Anda di halaman 1dari 15

``LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA

Oleh :

MILA AULIA SYARIFATURRUHAMAH

NIM. P2.06.20.1.17.021

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
TASIKMALAYA
2020
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Otak merupakan salah satu organ yang teksturnya lembut dan berada
dalam kepala. Otak dilindungi oleh rambut, kulit, dan tulang. Adapun
pelindung otak yang lain adalah lapisan meningen, lapisan ini yang
membungkus semua bagian otak. Lapisan ini terdiri dari duramater,
araknoid, piamater.
1. Tengkorak
Tengkorak merupakan kerangka kepala yang disusun menjadi dua
bagian kranium yang terdiri dari tulang oksipital, parietal,
frontal,temporal, etmoid dan kerangka wajah terdiri dari tulang hidung,
palatum, lakrimal, zigotikum, vomer, turbinatum, maksila, mandibula.
Rongga tengkorak mempunyai permukaan atas yang dikenal
sebagai kubah tengkorak, yang licin pada permukaan luar dan pada
permukaan dalam ditandai dengan gili-gili dan lekukan supaya dapat
sesuai dengan otak dan pembuluh darah. Permukaan bawah rongga
dikenal dengan dasar tengkorak permukaan ini dilalui banyak lubang
supaya dapat dilalui serabut saraf dan pembuluh darah (Pearce, 2009).
2. Meningen
Pelindung lain yang melapisi otak adalah meningen, ada tiga
lapisan meningen yaitu duramater, araknoid, dan piamater, masing-
masing memiliki struktur dan fungsi yang berbeda.
a. Duramater
Duramater adalah membran luar yang liat semi elastis. Duramater
melekat erat dengan pemukaan dalam tengkorak. Duramater
memiliki suplai darah yang kaya. Bagian tengah dan posterior
disuplai oleh arteria meningea media yang bercabang dari arteria
karotis dan menyuplai fosa anterior. Duramater berfungsi untuk
melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena dan membentuk
poriosteum tabula interna. Diantara duramater dan araknoid terdapat
ruang yang disebut subdural yang merupakan ruang potensial terjadi
perdarahan, pada perdarahan diruang subdural dapat menyebar
bebas, dan hanya terbatas oleh sawar falks serebri dan tentorium.
Vena yang melewati otak yang melewati ruang ini hanya mempunyai
sedikit jaringan penyokong oleh karena mudah terjadi cidera dan
robek yang menendakan adanya trauma kepala.
b. Araknoid
Araknoid terletak tepat dibawah duramater, lapisan ini merupakan
lapisan avaskuler, mendapat nutrisi dari cairan cerbrospinal, diantara
araknoid dan piamater terdapat ruang subaraknoid. Ruangan ini
melebar dan mendalam pada tempat tertentu, dan memungkinkan
sirkulasi cairan serebrospinal. Araknoid membentuk tonjolan vilus.
c. Piamater
Piamater adalah suatu membran halus yang sangat kaya akan
pembuluh darah halus, piamater merupakan satu-satunya lapisan
meningen yang masuk ke dalam suklus dan membungkus semua
girus(kedua lapisan yang hanya menjembatani suklus). Pada
beberapa fisura dan suklus di sisi hemisfer, piamater membentuk
sawar antara ventrikel dan suklus atau fisura. Sawar ini merupakan
struktur penyokong dari pleksus koroideus pada setiap ventrikel
(price, 1995).

3. Otak
Menurut Pearce (2009) Otak merupakan organ tubuh yang paling
penting karena merupakan pusat dari semua organ tubuh, otak terletak
didalam rongga tengkorak (kranium) dan dibungkus oleh selaput otak
(meningen) yang kuat.
a. Cerebrum
Cerebrum atau otak besar merupakan bagian yang terluas dan
terbesar dari otak, berbentuk telur terbagi menjadi dua hemisperium
yaitu kanan dan kiri dan tiap hemisperium dibagi menajdi empat
lobus yaitu lobus frontalis, parietalis, temporalis dan oksipitalis. Dan
bagian tersebut mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak.
1) Lobus frontalis
Lobus frontalis pada bagian korteks cerebri dari bagian depan
suklus sentralis dan di dasar suklus lateralis. Pada bagian ini
memiliki area motorik dan pramotorik. Lobus frontalis
bertanggung jawab untuk perilaku bertujuan, penentuan
keputusan moral, dan pemikiran yang kompleks. Lobus frontalis
memodifikasi dorongan emosional yang dihasilkan oleh sistem
limbik dan reflek vegetatif dari batang otak.
2) Lobus parietalis
Lobus Parietalis adalah bagian korteks yang gterletak di belakang
suklus sentralis, diatas fisura lateralis dan meluas belakang ke
fisura parieto-oksipitalis. Lobus ini merupakan area sensorik
primer otak untuk sensasi raba dan pendengaran.
3) Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis teletak disebelah posterior dari lobus parietalis
dan diatas fisura parieto-oksipitalis, yang memisahkan dari
serebelum. Lobus ini merupakan pusat asosiasi visual utama yang
diterima dari retina mata
4) Lobus Temporalis
Lobus Temporalis mencakup bagian korteks serebrum. Lobus
temporalis merupakan asosiasi primer untuk audiotorik dan bau.
b. Cerebelum
Cerebelum atau otak kecil merupakan bagian terbesar dari otak
belakang. Cerebelum menempati fosa kranialis posterior dan diatapi
tentorium cerebri yang merupakan lipatan duramater yang
memisahkan dari lobus oksipitalis serebri. Bentuknya oval, bagian
yang mengecil pada sentral disebut vermis dan bagian yang melebar
pada bagian lateral disebut hemisfer. Cerebelum berhubungan
dengan batang otak melalui pedunkulus cerebri inferior (corpus
retiform). Permukaan luar cerebelum berlipat-lipat seperti cerebrum
tetapi lebih lipatanya lebih kecil dan lebih teratur. Permukaan
cerebelum ini mengandung zat kelabu.
c. Batang otak
Batang otak terdiri dari otak tengah (diensfalon) pons varoli dan
medula oblongata. Otak tengah merupakan merupakan bagian atas
batang otak akuaduktus cerebri yang menghubungkan ventrikel
ketiga dan keempat melintasi melalui otak tengah ini. Otak tengah
mengandung pusat-pusat yang mengendalikan keseimbangan dan
gerakan-gerakan bola mata.

4. Saraf kranial
Cedera kepala dapat menyebabkan gangguan pada saraf kranial jika
mengenai batang otak karena edema otak atau perdarahan pada otak.
Macam saraf kranial antara lain :
a. Nervus Olfaktorius (Nervus Kranialis I)
Berfunsi sebagai saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh
dahi, membawa rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung
ke otak;
b. Nervus Optikus (Nervus Kranialis II)
Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke
otak;
c. Nervus Okulomotorius (Nervus Kranialis III)
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola
mata) menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk
melayani otot siliaris dan otot iris;
d. Nervus Trokhlearis (Nervus Kranialis IV)
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf ini berfungsi
sebagai pemutar mata yang pusatnya terletak dibelakang pusat saraf
penggerak mata;
e. Nervus Trigeminus (Nervus Kranialis V)
Sifatnya majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga buah
cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf inimerupakan
saraf otak besar, sarafnya yaitu
1) Nervus oftalmikus sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala
bagian depan kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan
bola mata;
2) Nervus maksilaris sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas,
palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris;
3) Nervus mandibula sifatnya majemuk (sensori dan motoris)
mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya
mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu.
f. Nervus Abducens (Nervus Kranialis VI)
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf
penggoyang sisi mata;
g. Nervus Fasialis (Nervus Kranialis VII)
Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya
mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di dalam
saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk
wajah dan kulit kepala fungsinya sebagai mimik wajah untuk
menghantarkan rasa pengecap;
h. Nervus Akustikus (Nervus Kranialis VIII)
Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan
dari pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf
pendengar;
i. Nervus Glosofaringeus (Nervus Kranialis IX)
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan
lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.
j. Nervus Vagus (Nervus Kranialis X)
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf saraf
motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru paru,
esofagus, gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan
dalam abdomen. Fungsinya sebagai saraf perasa;
k. Nervus Aksesorius (Nervus Kranialis XI),
Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus
trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan;
l. Nervus Hipoglosus (Nervus Kranialis XII)
Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah.
Saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung (Smeltzer, 2001).

B. DEFINISI CIDERA KEPALA SEDANG


Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara
langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka
di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan
kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan
neurologis (Sjahrir,
2012).
Cedera kepala sedang adalah suatu kerusakan pada kepala, buan
bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan
atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah
kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan
fungsi fisik (Padila, 2012). Cedera Kepala Sedang (CKS) dengan GCS 9-
13, ditemukan kelainan pada CT scan otak, memerlukan tindakan operasi
untuk lesi intrakranial, dirawat di rumah sakit setidaknya 48 jam

C. ETIOLOGI
Menurut Borley & Grace (2006) cidera kepala dapat disebabkan karena
beberapa hal diantaranya adalah

1. Pukulan langsung
Dapat menyebabkan kerusakan otak pada sisi pukulan (coup injury)
atau pada sisi yang berlawanan dari pukulan ketika otak bergerak dalam
tengkorak dan mengenai dinding yang berlawanan (contrecoup injury)
(hudak & gallo, 1996);

2. Rotasi / deselerasi

Fleksi, ekstensi, atau rotasi leher menghasilkan serangan pada otak


yang menyerang titik-titik tulang dalam tengkorak (misalnya pada
sayap dari tulang sfenoid). Rotasi yang hebat juga menyebabkan trauma
robekan di dalam substansi putih otak dan batang otak, menyebabkan
cedera aksonal dan bintik-bintik perdarahan intraserebral;

3. Tabrakan

Otak seringkali terhindar dari trauma langsung kecuali jika berat


(terutama pada anak-anak yang elastis);

4. Peluru

Cenderung menimbulkan hilangnya jaringan seiring dengan trauma.


Pembengkakan otak merupakan masalah akibat disrupsi. Terngkorak
yang secara otomatis akan menekan otak;

D. TANDA DAN GEJALA


Menurut Reisner (2009), gejala klinis cedera kepala yang dapat membantu
mendiagnosis adalah battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang
telinga di atas os mastoid), hemotipanum (perdarahan di daerah membran
timpani telinga), periorbital ekhimosis (mata warna hitam tanpa trauma
langsung), rhinorrhoe (cairan serebrospinal keluar dari hidung), otorrhoe
(cairan serebrospinal keluar dari telinga).

E. PATOFISIOLOGI
Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut (yang
membuat kita seperti adanya) akan mudah sekali terkena cedera dan
mengalami kerusakan. Cedera memegang peranan yang sangat besar
dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu
trauma kepala. Lesi pada kepala dapat terjadi pada jaringan luar dan dalam
rongga kepala. Lesi jaringan luar terjadi pada kulit kepala dan lesi bagian
dalam terjadi pada tengkorak, pembuluh darah tengkorak maupun otak itu
sendiri.
Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan, yaitu :
a. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak,
b. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam dan,
c. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang
lain dibentur oleh benda yang bergerak (kepala tergencet).
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre coup
dan coup. Contre coup dan coup pada cedera kepala dapat terjadi kapan
saja pada orang-orang yang mengalami percepatan pergerakan kepala.
Cedera kepala pada coup disebabkan hantaman pada otak bagian dalam
pada sisi yang terkena sedangkan contre coup terjadi pada sisi yang
berlawanan dengan daerah benturan. Kejadian coup dan contre coup dapat
terjadi pada keadaan. Keadaan ini terjadi ketika pengereman mendadak
pada mobil/motor. Otak pertama kali akan menghantam bagian depan dari
tulang kepala meskipun kepala pada awalnya bergerak ke belakang.
Sehingga trauma terjadi pada otak bagian depan.Karena pergerakan ke
belakang yang cepat dari kepala, sehingga pergerakan otak terlambat dari
tulang tengkorak, dan bagian depan otak menabrak tulang tengkorak
bagian depan. Pada keadaan ini, terdapat daerah yang secara mendadak
terjadi penurunan tekanan sehingga membuat ruang antara otak dan tulang
tengkorak bagian belakang dan terbentuk gelembung udara. Pada saat otak
bergerak ke belakang maka ruangan yang tadinya bertekanan rendah
menjadi tekanan tinggi dan menekan gelembung udara tersebut.
Terbentuknya dan kolapsnya gelembung yang mendadak sangat berbahaya
bagi pembuluh darah otak karena terjadi penekanan, sehingga daerah yang
memperoleh suplai darah dari pembuluh tersebut dapat terjadi kematian
sel-sel otak. Begitu juga bila terjadi pergerakan kepala ke depan.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Radiografi kranium: untuk mencari adanya fraktur, jika pasien
mengalami gangguan kesadaran sementara atau persisten setelah
cedera, adanya tanda fisik eksternal yang menunjukkan fraktur pada
basis cranii fraktur fasialis, atau tanda neurologis fokal lainnya.
Fraktur kranium pada regio temporoparietal pada pasien yang tidak
sadar menunjukkan kemungkinan hematom ekstradural, yang
disebabkan oleh robekan arteri meningea media (Ginsberg, 2007).
2. CT scan kranial: segera dilakukan jika terjadi penurunan tingkat
kesadaran atau jika terdapat fraktur kranium yang disertai
kebingungan, kejang, atau tanda neurologis fokal (Ginsberg, 2007).
CT scan dapat digunakan untuk melihat letak lesi, dan kemungkinan
komplikasi jangka pendek seperti hematom epidural dan hematom
subdural (Pierce & Neil, 2014).

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:
1. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola
nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan
fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intracranial
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema
serebral dan peningkatan tekanan intrakranial.
3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan
menurunnya kesadaran
4. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau
meningkatnya tekanan intrakranial.
5. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala
6. Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma
kepala.
7. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.

H. TUJUAN, PERENCANAAN DAN RASIONAL


1. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola
nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan
fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intracranial.
Tujuan:
Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak
ada sesak atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan
dalam batas normal.
Intervensi:
a. Kaji Airway, Breathing, Circulasi.
b. Kaji anak, apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada
hindari memposisikan kepala ekstensi dan hati-hati dalam
mengatur posisi bila ada cedera vertebra.
c. Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada
sekret segera lakukan pengisapan lendir.
d. Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas.
e. Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi
dan tinggikan 15 – 30 derajat.
f. Pemberian oksigen sesuai program.
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema
serebral dan peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan:
Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada
pusing hebat, kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda
peningkatan tekanan intracranial
Intervensi:
a. Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline”
untuk menurunkan tekanan vena jugularis.
b. Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan
tekanan intrakranial: fleksi atau hiperekstensi pada leher, rotasi
kepala, valsava meneuver, rangsangan nyeri, prosedur (peningkatan
lendir atau suction, perkusi).
c. Tekanan pada vena leher, pembalikan posisi dari samping ke
samping (dapat menyebabkan kompresi pada vena leher).
d. Bila akan memiringkan anak, harus menghindari adanya tekukan
pada anggota badan, fleksi (harus bersamaan).
e. Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver.
f. Hindari tangisan pada anak, ciptakan lingkungan yang tenang,
gunakan sentuhan therapeutic, hindari percakapan yang emosional.
g. Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan
intrakranial sesuai program.
h. Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan
karena dapat meningkatkan edema serebral.
i. Monitor intake dan output.
j. Lakukan kateterisasi bila ada indikasi
k. Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi
dan pemenuhan nutrisi.
l. Libatkan orang tua dalam perawatan anak dan jelaskan hal-hal
yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan
menurunnya kesadaran
Tujuan:
Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau
dehidrasi yang ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas
kulit baik, dan nilai elektrolit dalam batas normal.
Intervensi:
a. Kaji intake dan out put.
b. Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan
ubun-ubun atau mata cekung dan out put urine.
c. Berikan cairan intra vena sesuai program.
4. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau
meningkatnya tekanan intrakranial.
Tujuan:
Anak terbebas dari injuri.
Intervensi:
a. Kaji status neurologis anak: perubahan kesadaran, kurangnya
respon terhadap nyeri, menurunnya refleks, perubahan pupil,
aktivitas pergerakan menurun, dan kejang.
b. Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
c. Monitor tanda-tanda vital anak setiap jam atau sesuai dengan
protokol.
d. Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan.
e. Berikan analgetik sesuai program.
5. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
Tujuan:
Anak akan merasa nyaman yang ditandai dengan anak tidak mengeluh
nyeri, dan tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervesi:
a. Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi
nyeri, lamanya, serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau
lambat, berkeringat dingin
b. Mengatur posisi sesuai kebutuhan anak untuk mengurangi nyeri.
c. Kurangi rangsangan.
d. Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.
e. Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur
f. Berikan sentuhan terapeutik
g. Lakukan distraksi dan relaksasi.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma
kepala
Tujuan:
Anak akan terbebas dari infeksi yang ditandai dengan tidak ditemukan
tanda-tanda infeksi: suhu tubuh dalam batas normal, tidak ada pus dari
luka, leukosit dalam batas normal.
Intervensi:
a. Kaji adanya drainage pada area luka.
b. Monitor tanda-tanda vital: suhu tubuh.
c. Lakukan perawatan luka dengan steril dan hati-hati
d. Kaji tanda dan gejala adanya meningitis, termasuk kaku kuduk,
iritabel, sakit kepala, demam, muntah dan kenjang.
7. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi
Tujuan:
Tidak ditemukan tanda-tanda gangguan integritas kulit yang ditandai
dengan kulit tetap utuh.
Intervensi:
a. Lakukan latihan pergerakan (ROM).
b. Pertahankan posisi postur tubuh yang sesuai.
c. Rubah posisi setiap 2 jam sekali atau sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi anak.
d. Kaji area kulit: adanya lecet.
e. Lakukan “back rub” setelah mandi di area yang potensial
menimbulkan lecet dan pelan-pelan agar tidak menimbulkan nyeri.
DAFTAR PUSTAKA

Padila, (2018). Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah.Yogyakarta: Nuha

Medika

Price, S.A. & Wilson, L.M. 2002. Pathophysiology : Clinical Concept of Disease
Processes. 4th Edition. Alih Bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC

Wijaya, Andra Saferi. (2013). Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan


Dewasa
Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai