Anda di halaman 1dari 13

PROPOSAL TUGAS AKHIR

RINGKASAN
Identitas Peneliti
Nama Peneliti : Yustiva Drisma Kurniasari
NRP : 1307 100 034
Jurusan : Statistika
Tahap : Sarjana
Dosen Pembimbing : Ir. Sri Pingit Wulandari, M.Si
Judul Penelitian
Permodelan Multivariate Adaptive Regression Splines (MARS) pada Faktor-Faktor Resiko
Kejadian Penyakit Kaki Gajah (Filariasis) di Kabupaten Aceh Timur

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan diperlukan adanya kesadaran,
kemauan dan kemampuan semua komponen bangsa untuk mewujudkan rakyat yang sehat.
Kesehatan rakyat dapat menjadi sumber kekuatan suatu bangsa. Negara kuat dari aspek
kesehatan dapat diartikan sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang
memiliki ketahanan bangsa yang tangguh dengan basis utamanya dalam wujud semua rakyat
sehat secara fisik, mental dan sosial serta memiliki produktivitas yang tinggi (depkes, 2007).
Di Indonesia masih terdapat banyak penyakit yang dapat merusak kesehatan
masyarakat, bahkan dapat menghilangkan nyawa. Penyakit yang merusak kesehatan
masyarakat terdiri dari penyakit yang menular dan tidak menular. Penyakit yang paling
berbahaya dan ditakuti oleh sebagian besar masyarakat adalah penyakit yang menular, karena
baik sengaja ataupun tidak sengaja masyarakat lain dapat terinfeksi dengan penyakit yang
menular. Salah satu penyakit menular berbahaya di Indonesia adalah penyakit Kaki Gajah
atau bahasa latinnya adalah Filariasis
Filariasis atau biasa disebut dengan penyakit kaki gajah adalah suatu penyakit yang
tergolong penularannya sangat cepat. Penularan penyakit ini disebabkan oleh cacing Filaria
yang ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk. Setelah tergigit nyamuk, parasit akan
menjalar dan ketika sampai pada jaringan sistem limfa maka berkembanglah menjadi penyakit
kaki gajah. Penyakit kaki gajah bersifat menahun dan bila tidak mendapatkan pengobatan,
dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik
perempuan maupun laki-laki. Penyakit kaki gajah bukanlah penyakit yang mematikan, namun
bagi penderita mungkin menjadi sesuatu yang memalukan bahkan dapat mengganggu aktifitas
sehari-hari (http://www.infopenyakit.com/).
Penyakit kaki gajah umumnya banyak terdapat pada wilayah tropis. Menurut info dari
WHO, urutan negara yang terdapat penderita mengalami penyakit kaki gajah adalah Asia
Selatan (India dan Bangladesh), Afrika, Pasifik dan Amerika. Tetapi banyak pula yang terjadi
di negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Di Indonesia penyakit kaki gajah
tersebar luas hampir di seluruh propinsi. Berdasarkan laporan dari hasil survei data Riset
Kesehatan pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar
di 231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233
orang. Hasil survei laboratorium terbukti bahwa Mikrofilaria rate sebesar 3,1%, yang
mempunyai pengertian bahwa sekitar enam juta orang sudah terinfeksi cacing filaria dan
sekitar 100 juta orang mempunyai resiko tinggi untuk ketularan karena nyamuk penularnya
tersebar luas (http://www.infeksi.com/).
Pada tahun 2007 Depkes melakukan sasaran pengobatan penyakit menular termasuk
kaki gajah. Sasaran pengobatan yang dilakukan mencapai 30 juta jiwa yang dilakukan di 72
kabupaten di Indonesia (Depkes, 2007). Terdapat delapan propinsi yang memiliki prevalensi
kaki gajah yang melebihi nilai prevalensi Nasional, yaitu NAD (6,4%), Papua Barat (4,5%),
Papua (2,9%), Nusa Tenggara Timur (2,6%), Kepulauan Riau (1,5%), DKI Jakarta dan
Sulawesi Tengah (1,4%), dan Gorontalo (1,2%) (Depkes, 2008). Data Riset Kesehatan tahun
2007 menunjukkan bahwa kabupaten Aceh Timur termasuk dalam kabupaten yang
menyumbangkan presentase terbesar penyakit kaki gajah di Indonesia. Sehingga Kabupaten
Aceh Timur merupakan salah satu daerah endemis yang menjadi sasaran pengobatan penyakit
kaki gajah tahun 2007. Untuk memberantas penyakit kaki gajah sampai tuntas WHO sudah
menetapkan Kesepakatan Global, yakni The Global Goal of Elimination of Lymphatic
Filariasis as a Public Health problem by The Year 2020. Program eliminasi dilaksanakan
melalui pengobatan massal yang dilakukan setahun sekali selama lima tahun di lokasi yang
endemis dan perawatan kasus klinis baik yang akut maupun kronis untuk mencegah kecacatan
dan mengurangi penderitanya.
Dari kejadian penularan penyakit kaki gajah yang semakin bertambah maka
diharapkan perlu adanya kajian teoritis terkait tentang penentuan variabel-variabel yang
berpengaruh terhadap angka kejadian penularan kaki gajah, hal ini dimaksudkan agar jumlah
penderita kaki gajah di Indonesia dapat diminimalkan. Oleh sebab itu, pada penelitian ini
diharapkan dapat diketahui model yang mewakili variabel-variabel yang mempengaruhi
angka kejadian penyakit kaki gajah di Kabupaten Aceh Utara.
Adapun penelitian sebelumnya tentang variabel-variabel yang diduga mempengaruhi
tertularnya penyakit kaki gajah adalah presentase penduduk yang tidur dalam kelambu,
presentase penduduk yang tidur dalam kelambu berinsektisida dan presentase rumah tangga
memelihara hewan peliharaan (Ika, 2008). Sedangkan Agusri (2008) menyimpulkan bahwa
tidak ada hubungan antara status sosial ekonomi, pendidikan, penyuluhan, dan informasi
dengan upaya pencegahan penyakit kaki gajah. Selain itu, Nasrin (2008) menyatakan bahwa
variabel yang terbukti sebagai faktor resiko terhadap kejadian penyakit kaki gajah di
Kabupaten Bangka Barat adalah jenis pekerjaan, tingkat penghasilan, kebiasaan tidak
menggunakan obat anti nyamuk, dan tingkat pengetahuan penyakit kaki gajah. Pada
penelitian ini digunakan pendekatan nonparametrik untuk mendapatkan model yang sesuai
dan akurat
Pemodelan data dengan menggunakan metode parametrik sesuai untuk data yang
sudah diketahui bentuk model dasarnya, selain itu asumsi terkait struktur data juga harus
dipenuhi namun seringkali pelanggaran asumsi terjadi. Sehingga, pendekatan nonparametrik
sering dijadikan alternatif oleh para peneliti. Multivariate Adaptive Regression Spline atau
MARS merupakan pendekatan untuk regresi nonparametrik multivariat yang dikembangkan
oleh Jerome H. Friedman (1991). Metode MARS sendiri merupakan pengembangan dari
Recursive Partition Regression (RPR), dimana metode RPR masih memiliki kelemahan yaitu
model yang dihasilkan tidak kontinu pada knots. MARS merupakan salah satu metode
alternatif untuk pemodelan menggunakan regresi nonparametrik bagi data berdimensi tinggi,
memiliki variabel banyak, serta ukuran sampel yang besar sehingga diperlukan suatu
perhitungan yang rumit. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan MARS yang
diharapakan dapat memperoleh pemodelan terbaik untuk pendekatan nonparametrik (Hidayat,
2003). Penggunaan MARS juga dilakukan oleh Maylita (2009) yang menyatakan bahwa
variabel-variabel yang memberikan kontribusi terhadap penyakit TBC adalah jenis pekerjaan,
umur, kebiasaan merokok, status sosial ekonomi, konsumsi alkohol, dan tingkat pendidikan
1.2 Permasalahan
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana karakteristik dari Rumah Tangga (RT) yang terinfeksi penyakit kaki
gajah?
2. Variabel apa saja yang berpengaruh terhadap angka kejadian penyakit kaki gajah
dalam bentuk model MARS?
3. Bagaimana ketepatan klasifikasi Rumah Tangga (RT) berdasarkan terinfeksi atau
tidaknya penyakit kaki gajah dari model MARS yang telah diperoleh?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu:
1. Menjelaskan karakteristik dari RT yang terinfeksi penyakit kaki gajah.
2. Mengetahui variabel apa saja yang berpengaruh terhadap angka kejadian penyakit kaki
gajah dalam bentuk model MARS.
3. Mengetahui ketepatan klasifikasi RT berdasarkan terinfeksi atau tidaknya penyakit
kaki gajah dari model MARS yang telah diperoleh.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini bagi tenaga medis adalah diharapkan
dapat meningkatkan penanganan penyakit kaki gajah dengan mengupayakan deteksi dini bagi
penderitanya. Sedangkan bagi masyarakat adalah memberikan informasi tentang penyakit
kaki gajah apakah termasuk dalam kategori mempunyai risiko tinggi atau tidak. Manfaat bagi
peneliti adalah dapat menambah wawasan dalam pengembangan ilmu statistika pada ilmu-
ilmu lain.

1.5 Batasan Masalah


Batasan masalah pada penelitian ini adalah menggunakan data sekunder dari Tim Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kabupaten Aceh Timur tahun 2007. Data sekunder yang
diperoleh bersumber dari Puslitbang Sistem dan Kebijakan Kesehatan, Badan Litbangkes
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Multivariate Adaptive Regression Splines (MARS)
MARS diperkenalkan pertama kali oleh Friedman (1991) untuk pendekatan model
nonparametrik antara variabel respon dan beberapa variabel prediktor pada piecewise regresi.
Piecewise regresi merupakan regresi yang memiliki sifat tersegmen (terpotong-potong). MARS
merupakan pengembangan dari pendekatan Recursive Partition Regression (RPR), dimana
RPR masih memiliki kelemahan yaitu model yang dihasilkan tidak kontinu pada knots.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam permodelan MARS adalah knots dan basis
function. Titik knots merupakan titik-titik perubahan pola perilaku data. Knots juga dapat
didefinisikan sebagai akhir dari sebuah subregion data dan awal dari subregion yang lain.
Sedangkan basis function adalah suatu fungsi yang digunakan untuk menjelaskan hubungan
antara variabel dependen dan variabel independen. Fungsi basis ini merupakan fungsi
parametrik yang didefinisikan pada tiap region. Penentuan knots pada MARS tergantung
(otomatis) dari data yakni dengan menggunakan algoritma forward stepwise dan backward
stepwise serta didasarkan pada nilai Generalized Cross Validation (GCV) minimum. Artinya,
titik knots yang dipilih adalah titik knots yang mempunyai nilai GCV minimum. Pemilihan
model yang paling baik adalah dengan melihat nilai GVC dari model yang terbentuk. Model
terbaik adalah model yang memiliki nilai GVC paling kecil atau minimum diantara model-
model lainnya.
Model umum MARS menurut Friedman dapat ditulis sebagai berikut.

[ ]
^ M Km
f ( x) = a0 + ∑ am ∏ sk m. (xv(k ,m) − tk m) + ε i (2.1)
m= 1 k= 1
dimana:
a0 = basis fungsi induk
am = koefisien dari basis fungsi ke-m
M = maksimum basis fungsi (nonconstant basis fungsi)
Km = derajat interaksi
Skm =±1
xv(k,m) = variabel independen
ukm = nilai knots dari variabel independen xv(k,m)

Persamaan (2.1) dapat dituliskan dalam bentuk berikut.


^ M
f ( x ) = a 0 + ∑ a m Bm ( x ) + ε i (2.2)
m= 1

[ ]
Km
dengan, Bm ( x ) = ∏ s km .( xv ( k ,m ) − t km )
k =1

sehingga dalam bentuk matrik dapat ditulis menjadi :


Y = Ba + ε

dengan,
Y = (Y1 ,..., Yn ) T , a = ( a1 ,..., a n ) T , ε = (ε1 ,..., ε n ) T

 K1 KM

1


k =1
s1m ( x1(1,m ) − t1m ) ... ∏s
k =1
− t Mm ) 
Mm ( x 1( M ,m )

 K1 KM 
1
 ∏s
k =1
1m ( x 2(1,m ) − t1m ) ... ∏
k =1
s Mm ( x 2( M ,m ) − t Mm ) 

 
B = . . ... . 
. . ... . 
 
. . ... . 
 K1 KM 
1 s Mm ( x n ( M ,m ) − t Mm ) 


∏s
k =1
1m ( x n (1,m ) − t1m ) ... ∏
k =1 

Fungsi dari sebuah region (basis fungsi) merupakan akhir dari algoritma forward
stepwise dengan ketentuan basis fungsi yang sudah ditentukan sebelumnya. Friedman (1991)
menyarankan jumlah maksimum basis fungsi 2-4 kali jumlah variabel prediktor. Maksimum
interaksi 1, 2 atau 3 dengan pertimbangan jika lebih dari 3 akan menghasilkan model yang
sangat kompleks. Minimum jarak antar knot atau minimum observasi antar knot sebesar 10,
20, 50 dan 100 (Hidayat, 2003).
Persamaan (2.1) dapat dijabarkan sebagai berikut:
M
fˆ ( x) = a + ∑ a [ s .( x − u )] +
0 m 1m v (1, m) 1m
m =1
M
+ ∑ a [ s .( x − u )][ s .( x − u )] + (2.3)
m 1m v (1, m) 1m 2m v (2, m) 2m
m =1
M
+ ∑ a [ s .( x − u )][ s .( x −u )][ s .( x − u )] + ...
m 1m v (1, m) 1m 2m v (2, m) 2, m 3m v (3, m) 3m
m =1

dan secara umum Persamaan (2.3) dapat dituliskan sebagai berikut:

fˆ ( x) = a 0 + ∑f
K m =1
i ( xi ) + ∑f
K m =2
ij ( xi , x j ) + ∑f
K m =3
ijk ( x i , x j , x k ) +...

(2.4)
Persamaan (2.4) menunjukkan bahwa penjumlahan pertama meliputi semua basis
fungsi untuk satu variabel, penjumlahan kedua meliputi semua basis fungsi untuk interaksi
antara dua variabel, penjumlahan ketiga meliputi semua basis fungsi untuk interaksi antara
tiga variabel, dan seterusnya. Sehingga dapat diketahui bahwa basis fungsi merupakan
sekumpulan fungsi yang digunakan untuk merepresentasikan informasi yang terdiri atas satu
atau lebih variabel termasuk interaksi antar variabel. Pada dasarnya, basis fungsi
menunjukkan adanya hubungan antara variabel prediktor dengan variabel respon (Anonim,
2001). Persamaan (2.4) merupakan dekomposisi dari analisis varians untuk tabel kontingensi
model MARS. Hasil ini merepresentasikan variabel yang masuk ke dalam model, baik untuk
satu variabel maupun interaksi antar variabel. Misalkan Bj adalah himpunan dari variabel
yang dihubungkan dengan basis fungsi Bj ke-j, maka setiap penjumlahan pertama pada
Persamaan (2.4) dapat dinyatakan sebagai:
f i ( xi ) = ∑ a m Bm ( xi )
Km = 1
(2.5)

fi(xi) merupakan penjumlahan semua basis fungsi untuk satu variabel xi dan merupakan spline
dengan derajat q=1 yang merepresentasikan fungsi univariat. Setiap fungsi bivariat pada
penjumlahan kedua dari (2.5) dapat ditulis menjadi:
fi (jxi, x j ) = ∑ amBm (xi, x j )
Km = 2
(2.6)

fij(xi,xj) merupakan penjumlahan semua basis fungsi dua variabel xi dan xj. Penjumlahan ini
digunakan untuk menghubungkan kontribusi univariat, yang dituliskan sebagai berikut.
f ij* ( x i , x j ) = f i ( x i ) + f j ( x j ) + f ij ( xi , x j ) (2.7)
Untuk fungsi trivariat pada penjumlahan yang ketiga diperoleh dengan menjumlahkan semua
basis fungsi untuk tiga variabel, yang dituliskan sebagai berikut.
fi j(kxi , x j , xk ) = ∑ amBm (xi , x j , xk )
Km = 3
(2.8)
(i, j ,k )∈ V (m)
Penambahan fungsi univariate dan bivariate mempunyai kontribusi dalam bentuk:
f ijk* ( xi , x j , xk ) = f i ( xi ) + f j ( x j ) + f k ( xk ) + f ij ( xi , x j ) + f ik ( xi , xk )
+ f jk ( x j , xk ) + f ijk ( xi , x j , xk )
(2.9)
Penambahan aditif persamaan (2.5) dapat ditunjukkan dengan membuat plot antara fi(xi)
dengan xi sebagai salah satu model aditif. Kontribusi interaksi antara dua variabel dapat
*
divisualisasikan dengan membuat plot antara f ij ( xi , x j ) dengan xi dan xj menggunakan
contour plot. Model dengan interaksi yang lebih tinggi dalam visualisasi dapat dibuat dengan
menggunakan plot dalam beberapa variabel fixed dengan variabel komplemen (Budiantara et
al., 2006).

2.3 Klasifikasi MARS


Klasifikasi dalam permodelan statistik terbagi menjadi dua, yaitu statistik tradisional
dan statisik modern. Fisher (1936) memperkenalkan dan mengembangkan statistik tradisional
yang dikenal dengan analisis dikriminan linier Fisher. Sedangkan untuk statistik modern
sudah memanfaatkan fleksibilitas model dan menduga suatu distribusi di dalam masing-
masing kelas yang pada akhirnya menyediakan suatu aturan pengelompokan (Dillon, 1978
dan Sharma, 1996). Salah satu statistik modern yang memanfaatkan fleksibilitas model di
dalam pengklasifikasian adalah metode MARS.
Portier (2001) mengemukakan bahwa metode nonparametrik untuk masalah klasifikasi
yang berkembang adalah metode Kernel, Classification and Regression Trees (CART) dan
Artificial Neural Network (ANN). Pada model MARS, klasifikasi didasarkan pada pendekatan
analisis regresi. Jika variabel respon terdiri dari dua nilai, maka dikatakan sebagai regresi
dengan binary response (Cox dan Snell, 1989) sehingga dapat digunakan model probabilitas
dengan persamaan sebagai berikut.
dan (2.10)
dengan sehingga,
prob (Y =1) = π(x ) dan prob (Y =0) =1− π(x )
Karena Y merupakan variabel respon biner (0 dan 1) dengan m banyaknya variabel prediktor,
x = ( x1 ,..., xm ) , maka model MARS untuk klasifikasi dapat dinyatakan sebagai berikut (Otok,
2008).
(2.11)
dalam bentuk matriks,

sedangkan dalam bentuk fungsi probabilitas dapat dinyatakan sebagai,

Pada prinsipnya, pengklasifikasian ini dilakukan untuk melihat seberapa besar


ketepatan dalam mengelompokkan sekumpulan data untuk digolongkan dengan tepat pada
kelompoknya. Metode klasifikasi yang baik akan menghasilkan sedikit kesalahan klasifikasi
atau akan menghasilkan peluang kesalahan klasifikasi (alokasi) yang kecil (Agresti, 1990).

2.4 APER dan Kestabilan Klasifikasi dengan Press’s Q


Berdasarkan Johnson dan Wichern (1992) evaluasi prosedur klasifikasi adalah suatu
evaluasi yang melihat peluang kesalahan klasifikasi yang dilakukan oleh suatu fungsi
klasifikasi. Ukuran yang dipakai adalah apparent error rate yang selanjutnya akan disebut
APER. Nilai APER menyatakan nilai proporsi sampel yang salah diklasifikasikan oleh fungsi
klasifikasi. Jika subjek hanya diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yakni y1 dan y2 , maka
penentuan kesalahan pengklasifikasian dapat diketahui melalui tabel klasifikasi sebagaimana
pada Tabel 2.2 .
Tabel 1 Tabel Klasifikasi
Taksiran
Hasil Observasi
y1 y2
y1 n11 n12
y2 n21 n22
Keterangan :
n11 : Jumlah subjek dari y1 tepat diklasifikasikan sebagai y1
n12 : Jumlah subjek dari y1 salah diklasifikasikan sebagai y2
n21 : Jumlah subjek dari y2 salah diklasifikasikan sebagai y1
n22 : Jumlah subjek dari y2 tepat diklasifikasikan sebagai y2
Nilai APER dapat dihitung sebagai berikut.
n 12 + n 21
APER (%) = (2.12)
n 11 + n 12 + n 21 + n 22

Sebagai statistik uji untuk mengetahui sejauh mana kelompok-kelompok ini dapat
dipisahkan dengan menggunakan variabel yang ada mempunyai kestabilan dalam ketepatan
klasifikasi digunakan Press’s Q, yang diformulasikan sebagai berikut :

[ N − ( nK )]
2

Pr ess ' s Q =
N ( K − 1) (2.13)
dengan :
N = jumlah total sampel
n = jumlah individu yang tepat diklasifikasikan
K = jumlah kelompok
Nilai dari Press’s Q ini membandingkan antara jumlah ketepatan klasifikasi dengan
total sampel dan jumlah kelompok. Nilainya dibandingkan dengan sebuah nilai kritis (tabel
khi kuadrat dengan derajat bebas 1). Jika nilai dari Press’s Q ini melebihi nilai kritis, maka
klasifikasi dapat dianggap sudah stabil dan konsisten secara statistik (Hair et al., 2006).

2.4 Penyakit Kaki Gajah (Filariasis)


Penyakit Kaki Gajah (Filariasis) adalah golongan penyakit menular yang disebabkan
oleh cacing Filaria yang ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk. Setelah tergigit nyamuk,
parasit (larva) akan menjalar dan ketika sampai pada jaringan sistem lympa maka
berkembanglah menjadi penyakit tersebut. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila
tidak mendapatkan pengobatan, dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki,
lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Penyakit kaki gajah bukanlah
penyakit yang mematikan, namun demikian bagi penderita mungkin menjadi sesuatu yang
dirasakan memalukan bahkan dapat mengganggu aktifitas sehari-hari.
Penyakit ini ditularkan melalui nyamuk yang menghisap darah seseorang yang telah
tertular sebelumnya. Darah yang terinfeksi dan mengandung larva dan akan ditularkan ke
orang lain pada saat nyamuk yang terinfeksi menggigit atau menghisap darah orang tersebut.
Tidak seperti Malaria dan Demam berdarah, Filariasis dapat ditularkan oleh 23 spesies
nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes & Armigeres. Karena inilah,
Filariasis dapat menular dengan sangat cepat. Seseorang yang terinfeksi penyakit kaki gajah
umumnya terjadi pada usia kanak-kanak, dimana dalam waktu yang cukup lama (bertahun-
tahun) mulai dirasakan perkembangannya. Adapun gejala akut yang dapat terjadi antara lain :
1. Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan muncul
lagi setelah bekerja berat
2. Pembengkakan kelenjar getah bening didaerah lipatan paha, ketiak (lymphadenitis)
yang tampak kemerahan, panas dan sakit
3. Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari
pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis)
4. Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat
pecah dan mengeluarkan nanah serta darah
5. Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan
terasa panas (early lymphodema)
Sedangkan gejala kronis dari penyakit kaki gajah yaitu berupa pembesaran yang
menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis skroti).
Bila seseorang tersangka Filariasis ditemukan tanda-tanda dan gejala klinis, diagnosis
dilakukan dengan pemeriksaan darah jari yang dilakukan mulai pukul 20.00 malam waktu
setempat. Seseorang dinyatakan sebagai penderita Filariasis, apabila dalam darah ditemukan
mikrofilaria.
Tujuan utama dalam penanganan dini terhadap penderita penyakit kaki gajah adalah
membasmi parasit atau larva yang berkembang dalam tubuh penderita, sehingga tingkat
penularan dapat ditekan dan dikurangi. Dietilkarbamasin (diethylcarbamazine (DEC)) adalah
satu-satunya obat filariasis yang ampuh baik untuk filariasis bancrofti maupun malayi,
bersifat makrofilarisidal dan mikrofilarisidal. Obat ini tergolong murah, aman dan tidak ada
resistensi obat. Penderita yang mendapatkan terapi obat ini mungkin akan memberikan reaksi
samping sistemik dan lokal yang bersifat sementara dan mudah diatasi dengan obat
simtomatik. Dietilkarbamasin tidak dapat dipakai untuk khemoprofilaksis. Pengobatan
diberikan oral sesudah makan malam, diserap cepat, mencapai konsentrasi puncak dalam
darah dalam 3 jam, dan diekskresi melalui air kemih. Dietilkarbamasin tidak diberikanpada
anak berumur kurang dari 2 tahun, ibu hamil/menyusui, dan penderita sakit berat atau
dalam keadaan lemah. Namun pada kasus penyakit kaki gajah yang cukup parah (sudah
membesar) karena tidak terdeteksi dini, selain pemberian obat-obatan tentunya memerlukan
langkah lanjutan seperti tindakan operasi.
Pencegahan Penyakit kaki gajah bagi penderita penyakit gajah diharapkan
kesadarannya untuk memeriksakan kedokter dan mendapatkan penanganan obat-obtan
sehingga tidak menyebarkan penularan kepada masyarakat lainnya. Untuk itulah perlu adanya
pendidikan dan pengenalan penyakit kepada penderita dan warga sekitarnya. Pemberantasan
nyamuk diwilayah masing-masing sangatlah penting untuk memutus mata rantai penularan
penyakit ini. Menjaga kebersihan lingkungan merupakan hal terpenting untuk mencegah
terjadinya perkembangan nyamuk diwilayah tersebut.

3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Sumber Data
Sumber data yang digunakan adalah data sekunder dari Tim Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) pada penderita penyakit kaki gajah di Kabupaten Aceh Timur tahun 2007. Data
sekunder yang diperoleh bersumber dari Puslitbang Sistem dan Kebijakan Kesehatan, Badan
Litbangkes Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

3.2 Variabel Penelitian


Variabel yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari variabel respon dan variabel
prediktor. Variabel respon (Y) yang digunakan adalah status tertularnya kondisi RT pada
penyakit kaki gajah. Variabel Y jika diberi kode 1 maka RT terinfeksi penyakit kaki gajah,
sedangkan jika diberi kode 2 maka RT tidak terinfeksi kaki gajah. Variabel prediktor (X)
yang terpilih yang sekiranya dapat menerangkan varibel Y adalah.
a. Klasifikasi desa/kelurahan (X1)
Klasifikasi desa/kelurahan RT berskala biner. Kode 1 diberikan jika RT berdomisili di
perkotaan, sedangkan kode 2 diberikan jika RT berdomisili di perdesaan.
b. Pemanfaatan Polindes dalam 3 bulan terakhir (X2)
Pemanfaatan Polindes RT berskala biner. Kode 1 diberikan jika dalam 3 bulan terakhir RT
memanfaatkan Polindes, sedangkan kode 2 diberikan jika dalam 3 bulan terakhir RT tidak
memanfaatkan Polindes.
c. Pemanfaatan Pos Obat Desa (POD) dalam 3 bulan terakhir (X3)
Pemanfaatan POD RT berskala biner. Kode 1 diberikan jika dalam 3 bulan terakhir RT
memanfaatkan POD, sedangkan kode 2 diberikan jika dalam 3 bulan terakhir RT tidak
memanfaatkan POD.
d. Pendidikan tertinggi pada ART berskala ordinal dengan menggunakan 6
kategori. Untuk kode 1 jika tidak pernah bersekolah, kode 2 jika tidak tamat SD, kode 3
jika tamat SD, kode 4 untuk pendidikan SLTP, kode 5 untuk pendidikan SLTA, dan kode
6 untuk perguruan tinggi.
e. Pekerjaan ART (X4)
Pekerjaan ART berskala nominal dengan menggunakan 8 kategori. Untuk kode 1 jika
tidak bekerja, kode 2 untuk masih sekolah, kode 3 untuk PNS, kode 4 untuk pegawai
swasta, kode 5 untuk petani, kode 6 untuk nelayan, kode 7 untuk buruh, 8 untuk lainnya.
f. Saluran pembuangan air limbah dari kamar mandi/dapur/tempat cuci ART (X5)
Saluran air limbah yang tidak baik mengakibatkan bersarangnya nyamuk yang bisa
menyebabkan penyakit kaki gajah. Saluran limbah ini berskala nominal dengan
menggunakan 3 kategori. Untuk kode 1 jika saluran terbuka, kode 2 untuk saluran
tertutup, dan kode 3 untuk tanpa saluran.
g. Tempat Tinggal ART (X5)
Tempat tinggal berskala nominal dengan menggunakan 2 kategori. Untuk kode 1 jika
bertempat tingga di daerah perkotaan dan kode 2 jika bertempat tinggal di pedesaan.
h. ART tiap malam tidur menggunakan kelambu (X6)
Penggunaan kelambu berskala binner. Untuk kode 1 ART menggunakan kelambu dan
untuk kode 2 ART tidak menggunakan kelambu.
i. Pemanfaatan pelayanan Polindes (X7)
Pemanfaatan Polindes berskala binner. Untuk kode 1 jika ART dalam 3 bulan terakhir
menggunakan pelayanan Polindes dan kode 2 jika ART 3 bulan terakhir tidak
menggunakan pelayanan Polindes
j. Pemanfaatan pelayanan Pos Obat Desa (X8)
Pemanfaatan Pos Obat Desa berskala binner. Untuk kode 1 jika ART dalam 3 bulan
terakhir menggunakan pelayanan Pos Obat Desa dan kode 2 jika ART 3 bulan terakhir
tidak menggunakan pelayanan Pos Obat Desa.
k. Jenis tempat penampungan air ART sebelum dimasak (X9)
Jenis tempat penampungan air berskala nominal dengan menggunakan 3 kategori. Untuk
kode 1 jika tidak ada tempat penampungan air/langsung sumber, kode 2 jika
wadah/tandon terbuka dan kode 3 jika wadah/tandon tertutup.

3.3 Metode Penelitian


Metode penelitian yang digunakan adalah langkah-langkah analisis yang dilakukan
pada penelitian ini sebagai berikut.
1. Untuk mengkaji karakteristik ART yang terinfeksi kaki gajah di Kabupaten Aceh
Utara maka dilakukan analisis statistik deskriptif.
2. Untuk menganalisis variabel-variabel yang diduga berpengaruh secara signifikan
terhadap angka kejadian penyakit kaki gajah serta menentukan ketepatan klasifikasi ART
berdasarkan teritular atau tidaknya terhadap penyakit kaki gajah maka dilakukan analisis
MARS. Berikut langkah-langkah analisisnya, yaitu :
a. Membagi data menjadi dua yaitu data training dan data testing secara random.
b. Mengkombinasikan besarnya Basis Function (BF), Maximum Interaction (MI) dan
Minimum Observation (MO) pada data training yang digunakan dengan cara:
1) Menentukan maksimum fungsi basis (Max-BF), yaitu 2-4 kali jumlah prediktor
yang akan digunakan.
2) Menentukan jumlah maksimum interaksi (Max-I), yaitu 1,2 dan 3, dengan
asumsi bahwa jika MI > 3 akan menghasilkan model yang semakin kompleks.
3) Menentukan minimal jumlah pengamatan setiap knots (Min-O), yaitu 0, 1,2
dan 3
c. Menetapkan model terbaik dengan didasarkan pada nilai GCV minimum yang
diperoleh dengan mengkombinasikan BF, MI, dan MO.
d. Menduga koefisien model ( α1 , α2 ,…., αk ). Model MARS yang diperoleh adalah
sebagai berikut:
fˆ ( x ) = α0 + α1 * BF1 + α 2 * BF 2 + ... + αk BF k
fˆ ( x ) merupakan variabel respon, α0 adalah konstanta, αk adalah koefisien basis
fungsi ke-k sedangkan BFk merupakan basis fungsi ke- k.
e. Mengelompokkan fungsi basis berdasarkan variabel prediktor yang masuk dalam
model.
f. Menginterpretasikan tingkat kontribusi dan pengurangan GCV variabel yang
mempunyai kepentingan dalam pengelompokan variabel respon.
g. Menghitung nilai kesalahan klasifikasi dengan menggunakan APER serta menghitung
kestabilan klasifikasi dengan statistik uji Press’s Q.
Langkah-langkah analisis dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam diagram alir
sebagaimana Gambar 4.1, yaitu sebagai berikut.
Mulai

Data Riskesdas dan Susenas 2007

Mengelompokkan ART berdasarkan terinfeksi atau tidaknya


terhadap penyakit tuberkulosis paru

Membuat matriks plot antara variabel respon dengan


variabel prediktor

Menentukan nilai BF, MO dan MI

Tidak
GCV
minimum?

Ya

Penaksiran parameter

Interpretasi model MARS

Memprediksi ketepatan klasifikasi

Selesai

Gambar 1 Diagram Alir Penelitian


3.4 Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian baik digunakan untuk memperlancar jalannya penelitian. Diharapkan
dengan menggunakan jadwal penelitian dapat merencanakan sesuatu terlebih dahulu sehingga
dapat dikerjakan secara tepat waktu. Berikut jadwal penelitian yang akan dilakukan.

Tabel 2 Jadwal Kegiatan Penelitian


Agustus September Oktober November Desember
No Kegiatan 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4
Pengumpula
1 n data
Studi
2 literatur
Pembuatan
3 proposal
Seminar
4 proposal
Revisi
5 proposal
Penyusunan
6 TA
Validasi dan
7 seminar TA
Sidang dan
8 revisi TA

4. Daftar Pustaka
Agresti, A. (1990). Categorical Data Analysis. New York: John Willey and Sons.
Ahmad, S, et al. 2007. Profil Kesehatan Indonesia 2007. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Budiantara, I.N.; Suryadi, F.; Otok, B.W.; Guritno, S. (2006). Pemodelan B-Spline dan
MARS Pada Nilai Ujian Masuk terhadap IPK Mahasiswa Jurusan Disain Komunikasi
Visual UK. Petra Surabaya. Jurnal Teknik Industri, Vol 8 No. 1, Surabaya.
Cox, D.R. dan Snell, E.J. (1989), Analysis of Binary Data. Second Edition. London :
Chapman & Hall.
Dillon, W. R. (1978). On The Performance of Some Multinomial Classification Rules.
Journal Of American Statistical Association, 73, pp.305-313.
Eubank, R. L. (1988). Spline Smoothing and Nonparametric Regression. New York : Marcel
Deker.
Friedman, J.H. (1991). Multivariate Adaptive Regression Splines. The Annals of Statistics,
Vol. 19 No. 1.
Hair J.F, Rolph E. Anderson, Ronald L. Tatham, William C. Black. (2006). Multivariate Data
Analysis. Sixth Edition, Pearson Education Prentice Hall, Inc.
Hardle, W. (1994). Applied Nonparametric Regression. New York : Cambrige University
Press.
Hastie, T., Tibshirani, R. (1990). Generalized Additive Models. Chapman Hall.
Hidayat, S. (2008). Pemodelan Desa Tertinggal Di Jawa Barat Tahun 2005 Dengan
Pendekatan MARS. Tesis Master. (Tidak Dipubilkasikan), Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, Surabaya.
Hidayat, U. (2003). Analisis Pengelompokan dengan Metode MARS, Studi Kasus:
Pengelompokan Desa/Kelurahan di Jatim. Tesis Master. (Tidak Dipubilkasikan),
Mahasiswa Jurusan Statistika FMIPA ITS, Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai