Anda di halaman 1dari 6

Pindai Ilmu

All about knowledges and anythings


Jumat, 19 Juni 2015
Makalah Inovasi Kurikulum

INOVASI KURIKULUM
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur pada mata kuliah
Kurikulum Pembelajaran Kimia
Dosen: Dra. Ratih Pitasari, M.Pd.

Disusun Oleh :
Dian Mayangsari (1142080017)
Hani Husnul Khotimah (1142080030)
Hazmi Fauzi (1142080031)
Indah Safitri (1142080085)

KELAS A/ SEMESTER II
PENDIDIKAN KIMIA/ FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas Rahmat dan Karunia-Nya makalah yang berjudul “Inovasi Kurikulum” ini dapat
terselesaikan dengan baik sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Penulisan laporan ini merupakan salah satu tugas yang diberikan oleh dosen
mata kuliah Kurikulum Pembelajaran Kimia di UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Dra. Ratih Pitasari, M.Pd sebagai dosen Mata Kuliah
Kurikulum Pembelajaran Kimia yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan kepada kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan
lancar dan penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Dalam penulisan laporan ini, penulis yang masih dalam proses pembelajaran menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangan
baik pada teknis penulisan maupun materi. Untuk itu, penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan kearah
kesempurnaan makalah kami. Akhir kata kami sampaikan terimakasih.

Bandung, 28 April 2015

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Lata Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3
2.1 Pengertian Inovasi Kurikulum ....................................................... 3
2.2 Ciri-Ciri Inovasi Kurikulum ........................................................... 6
2.3 Hambatan-Hambatan dalam Inovasi Kurikulum ........................... 10
2.4 Jenis-Jenis Inovasi dalam Pembelajaran ......................................... 18
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 25
3.1 Kesimpulan .................................................................................... 25
3.2 Saran .............................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 27

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman dan perkembangan IPTEK, masyarakat telah mengalami perubahan pada setiap aspek kehidupannya..
Perubahan adalah suatu bentuk yang wajar terjadi, bahkan para filosof berpendapat bahwa tidak ada satupun di dunia ini yang abadi kecuali
perubahan.
Perkembangan pendidikan pun akan berjalan seiring dengan dinamika masyarakatnya.Perkembangan pendidikan mempunyai kaitan yang erat
dengan kurikulum. Bagaimanapun, kurikulum sangat berperan penting dalam suatu pendidikan karena kurikulum merupakan kegiatan yang
mencakup berbagai rencana kegiatan pesertadidik yang terperinci dan hal-hal yangmencakup pada kegiatan yang bertujuan untuk mencapai
tujuan yang diinginkan.
Seiring dengan berkembangnya dunia pendidikan, kurikulum pun harus dapat menyesuaikannya. Namun dalam prakteknya di lapangan, seringkali
kurikulum dijadikan objek penderita, dalam pengertian bahwa ketidakberhasilan suatu pendidikan diakibatkan terlalu seringnya kurikulum
tersebut berubah. Padahal, seharusnya dipahami bahwa kurikulum seyogyanya dinamis, harus berubah mengikuti perubahan yang terjadi dalam
masyarakatnya.
Semua perubahan akan membawa resiko, tetapi strategi mempertahankan struktur suatu kurikulum tanpa perubahan akan membawa bencana
dan malapetaka, sebab mengkondisikan kurikulum dalam posisi status quo menyebabkan pendidikan tertinggal dan generasi bangsa tersebut tidak
dapat mengejar kemajuan yang diperoleh melalui perubahan.
Dengan demikian, Inovasi kurikulum yang merupakan suatu gagasan atau praktek kurikulum baru dengan mengadopsi bagian-bagian yang
potensial dari kurikulum terdahulu selalu dibutuhkan, untuk mengatasi masalah-masalah yang tidak hanya terbatas masalah pendidikan tetapi
juga masalah-masalah yang mempengaruhi kelancaran proses pendidikan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan inovasi kurikulum?
2. Bagaimana ciri-ciri inovasi kurikulum?
3. Apa hambatan-hambatan yang ada dalam inovasi kurikulum?
4. Apa saja jenis-jenis inovasi dalam pembelajaran?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan inovasi kurikulum?
2. Mengetahui ciri-ciri inovasi kurikulum?
3. Mengetahui hambatan-hambatan yang ada dalam inovasi kurikulum?
4. Mengetahui jenis-jenis inovasi dalam pembelajaran?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hakekat Inovasi Kurikulum dan Pembelajaran


