang di dalamnya terkandung
kesalehan, persekutuan dengan Allah, kebahagiaan pribadi, pengetahuan dan
pengertian serta kemampuan untuk hidup sebagai warga gereja dalam suatu
16
masyarakat umum. Dalam hal ini Augustinus melihat bila Yesus Kristus adalah satu-
satunya Guru Agung.
Dari segi penyusunan isi pelajaran atau kurikulum, Augustinus menentang semua
kecondongan mengkotakan pelajaran dalam hal yang disebut “sekuler” dan yang
disebut “agamawi” atau “kristiani”. Artinya, Augustinus tidak setuju dengan
pendekatan yang mengajarkan setiap vak terpisah dari yang lain, khususnya dari
pengalaman agamawi. Dalam hal ini semua vak wajib disoroti sejauh mungkin dari
iman kristiani. Terkait dengan metode pembelajaran yang digunakan, nampaknya
Agustinus lebih condong menggunakan metode dialog sebagai metode terbaik dalam
mencapai pendidikan yang diharapkan.
Cara mengajar yang digunakan oleh Augustinus condong memanfaatkan dua metode
pokok, yaitu penjelasan panjang lebar yang dibawakan secara lisan dan suatu
pendekatan dialogis. Namun demikian dalam hal ini Augustinus berceramah dan
berdialog dengan bervariasi. Ia menyiapkan bahan atau materinya dengan jelas dan
sistematis.
BAB IV
PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN PADA ABAD PERTENGAHAN
( Dari Abad ke-6 s/d Abad ke – 14 )
A. Lingkungan Luasnya
1. Pendidikan Agama Kristen melalui Bahasa dan Rupa Lambang
Gaya berpikir secara simbolis mempunyai sejarah panjang sekali, khususnya
yang dikembangkan kebudayaan di mana saja untuk menyampaikan kebenaran
rohani. Alasannya ialah karena agama apapun melibatkan para pemeluknya dalam
keprihatinan-keprihatinan yang mustahil dibatasi dengan dunia ini saja. Terdapat
keprihatinan yang melampaui kemampuan bahasa insani untuk menguraikannya
sehingga menjangkau ke kedalaman kenyataan.
17
Keadaan bersejarah dari Gereja abad pertengahan merupakan tanah subur bagi
perkembangan simbol-simbol yang mendobrak hati jemaat.
Tercatat ada enam jenis lambang yag memainkan peranan dalam Pendidikan
Agama Kristen zaman itu, yaitu:
Sakramen Baptisan,
Persyaratan ketat yang dikembangkan Gereja Purba yang wajib dipenuhi oleh setiap
calon baptisan sebelum diterima sebagai anggota sah, diperlemmah bahkan
dihapuskan sama sekali dalam praktek Gereja abad pertengahan. Alasannya berakar
dalam perbedaan budaya yang dialami kedua gereja itu. Bagi Gereja Purba,
kebudayaannya menghargai kepentingan pendidikan. Pada abad pertengahan, gereja
mengembangkan tindakan yang cenderung mengutamakan kesan atau perasaan dalam
diri para warga ketimbang menambah sejumlah pengetahuan, pengertian dan
pengabdian diri. Perubahan tersebut dibenarkan berdasarkan penafsiran teologi
Augustinus. Jadi dalam praktek P.A.K pada abad pertengahan boleh diganti dengan
ritus baptisan.
Sakramen Misa,
Selama para warga jemaat beribadah, mereka dididik melalui pancaindera yang
menolong mereka menyerap sebagian dari makna simbolis dari tindakan yang sedang
berlangsung. Walaupun para warga dididik melalui simbolisme Misa namun
pendidikan tersebut berat sebelah, karena para warga tidak diperlengkapi dengan
pembinaan melalui sumber iman yang tertulis.
Drama Agamawi,
Para warga yang tidak dapat membaca masih diberikan kesempatan belajar melalui
drama itu. Meskipun sumber kesempatan tersebut masih terbatas, sama ruang
lingkupnya, namun banyak warga dapat dilibatkan dalam kegiatan yang
menghasilkan injil yang tidak kelihatan menjadi lebih nyata.
Seni luki/patung,
Penggunaan seni lukis dan patung untuk memperlihatkan sejumlah peristiwa dari
Alkitab yang dipakai gereja untuk mendidik. Dari segi ilmu pendidikan, setiap
lukisan/gambar yang termuat dalam naskah yang berhiasan itu merupakan alat peraga
yang amat menarik bagi para warga jemaat yang tidak dikelilingi oleh bentuk
komunikasi massal yang begitu kaya raya seperti yang dianggap biasa dalam dunia
modern.
Buku naskah yang berhiasan
18
Penggunaan seni lukis dan patung untuk memperlihatkan sejumlah peristiwa dari
Alkitab yang dipakai gereja untuk mendidik. Dari segi ilmu pendidikan, setiap
lukisan/gambar yang termuat dalam naskah yang berhiasan itu merupakan alat peraga
yang amat menarik bagi para warga jemaat yang tidak dikelilingi oleh bentuk
komunikasi massal yang begitu kaya raya seperti yang dianggap biasa dalam dunia
modern.
Seni bangunan bangunan gedung Gereja.
Pengalaman belajar yang dikenal para warga gereja abad pertengahan melalui seni
bangunan gereja adalah:
a. Mereka sedang belajar agar jangan mengorbankan kehidupan rohani demi kehidupan
jasmani saja.
b. Melalui seni bangunan, para warga diajar bagaimana lingkungan luas tempat
beribadah apapun tidak kunjung bebas dari nilai teologis, malahan selalu turut
mengkomunikasikan pandangan terhadap Allah dan hal-hal rohani.
c. Melalui gaya seni freska, mozaik dan kaca cat-bakar serba warna, banyak peristiwa
dari Alkitab menjadi kelihatan kepada para warga yang buta aksara.
d. Penggunaan bahasa simbol sebagai sarana utama untuk membina para warga tuna
aksara erat sekali hubungannya dengan inti agama apa pun dan khususnya agama
Kristen.
19
Khususnya bagi anak laki-laki golongan bangsawan, lembaga kesatriaan merupakan
wadah keempat yang disediakan untuk mendidik kaum muda dalam unsur-unsur iman
Kristen.
5. Sekolah Yang Diselenggarakan Biara
20
Aethelwulf. Ayahnya dan saudara-saudara mati membela kerajaan mereka
kebanyakan dari Viking. Dalam 868 Alfred menikah Ealhswith, putri Aethelred
Mucil dan dia berkuasa pada 871 M pada usia 22 dan memerintah selama 28 tahun.
Alfred ingin membuka pintu pengetahuan yang terkunci dalam begitu banyak
naskah, semua itu akan bisa terjadi jika pemerintah dan Gereja mendirikan sekolah-
sekolah yang akan memperlengkapi kaum muda dan ketrampilan membaca dan
menulis.
Pendapat dan perjuangan Alfred; Pendidikan bukan hanya bagi orang Elit yang
mampu membaca bahasa Latin, melainkan juga bagi setiap anak yang sudah dapat
berbicara dalam bahasa Inggris.
Alfres juga berhak dinamakan Pendidik Besar karena sebagai kepala negara ia
memprakarsai suatu Crash Program ( rencana Darurat ) untuk
menterjemahkan sejumlah karya dalam bahasa latin ke dalam bahasa Inggris. Dan
Alfred juga menjadi Guru agung bagi bangsanya.
3. Rabanus Maurus
Rabanus Maurus warga Jerman, lahir di Mainz, dan ia belajar Teologi di kota Paris
yang didirikan oleh para misionaris dari Inggris.
Di Jerman Rabanus Maurus menjadi Guru Pertama di negaranya.
Buku populer yang dikarangnya “Pendidikan Bagi kaum Imam”dan menitik beratkan
artes liberales sebagai dasar untuk pendidikan Teologi.
Pikiran Rabanus Maurus layak dimasukkan ke dalam Sejarah Pendidikan Agama
Kristen, karena : “ Pada pokoknya Pendidikan Agama Kristen di jemaat bergantung
kepada mutu kepemimpinan.
Maurus mendobrak agar dilatih mampu berpikir lebih kritis dan kreatif mengenai
masalah-masalah insani dalam terang Alkitab.
Maurus ingin menghasilkan seorang pelayan Tuhan yang mempunyai pengetahuan
yang berimbang , sehingga ia mempertahankan pokok-pokok seni liberal masuk
kedalam kurikulum pendidikan Teologi.
4. Petrus Abelardus
Kelahiran Petrus Abelardus berasal dari daerah Britanny, lahir di Pallet (Palais),
tidak jauh dari Nantes, Perancis, pada tahun 1079. Dia adalah anak tertua dari rumah
Breton mulia. Nama aslinya adalah Pierre de Palais. Peter Abelardus adalah seorang
filsuf dan teolog yang terkenal pada Abad Pertengahan.
Ia dipandang sebagai pendiri skolastisisme bersama dengan Anselmus dari
Canterbury.Petrus Abelard dan Heloise, ada pada abad ke12, Perancis. Di puncak
karir dan kemahsyurannya Abelard hanya berusia tiga puluh lima tahun.
21
Petrus Abelardus adalah Teolog dan dosen yang ketika itu merupakan guru dari
Heloise . Heloise adalah keponakan dari salah satu canon (clergyman) di Notre Dame
bernama Fulbert (sementara orang bilang bahwa Fulbert sebenarnya adalah bapak
dari Heloise). Abelard sangat mencintai Heloise muridnya yang baru tujuh belas
tahun waktu itu
Fulbert begitu possessive dengan Heloise dan begitu marah dengan Abelard setelah
mengetahui hubungan mereka. Heloise jadi hamil dan Abelard harus
menyembunyikan kekasihnya dikampung halaman Abelard di Britanny. Heloise
melahirkan anak laki laki bernama Astralabe (penghormatan untuk astronomer yang
menemukan letak bintang-bintang).
Pokok-pokok Pikiran
Salah satu pemikiran Abelardus yang terkenal di bidang etika adalah tentang
kemurnian sikap batin. Disamping itu dia juga berfikir bahwa peranan akal dapat
menundukan iman, iman harus mau didahului oleh akal. Berfikir itu berada di luar
iman. (di luar kepercayan). Oleh sebab itu berfikir merupakan sesuatu yang berdiri
sendiri.
Peter Ablardus memberikan status yang tinggi kepada penalaran dari pada iman.
Gagasan Petrus Abelardus
Karangan paling terkenal yang menerapkan isi dan praktek berpikir dialektis
berjudul “ Sic et Non “ ( ya atau tidak ). Dalam tulisannya yang berjudul
"Kenalillah Dirimu Sendiri" (dalam bahasa Latin Scito te ipsum), yang ditulis pada
tahun 1130, ia mengajarkan bahwa suatu tindakan lahiriah selalu bersifat netral. Yang
membuat suatu tindakan bermoral atau tidak adalah maksud atau sikap batin dari
orang tersebut. Maksudnya, apakah batin orang tersebut menyetujui tindakan yang
diambil itu.
Oleh karena itu, suatu hal yang dianggap tidak pantas, belum dapat dinilai baik atau
buruk. Bila batin orang itu di dalam batinnya menyetujui atau mengiyakan sesuatu
yang tidak pantas itu, maka barulah itu dianggap dosa.
Eropa membuka kembali kebebasan berikir yang dipelopori oleh Petrus Abelardus.
Ia menginginkan kebebasan berfikir dengan membalik diktum agustinus-Anselmus
Credo ut
Intelligo ut credom (saya paham supaya saya percaya)
Teori Petrus Abelardus
Semasa hidupnya Petrus Abelardus termasuk orang yang dikenal sebagai
konseptualisme dan sarjana yang dikenal dalam sastra romantik, sekaligus sebagai
22
rasionalistik. memberikan alasan bahwa berpikir itu berada di luar iman. Karena itu
berpikir merupakan sesuatu yang berdiri sendiri.
Hal ini sesuai dengan metode dialektika yang tanpa ragu-ragu ditunjukkan dalam
teologi, yaitu bahwa teologi harus memberikan tempat bagi semua bukti-bukti.
Dengan demikian, dalam teologi itu iman hampir kehilangan tempat.
Ia mencontohkan, seperti ajaran Trinitas juga berdasarkan pada bukti-bukti, termasuk
bukti dalam wahyu Tuhan.
Adapun manfaat dari teori Petrus Abelardus adalah terbebasnya pemikiran-
pemikiran yang dahulunya cenderung terbelenggu oleh ajaran gereja menjadi bebas
dalam berfikir. Teknologi dan ilmu pengetahuan yang dapat kita pelajari sekarang ini
adalah tidak lain dari akibat kebebasan berfikir. Manusia bebas dalam menggunakan
penalarannya dalam berfikir.
23
(1). Setiap pelajar dapat menggunakan pikirannya untuk menemukan sesuatu yang tidak
diketahuinya sebelumnya
(2). Cara lain bergantung pada keahlian seorang mentor yang memupuk bakat si pelajar.
Metode belajar melalui pertolongan sang mentor lebih baik karena dia berpengalaman
dan pengetahuannya lebih luas.
Guru sendiri menolong menghubungkan pengetahuannya yang sudah ada dengan
masalah yang belum diketahuinya untuk membuktikan sejauh mana inti dan
menjernihkan proses berpikirnya.
24
Menurut Gerson, arti pendidikan Agama Kristen merupakan pengalaman rohani dan
inteletual.
Setiap anak, selama belajar anak didik diundang untuk membuka hatinya.
Gerson ingin membimbing anak-anak meninggalkan kesalahannya,sehingga
mempersiapkan memeluk kelakuan baru.
Warisan Pemikiran Gerson semua gereja segala abad dan semua tempat ditantang
menentukan prioritas, apakah pelayanan terhadap anak-anak merupakan bagian
sambilan dari tugas pastor atau pendeta?
Mengapa biasanya begitu banyak pelayan Firman Tuhan menyerahkan pelayanan
Pendidikan agama Kristen bagi anak-anak kepada kaum pemuda?
Setiap pelayan Tuhan harusnya mawas diri, jangan melalaikan pelayanan terhadp
anak-anak ( tidak mungkin pelayanan terhadap anak-anak akan merendahkan
martabat pendeta yang sudah meraih gelar doktor dan sebagainya ).
25
BAB V
PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN MENJELANG REFORMASI
A. Lingkungan Luas Masyarakat Eropa Barat
Dalam perkembangan sejarah Eropa dan dunia, pada abad 16 adalah hal yang
sangat penting. Reformasi gereja oleh kaum reformis menimbulkan banyak gejolak
yang terjadi di masyrakat. Pada saat itu, pendidikan di sekolah dan universitas sedang
berkembang pesat.
Dengan begitu, banyak perubahan yang terjadi diantaranya adalah timbulnya rasa
nasionalisme di Spanyol, Portugal, Belanda, dan Inggris. Penemuan mutakhir
pada zaman itu pun bermunculan, salah satunya adalah mesin cetak oleh Yohanes
Gutenberg pada 1438 dan juga teori heliosentris oleh Kopernikus.
Pergerakan kaum humanis dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan mereka terhadap
gereja. Awalnya ada pembaruan di ordo biarawan dan biarawati. Lalu ada Wycliffe di
Inggris, Hus di Ceko, dan Groote di Belanda.
Mereka bertiga mengatakan kekuasaan paus adalah sumber penyakit yang ada
dalam gereja. Namun hanya Groote yang menunjukkan rasa tidak puasnya dengan
jalan lain. Dia mendirikan rumah persaudaraan atau Brethren of the Common Life).
Dalam lembaga ini, polanya mirip dengan biara hanya saja ini terbuka bagi siapa
saja. Pembelajaran yang diperoleh bukan saja tentang kehidupan spiritual mereka
dengan Sang Pencipta tapi juga nilai-nilai moral dan ilmu pengetahuan.
Para pendidik dalam lembaga ini mengajar dengan memahami setiap anak didik
dan tidak ada kekerasan dalam mencapai kedisiplinan. Anak didik dihormati
sebagai pribadi yang utuh. Tamatan lembaga ini tercatat sebagai tokoh-tokoh penting
pada zamannya. Salah satunya adalah Erasmus.
B. Disiderius Erasmus dari Rotterdam
1. Erasmus, Pendidik OIKUMENIS
Erasmus rajin menuntut ilmu untuk mencapai cita-citanya meraih gelar Doktor
Teologi. Karya pentingnya adalah naskah Perjanjian Baru yang paling asli yang ia
cari lalu ia terjemahkan ke dalam bahasa Latin. Dalam hidupnya, Erasmus tidak ingin
ada pembatasan kemerdekaan pribadi atas dirinya dan orang lain.
Erasmus, dalam buku Boehlke, disebut-sebut memiliki dua peran dalam
pendidikan agama Kristen. Yang pertama adalah sebagai pendidik yang
oikumenis. Apa yang dia pikirkan adalah setiap warga Kristen harus mengamalkan
kelakuan Yesus, terutama dalam hal rendah hati, lemah lembut, murah hati, kasih,
damai, dan kerelaan mengampuni serta berkorban demi sesama.
Dia juga mengajarkan bahwa upacara gerejawi bukanlah suatu hal yang
mutlak. Ia juga menantang masyarakat dan gereja atas pandangan pernikahan, hak
memperoleh pendidikan, perceraian, dan hidup selibat.
26
Menurutnya, pernikahan harus dibangun atas dasar persetujuan calon mempelai,
walaupun orangtua menolak hal tersebut.
Mengenai perempuan yang pada saat itu tidak berhak menerima pendidikan,Erasmus
mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan harusnya memperoleh hak yang
sama dalam menerima pendidikan. Tentang perceraian, Erasmus memungkinkan
hal itu jika hubungan suami-istri itu tidak dapat terselamatkan lagi karena kehilangan
dasarnya, yaitu cinta kasih. Mengenai kehidupan selibat, Erasmus berdasar pada Kej.
2:23-24 di mana Allah memerintahkan manusia untuk menikah sehingga manusia
tidak boleh melarang apa yang sudah Allah rencanakan sejak awal untuk kebahagiaan
orang lain.
27
BAB VI
PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN PADA ZAMAN
REFORMASIPROTESTAN
A. Riwayat Hidup Martin Luther, Reformator dan Pendidik
Martin Luther adalah putra sulung Margaretha dan Hans Luther, yang terakhir
bekerja ditambang tembaga dekat kota Eisleben di Jerman.
Hans ayah Martin Luther setelah mengumpulkan uang akhirnya mampu membeli
tambang tembaga itu.
MartinLuther pada tahun 1505 berhasil meraih gelar Magister Artes dari Universitas
Effurt.
Pada tahun 1508 Martin Luther menjadi dosen di universitas Wittenberg mata kuliah
teologi Alkitab.
B. Dasar Teologisnya bagi Pendidikan Agama Kristen
Dalam hal ini, Boehlke mengambil empat dasar teologis yang terdapat di dalam
tulisan Luther yang menjadi landasan bagi teori dan praktek pendidikan agama
Kristen:
(1). Keadaan berdosa setiap warga: banyak teolog lain yang juga mengakui dosa asal,
tetapi pengakuan itu cenderung tetaplah sebuah ajaran kering saja. Namun berbeda
halnya dengan Luther yang melalui pengalamannyamendorong dia untuk mencari
jalan keluar yang mengenyangkan kelaparan jiwa, yang menurutnya tidak bisa diatasi
melalui seluk-beluk sistem sakramental yang merupakan soko-guru gereja zamannya.
Karena itu baginya usaha menyelamatkan jiwa menjadi pendorong utama menuju
jalan memperbarui gereja dan bukan pertengkarannya dengan lembaga Kepausan;
(2) Pembenaran oleh iman: melalui penderitaan jiwanya, Luther diyakinkan tentang
kebenaran dosa sebagai faktor dalam diri seiap orang. Dosa itu meresap ke dalam
semua kebajikan insane di samping tindakannya yang buruk. Jadi, dampaknya
mengendalikan segala kegiatan yang diprakarsai manusia termasuk pendidikan agama
Kristen. Oleh karena itu ia mutlak diperhatikan oleh para pendidik di kalangan
jemaat/ gereja;
(3) Imamat semua orang percaya: menurut Luther, di dalam pengalaman pembenaran
karena iman tersebut tersirat pula persamaan hak setiap orang di hadapan Allah.
Tidak ada satu golongan tertentu yang menjadi penyalur anugerah Tuhan sehingga
kemudian disampaikan kepada orang yang lebih rendah martabatnya. Sebenarnya
semua oleh iman telah dijadikan makhluk baru dalam Yesus Kristus. Dengan kata
lain, setiap warga adalah imam bagi warga seimannya;
(4) Firman Allah: dasar teologi ini sudah tersirat dalam ketiga dasar lainnya, karena
semuanya berakar dalam Alkitab, yaitu: Yesus secara pribadi dan ajaran-Nya aalah
28
Firman Allah, Alkitab sebagai Firman dan Firman sebagai Amanat Allah yang
Diberitakan kepada Para Warga kristen.
Semua penguasa sipil, khususnya mereka yang bekerja di dalam pemerintahan wajib
menyediakan dana dan sarana demi kepentingan pendidikan bagi kaum muda.
Luther memberikan beberapa alasan mengapa para pemimpin pemerintahan
wajib menyediakan kesempatan belajar bagi kaum muda, antara lain:
29
kalau orangtua tidak mau mendidik anak-anak, atau tidak mampu, atau mampu tetapi
mempunyai waktu atau uang cukup untuk pendidikan, maka terdapat satu lembaga
yang mempunyai keuangan yang dapat dipergunakan untuk kesejahteraan umum.
Walaupun dana yang dikeluarkan tidak sedikit jumlahnya, namun Luther telah
memikirkannya yaitu melalui kas gereja, para dermawan, dan kas Negara.
(3) Pelajar
Dalam penjelasan sebelumnya, Luther secara tersirat telah menyebutkan beberapa
jenis pelajar. Luther berpandangan bahwa yang menyandang status pelajar bukan
hanya anak-anak/ nara didik saja, akan tetapi orangtua dan gurupun wajib
menyandangnya.
30
Menurut Luther, orangtua dan guru haruslah terlebih dahulu diberikan
pengajaran, sebelum mereka mulai mengajar. Hal ini dilakukan agar para
orangtua dan guru memiliki dasar yang kuat dalam mengajar anak-anak/ nara didik.
Para pelajar kedua adalah para anak-anak/ nara didik, baik itu laki-laki maupun
perempuan. Menurut pandangan umum pada saat itu, pendidikan untuk anak
perempuan sangat disepelekan. Masyarakat menganggap bahwa hanya anak laki-laki
saja yang dapat menerima pendidikan, bukan perempuan.
Namun pandangan ini ditolak oleh Luther. Menurut Luther, tingakatan
pendidikan yang diterima anak perempuan haruslah sama dengan anak laki-
laki.
Para pelajar lainnya yang menerima perhatian Luther adalah para orang dewasa.
Luther berpandangan bahwa orang dewasa pun perlu diperlengkapi dengan
pengetahuan dan pengertian tentang iman Kristen.
Serta untuk mereka yang melek huruf, Luther telah menyusun Katekismus Besar,
sebuah sumber tercetak yang menolong orang dewasa memperoleh pengetahuan
minimal tentang iman Kristen. Tetapi kalau tidak dibuat demikian, maka secara
praktis terdapat wadah lain lagi yang tersedia, yaitu kebaktian pagi pada umumnya,
dan khotbah pada khususnya.
Golongan pelajar yang terakhir adalah para imam, biarawan dan awamyang
ingin dipersiapkan untuk dapat berkhotbah. Untuk para pelayan ini, Luther menyusun
khotbah khusus yang dapat dibaca pada jam kebaktian di jemaat lainnya.
Sebagiannya dimanfaatkan pula sebagai contoh atau pedoman bagi orang yang
sedang dipersiapkan untuk memberitakan injil. Khotbah-khotbah yang disalin itu
kemudian dicetak dan disebar-luaskan ke mana-mana.
(4) Kurikulumnya
Pandangan Luther tentang kurikulum tidaklah sama dengan pandangan pada
umumnya. Pandangan tersebut coba digolongkan oleh Boehlke ke dalam tiga hal.
Pertama, membahas tentang ruang lingkup kurikulum Luther. Kedua, isi Katekismus
merupakan kurikulumnya yang paling lengkap dan teratur. Ketiga, pandangannya
tentang isi kurikulum di sekolah-sekolah.Penjelasan mengenai ketiga akan dijelaskan
di bawah ini.
31
Menurutnya, musik merupakan salah satu karunia Tuhan yang paling indah. Tetapi
Luther tidak hanya memasukkan vak musik ke dalam kurikulumnya.
Dia sendiri telah menggugah paling tidak sepuluh buah nyanyian rohani, yang di
antaranya termasuk nyanyian Reformasi yang terkenal, yaitu “Allahku benteng yang
Teguh” (“Ein Feste Burg Ist Unser Gott”).
Selain vak musik, Luther juga menerapkan vak sejarah ke dalam keurikulumnya.
Luther berpandangan bahwa sejarah tidak lain daipada kisah yang bersaksi atas
pemeliharaan Allah sepanjang abad terhadap manusia.
Dengan mengetahui serta memahami arti baik buruknya sejumlah peristiwa yang
terjadi pada masa lampau, maka warga diperkaya dalam keperluan mengambil
keputusan bermakna pada zaman sekarang ini.
Selain itu, fakultas ilmu hitung dan olahraga yang menurut Luther juga perlu ada
dalam sekolah-sekolah, di samping semua vak khusus yang berkaitan dengan bahasa
Latin. Walaupun semua vak-vak di atas adalah vak-vak pelengkap yang penting,
namun bagi Luther tidak ada pokok pelajaran yang lebih penting daripada Alkitab.
Pembelajaran tentang Alkitab dipermudah dengan adanya terjemahan Kitab Suci
dalam bahasa Jerman.
(b) Isi Katekismus
Pada tahun 1529, Luther menghasilkan dua buku katekismus, yaitu yangKecil untuk
anak-anak dan Besar untuk kaum dewasa.
Kedua-duanya berporos pada lima tema, yaitu Dasa Titah, Pengakuan Iman
Rasuli, Doa Bapa Kami, Sakramen Baptisan dan Perjamuan
Kudus, serta Jabatan Kunci.
Luther berusaha menjelaskan arti setiap tema dengan menyusun suatu seri pertanyaan
yang diajukan kepada anak didik oleh guru/ pendeta, dan jawaban yang hendaknya
diungkapkan oleh setiap pelajar. Sebagai contoh kita dapat melihat beberapa pokok
pertanyaan yang termuat dalamKatekismus Kecil, antara lain tentang: (i) Pengakuan
Iman Rasuli: “Aku percaya kepada Allah Bapa yang Mahakuasa, yang menciptakan
bumi dan semesta langit”; (ii) Doa Bapa Kami: “Berilah kami pada hari ini
makanan kami yang secukupnya”; dan (iii) Sakramen Perjamuan Kudus.
Luther berpandangan bahwa katekismus itu hendaknya dipakai oleh pendeta sebagai
dasar khotbahnya, tetapi pada pokoknya ia merupakan sumber pendidikan agama
Kristen di rumah tangga. Dengan buku katekismus dalam tangannya, seorang ayah
mampu mendidik anak-anaknya dalam pokok-pokok iman Kristen, walaupun
pendidikannya terbatas.
32
(c) Isi Kurikulum di Sekolah-sekolah
Selain menentukan pokok kurikulumnya, Luhter juga telah menentukan isi dari
kurikulumnya, antara lain:
(i) Anak-anak yang duduk di sekolah pada tahap pemula akan diajarkan membaca. Buku
pertamanya memuat alphabet (abjad), Doa Bapa Kami, Pengakuan Iman Rasuli di
samping doa-doa. Selain itu, anak-anak tidak belajar membaca dan menulis bahasa
Jerman, melainkan bahasa Latin. Oleh sebab itu, setiap anak diwajibkan
menghafalkan beberapa kata setiap hari dan kemudian mengucapkannya kembali
secara tertulis dan lisan;
(ii) Bagian Kedua: Di dalam tahap ini adalah anak-anak yang sudah mampu membaca
dan menulis, mata pelajarannya mencakup tiga vak pokok, yaitu: tata bahasa
Latin, Dongeng-dongeng Aesop dan pendidikan agama Kristen;
(iii) Bagian Ketiga: Hanyalah anak-anak yang paling mampu dalam tata bahasa Latin
boleh naik tingkat bagian ketiga ini. Sepanjang pagi waktunya dimanfaatkan
membaca karangan klasik dalam bahasa Latin di samping mengupas berbagai pokok
tata bahasa yang ada di dalamnya. Dalam seminggu anak-anak diwajibkan menyusun
sebuah syair dalam bahasa Latin. Selain itu, pembicaraan dalam semua mata
pelajaran hendaknya berlangsung dalam bahasa Latin juga. Vak yang lebih ringan
seperti musik dipelajari sesudah makan siang. Anehnya, vak pendidikan agama
Kristen hanya dipelajari secara tidak langsung melalui kebaktian saja.
Sesungguhnya gaya mengajar yang disarankan Luther lebih maju ketimbang
pendekatan yang lazim dikenal di sekolah-sekolah sezamannya, namun dengan semua
tekanan atas menaati pola tetap, kekhawatiran terhadap ucapan pribadi, khususnya
dalam penelaahan katekismus, dan latihan terus-menerus menyatakan metode-metode
mengajar yang dinamakan pembiasaan (Conditioning)
Setelah melihat penjelasan tentang pemikiran yang Luther berikan untuk pendidikan
agama Kristen, paling tidak kita mendapatkan beberapa pokok yang bermakna
terhadap perkembangan pendidikan agama kristen, antara lain: (a) Luther mengaitkan
teologi sebagai dasar pendidikannya, serta (b) berpandangan bahwa semua orang
berhak belajar membaca dan menulis sebagai dasar pendidikan bagi anak laki-laki
dan perempuan. (c) Luther juga menyusun bahan pendidikan khusus untuk anak
didik, yaituKatekismus kecil.
Dia sangat prihatin pada perbedaan sifat setiap anak, sebagai suatu fakta yang perlu
diperhatikan sebagai dasar mengembangkan tugas-tugas belajar yang sesuai dan
penggunaan kurikulum yang digunakan.
33
Walaupun gaya mengajarnya tidak sempurna, namun ia cenderung lebih maju
ketimbang pendekatan yang dominan di antara kebanyakan pendidik sezamannya.
Hal itu terlihat dalam pada saat
Dia menitik-beratkan peranan musik dalam proses mendidik orang-orang di samping
menjadi unsur liturgi.
Dia juga amat sadar akan kemungkinan-kemungkinan yang tersirat dalam pengalaman
pendidikan, dengan berakibat kepada warga Kristen yang berhak bertumbuh dalam
iman Kristen sehingga dihayatinya dalam kehidupan sehari-hari.
6. Perpustakaan
Sumbangan Luther di bidang Pendidikan amat besar pula ketika mendesak para
pemimpin Kota Praja mendirikan Perpustakaan –perpustakaan yang bermutu tinggi
serta diletakkan dalam gedung yang sesuai dengan maksud mulia.
Dengan pendirian dan pemeliharaan perpustakaan bermutu tinggi, sama pentingnya
dengan persekolahan dan pembinaan lengsung pada wadah grejawi dalam rangka
mendidik kaum muda dalam iman Kristen.
BAB VII
PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN PADA ZAMAN
REFORMASIPROTESTAN
A. Riwayat Hidup Calvin
34
Pada 1536 ia menetap di Jenewa, ketika ia dihentikan dalam perjalannya ke Basel,
oleh bujukan pribadi dari William Farel, seorang reformator.
Ia menjadi pendeta di Strasbourg dari 1538-1541, lalu kembali ke Jenewa. Ia
tinggal di sana hingga kematiannya pada 1564. Yohanes Calvin berniat menikah
untuk menunjukkan sikap positifnya terhadap pernikahan daripada kehidupan selibat.
Pada 1539 ia menikah dengan Idelette de Bure, janda seseorang yang dulunya
anggota Anabaptis di Strasbourg. Idelette mempunyai seorang anak laki-laki dan
perempuan dari almarhum suaminya. Namun hanya anak perempuannya yang pindah
bersamanya ke Jenewa. Pada 1542, suami-istri Calvin mendapatkan seorang anak
laki-laki yang dua minggu kemudian meninggal dunia. Idelette Calvinmeninggal
pada 1549.
1. Kedaulatan Allah
Calvin menjelaskan Allah dinyatakan sebagai Allah yang berdaulat atas dunia, karena
Dialah yang menciptakan segala sesuatu yang ada, tidak ada kekurangan dalam diri
Allah.
Hal ini Calvin menjelaskan bahwa setiap manusia yang di pilih oleh Allah harus
memiliki tanggung jawab terhadap hidupnya. Boehlke menjelaskan melalui
perumpamaan bayi yang lahir tanpa apa-apa, dengan dorongan alamiah hingga
bertumbuh.
2. Alkitab Sebagai Firman Allah
Sumber pengetahuan yang dimiliki Calvin bersumber dari Alkitab.
Alkitab adalah Firman Allah yang diucapkan demi kemajuan gereja secara rohaniah.
Peranan Alkitab mutlak dalam kehidupan Calvin
35
Bukan keputusan Gereja yang menyebabkan alkitab diterima sebagai Firman
Allah,sebab justru dalam Alkitablah dapat dibaca bagaimana Gereja dibangun di atas
dasar para Rasul dan para Nabi, dengan Kristus sebagai batu Penjuru ( Efesus2:20).
3. Ajaran Tentang Manusia
Memandang manusia dalam dua sudut :
1).Manusia sebagai makhluk yang diciptakan segambar dengan Allah,
2). kemudian jatuh ke dalam dosa dengan dampak luas yang tersirat di dalamnya.
Dalam pertumbuhan manusia yang semakin dewasa harus diberi pendidikan untuk
lebih mengenal Allah, seperti yang diajarakan Yesus yaitu kasih.
Melalui sejumlah pengalaman belajar yang dilaksanakan gereja, sehingga
pertumbuhan rohani akan dihasilkan oleh mereka yang semakin dalam, pertumbuhan
ini menjadikan tindakan-tindakan kasih terhadap sesamanya.
4. Ajaran Gereja
Calvin bercita-cita Gereja Am yang selalu ada dalam proses pembaharuan kembali.
Pandangan Calvin tentang Gereja, Calvin ingin mengembalikan persekutuan Kristen
kepada Gereja semula.
Pemahaman tentang Gereja sangatlah oikumenis, Calvin ingin berusaha mencari jalan
untuk mempersatukan semua orang percaya kepada Kristus ke dalam satu
persekutuan yang esa.
36
Gagasannya tentang kekuasaan terbatas yang dipegang raja, mereka bertanggung-
jawab kepada Tuhan dan karena itu dapat dilepaskan tugasnya pula apabila mereka
melanggar persyaratan panggilannya yang ditentukan Allah.
3. Para Pelajar
Calvin menggunakan contoh gereja purba, yaitu keperluan untuk mendidik anak-
anak(laki-laki dan perempuan) dalam ajaran iman.
Jemaat kedua adalah anak muda, mereka harus wajib menghadiri kebaktian minggu
maupun hari-hari lainnya yang sudah terlebih dahulu di beritahukan. Jika terlambat
maupun tidak hadir tanpa izin maka akan di berikan denda, kebaktian sangatlah
penting bagi pendidikan Kristen menurut Luther dan Calvin, karena mereka berdua
memandang khotbah sebagai wadah yang disediakan Tuhan untuk mendidik orang
dewasa.
Golongan ketiga adalah golongan pelajar maupun pendeta. Calvin ingin pemimpin
gereja dipimpin oleh orang-orang yang terpelajar, mereka-merekalah yang mengerti
akan Alkitab.
4. Siapakah Pendidik Kristen
37
Pengajaran berawal dari firman Allah yang tertulis dalam Alkitab, karena dalam
kehidupan di Alkitab terdapat pengalaman mengajar dan belajar.
Allah mengajar melalui orang-orang yang menaklukan dirinya kepada Firman Allah.
Menurut Calvin pengajar di bagi menjadi dua yaitu Pendeta dan guru.
Di jenewa Calvin menggabungkan jabatan tersebut, yaitu pendeta yang sebagai
gembala Jemaat dan ia juga mengajar sebagai guru dan melayani jemaat sebagai guru
juga.
Selain Allah dan pendeta sebagai pengajar, perlu juga orang lain di ajar untuk dapat
menjadi pengajar, sehingga didirikannya Akademi di Jenewa. Sehingga keteratuaran
yang terjadi dalam pengajaran di gereja akan semakin kuat karena adanya dukungan
satu sama lain.
5. Kurikulumnya
Menurut Calvin katekimus sangat penting, katekimus hampir sama dengan ilmu
pendidikan.
Terdapat empat tinjauan umum sebelum terbentuknya isinya yaitu,
pertama tugas menyusun katekimus(disusun oleh orang-orang yang terpercaya),
kedua bahan studi bagi anak yang disesuaikan menurut dengan kemampuan anak
didik,
ketiga pengalaman pengajaran katekimus menentukan pembentukan kurikulum,
keempat buku kategkismus hendak memupuk hubungan di antara gereja-gereja yang
terpisah.
Kurikulum ini mencakup pada empat tema pokok yaitu hukum, iman, doa dan
sakramen-sakramen.
6. Akademi Jenewa
Pada Tahun 1541 Calvin kembali ke Jenewa dalam rangka usahanya untuk
memperbaharui gereja dan masyarakat sesuai dengan asas-asas Alkitabiah.
Mendorong Gereja dan kotapraja jenewa untuk mendirikan suatu akademi yang
bermutu yang mencakup pendidikan menengah dan Perguruan Tinggi.
Pada tahun 1559, tanggal 5 juni berdirilah akademi Jenewa.
Struktur akademi merupakan 2 sekolah, yaitu :
1). Scola Privata, semacam sekolah dasar samapai SMP kelas 1
2) Scola Publica,SMP kelas 2 samapi SMAdan perguruan tinggi.
38
BAB VIII
IGNATIUS LOYOLA,PENDIDIK JALAN KEHIDUPAN SUCI
A. Riwayat Hidupnya
Tokoh ini adalah salah satu pendiri ordo Yesuit pada masa reformasi. Beliau adalah
pensiunan tentara. Ia mengalami cedera akibat perang di Pamplona, Spanyol Utara.
Dalam keadaan cedera, Ignatius memikirkan sesuatu seperti yang dilakukan Santo
Dominikus atau Santo Fransiskus. Akhirnya, dengan izin Paus, Ignatius mendirikan
Ordo Yesuit sebagai tanda dari kontra-reformasi.
Dengan begitu dia pensiun sebagai ksatria duniawi dan menjadi bagian dari ksatria
rohani.
Sebagai veteran, Ignatius menganggap pentingnya komando dari atasan kepada
bawahan. Komando utama ada di tangan Yesus, dan sebagai bawahannya kita semua
harus menaati perintah demi kemuliaan Kristus di manapun juga.
Selain dasar militer, Ignatius juga menekankan dasar kebatinan atau kehidupan
rohani. Kehidupan rohani, ia tekankan, agar kita aktif.
Tidak seperti Doa Bapa Kami yang mengatakan “..datanglah kerajaanMu”. Dia
menegaskan bahwa kita harus rajin mengetuk pintu Sorga hingga pintu itu terbuka.
Artinya, kita harus mencari kehendak Allah, bukan menanti apa yang Allah
perintahkan. Selain itu, sebagai seorang Katolik yang saleh, Ignatius melatih rohani
para pengikutnya dalam Ordo Yesuit untuk melayani gereja Katolik pada akhirnya.
B. Dasar Pendidikan
1. Pengalaman Militer
2. Kebatinan Mistik Injili
3. Kehidupan Gereja Katolik Roma
Ignatius mendaftar beberapa hal yang menjadi petunjuk betapa pentingnya
kehidupan gerejawi.
1) Mengesampingkan urusan pribadi untuk kepentingan gereja, mempelai perempuan
Kristus, dan ibu dari semua orang percaya.
2) Mengaku dosa dan mengikuti ekaristi sesering mungkin (sekali seminggu).
3) Menjunjung tinggi keikutsertaan dalam segala upacara gerejawi dan peraturannya.
4) Menghargai jabatan gerejawi, keperawanan, pertarakan, dan pernikahan.
5) Memuji ketaatan, kemiskinan, dan kesucian. Ini adalah tiga landasan penting alam
Ordo Yesuit yang dipimpinnya.
6) Memuji barang keramat kaum suci serta berdoa atau berziarah.
7) Menghormati peraturan gerejawi.
8) Harus mengatakan atau menyampaikan hal-hal yang positif tentang para pejabat
gerejawi di depan umum.
9) menekankan perbuatan baik sebagai bentuk kesetiaan kita kepada Tuhan selain
percaya dan beriman padaNya.
39
C. Asas Pendidikan Agama Kristen
1. Tujuannya Asas-asas pendidikan Kristen menurut Ignatius pokoknya adalah
bagaimana menaklukan kehendak manusia menjadi kehendak Allah yang dirumuskan
oleh Paus dan gereja. Maka dari itulah ia menekankan pelatihan rohani bagi para
muridnya.
2. Wadah pendidikan Kristen sendiri adalah sekolah Yesuit yang ia dirikan pada
saat itu. Dalam sekolah itu, Ignatius menyusun sebelas asas umum.
Dalam asas-asas itu, secara keseluruhan, menekankan adanya keseimbangan atas nilai
spiritual dan juga moral. Kegiatan di luar kegiatan rohani pun menjadi pilihan, selama
hal itu dapat mendukung iman dan tujuan akhir mereka yaitu memperoleh
keselamatan dan mengerti serta memahami maksud Allah.
Sekolah ordo Yesuit dibiayai oleh donatur, baik yang diminta maupun sukarela.
Namun lebih dari itu, Ignatius memilih seorang kepala atau rektor untuk mengelola
dana-dana yang masuk untuk kepentingan lembaganya.
Pada saat itu, biaya sekolah para anak didik ditanggung juga oleh donatur. Maka dari
itu pendidikan ini sampai pada tombol “off”. Tidak hanya sekolah, Ordo ini juga
memiliki universitas.
Pengajarannya hampir sama dengan unversitas lain pada abad pertengahan. Hanya
saja pengajaran ilmiah diramu dengan pengajaran spiritual. Hasilnya, banyak tamatan
universitas ini yang memegang teguh iman Katolik Roma.
3. Pengajar
Sebagai seorang Kristen yang baik, Ignatius menjadikan Yesus sebagai pengajar
utamanya. Sebagaimana dilihatnya cara Yesus mengajar, maka menurutnya guru pun
harus bisa seperti Yesus dalam hal mengajar.
Guru-guru pada sekolah yang berada di bawah naungan Ordo ini harus taat pada
disiplin yang telah ditetapkan oleh ordo tersebut.
40
isi iman kristen atau katekismus. Para pelajar diajar untuk bertindak moral sehingga
menjadi suatu kebiasaan dalam diri mereka.
6. Metodologi
Metodenya ada tiga yaitu di kelas, latihan rohani, dan latihan ketaatan. Berikut akan
dijelaskan satu persatu, antara lain:
1). Di kelas
Jumlah anak didik dalam satu kelas bisa mencapai 200 orang. Maka guru bertindak
aktif, menjelaskan pelajaran kepada setiap murid. Dalam murid sendiri dibagi
kelompok-kelompok belajar untuk memeprmudah tugas guru. Agar tidak bosan, guru
melibatkan siswa dalam kegiatan semacam perlombaan. Perlombaan ini bisa perorang
atau perkelompok.
2). Latihan rohani
Latihan ini dilakukan dengan menghadirkan sosok Kristus dalam pikiran hingga sosok
itu benar-benar meresap ke dalam pribadi setiap pelajar. Latihan ini meliputi
pengakuan dosa, kehidupan Yesus, penderitaan Yesus, dan kebangkitan serta
kenaikanNya ke surga.
3). Latihan ketaatan
Sebagaimana sistem militer yang mengutamakan ketaatan setiap orang kepada
perintah, demikian halnya dalam pendidikan Kristen ini. Ignatius memahami bahwa
kesetiaan adalah yang terpenting dari pada korban sembelihan, seperti yang dipahami
oleh Gregorius. Ketaatan terdiri dari tiga tingkatan. Yang pertama adalah ketaatan
akan perintah atasan. Yang kedua kemauan atasan menjadi kemauan bawahan. Yang
ketiga adalah pemahaman bahwa apa yang ia lakukan adalah hal yang diingini
atasannya.
41