Secara etimologi inovasi berasal dari kata latin innovaation yang berarti pembaharuan dan perubahan. Kata kerjanya innovo yang artinya
memperbarui dan mengubah. Inovasi ialah suatu perubahan baru yang menuju ke arah perbaikan dan berencana (tidak secara kebetulan saja).
(Idris, Lisma Jamal 1992 : 70).
Di dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Inovasi di artikan pemasukan satu pengenalan hal-hal yang baru; penemuan baru yang berbeda dari yang
sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya, yang (gagasan, metode atau alat) (tim penyusun kamus pusat pembinaan dan pengembangan
bahasa, 1989:333).
Inovasi dapat diartikan sebagai sesuatu yang baru dalam situasi sosial tertentu yang digunakan untuk menjawab atau memecahkan suatu
permasalahan. Dilihat dari bentuk atau wujudnya “sesuatu yang baru” itu dapat berupa ide, gagasan, benda atau mungkin tindakan. Sedangkan
dilihat dari maknanya, sesuatu yang baru itu bisa benar-benar baru yang belum tercipta sebelumnya yang kemudian disebut dengan invantion,
atau dapat juga tidak benar-benar baru sebab sebelumnya sudah ada dalam konteks sosial yang lain yang kemudian disebut dengan istilah
discovery. Proses invantion, misalkan penerapan metode atau pendektan pembelajaran yang benar-benar baru dan belum dilaksanakan dimanapun
untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pembelajaran, contohnya berdasarkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kita dapat
mendesain pembelajaran melalui handphone yang selama ini belum ada ; sedangkan proses discovery, misalkan penggunaan model pembelajaran
inkuiri dalam pelajaran IPA indonesia untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam mata pelajaran tersebut, yang sebenarnya model
pembelajaran tersebut sudah dilaksanakan di negara-negara lain, atau pembelajaran melalaui jaringan internet. Jadi, dengan demikian inovasi itu
dapat terjadi melalui proses invation atau melalaui proses discovery.
Merujuk pada penjelasan di atas, maka inovasi kurikulum dan pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu ide, gagasan atau tindakan-tindakan
tertentu dalam bidang kurikulum dan pembelajaran yang dianggap baru untuk memecahkan masalah pendidikan.
Inovasi Kurikulum diharapkan membawa dampak terhadap kurikulum itu sendiri. Kurikulum hanyalah alat atau instrumen untuk mencapai tujuan
pendidikan dan pembelajaran yang ditetapkan. Kurikulum bukan sebagai tujuan akhir. Seiring dengan perubahan masyarakat dan nilai-nilai
budaya, serta perubahan kondisi dan perkembangan peserta didik, maka kurikulum juga mengalami perubahan. Perubahan tersebut adalah:
1. Dari sisi bentuk dan organisasi inovasinya berupa perubahan dari kurikulum 1968 menjadi kurikulum 1975 dan kurikulum 1975 menjadi
kurikulum 1975 yang disempurnakan dan dengan lahirnya Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan riasional maka terjadilah
perubahan kurikulum pada tahun 1994.
2. Dari sisi psikologi timbul masalah berkenaan dengan pendekatan belajar-mengajar yang baru, maka muncul berbagai inovasi seperti
keterampilan proses, CBSA dan belajar tuntas.
3. Dari sisi sosiologis timbul masaah berkenaan dengan tuntutan masyarakat modern yang semakin tinggi dan kompleks sehingga muncu1
inovasi berupa masuknya maka peajaran keterampi1an, adanyal kerja dan gagasan muatan lokal.
4. Dari sisi penyampaian pengajaran, inovasi berupa sistem modul paket untuk pendidikan luar sekolah dan metode SAS (Struktural Analisis
Sintesis) untuk belajar membaca Alquran.
Dalam bidang pendidikan, inovasi biasanya muncul dari adanya keresahan pihak-pihak tertentu tentang penyelenggaraan pendidikan. Misalkan,
keresahan guru tentang pelaksanaan proses belajar mengajar yang dianggapnya kurang berhasil, keresahan pihak administrator pendidikan
tentang kinerja guru, atau mungkin keresahan masyarakat terhadap kinerja dan hasil bahkan sistem pendidikan . Keresahan-keresahan itu pada
akhirnya membentuk permasalahan-permasalahan yang menuntut penanganan dengan segera. Upaya untuk memecahkan masalah itulah muncul
gagasan dan ide-ide baru sebagai suatu inovasi. Dengan demikian, maka dapat kita katakan bahwa inovasi itu ada karena adanya masalah yang
dirasakan; hampir tidak mungkin inovasi muncul tanpa adanaya masalah yang dirasakan.
Selain tersebut diatas ada satu lagi definisi tentang inovasi Pendidikan ialah suatu perubahan yang baru dan kualitatif berbeda dari hal (yang ada)
sebelumnya dan sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan (Suryobroto, 1990 : 127).
Ada istilah yang menentukan (crucial) definisi ini yang perlu dijabarkan untuk memberikan pegangan bagi mereka yang akan meneliti,
merencanakan, melaksanakan atau menilai inovasi dalam pendidikan.
Dimaksudkan “baru” dalam pengertian tersebut adalah apa saja yang belum dipahami, diterima atau dilaksanakan oleh si penerima inovasi,
meskipun mungkin bukan merupakan hal yang baru lagi bagi orang lain. Sedangkan “Kualitatif” berarti bahwa inovasi itu memungkinkan adanya
reorganisasi atau pengaturan kembali dari pada unsur-unsur dalam pendidikan, jadi bukan semata-mata penjumlahan atau penambahan dari
unsur-unsur komponen yang ada sebelumnya. Inovasi adalah lebih dari keseluruhan jumlah unsur-unsur komponen. Tindakan menambah
anggaran belanja supaya dapat mengadakan lebih banyak murid, guru kelas, buku dan sebagainya meskipun perlu dan penting bukan merupakan
tindakan inovasi. Tetapi tindakan mengatur kembali jenis dan pengelompokan pelajaran, waktu, ruang kelas, cara-cara menyampaikan pelajaran,
sehingga dengan tenaga, alat uang dan waktu yangsama dapat dijangkau jumlah sasaran murid yang lebih banyak, dan dicapai kualitas yang lebih
tinggi, itulah tindakan inovasi.

2.2 Ciri-Ciri Inovasi Kurikulum


2.2.1 Ciri-ciri suatu inovasi yang dikemukakan oleh Rogers :
a) Adanya Keuntungan relatif (Relative Advantages), yaitu sejauh mana inovasi dianggap menguntungkan bagi penerimanya. Tingkat
keuntungan atau kemanfaatan suatu inovasi dapat diukur berdasarkan nilai ekonomi, faktor status sosial (gengsi), kesenangan, kepuasan atau
mempunyai komponen yang sangat penting makin menguntungkan bagi penerimaan makin cepat tersebarnya inovasi. Suatu inovasi yang diyakini
memiliki kemungkinan peluang keuntungan relatif yang semakin tinggi, maka semakin tinggi pula kemungkinan percepatan adopsi tersebut oleh
masyarakat. Misalnya, pada saat sekolah memperkenalkan program Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dalam pembelajaran di sekolah, yang pertama
dipikirkan oleh komunitas sekolah adalah apakah pendekatan pembelajaran tersebut memeliki keuntungan relatif dibandingkan dengan pola
pembelajaran sebelumnya? Bila jawabannya, “ya”, maka bentuk inovasi yang ditawarkan akan dengan cepat direspon oleh para guru ataupun
orangtua.
b) Kompatibel (compatibility) dan adanya kesepahaman, yaitu tingkat kesesuaian inovasi dengan nilai, pengalaman lalu dan kebutuhan dari
penerima. Inovasi yang tidak sesuai dengan nilai atau norma yang diyakini oleh penerima tidak akan diterima secepat inovasi yang sesuai dengan
norma yang ada. Misalnya penyebarluasan penggunaan alat kontrasepsi di masyarakat dalai melaksanakan program Keluarga Berencana (KB) ,
bagaimana hal tersebut sejalan dan dirasakan memiliki compatibility dengan suatu agama yang dianut oleh masyarakat yang mengadopsinya. Atau
dalam bidang pendidikan, pada saat sekarang ini banyak bangunan sekolah dasar (SD) yang rusak, maka digulirkan program peduli sekolah dengan
melibatkan semua potensi masyarakat termasuk pemnerintah dalam membangun gedung sekolah, apakah program tersebut sesuai dengan sistem
nilai yang ada , terutama dengan budaya gotong-royong masyarakat kita?
c) Memiliki Derajat Kompleksitas (complexity), yaitu tingkat kesukaran untuk memahami dan menggunakan inovasi bagi penerimanya. Suatu
inovasi yang mudah dimengerti dan mudah digunakan oleh penerima akan cepat tersebar, sedang inovasi yang sukar dimengerti atau sukar
digunakan oleh penerima akan lambat proses penyebarannya. Makin mudah dimengerti suatu inovasi akan makin cepat diterima oleh masyarakat.
Misalnya, pada waktu akan diperkenalkan penelitian tindakan Kelas-PTK ( classroom action research) sebagai upaya untuk meningkatkan mutu,
apakah program tersebut memiliki tingkat kesulitan dan kompleksitas yang tinggi atau tidak dalam pelaksanaanya di sekolah?
d) Trialibilitas (trialibility), artinya sampai sejauh mana suatu inovasi dapat diujicobakan keandalan dan manfaatnya. Suatu hasil inovasi dapat
dengan mudah diadopsi, manakala hal tersebut dapat dilihat dan diujicobakan melalui pengalaman lapangan. Misalnya, ketika jagung hibrida
Sebagai produk inovasi pertanian, maka jagung jenis unggulan ini dapat diuji langsung oleh petani pada lahan pertanian mereka. Dalam bidang
pendidikan, misalnya pada saat ditawarkan pembelajaran kontekstual (Contextual Learning) di sekolah, maka guru akan melakukan praktik KBM
yang bercirikan kontekstual tersebut, apakah mudah diadopsi, sehingga guru dapat dengan mudah mengujicobakannya di kelas masing-masing?
e) Dapat diamati (observability), yaitu mudah tidaknya diamati suatu hasil inovasi. Suatu inovasi yang hasilnya mudah diamati akan makin
cepat diterima oleh masyarakat. Misalnya penyebarluasan penggunaan bibit unggul padi, karena para petani dapat dengan mudah melihat hasil
padi yang menggunakan bibit unggul tersebut, maka mudah untuk memutuskan mau menggunakan bibit unggul yang diperkenalkan (Ibrahim,
1988, hal. 47-48). Dalam bidang pendidikan misalnya seperti pada saat dilakukan penggabungan sekolah (school merger), khususnya di SD, dalam
upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan pendidikan.
2.2.2 Ciri-Ciri Inovasi Pendidikan
Terdapat empat ciri utama inovasi, termasuk inovasi dalam pendidikan. Keempat ciri utama tersebut adalah sebagai berikut :
1. Memiliki kekhasan/khusus. Artinya, suatu inovasi memiliki ciri yang khas dalam arti ide, program, tatanan, sistem, termasuk kemungkinan
hasil yang diharapkan. Ciri yang khusus berarti program inovasi dapat berdimensi makro atau luas dengan melibatkan banyak orang dengan
rentang waktu yang relatif lama. Namun demikian, ciri khusus ini juga dapat berdimensi mikro atau cakupan kecil, sederhana dengan melibatkan
orang yang terbatas dan dengan durasi waktu yang terbatas pula. Suatu inovasi bercirikan spesifik dalam arti suatu inovasi memunculkan kondisi
khusus, dan bukan asal tersebar saja. Misalnya program guru kelas rangkap (multi-grade teachers), dianggap sebagai suatu inovasi karena program
ini memilik ciri khusus dibanding dengan program sejenis yang ada.
2. Memiliki ciri atau unsur kebaruan. Dalam arti suatu inovasi harus memiliki karakteristik sebagai buah karya dan buah pikir yang memiliki
kadar orisinalitas dan kebaruan. Dengan demikian, inovasi merupakan suatu proses penemuan (invention). Baik berupa ide, gagasan, hasil, sistem,
ataupun produk yang dihasilkan.
3. Program inovasi dilaksanakan melalui program yang terencana. Dalam arti bahwa suatu inovasi dilakukan melalui suatu proses yang tidak
tergesa-gesa, namun kegiatan inovasi dipersiapkan secara matang dengan program yang jelas dan direncanakan terlebih dahulu. Proses inovasi
bukan suatu proses yang tiba-tiba dan tidak disengaja, tetapi tahapan yang harus dilaksanakannya. Seperti pada saat diluncurkannya program
managemen berbasis sekolah (school based management), tahapan pelaksaannya tidak secara tergesa-gesa, tetapi melalui tahapan-tahapan yang
direncanakan sejak awal.
4. Inovasi yang digulirkan memiliki tujuan. Program inovasi yang dilakukan harus memiliki arah yang ingin dicapai, termasuk arah dan strategi
untuk mencapai tujuan tersebut. Suatu inovasi bukan asal digulirkan atau asal beda denga program sebelumnya. Inovasi dilaksanakan karena ada
tujuan yang ingin dicapai, termasuk tujuan untuk memperbaiki suatu keadaan.
Ciri-ciri tersebut sesuai dengan pendapat Santosa S. Hamidjojo seperti dikutip Abdulhal (2002) yang menyatakan bahwa inovasi pendidikan
merupakan suatu perubahan yang baru dan kualitatif berbeda dari hal (yang ada) sebelumnya dan engaja diusahakan untuk meningkatkan
kemampuan guna mencapai tujuan tertentu, termasuk dalam bidang pendidikan. Inovasi tidak hanya sekedar terjadinya perubahan dari suatu
keadaan kepada keadaan lainnya. Suatu perubahan dianggap sebagai inovasi, disamping adanya unsur baru dari perubahan tersebut, tetapi juga
adanya unsur kesengajaan, unsur kualitas yang lebih baik dari sebelumnya, dan terarah pada peningkatan berbagai kemampuan untuk mencapai
tujuan yang diharapkan.
2.3 Faktor Penghambat Inovasi Pendidikan
Terdapat enam faktor penghambat yang mempengaruhi keberhasilan usaha inovasi pendidikan seperti inovasi kurikulum antara lain adalah:
1. Perkiraan yang tidak tepat terhadap inovasi
Di antara ke enam faktor, faktor kurang tepatnya perencanaan proses inovasi merpakan faktor yang paling penting dan kompleks sebagai hambatan
pelaksanaaan program inovasi. Hambatan yang disebabkan kurang tepatnya nya perencanaan atau estimasi (under estimating) dalam inovasi yaitu
tidak tepatnya poertimbangan tentang implementasi inovasi, kurang adanya hubungan antar anggota team pelaksana inovasi, dan kurang adanya
kesamaan pendapat tentang tujuan yang akan dicapai atau kurang adanya kerjasama yang baik.
Secara terinci item yang termasuk dalam faktor estimasi yang tidak tepat yaitu tidak adanya koordiansi antar petugas yang berlainan di bidang
garapannya, tidak jelas struktur pengambilan keputusan, kurang adanya komunikasi yang baik dengan pimpinan politik, perlu sentralisasi data
penentuan kebijakan, terlalu banyak peraturan dan undang-undang yang harus diikuti, keputusn formal untuk memulai kegiatan inovasi
terlambat, tidak tepatnya perimbangan untuk menghadapi masalah penerapan inovasi, tekanan dari pimpinan politik (penguasa pemerintahan)
untuk mempercepat hasil inovasi dalam waktu yang singkat.
2. Konflik dan motivasi yang kurang sehat
Hambatan ini muncul karena adanya masalah-masalah pribadi seperti pertentangan anggota team pelaksana, kurang motivasi untuk bekerja dan
berbagai macam sikap pribadi yang dapat mengganggu kelancaran proses inovasi.
Secara terinci item yang termasuk masalah konflik dan motivasi ialah: adanya pertentangan antar anggota team, antara beberapa anggota kurang
adanya saling pengertian serta saling merasa iri antara satu dengan yang lain, orang yang memiliki peranan penting dalam proyek justru tidak
menunjukkan semangat dan ketekunan kerja, beberapa orang penting dalam proyek terlalu kaku dan berpandangan sempit tentang proyek,
bantuan teknik dari luar tidak tepat, orang yang memegang jabatan penting dalam proyek tidak bersikap terbuka untuk menerima inovasi, kurang
adanya hadiah atau penghargaan terhadap orang yang telah menerima dan menerapkan inovasi.
3. Lemahnya berbagai faktor penunjang sehingga mengakibatkan tidak berkembangnya inovasi yang dihasilkan
Hal-hal yang berkaitan dengan macetnya inovasi antara lain sangat rendahnya penghasilan per kapita, kurang adanya pertukaran dengan orang
asing, tidak mengetahui adanya sumber alam, jarak yang terlalu jauh, iklim yan g tidak menunjang, kurang sarana komunikasi, kurang perhatian
dari pemerintah, sistem pendidikan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
Adapun item yang termasuk dalam faktor tidak dapat berkembangnya inovasi adalah lambatnya pengiriman material yang diperlukan, material
tidak siap tepat waktu, perencanaan dana biasanya tidak tepat walaupun sudah tidak dipertimbangkan adanya inflasi (underestimate), sistem
pendidikan kolonial yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, orang yang sudah dilatih untuk menangani proyek tidak mau ditempatkan
sesuai kebutuhan proyek, terjadi inflasi, peraturan kolonial yang tidak sesuai, jauhnya jarak antar tempat satu dengan yang lain, tenaga pelaksana
kurang mampu menangani proyeksesuai dengan yang direncanakan, terlalu cepat terjadi perubahan penempatan orang-orang penting dalam proyek
sehingga dapat mengganggu kontinuitas.
4. Keuangan (finacial) yang tidak terpenuhi
Dalam analisa data ini masalah finansial dibedakan dengan faktor yang menghalangi berkembangnya inovasi secara keseluruhan (faktor yang ke-3),
walaupun keduanya merupakan faktor yang serius menghambat jalannya proses inovasi.
Adapun item yang ternmasuk dalam faktor finansial adalah : tidak memadainya bantuan finansial dari daerah, tidak memadainya bantuan finansial
dari luar daerah, kondisi ekonomi daerah secara keseluruhan, prioritas ekonomi secara nasional lebih banyak pada bidang lain daripada bidang
pendidikan, ada penundaan dalam penyampaian dana, terjadi inflasi.
Tentang bantuan dana untuk suatu proyek inovasi sering terjadi adanya peraturan bahwa pemerintah akan memberikan bantuan bila masyarakat
setempat (daerah) memiliki dana sendiri (swasembada). Daerah tidak mempunyai dana maka pemerintah tidak membantu. Dapat hjuga masyarakat
tidak mau mengusahakan dana karena tidak ada bantuan dari pemerintah, jadi merasa berat dan frustasi. Oleh karena itu bantuan dan perhatian
dari pemerintah sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan daerah.
5. Penolakan dari sekelompok tertentu atas hasil inovasi
Faktor ke-lima ini berbeda dengan faktor yang lain dan memang merupakan penolakan dari kelompok inovasi penentu atau kelompok elit dalam
suatu sistem sosial. Penolakan inovasi ini berbeda dengan keberatan inovasi karena kurang dana atau masalah personalia dan sebagainhya. Jadi
penolakan ini memang ada kecenderungan muncul dari kelompok penentu.
Adapun item yang termasuk dalam faktor ke- lima ini adalah : kelompok elit yang memiliki wewenang dalam masyarakat tradisional menentang
inovasi atau perluasan suasana pendidikan, terdapat pertentangan ideologi mengenai inovasi, proyek inovasi dilaksanakan sangat lambat,
peraturan kolonial meninggalkan sikap masyarkat yang penuh kecurigaan terhadap sesuatu yang asing, keberatan ternhadap inovasi karena sebab
kepentingan kelompok.
6. Kurang adanya hubungan sosial dan publikasi
Faktor terakhir yang juga paling lemah pengaruhnya terhadap hambatan inovasi adalah faktor yang terdiri dari dua hal yaitu hubungan antar team
dan hubungan dengan orang di luar team. Item yang termasuk dalam kelompok ini adalah: ada masalah dalam hubungan sosial antar anggota team
yang satu dengan yang lain, ada ketidakharmoniasan dan terjadi hubungan yang kurang baik antar anggota team proyek inovasi, sangat kurang
adanya suasana yang memungkinkan terjadinya pertukaran pikiran yang terbuka.
Pada umumnya, faktor penghambat inovasi yang sering muncul di lapangan adalah berupa penolakan atau resistance dari calon adopter, misalnya
penolakan para guru tentang adanya perubahan kurikulum dan metode belajar-mengajar, maka perlu kiranya masalah tersebut dibahas.Menurut
definisi dalam kamus John Echol dan "Cambridge International English Dictionary of English" bahwa Resistance is to fight against (something or
someone) to not be changed by or refuse to accept (something).
Berdasarkan definisi tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penolakan (resistance) itu adalah melawan sesuatu atau seseorang
untuk tidak berubah atau diubah atau tidak mau menerima perubahan tersebut. Ada beberapa hal mengapa inovasi sering ditolak atau tidak dapat
diterima oleh para pelaksana inovasi di lapangan atau di sekolah sebagai berikut:
a) Sekolah atau guru tidak dilibatkan dalam proses perencanaan, penciptaan dan bahkan pelaksanaan inovasi tersebut, sehingga ide baru atau
inovasi tersebut dianggap oleh guru atau sekolah bukan miliknya, dan merupakan kepunyaan orang lain yang tidak perlu dilaksanakan, karena
tidak sesuai dengan keinginan atau kondisi sekolah mereka.
b) Guru ingin mempertahankan sistem atau metode yang mereka lakukan saat sekarang, karena sistem atau metode tersebut sudah mereka
laksanakan bertahun-tahun dan tidak ingin diubah. Di samping itu sistem yang mereka miliki dianggap oleh mereka memberikan rasa aman atau
kepuasan serta sudah baik sesuai dengan pikiran mereka. Hal senada diungkapkan pula Day dkk (1987) dimana guru tetap mempertahankan
sistem yang ada.
c) Inovasi yang baru yang dibuat oleh orang lain terutama dari pusat (khususnya Depdiknas) belum sepenuhnya melihat kebutuhan dan kondisi
yang dialami oleh guru dan siswa. Hal ini juga diungkapkan oleh Munro (1987:36) yang mengatakan bahwa "mismatch between teacher's intention
and practice is important barrier to the success of the innovatory program".
d) Inovasi yang diperkenalkan dan dilaksanakan yang berasal dari pusat merupakan kecenderungan sebuah proyek dimana segala sesuatunya
ditentukan oleh pencipta inovasi dari pusat. Inovasi ini bisa terhenti kalau proyek itu selesai atau kalau finasial dan keuangannya sudah tidak ada
lagi. Dengan demikian pihak sekolah atau guru hanya terpaksa melakukan perubahan sesuai dengan kehendak para inovator di pusat dan tidak
punya wewenang untuk merubahnya.
e) Kekuatan dan kekuasaan pusat yang sangat besar sehingga dapat menekan sekolah atau guru melaksanakan keinginan pusat, yang belum
tentu sesuai dengan kemauan mereka dan situasi sekolah mereka.
· Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan Dalam Inovasi
Untuk menghindari penolakan seperti yang disebutkan di atas, faktor-faktor utama yang perlu diperhatikan dalam inovasi pendidikan adalah guru,
siswa, kurikulum dan fasilitas, dan program/tujuan. Penjelasannya akan dijelaskan berikut ini.
a) Guru
Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Kepiawaian
dan kewibawaan guru sangat menentukan kelangsungan proses belajar mengajar di kelas maupun efeknya di luar kelas. Guru harus pandai
membawa siswanya kepada tujuan yang hendak dicapai.Ada beberapa hal yang dapat membentuk kewibawaan guru antara lain adalah penguasaan
materi yang diajarkan, metode mengajar yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, hubungan antar individu, baik dengan siswa maupun antar
sesama guru dan unsur lain yang terlibat dalam proses pendidikan seperti adminstrator, misalnya kepala sekolah dan tata usaha serta masyarakat
sekitarnya, pengalaman dan keterampilan guru itu sendiri.
Dengan demikian, maka dalam pembaharuan pendidikan, keterlibatan guru mulai dari perencanaan inovasi pendidikan sampai dengan
pelaksanaan dan evaluasinya memainkan peran yang sangat besar bagi keberhasilan suatu inovasi pendidikan. Tanpa melibatkan mereka, maka
sangat mungkin mereka akan menolak inovasi yang diperkenalkan kepada mereka.
Hal ini seperti diuraikan sebelumnya, karena mereka menganggap inovasi yang tidak melibatkan mereka adalah bukan miliknya yang harus
dilaksanakan, tetapi sebaliknya mereka menganggap akan mengganggu ketenangan dan kelancaran tugas mereka. Oleh karena itu, dalam suatu
inovasi
pendidikan, gurulah yang utama dan pertama terlibat karena guru mempunyai peran yang luas sebagai pendidik, sebagai orang tua, sebagai teman,
sebagai dokter, sebagi motivator dan lain sebagainya. (Wright1987)
b) Siswa
Sebagai obyek utama dalam pendidikan terutama dalam proses belajar mengajar, siswa memegang peran yang sangat dominan. Dalam proses
belajar mengajar, siswa dapat menentukan keberhasilan belajar melalui penggunaan intelegensia, daya motorik, pengalaman, kemauan dan
komitmen yang timbul dalam diri mereka tanpa ada paksaan. Hal ini bisa terjadi apabila siswa juga dilibatkan dalam proses inovasi
pendidikan,walaupun hanya dengan mengenalkan kepada mereka tujuan dari pada perubahan itu mulai dari perencanaan sampai dengan
pelaksanaan, sehingga apa yang mereka lakukan merupakan tanggung jawab bersama yang harus dilaksanakan dengan konsekwen. Peran siswa
dalam inovasi pendidikan tidak kalah pentingnya dengan peran unsur-unsur lainnya, karena siswa bisa sebagai penerima pelajaran, pemberi materi
pelajaran pada sesama temannya, petunjuk, dan bahkan sebagai guru.
Oleh karena itu, dalam memperkenalkan inovasi pendidikan sampai dengan penerapannya, siswa perlu diajak atau dilibatkan sehingga mereka
tidak saja menerima dan melaksanakan inovasi tersebut, tetapi juga mengurangi resistensi seperti yang diuraikan sebelumnya.

2.4 Jenis-Jenis Inovasi dalam Pembelajaran


Sebagai usaha mengefektifkan pencapaian tujuan pendidikan, pemerintah orde baru terus-menerus melakukan berbagai perbaikan dan
pembaharuan pendidikan dan kurikulum. Beberapa pembaruan (inovasi) yang telah dilakukan dikemukakan dibawah ini:
1. Pemberlakuan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)
Sejak lama bahkan sejak kemerdekaan repblik Indonesia ini, kurikulum di Indonesia disusun secara terpusat. Sekolah kurang bahkan tidak
diberi ruang yang ukup untuk mengembangkan kurikulum sendiri. Sekolah dan tentu saja guru hanya berfungsi sebagai pelaksana kurikulum yang
seluruhnya di atur oleh pusat, mullah isi pelajaran, system penilaian bahkan waktu pemberian materi pelajaran kepada siswa melalui bentuk
kurikulum yang bersifat matriks. Baru sejak tahun 2006, terjadi perubahan kebijakan pemerintah mengenai kurikulum seiring dengan
diberlakukannya undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional. Kurikulum tidak lagi sepenuhnya diatur oleh pusat,
akan tetapi ditentukan oleh daerah masing-masing melalui kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). KTSP adalah kurikulum operasional yang
disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memerhatikan dan
berdasarkan standar nasional pendidikan (BSNP). Dilihat dari adanya perubahan system manajemen kurikulum itulah, maka dapat kita katakana
bahwa pemberlakuan KTSP merupakan salah satu bentuk inovasi kurikulum yang ada di Indonesia. Tidak demikian dengan KTSP sebagai
kurikulum operasioanal, disusun dan dikembangkan oleh sekolah seauai dengan kondisi daerah.
Maka kita analisis dari konsep di atas, ada beberapa hal yang berhubungan dengan makna kurikulum operasional. Pertama, sebagai
kurikulum yang bersifat operasional. Maka dalam pengembangannya, KTSP tidak akan lepas dari ketetapaan-ketetapai yang telah disusun
pemerintah sevara nasional. Artinya walaupun daerah diberi kewenangan untuk mengembangkan kurikulum akan tetapi kewenangan itu hanya
sebatas pada pengembangan operasionalnya saja; sedangkan yang menjadi rukukan pengebmbangannya itu sendiri ditentukan oleh pemerintah,
misalnya jenis mata pelajaran beserta jumlah jam pelajarannya, isi dari setiap mata pelajaran itu sendiri serta jumlah jam pelajaranya, isi dari
setiap mata pelajaran itu sendiri sert kompetensi yang harus dicapai oleh setiap mata pelajaran itu.
Hal ini sesuai dengan undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36 ayat 1, yang menjelaskan bahwa
pengembangan kurikulum mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tukuan pendidikan nasional. Daerah dalam menentukan
isi pelajaran terbatas pada pengambangan kurikulum muatan lolkal, yakni kurikulum yang memiliki kekhasan sesuai dengan kebutuhan daerah,
serta aspek pengembangan diri yang sesuai dengan minat siswa. Jumlah jam pelajaran kudua aspek tersebut ditentukan oleh pemerintah.
Kedua, sebagai kurikulum operasional, para pengembang KTSP, di tuntut dan harus memerhatikan cirri khas kedaerahan, sesuai dengan
bunyi Undang-undang No. 20 Tahun 2003 ayat 2, yakni bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip
diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Persoalan ini penting untuk dipahami, sebab walaupun standaar
isi ditentukan oleh pemerintah, akan tetapi dalam operasional pembelajarannya yang direncanakan dan dilakukan oleh guru dan pengembang
kurikulum tidak terlepas dar keadaan dan kondisi daerah.
Ketiga, sebagai kurikulum operasional, para pengembang kurikulum di daerah memiliki keleluasaan dalam mengembangkan kurikulum
menjadi unit-unit pelajaran, misalnya dalam mengemangkan strategi dan metode pembelajaran, dalam menentukan media pembelajaran dan dalam
menentukan evaluasi yang dilakukan termasuk dalam menentukan berapa kali pertemuan serta kapan suatu topic materi harus dipelajari siswa
agar kompetensi dasr yang telah ditentukan dapat tercapai. Sebagai kurikulum operasional, KTSP memiliki karakteristik sebagai berikut:
a) KTSP adalah kurikulum sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Hal ini dapat
kita lihat dari struktur kurikulum KTSP yang memuat sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik. Setiap mata pelajara yang
harus dipelajari ituselain sesuai dengan nama-nama disiplin ilu juga ditentukan jumlah jam pelajaran secara ketat, maka dapat dikatakan bahwa
KTSP merupakan kurikulum yang berorientasi pada sdisiplin ilmu.
b) KTSP adalah kurikulum yang berorientasi pada pengemangan individu. Hal ini dapat dilihat dari prinsip-prinsip pembelajaran dalam KTSP
yang menekankan pada aktivitasa siswa untuk mencari dan menemukan sendiri matei pelajaran melalui berbagai pendikatan dan strategi
pembelajaran yang disarankan misalnya, melalui CTL, inkuiri, pembelajaran fortopolio dan lain sebagainya. Demikian juga, secara tegas dalam
struktur kuikulum terdapat komponen pengembangan diri.
c) KTSP adalah kurikulum yang mengakses kepentingan daerah. Hal ini tampak pada salah satu prinsip KTSP yakni berpusat pada potensi
perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkunganya. Dengan demikian, maka KTSP adalahkurikulum yang dikembangkan
oleh daerah. Bahkan, dengan program muatan lokalnya KTSP didasarkan pada keberagaman kondisi, social, budaya yang berbeda masing-basing
daerahnya.
d) KTSP merupakan kurikulum teknologis. Hal ini dapat dilihat dari adanya standar kompetensi, kompetensi dasar yang kemudian di jabarkan
pada indicator hasil belajar, yakni sejumlah perilaku yang terukur sebagian bahan penilaian.
2. Penyelenggaraan sekolah lanjutan pertama terbuka (SLTPT)
SLTPT terbuka merupalkan sekolah menengah umum tingkat pertama yang kegiatan belajarnya dilaksanakan sebagian besar di luar gedung
sekolah. Penyampaian pelajaran dilakukan dengan memenfaatkan berbagai media sebagai pengganti guru, misalnya dengan menggunakan paket
belajar berupa modul dan pemanfaatan media elektronik seperti radio.
SLTPT terbuka diselenggarakan untuk meningkatkan pemerataaan pendidikan, khususnya bagi lulusan SD yang ingin melenjutkan
pendidikannya, akan tetapi tidak dapat merealisasikan niatnya disebbkan factor geografi, social dan ekonomi. Ciri-ciri SLTPT terbuka adalah
sebagai berikut:
a) Terbuka bagi peserta didik tanpa pembatasan umur dan syarat-syarat akademis.
b) Terbuka dalam memilih program belajar untuk mencapai ijazah formal untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan jangka pendik yang bersifat
praktis, incidental dan individual (perorangan).
c) Dalam prosees belajar mengajar bersifat terbuka yang tidak selalu harus diselenggarakan di dalam kelas mellui tatap muka dengan guru, akan
tetapi dapat dilakukan di luar kelas sesuai dengan kesempatan masing-masing dengan belajar melalui berbagai media, seperti fadio, media cetak,
film, foto dan lai sebagainya.
d) Peserta didik dapat secara bebbbbas mengikuti program belajar sesuai dengan kesempatan yang tersedia.
e) SLTP Terbuka dikelola secara terbuka, dengan melibatkan pegawai negeri, para tokoh masyarakat, orang tua peserta didik dan pamong
pemerintah setempat.
Tujuan yang ingin dicapai oleh SLTP Terbuka adalah agar lulusan dari SLTP terbuka tersebut:
a) Menjadi warga Negara yang baik sebagai manusia yang sehat, dan kuat lahir dan batin.
b) Menguasai hasil pendidikan umum yang merupakan kelanjutan dari pendidikan di sekolah dasar.
c) Memiliki bekal untuk melanjutkan pelajaran ke sekolah lanjutan atas dan utuk tujuan ke masyarakat.
d) Meningkatkan didiplin siswa.
e) Menilai kemajuan siswa dan memantapkan hasil pelajaran dengan media.
3. Pengajaran melalui modul
Pengajaran melalui odul merupakan salah satu bentuk inovasi pendidikan yang pernah ada di Indonesia yang digunakan dalam berbagai
penyelennggaraan pendidikn baik formal maupun non formal.
Dalam konteks pembelajaran, modul dapat diartikan sebagai suatu unit lengkap yang berdiri sendiri yang terdiri dari rangkaian kegiatan
belajar yang disusun untuk membantu peserta didik mencapai sejumlah tujuan yang durumuskan secra khusus dan jelas. Dalam sebuah modul
durumuskan suatu unit pengajaran secara jelas, dari mulai tujuan yang harus dicapai, petunjuk pembelajaran atau rangkaian pembelajaran atau
rangkaian kegiatan belajar yang harus dilakukan siswa, materi pembelajaran sampai kepada evaluasi beserta pedoman menentukan
keberhasilannya. Dengan demikian, melalui modul siswa dapat belajar mandiri (self instructon), tanpa bantuan guru.

4. Pembelajaran Melalui Komputer


Pembelajaran melalui komputer adalah bentuk pembelajaran yang dirancang secara individual dengan cara siswa berinteraksi secara
langsung dengan materi pelajaran yang diprogram secara khusus melalui sistem komputer. Dengan demikian, melalui komputer siswa dapat belajar
sendiri dari mulai pengenalan tujuan yang harus dicapai, pengalaman belajar yang harus dilakukan sampai mengetahui tingkat keberhasilannya
sendiri dalam pencapaian tujuan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Inovasi kurikulum dan pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu ide, gagasan atau tindakan-tindakan tertentu dalam bidang kurikulum
dan pembelajaran yang dianggap baru untuk memecahkan masalah pendidikan.
2. Ciri-ciri suatu inovasi yang dikemukakan oleh Rogers :
· Adanya Keuntungan relatif (Relative Advantages)
· Kompatibel (compatibility)
· Memiliki Derajat Kompleksitas (complexity)
· Trialibilitas (trialibility)
· Dapat diamati (observability).
3. Faktor Penghambat Inovasi Pendidikan :
1) Perkiraan yang tidak tepat terhadap inovasi
2) Konflik dan motivasi yang kurang sehat
3) Lemahnya berbagai faktor penunjang sehingga mengakibatkan tidak berkembangnya inovasi yang dihasilkan
4) Keuangan (finacial) yang tidak terpenuhi
5) Penolakan dari sekelompok tertentu atas hasil inovasi
6) Kurang adanya hubungan sosial dan publikasi
4. Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan Dalam Inovasi:
c) Guru
d) Siswa
B. Saran
Tentunya dalam inovasi kurikulum ini harus memberikan manfaat yang signifikan bagi pendidikan di Indonesia, Selain itu Inovasi juga
harus adapt dengan mudah diterapkan agar tidak terjadi kesenjangan antar lembaga pendidikan di Indonesia yang sampai sekarang masih perlu
perbaikan ke arah yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Ruhimat, Toto. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: PT. Rajagrafindo


Persada.
Sanjaya,Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Kharisma Putra
Utama.
Irfan. 2012. Inovasi Kurikulum. 27 April 2015.http://tirtanizertrs . blogspot.com/2012/11/inovasi-kurikulum.html
Redo, Saputra. 2012. Inovasi Kurikulum dan Pembelajaran. 27 April 2015. http://reventis.blogspot.com/2012/04/inovasi-kurikulum-dan-
pembelajaran.html
Rukmana, Yayan. 2009. Faktor-Faktor Penghambat Program Inovasi. 27 April 2015. http://yayanrukmana.blogspot.com/2009/05/faktor-faktor-
penghamba-program.html

Hazmy fauzi di 07.39


Berbagi
1 komentar:

Unknown9 Januari 2017 21.50


izin copy. buat belajar kaka

Balas



Beranda
Lihat versi web
Mengenai Saya
Foto saya
Hazmy fauzi
I'm college student at Chemistry Education Department
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai