Anda di halaman 1dari 26

Definisi

Sinkop berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata “syn” dan

“koptein” yang artinya memutuskan. Sehingga definisi sinkop (menurut European Society of
Cardiology : ESC), adalah suatu gejala dengan karakteristik klinik kehilangan kesadaran yang tiba-tiba
dan bersifat sementara, dan biasanya menyebabkan jatuh. Onsetnya relatif cepat dan terjadi pemulihan
spontan. Kehilangan kesadaran tersebut terjadi akibat hipoperfusi serebral.

Kebanyakan individu yang pernah mengalami sinkop terutama sinkop vasovagal, tidak mencari
pertolongan dokter sehingga prevalensi dari sinkop tersebut sulit ditentukan. Diperkirakan sepertiga
dari orang dewasa pernah mengalami paling sedikit sekali episode sinkop selama hidupnya.

Sinkop kardiak merupakan penyebab kedua tersering dari sinkop meliputi 10-20 % atau seperlima dari
seluruh kejadian. Sinkop kardiak ini akan menyebabkan mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan kasus
yang tidak mempunyai dasar kelainan jantung. Pasien dengan sinkop kardiak ini mempunyai resiko
kematian tertinggi dalam 1 sampai 6 bulan. Tingkat mortalitas pada tahun pertama 18-33 %,
dibandingkan dengan sinkop yang bukan disebabkan kelainan kardiak yaitu 0-12%, bahkan pada sinkop
tanpa sebab yang jelas hanya kira-kira 6%.

Etiologi

Penyebab sinkop dapat dikelompokan dalam 6 kelompok yaitu vaskular, kardiak, neurologik-
serebrovaskular, psikogenik, metabolik dan sinkop yang tidak diketahui penyebabnya. Sinkop
vaskular merupakan penyebab sinkop yang terbanyak, kemudian diikuti oleh sinkop kardiak, seperti
terlihat pada tabeldibawah ini :Neurally Mediated ( Vasovagal )

Situational Mechanical electrical

Micturition Aortic stenosis 2/3 degree atroventricular block

Defecation Hipertropic cardiomyopathy Sick sinus syndrome

Postprandial Atrial myxoma Supraventricular tachycardia

Swallowing Mitral stenosis Torsade de pointes

Coughing Pulmonic stenosis Pacemaker malfunction

Ortostatic syncope Pulmonary hypertension

Carotid sinus syncope Emboly

Cardioinhibitory Infark moakard

Vasodepressor Cardiac tamponade

Mixed
Sinkop kardiak merupakan penyebab kedua tersering dari sinkop meliputi 10-20 % atau seperlima dari
seluruh kejadian. Sinkop kardiak ini akan menyebabkan mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan kasus
yang tidak mempunyai dasar kelainan jantung. Pasien dengan sinkop kardiak ini mempunyai resiko
kematian tertinggi dalam 1 sampai 6 bulan. Tingkat mortalitas pada tahun pertama 18-33 %,
dibandingkan dengan sinkop yang bukan disebabkan kelainan kardiak yaitu 0-12%,

bahkan pada sinkop tanpa sebab yang jelas hanya kira-kira 6%. Demikian pula dengan angka
kematian mendadak lebih tinggi pada populasi yang mempunyai dasar kelainan kardiak.Struktur
Bradikardia Takikardia

Stenosis aorta Sick sinus syndrome Ventrikel takikardia

Hipertropi kardiomiopati AV block Fibrilasi ventrikel

Emboli paru Drug induce Torsade de pointes

Hipertensi pulmonal Supra ventrikuler takikardia

Infaek mikard Atrium vibrilasi / fluter

Tamponade

1) Jantung dan sirkulasi

a. Sinkop Vasodepressor.

Sinkop vasodepressor terjadi jika individu yang rentan berhadapan dengan situasi yang membuat stress.
Gejala prodromal: kegelisahan, pucat, kelemahan, mendesah, menguap, diaphoresis, dan nausea.
Gejala-gejala ini mungkin diikuti dengan kepala terasa ringan, penglihatan kabur, kolaps, dan LOC (loss
of consciousness). Kadang-kadang tejadi kejang klonik ringan, tetapi tidak diindikasikan penanganan
kejang, kecuali terdapat tanda-tanda lain yang menunjuk ke arah ini. Serangan berlangsung singkat dan
cepat pulih jika berbaring. Episode ini dapat berulang.

Sinkop Vasodepressor dapat terjadi pada:

a) Seseorang dengan kondisi normal yang dipengaruhi oleh emosi yang tinggi

b) Pada seseorang yang merasakan nyeri hebat setelah luka, khususnya pada daerah abdomen dan
genitalia.

c) Selama latihan fisik yang keras pada orang-orang yang sensitive.

b. Penyebab Hipotensi Orthostatik


Definisi Hipotensi Orthostatik adalah apabila terjadi penurunan

tekanan darah sistolik 20 mmHg atau tekanan darah diastolik 10 mmHg pada

posisi berdiri selama 3 menit. Pada saat seseorang dalam posisi berdiri sejumlah darah 500-800 ml
darah akan berpindah ke abdomen dan eksremitas bawah sehingga terjadi penurunan besar volume
darah balik vena

secara tiba-tiba ke jantung. Penurunan ini mencetuskan peningkatan refleks

simpatis. Kondisi ini dapat asimptomatik tetapi dapat pula menimbulkan

gejala seperti kepala terasa ringan, pusing, gangguan penglihatan, lemah,

berbedebar-debar, hingga sinkop. Sinkop yang terjadi setelah makan

terutama pada usia lanjut disebabkan oleh retribusi darah ke usus.

Hipotensi ortostatik merupakan penurunan tekanan darah seseorang sedang dalam posisi tegak.
Keadaan ini terjadi berbagai keadaaan:

a) Hipovolemia (perdarahan, muntah, diare,diuretik).

b) Gangguan pada reflex normal (nitrat, vasodilator, penghambat kanal kalium, neuroleptik)

c) Kegagalan autonom. Primer atau sekunder. Diabetes paling sering menyebabkan neuropati
otonom sekunder, sedangkan usia lanjut merupakan penyebab lazim kegagalan otonom primer.
Paling tidak telah dicerminkan oleh tiga sindroma :

ü Disautonomia akut atau subakut

Pada penyakit ini, seorang dewasa atau anak yang tampak sehat

mengalami paralisis parsial atau total pada system saraf parasimpatis dan

simpatis selama beberapa hari atau beberapa minggu. Refleks pupil

menghilang sebagaimana halnya dengan fungsi lakrimasi, saliva serta

perspirasi, dan terdapat impotensi, paresis otot-otot kandung kemih dan

usus serta hipotensi ortostatik. Penyakit tersebut dianggap merupakan suatu varian dari polyneuritis
idiopatik akut yang ada hubungannya dengan sindroma Guillain-Barre.

– Insufisiensi autonom pascanglionik kronis

Keadaan ini merupakan penyakit yang menyerang usia pertengahan dan usia lanjut. Penderita
berangsur-angsur mengalami hipotensi ortostatik kronik yang kadang-kadang bersamaan dengan gejala
impotensi dan gangguan sfingter. Gejala pucat atau mual. Lakilaki lebih sering terkena, tampaknya
ireversibel.

- Insufisiensi autonom praganglionik kronis

Pada keadaan ini, gejala hipotensi ortostatik dengan anhidrosis

yang bervariasi, impotensi dan gangguan sfingter terjadi bersama

dengan kelainan yang mengenal system saraf pusat. Kelainan tersebut mencakup : (1) tremor, rigiditas
ekstrapiramidal serta akinesia (sindroma Shy-Drager), (2) degenerasi serebelum progressive yang pada
sebagian kasus bersifat familial dan (3) kelainan sereberal serta ekstrapiramidal yang lebih bervariasi
(degenerasi striatonigra).

c. Obstruksi aliran keluar.

Stenosis aorta, stenosis mitral, stenosis pulmonal. Pasien dapat dating dengan sinkop akibat latihan fisik.
Malfungsi katup secara mekanik juga dapat menyebabkan obstruksi aliran keluar.

d. Infark atau iskemia miokardium

e. Sinkop kardiak karena kelainan struktur

Kelainan struktur jantung yang dapat menyebabkan sinkop termasuk stenosis valvular (aorta, mitral,
pulmonal), disfungsi katup protesa atau trombosis, kardiomiopati hipertropik, emboli paru,
hipertensi pulmonal, tamponade jantung dan anomali dari arteri koroner.

a) Stenosis aorta

Sinkop pada stenosis aorta terjadi saat aktivitas, ketika terjadi obstuksi katup menetap dan menghambat
peningkatan curah jantung sehingga timbul dilatasi vaskular pada otot-otot skeletal yang bergerak.
Sinkop dapat terjadi saat aktivitas atau latihan bahkan sesaat setelah latihan. Sinkop juga dapat terjadi
pada saat istirahat pada stenosis aorta bila ditemukan keadaan takikardia paroksismal bradiaritmia
yang timbul bersamaan dengan abnormalitas katup ini. Diseksi aorta,subclavian steal syndrome,
disfungsi berat ventrikel kiri dan infark miokard merupakan penyebab penting lain dari sinkop kardiak.
Pada usia lanjut sinkop dapat merupakan tampilan dari infark miokard akut.

b) Miksoma atrium kiri

Miksoma atrium kiri atau trombus pada katup protesa yang menutupi katup mitral selama fase
diastolik akan menyebabkan obstruksi pada pengisian ventrikel kiri sehingga menurunkan kardiak
output sehingga dapat terjadi sinkop.

c) Kardiomiopati hipertropi

Pada kardiomiopati hipertropi akibat hipertropi kardiak yang terjadi dapat menyebabkan kematian
mendadak karena takikardia ventrikel menetap. Penjelasan lain dari sinkop yang dapat terjadi adalah
tipe obstruksi dimana terdapt gradien intraventrikuler. Pada pengguna pacu jantung dan ICD
(Implantable Cardiac Defibrilator) yang mengalami gangguan fungsi dapat menyebabkan terjadinya
sinkop. Individu pengguna ICD misalnya, apabila terjadi takikardia ventrikel yang cepat dan dapat
diatasi dengan alat tersebut, sinkop masih mungkin dapat terjadi, hal ini tergantung dari lamanya
keadaan hipotensi akibat proses terminasi dari takikardia tersebut. Sehingga penting sekali
mendapat keterangan mengenai ICD yang dipergunakan terutama apabila terdapat episode sinkop
tersebut.

f. Aritmia

a) Bradiaritmia

- AV Blok

Blok AV sering menyebabkan bradikardia, meskipun lebih jarang dibandingkan dengan kelainan fungsi
nodus SA. Penyebab tersering Blok AV adalah obat-obatan, proses degeneratif, penyakit jantung
koroner, dan efek samping tindakan operasi jantung. Gejala yang timbul sama seperti gejala akibat
bradikardia lainnya yaitu pusing, lemas dan sinkop dan dapat menyebabkan kematian mendadak.

- Sick sinus syndrome

Gangguan atau penyakit pada nodus SA merupakan penyebab bradikardia tersering. Sick Sinus
Syndrome adalah gangguan fungsi nodus SA yang disertai gejala. Gambaran EKG dapat berupa
sinus bradikardia persisten tanpa pengaruh obat, sinus arrest, atrium fibrilasi respon lambat atau suatu
bradikardia yang bergantian.

b) Takiaritmia

Ada dua kelainan jantung yang sering menjadi penyebab pingsan. Pertama adanya hambatan pada aliran
darah di pompa jantung. Seperti pada pompa air yang katupnya rusak, fungsi pompa jantung pun bisa
terganggu dan volume darah yang dihasilkan menurun.

Penurunan jumlah darah yang dikeluarkan oleh jantung ini akan

menyebabkan penurunan perfusi otak dan memicu pingsan. Hal ini terjadi

pada kondisi penyempitan katup- katup jantung, kelainan otot jantung,

penumpukan cairan di selaput jantung, tumor dalam jantung, dan lain-

lain. Kedua adalah gangguan irama jantung (aritmia). Apabila irama jantung tiba-tiba melambat terjadi
penurunan aliran darah di otak. Begitu pula jika jantung memompa terlalu cepat. Pengisian ruang-ruang
jantung menjadi tidak maksimal, dan kekuatan pompa menurun drastis.

- Takikardia ventrikel
Satu bentuk dari takikardia ventikel adalah Torsade de pointes yang terjadi pada pasien dengan
repolarisasi ventrikel yang memanjang (Long QT syndrome/LQT), tetapi mempunyai jantung yang
secara stuktural normal. Long QT Sindrom (LQTS) merupakan kelainan yang ditandai dengan interval
QT memanjang pada EKG (450 ms) yang cenderung mengakibatkan takiaritmia, sehingga dapat
mencetuskan sinkop.

LQTS dapat terjadi akibat penyakit dasar yang didapat ataupun kongenital misalnya pada keadaan
hipokalemia atau terpapar obat-obatan tertentu. Torsade de pointes dalam perkembangannya
dapat menjadi fibrilasi ventrikel, maka seseorang dengan LQTS mempunyai resiko mengalami sinkop
bahkan yang lebih fatal adalah kematian mendadak.

Kelainan kongenital lain yang berpotensi mengakibatkan gangguan aritmia yang fatal adalah
Sindrom Brugada (elevasi segmen ST didaerah prekordial V1, V2, V3 yang sering disertai blok berkas
cabang kanan inkomplit maupun komplit, takikardia ventrikel polimorfik akibat katekolaminergik
familiar serta displasia ventrikel kanan yang berhubungan dengan aritmia ventrikel.

- Wolf-parkonson-white

Wolf-Parkinson-White merupakan sindrom praeksitasi dengan gambaran EKG adanya gelombang P


yang normal, interval PR yang memendek, kurang dari 0,11 detik, komplek QRS melebar karena
adanya gelombang delta. Perubahan komplek QRS disertai perubahan gelombang T yang sekunder.
Gambaran EKG ini disebabkan karena adanya jalur asesori yang menghubungkan atrium dengan
ventrikel sehingga sebagian ventrikel akan diaktivasi sangat dini. WPW sering ditemukan pada pria dan
dapat ditemukan pada pasien tanpa kelainan jantung. WPW umumnya jinak tapi dapat menimbulkan
takiaritmia seperti paroksismal fluter atau fibrilasi.

g. Hipersensitivitas sinus karotis.

Sinkop dapat terjadi saat bercukur atau memakai kerah yang ketat.

Hal ini umum terjadi pada pria dengan usia lebih dari 50 tahun. Aktivasi dari

baroreseptor sinus karotis meningkatan impuls yang dibawa ke badan Hering

menuju medulla oblongata. Impuls afferen ini mengaktivkan saraf simpatik

efferen ke jantung dan pembuluh darah. Hal ini menyebabkan sinus arrest

atau Atrioventricular block, vasodilatasi. Pemijatan salah satu atau kedua

sinus karotikus, khususnya pada orang usia lanjut, menyebabkan (1) perlambatan jantung yang
bersifat refleks (sinus bradikardia, sinus arrest,

atau bahkan blok atrioventrikel), yang disebut respons tipe vagal, dan (2)

penurunan tekanan arterial tanpa perlambatan jantung yang disebut respons


tipe depressor. Kedua tipe respons sinus karotikus tersebut dapat terjadi

bersama-sama.

2) Etiologi Metabolik

Episode biasanya diperkuat jika mengerahkan tenaga tetapi dapat terjadi jika pasien berbaring. Awitan
dan pemulihan biasanya lama. Penyebab Sinkop Metabolik Penyebab metabolik pada sinkop sangat
jarang, hanya berkisar 5% dari seluruh episode sinkop.

a. Hipoksia, seperti pirau pada penyakit jantung congenital

b. Hiperventilasi

Menyebabkan vasokontriksi serebrum dengan gejala kesulitan bernafas, ansietas, parestesia tangan
atau kaki, spasme karpopedal, dan kadang-kadang nyeri dada unilateral atau bilateral. Pasien dapat
mengalami serangan ulangan jika melakukan hiperventilasi dalam lingkungan yang terkendali.

c. Hipoglikemia

Jika gejala terjadi secara bertahap selama periode beberapa menit, hiperventilasi atau hipoglikemia
sebaiknya dipertimbangkan. Keadaan hipoglikemia yang berat biasanya terjadi akibat seuatu penyakit
yang serius, seperti tumor pada sel pulau langerhan ataupun penyakit adrenal, hipofise atau hepar yang
lanjut, atau akibat pemberian insulin dalam jumlah yang berlebihan. Gambaran klinisnya berupa gejala
kebingunan atau bahkan penurunan kesadaran. Kalau keadaaannya ringan, sebagaimana lazim terjadi
pada hipoglikemia. Diagnosis keadaan ini bergantung pada hasil anamnesis riwayat medis dan
pengukuran gula darah pada waktu serangan.

d. Intoksikasi alcohol

3) Etiologi neurologic

Serangan iskemik sementara (TIA;Transient Ischemic Attact) dapat menyebabkan

sinkop tetapi jarang terjadi. Agar terjadi hal ini system aktivasi reticular harus

terkena. Jika terjadi “selalu” terdapat manifestasi neurologic lainnya, seperti kelainan saraf cranial.

a. Migrain. Penyebab tersering kedua pada remaja.

b. Kejang. Biasanya mudah dibedakan dengan aura, riwayat gerakan tonik klonik dan keadaan
pascaiktal

c. Peningkatan tekanan intracranial mendadak yang diperlihatkan dengan perdarahan


subarachnoid atau kista koloid obstruktif pada ventrikel ketiga.

Terminologi ini merupakan bentuk dari seluruh sinkop yang berasal dari sinyal
saraf SSP yang berefek pada vaskular, khususnya pada Nucleus Tractus Solitarius

(NTS). Sejumlah stimulus, yang terbanyak bersala dari viseral, dapat

menghilangkan respon yang berakibat pengurangan atau hilang tonus simpatis dan

diikuti dengan peningkatan aktivitas vagal. NTS pada medula mengintegrasikan

stimulus afferen dan sinyal baroreceptor dengan simpatis efferen yang

mempertahankan tonus vaskular. Beberapa studi mengatakan terdapat gangguan

pada pengaturan kontrol simpatis dan juga sinyal baroreceptor.

4) Sinkop refleks

Sinkop refleks disebabkan oleh gangguan pengisian jantung sebelah

kanan dan hipoperfusi serebral keseluruhan. Pasien biasanya sedang berdiri

tegak sebelum suatu episode karena pengumpulan darah akibat gravitasi

berperan dalam penyebabnya. Penyebab yang potensial antara lain, emboli

atau infark paru, tamponade pericardium, hipertensi paru, uterus hamil karena menekan vena kava
inferior dan batuk, yang menurunkan beban awal dengan meningkatkan tekanan intrathoraks.

5) Lain-lain

a. Sinkop batuk

Keadaan ini merupakan keadaan langka yang terjadi akibat serangan batuk yang mendadak dan
biasanya dijumpai pada laki-laki yang menderita bronchitis kronis. Setelah batuk-batuk kuat,
pasien tiba-tiba lemah dan kehilangan kesadarannya untuk sementara. Tekanan intrathorakal
meninggi dan mennganggu vena balik ke jantung sebagaimana halnya pada maneuver valsava (ekshalasi
dengan glottis tertutup).

b. Sinkop pascamiksi

Suatu keadaan yang biasanya terlihat pada lansia selama atau sesudah urinasi. Khususnya setelah
bangkitan dari posisi berbaring, barangkali merupakan tipe khusus sinkop vasodepressor. Diperkirakan
bahwa pelepasan tekanan intravesikuler menyebabkan vasodilatasi mendadak yang diperberat lagi
dengan berdiri, dan bahwa bradikardia yang terjadi lewat mediator vagal merupakan factor yang turut
menyebabkan sinkop tersebut.

c. Psikogenik

Serangan ansietas atau kecemasan acapkali diinterpretasikan sebagai


perasaan mau pingsan tanpa kehilangan kesadaran yang sesungguhnya. Gejala

tersebut tidak disertai dengan wajah yang pucat dan juga tidak menghilang

setelah pasien dibaringkan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala lain yang

menyertai, dan bagian dari serangan tersebut dapat ditimbulkan kembali

dengan hiperventilasi. Dua mekanisme yang diketahui terlibat dalam proses

terjadinya serangan tersebut adalah penurunan kadar karbon dioksida sebagai

akibat hiperventilasi dan pelepasan hormone epineprin. Hiperventilasi akan

mengakibatkan hipokapnia, alkalosis, peningkatan resistensi serebrovaskuler

dan penurunan aliran darah serebral.

d. Nyeri ligamentosa atau visceral berat

e. Dapat juga terjadi sebagai kelanjutan vertigo berat.

Faktor Resiko

Berdasarkan San Fransisco Syncope Rule (SFSR), terdapat lima kriteria yang dapat dipakai untuk
menentukan risiko jangka pendek (7 hari) untuk pasien dengan syncope. Kriteria itu adalah pasien
dengan gagal jantung kongestif, nilai hematokrit <30%, kelainan EKG (irama nonsinus dan perubahan
baru), sesak napas, dan nilai sistol <90 mm Hg. Jika pasien memiliki minimal satu dari kriteria tersebut,
mereka memiliki risiko jangka pendek sebesar 25% untuk mengalami outcome yang serius seperti
kematian, infark miokard, aritmia jantung, emboli paru, stroke, pendarahan subaraknoid, pendarahan
yang signifikan, kunjungan kembali ke UGD, atau rawat inap di rumah sakit.

Selain itu, American College of Emergency Physician mengembangkan sebuah kebijakan bagi pasien
syncope untuk masuk rumah sakit berdasarkan faktorrisikonya. Pasien dengan usia tua dan memiliki
penyakit penyerta, EKG yangabnormal, nilai hematokrit <30%, dan riwayat atau adanya penyakit gagal
jantungkongestif, iskemia, atau penyakit struktural jantung lain memiliki risiko tinggi untukmengalami
efek samping yang berbahaya dan sebaiknya dibawa ke rumah sakit.

European Society of Cardiology mengembangkan pedoman lain untukmengetahui kebutuhan akan


intervensi diagnostik dan terapeutik berdasarkan faktorrisiko. Pasien dengan kecurigaan atau penyakit
jantung struktural yang sudah ada,EKG yang abnormal, pingsan selama melakukan aktivitas fisik atau
dalam posisiberbaring, pingsan yang menyebabkan luka yang parah (seperti fraktur danpendarahan
intrakranial), riwayat keluarga sudden cardiac death, atau kecurigaanmalfungsi dari alat yang ditanam
pada tubuh pasien disarankan masuk rumah sakituntuk evaluasi diagnostik. Indikasi terapeutik untuk
masuk rumah sakit adalahpingsan karena aritmia jantung, iskemia, penyakit jantung struktural,
penyakitkardiopulmoner, atau neurally-mediated bradycardia yang membutuhkan
implantasipacemaker.
Patofisiologi

Pingsan (sinkop) adalah kehilangan kesadaran secara tiba-tiba, biasanya hanya

beberapa detik atau menit, karena otak tidak mendapatkan cukup oksigen pada

bagian-bagian otak yang merupakan bagian kesadaran. Terdapat penurunan kesadaran

aliran darah, pengisian oksigenasi cerebral, resistensi serebrovaskuler yang dapat ditunjukkan. Jika
iskemia hanya berakhir beberapa menit, tidak terdapat efek pada

otak.

Iskemia yang lama mengakibatkan nekrosis jaringan otak pada daerah perbatasan dari perfusi
antara daerah vaskuler dari arteriserebralis mayor. Patofisiologi dari sinkop terdiri dari tiga tipe:

1) Penurunan output jantung sekunder pada penyakit jantung intrinsic atauterjadi penurunan klinis
volume darah yang signifikan.

2) Penurunan resistensi pembuluh darah perifer dan atau venous return.

3) Penyakit serebrovaskular klinis signifikan yang mengarahkan pada penurunan perfusi serebral.
Terlepas dari penyebabnya, semua kategori ini ada beberapa factor umum, yaitu gangguan oksigenasi
otak yang memadai mengakibatkan perubahan kesadaran sementara.

Aliran darah yang berkurang ke otak dapat terjadi karena 1) jantung gagal

untuk memompa darah; 2) pembuluh-pembuluh darah tidak mempunyai cukup kekuatan untuk
mempertahankan tekanan darah untuk memasok darah ke otak; 3)

tidak ada cukup darah atau cairan didalam pembuluh-pembuluh darah; atau 4) gabungan dari sebab-
sebab satu, dua, atau tiga diatas.

Perubahan-perubahan irama jantung adalah penyebab-penyebab yang paling umum dari pingsan atau
syncope. Sementara ini mungkin terdengan tidak menyenangkan, seringkali pingsan disebabkan oleh
perubahan sementara pada fungsi tubuh yang normal.

Adakalanya, perubahan irama jantung (aritmia) adalah lebih berbahaya dan berpotensi mengancam
nyawa. Jantung adalah pompa listrik, dan jika persoalanpersoalan sistim listrik hadir, jantung mungkin
adakalanya tidak mampu untuk memompa cukup darah, menyebabkan kejatuhan-kejatuhan jangka
pendek pada tekanan darah. Persoalan-persoalan elektrik mungkin menyebabkan jantung untuk
berdenyut terlalu cepat atau terlalu perlahan.

Denyut jantung yang cepat atau tachycardia (tachy = cepat + cardia = jantung)

adalah irama abnormal yang dihasilkan pada kamar-kamar jantung bagian atas atau

bagian bawah dan mungkin mengancam nyawa. Jika jantung berdenyut terlalu cepat,
mungkin tidak ada cukup waktu untuknya untuk mengisi dengan darah diantara setiap denyut jantung,
yang mengurangi jumlah darah yang dapat diantar jantung keseluruh tubuh. Tachycardias dapat terjadi
pada segala umur dan mungkin tidak berhubungan pada penyakit jantung atherosclerotic.

Dengan bradycardia, atau denyut jantung yang lamban (brady = lamban + cardia = jantung),
kemampuan jantung untuk memompa darah mungkin dikompromikan. Ketika jantung menua, sistik
elektrik dapat menjadi rapuh dan jantung terhalang, atau gangguan-gangguan dari sistim elektrik
dapat terjadi, menyebabkan denyut jantung untuk melambat.

Disamping persoalan-persoalan struktur elektrik dengan jantung, obat-obat

mungkin adalah tertuduhnya. Ketika mengkonsumsi obat-obat yang diresepkan untuk

kontrol tekanan darah [contohnya, beta blockers seperti metoprolol (Lopressor, Toprol XL), propranolol
(Inderal, Inderal LA), atenolol (Tenormin), atau calcium channel blockers seperti diltiazem (Cardizem,
Dilacor, Tiazac), verapamil (Calan, Verelan dan lain-lain), amlodipine (Norvasc)], jantung dapat
adakalanya menjadi lebih sensitif pada efek-efek dari obat-obat ini dan berdenyut lambat secara
abnormal dan mengurangi output (keluaran) dari jantung.

Kehilangan dari cairan intravascular, itu adalah darah dan air didalam

pembuluh-pembuluh darah, dapat juga menyebabkan pingsan atau syncope. Biasanya,

pingsan akan terjadi ketika seseorang berdiri dengan cepat dan tidak ada cukup waktu

untuk tubuh untuk mengkompensasi dengan membuat jantung berdenyut lebih cepat,

atau mempunyai pembuluh-pembuluh darah untuk mengerut untuk mempertahankan

tekanan darah tubuh dan aliran darah ke otak. Ini dirujuk sebagai postural

hypotension.

Manifestasi Klinis

Manifestasi pada pasien sinkop bervariasi tergantung dari etiologinya. Pada umumnya orang dengan
sinkop akan mengalami gejala yang meliputi pusing, penglihatan kabur, berkunang-kunang,
berkeringat, dan pucat. Sinkop sering disebabkan oleh karena penyebab kardiovaskular maupun
neurologikal.

1) Penyebab cardiovascular :

Hipoxia cerebral akibat perfusi yang buruk yang menyebabkan kehilangan kesadaran sementara.
Peningkatan pada kapasitas vaskular atau penurunan curah jantung dapat menyebabkan perfusi otak
yang buruk. Curah jantung dapat berkurang akibat hipovolemia atau perubahan pada detak jantung
seperti bradikardia atau kelainan detak jantung.
Sinkop kardiovaskular biasanya dikarakteristikan sebagai : gejala prodormal seperti : berkeringat, pusing,
perubahan pada penglihatan. Fase sinkop seperti : kelemahan otot, konfusi . Fase penyembuhan yang
cepat dan dikarakterisasikan kesadaran yang cepat

2) Pada hipotensi ortostatik :

ü Kepala terasa ringan, pusing, gangguan penglihatan

ü Lemah, berdebar, gemetar à sinkop

3) Penyebab neurologikal :

Sinkop neurologikal sering diasosiasikan dengan perubahan pada aktivitas listrik pada otak. Sinkop
sendiri harus dapat dibedakan dengan kejang. Pada pasien kejang lebih sering mengalami perubahan
gerakan motorik, proses penyembuhan yang lebih lama, dan perubahan pada EEG saat terjadinya
serangan.

4) Pada kelainan metabolik :

Hipoglikemia

Dapat terjadi pada pasien dengan atau tanpa diabetes. Biasanya terjadi cepat, dengan periode selama
beberapa menit. Gejala awal biasanya pusing dan kepala terasa ringan. Keringat berlebihan dan
hipersalivasi juga sering terjadi. Pasien juga tampak kebingungan dan terjadi kelemahan dan
inkoordinasi.

Hiperglikemia

Kadar glukosa darah yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan sinkop. Hal ini dapat terjadi pada
pasien dengan diabetes, termasuk diabetes ketoacidosis. Gejala pada umumnya adalah penurunan
berat badan, haus, dan urine output yang meningkat. Pasien juga terlihat dehidrasi, kulit kering, dan
tercium bau keton dari nafasnya. Terdapat juga karakteristik yaitu pernafasan yang dalam dan berat
yang disebut dengan Kussmaul’s breath.

5) Respon pupil dan diagnosis yang memungkinkan :

Tanda pupil:

- Keduanya tetap dan dilatasi à kematian, syok hipovolemik, obat seperti atropin, adrenalin, dan
ecstasy

- Unilateral tetap dan dilatasi à cedera kepala, stroke

- Keduanya pinpoint dan konstriksi à overdosis opium

- Konstriksi bilateral à stroke batang otak

- Pupil ireguler à trauma, riwayat operasi mata


Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis sinkop sering merupakan sesuatu keadaan sulit. Hal ini disebabkan karena kejadian sinkop
tersebut secara tiba-tiba dan jarang, sehingga sulit untuk dapat melakukan pemeriksaan fisik
ataupun membuat rekaman jantung saat kejadian tersebut. Untuk itu perlu pemeriksaan lebih
lanjut untuk mendiagnosis sinkop sehingga penatalaksanaan dapat segera dilakukan.

1) Anamnesis dan Pemeriksaan fisik

Pada pasien sinkop kehilangan kesadaran terjadi akibatnyaberkurangnya perfusi darah diotak.
Penting diketahui riwayat kejadian disaat-saat sebelum terjadinya sinkop tersebut untuk
menentukan penyebab sinkop serta menyingkirkan diagnosis banding yang ada. Dari anamnesis harus
ditanyakan riwayat pasien secara teliti sehingga dari riwayat tersebut dapat mengambarkan
kemungkinan penyebab sinkop atau dapat sebagai petunjuk untuk strategi evaluasi pada pasien.
Gambaran klinis yang muncul pada setiap pasien sangat penting untuk diketahui terutama faktor-faktor
yang dapat merupakan predisposisi terjadinya sinkop beserta akibatnya.

Hal-hal penting yang ditanyakan pada saat anamnesis tercantum pada tabel1 berikut. Sebaiknya semua
hal yang tercantum ditanyakan secara teliti dan seksama, selain berguna untuk diagnosis, mengetahui
riwayat kejadian juga dapat merupakan strategi untuk evaluasi. Sebagai contoh, penyebab kardiak
sangat mungkin ddipikirkan apabila sinkop didahului dengan keluhan berdebar-debar atau sinkop
terjadi pada posisi terlentang atau pada saat/selama melakukan aktivitas fisik.

Pertanyaan pada anamnesis pasien dengan sinkop.

Pertanyaan seputar keadaan saat sebelum serangan.

- Pasien (duduk, terlentang atau berdiri)

- Aktivitas (istirahat, perobahan posisi, sedang/habis melakukan latihan fisik, sedang atau sesaat
setelah berkemih, buang air besar, batuk atau menelan).

- Faktor-faktor predisposisi (misalnya tempat ramai atau panas, berdiri dalam waktu lama, saat
setelah makan) dan faktor yang

memberatkan (misalnya ketakutan, nyeri hebat, pergerakan leher)

Pertanyaan mengenai saat terjadinya serangan.

Mual, muntah, rasa tidak enak diperut, rasa dingin, berkeringat,

nyeri pada leher atau bahu, penglihatan kabur.

Pertanyaan mengenai serangan yang terjadi (saksi mata)


Bagaimana cara seseorang tersebut jatuh (merosot atau berlutut),

warna kulit (pucat, sianosis, kemerahan), lamanya hilangnya

kesadaran, jenis pernafasan (mengorok), pergerakan (tonik, klonik,

tonik-klonik), lama kejadiannya, jarak antara timbulnya

pergerakan tersebut dengan kejadian jatuh, lidah tergigit)

Pertanyaan mengenai latar belakang

- Riwayat keluarga dengan kematian mendadak, penyakit jantung

aritmogenik kongenital atau pingsan.

- Riwayat penyakit jantung sebelumnya.

- Riwayat kelainan neurologis (parkinsonisme, epilepsi, narkolepsi)

- Gangguan metabolik (misalnya diabetes melitus)

- Obat-obatan (anti hipertensi, anti depresan, antiaritmia, diuretika

dan obat-obatan yang dapat membuat QT memanjang)

- Bila terjadi sinkop berulang, keterangan mengenai berulangnya

sinkop misalnya waktu dari saat episode sinkop pertama dan jumlah rekurensi yang terjadi.

2) Pemeriksaan Fisik

a) Airway, breathing, circulation

b) Tanda-tanda Vital : tekanan darah, nadi, laju pernafasan, suhu

c) Pemeriksaan fisik jantung (mencari etiologi sinkop akibat jantung sepertimendengarkan murmur),
neurologi (defisit neurologis, neuropati perifer),abdomen dan pelvis (untuk mendiagnosis ada tidaknya
perdarahan saluran pencernaan, aneurisma aorta, rupture kehamilan ektopik, dan lain-lain).

d) Pemeriksaan rektal (Rectal examination) untuk mengetahui ada tidaknyaperdarahan saluran


pencernaan.

e) Tes hipotensi ortostatik Dalam pemeriksaan ini, pasien diminta untuk berbaring (supinasi) selama
5-10 menit dan setelah itu pasien diminta untuk berdiri. Kemudian ukur tekanan darah pasien 2-3 kali
selama beberapa menit.

f) Tanda trauma yang terjadi


g) Carotid massage

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai hipersensitivitas sinus carotis.

Pemeriksa melakukan pijatan pada daerah A. carotis (tidak boleh bersamaan)

selama 5-10 detik lalu lihat tanda-tanda pada pasien (dapat terjadi penurunan

nadi dan perubahan tekanan darah). Pemeriksaan ini tidak boleh dilakukan

untuk pasien yang memiliki riwayat infark miokard, stroke, atau ventricular

tachycardia, serta bila terdengar carotid bruit pada hasil auskultasi). Selama

pemeriksaan, pasien harus dipantau dengan EKG secara terus menerus dan

monitoring tekanan darah. Pemijatan pada sinus karotis ini adalah suatu teknik dengan melakukan
tekanan secara halus pada sinus karotis.

Indikasi :

Pasien dengan umur lebih 40 tahun dengan sinkop yang tidak diketahui penyebabnya setelah evaluasi
awal. Pada pasien dengan resiko strok karena penyakit arteri karotis, pemijatan harus dihindarkan.

Metodologi :

Pemijatan dilakukan dengan posisi pasien telungkup dan tegak lurus, pemijatan dilakukan dari samping
kiri dan kanan, dengan monitoring EKG dan tekanan darah. Lama pemijatan minimal 5 detik dan
maksimal 10 detik.

Diagnosis. :

Test positif bila selama atau segera setelah pemijatan terjadi asistole ≥ 3 detik dan atau terjadi
penurunan tekanan sistolik ≥ 50 mmHg.

h) Manuver hiperventilasi

Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada pasien usia muda dengan etiologi sinkop yang tidak diketahui.
Pasien diminta bernafas dengan mulut terbuka (tarik nafas lambat dan dalam) dengan laju 20-30 kali per
menit dalam 2-3 menit lalu amati perubahan yang terjadi pada pasien. Rekurensi gejala prodromal
atau sinkop menunjukkan kaitan sinkop dengan gangguan psikiatri (anxiety related syncope).

i) Exercise stress testing

Pasien diminta untuk melakukan latihan fisik tertentu lalu amati fungsi jantungnya. Bila setelah
melakukan latihan pasien menjadi hipotensi dan bradikardia, maka pasien mengalami instabilitas
vasomotor reflektif. Pasien yang tidak dapat menjalani pemeriksaan ini merupakan pasien yang
menderita infark miokard dan aritmia ventrikel. Indikasi :
Sinkop yang terjadi selama atau setelah latihan.

Diagnosis.

Klas I :

- Bila ada EKG dan hemodinamik abnormal dan sinkop terjadi selama atau segera setelah latihan.

- Jika Mobitz derjad II atau AV Blok derjad III terjadi selama latihan meskipun tanpa sinkop.

Klasifikasi respon positif dari Tilt testing.

Tipe 1.Campuran.

Denyut jantung menurun pada saat sinkop tetapi laju ventrikel tidak menurun <40 kali/ menit atau turun
sampai <40 kali/menit selama minimal 10 detik dengan atau tanpa periode asistol<3 detik. Tekanan
darah menurun sebelum penurunan denyut jantung.

Tipe 2A. Hambatan kardiak tanpa asistol

Denyut jantung menurun sampai laju ventrikel <40 kali/menit selama lebih dari 10 detik tetapi tidak
terjadi episode asistol yang > 3 detik. Tekana darah menurun sebelum penurunan denyut jantung.

Tipe 2B. Hambatan kardiak dengan asistol

Asistol terjadi >3 detik. Tekanan darah menurun bersamaan dengan atau terjadi sebelum penurunan
denyut jantung.

Tipe 3. Vasodepresor.

Denyut jantung tidak menurun > 10 % dari puncaknya saat sinkop.

Pengecualian 1. Inkompetensi kronotropik

Tidak terjadi peningkatan denyut jantung selama tilt testing (misalnya <10% dari laju pre-tilt testing).

Pengecualian 2. Peningkatan denyut jantung berlebihan.

Peningkatan denyut jantung yang berlebihan pada saat posisi tegak dan selama waktu sebelum sinkop
(misalnya >130 kali/menit.

j) Head up tilt table testing

Dalam pemeriksaan ini, pasien berbaring dalam posisi horisontal selama 10

menit lalu meja akan digoyang 60-80o selama 45 menit. Manuver ini akan

memberikan efek penurunan central venous pressure (CVP), pengisian ventrikel jantung, stroke
volume, serta mean arterial pressure (MAP). Hasil pemeriksaan ini positif bila terjadi sinkop atau
presinkop dan hipotensi dengan atau tanpa bradikardia. Test ini merupakan pemeriksaan standar dan
sudah diterima secara luas sebagai salah satu uji diagnostik pada evaluasi pasien dengan sinkop.

Indikasi Tilt-Table-Testing :

- Serangan sinkop pertama kali yang tidak dapat diterangkan pada pasien resiko tinggi, atau sinkop
berulang tanpa adanya penyakit jantung organik.

- Pasien dengan sinkop yang dimediasi persyarafan (Neurally-mediated syncope).

- Bila diketahui karakteristik hemodinamik sinkop dapat merubah terapi.

- Untuk membedakan sinkop dengan kejang karena epilepsi.

- Untuk mengevaluasi pasien dengan sinkop berulang yang tidak dapat dijelaskan.

- Untuk menilai pre-sinkop berulang atau pusing.

Metodologi :

Klas I.

- Pasien telungkup minimal 5 menit bila tidak ada kanulasi vena, dan sedikitnya 20 menit bila dilakukan
kanulasi.

- Sudut kemiringan 60-70 derjat.

- Fase pasif minimal 20 menit dan maksimal 45 menit.

- Penggunaan isoprenaline atau isoproterenol intravena, atau nitrogliserin sublingual untuk obat
provokasi jika fase pasif negatif. Test provokasi dilakukan selama 15-20 menit.

- Isoproterenol diberikan 1-3 µg/menit, untuk meningkatkan denyut jantung 20-25 % dari
denyut jantung sebelumnya.

- Nitrogliserin 400 µg sublingual dengan posisi berdiri tegak.

- Test positif bila terjadi sinkop.

Klas II

- Ada perbedaan pendapat pada kasus yang diinduksi pre-sinkop

diagnosis :

Klas I

- Pada pasien tanpa kelainan struktur jantung, tilt testing sebagai diagnostik, dan tidak ada test lain yang
dilakukan bila timbul sinkop secara spontan.
- Pada pasien dengan kelainan struktur jantung, penyebab kardiak dapat disingkirkan sebelumnya
untuk mempertimbangkan tilt testing positif pada sinkop yang dimediasi persyarafan.

Klas II.

Secara klinik respon abnormal lainnya dari sinkop tidak jelas.

k) ATP Test

Indikasi :

Pada keadaan tidak adanya data yang kuat, test ini dilakukan terakhir untuk menegakkan diagnosis.

Metodologi :

Bolus 20 mg ATP dengan monitor EKG. Bila asistole > 6 detik atau blok atrioventrikular > 10 detik,
berarti abnormal.

Diagnosis :

Test ATP dapat menyebabkan respon abnormal pada beberapa pasien sinkop yang tidak diketahui
sebabnya, dengan gambaran klinik dan prognosis yang baik. Terapi khusus harus ditunda sampai
mekanisme sinkop dapat dijelaskan.

3) Pemeriksaan darah rutin

Pemeriksaan darah rutin seperti elektrolit, enzim jantung, kadar gula darah dan hematokrit memiliki
nilai diagnostik yang rendah, sehingga pemeriksaan tersebut tidak direkomendasikan pada pasien
dengan sinkop kecuali terdapat indikasi tertentu dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis, misalnya
pemeriksaan gula darah untuk

menyingkirkan kemungkinan hipoglikemia dan kadar hematokrit untuk mengetahui kemungkinan


adanya perdarahan dan lain-lain. Pada keadaan sindrom QT memanjang keadaan hipokalemia
dan hipomagnesemia harus disingkirkan terlebih dahulu. Tes kehamilan harus dilakukan pada
wanita usia reproduksi, terutama yang akan menjalani head-up tilt testing atau uji elektrofisiologi.

4) Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan elektrokardiografi harus selalu dilakukan pada pasien sinkop walaupun tidak banyak
informasi yang didapat bila sinkop tersebut disebabkan nonkardiak. Beberapa penemuan penting yang
dapat diperoleh dari pemeriksaan ini serta kemungkinan dapat diidentifikasi sebagai penyebab sinkop
antara lain pemanjangan interval QT, pemendekan interval PR dan gelombang delta (pada sindrom
Wolf-

Parkinson-White), blok berkas cabang kanan dengan elevasi segmen ST (pada sindrom Brugada),
infark miokard akut, blok atrioventrikular derajad tinggi. Banyak pasien sinkop menunjukan
rekaman elektrokardiografi yang normal. Hai ini sangat berguna untuk menunjukan kemungkinan
kecil penyebab sinkop berasal dari kelainan

kardiak, yang berhubungan dengan prognosis yang lebih baik, terutama bila terjadi pada pasien usia
muda yang mengalami sinkop.

Gambaran EKG yang menunjukan sinkop akibat aritmia.

- Blok bifasikular (didefinisikan sebagai blok berkas cabang kiri atau blok berkas cabang kanan atau
blok fasikular posterior kiri).

- Abnormalitas/kelainan konsuksi intraventrikular lain (durasi QRS > 0,12 detik).

- Blok atrioventrikular derajat dua Mobitz I

- Bradikardia sinus asimptomatik (<50 derajad permenit) atau blok sinoatrial.

- Komplek QRS praeksitas

- Interval QT memanjang.

- Pola blok berkas cabang kanan dengan elevasi ST pada sadapan V1-V3 (sindrom Brugada)

- Gelombang T negatif pada sadap prakordial kanan, gelombang epsilon dan kelambatan ventrikular
yang berpotensi pada dugaan dispasia ventrikular kanan aritmogenik.

- Gelombang Q diduga infark miokard.

5) Ekokardiografi

Digunakan sebagai uji penapisan untuk deteksi penyakit jantung pada pasien dengan sinkop. Walaupun
mempunyai nilai diagnosis yang rendah bila dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan EKG tidak ditemukan
abnormalitas kardiak. Pada pasien yang mengalami sinkop dan presinkop dengan pemeriksaan fisik
yang normal, kelainan yang paling sering ditemukan (4-6% sampai 18-50%) adalah prolaps katup mitral.
Abnormalitas kardiak lain termasuk penyakit katup jantung paling banyak stenosis aorta.

Kardiomiopati, abnormalitas pergerakan dinding ventrikel regional yang menunjukan kemungkinan


terdapat infark miokard, penyakit jantung infiltratif seperti amiloidosis, tumor kardiak, aneurisma
dan tromboemboli atrial. Penemuan kelainan kardiak ini penting sebagai stratifikasi resiko. Bila
ditemukan kelainan jantung yang sedang-berat maka evaluasi langsung dilakukan pada penyebab
kardiak dari sinkop

tersebut. Disisi lain bila kelainan struktur yang ditemukan hanya ringan kemungkinan sinkop
kardiak menjadi kecil sehingga evaluasi dilanjutkan seperti pada seseorang tanpa kelainan struktur
jantung.

6) Elektrofisiologi
Dilakukan bila dicurigai sinkop disebabkan oleh aritmia (pasien dengan abnormalitas EKG dan atau
terdapat penyakit struktur jantung atau sinkop yang berhubungan dengan palpitasi atau pasien dengan
riwayat kematian mendadak pada keluarga). Sedangkan untuk diagnosis dikatakan apabila hasil
elektrofisiologi normal tidak dapat sepenuhnya menyingkirkan aritmia sebagai penyebab sinkop,
sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan selanjutnya. Pada beberapa keadaan dikatakan
elektrofisiologi sangat tinggi nilai diagnostiknya sehingga tidak diperlukan pemeriksaan tambahan
lain.

Penatalaksanaan

Pingsan atau disebut juga sinkop ialah kehilangan kesadaran sesaat karena aliran darah ke otak untuk
sementara berkurang. Berbeda dengan shock, denyut nadi menjadi lebih lambat, meskipun akan segera
meningkat kembali. Biasanya pasien bisa segera pulih.

Dalam menangani pasien yang mengalami sinkop, kita harus bisa memastikan faktor pencetus atau
penyebab sehingga penanganan yang dilakukan bisa sesuai. Penyebab pingsan yang patut kita
perhatikan di antaranya adalah gangguan tonus vaskular atau volume darah, gangguan kardiovaskular,
penyakit serebrovaskular, serta kelainan lain seperti gangguan metabolik, psikogenik dan kejang. Sinkop
yang disebabkan oleh kelainan jantung beresiko menyebabkan kematian.

Sebagai bentuk pencegahan, pasien yang mengalami sinkop berulang atau memiliki riwayat pingsan
tanpa gejala terlebih dahulu sebaiknya menghindari kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan cedera
lebih lanjut apabila dia sampai kehilangan kesadaran pada saat melakukan kegiatan tersebut seperti
berenang sendirian, mengoperasikan mesin berat atau mengemudi. Pasien usia lanjut dengan pusing
atau sinkop beresiko mendapatkan cedera traumatik. Morbiditas dan mortalitas pasien usia lanjut
sangat signifikan saat mereka terjatuh ketika kehilangan kesadaran.

Sebelum seseorang pingsan, biasanya ada pertanda yang dirasakan. Oleh karena itu, bisa dilakukan
pernafasan dalam, serta teknik relaksasi untuk menghindari pingsan. Teknik tersebut bisa membantu
mengontrol pingsan yang berkaitan dengan regulasi tekanan darah.

Berbaring setidaknya 10-15 menit ditempat yang sejuk dan tenang. Pada saat muncul gejala akan
pingsan seperti kepala terasa ringan, mual atau kulit dingin dan lembab, dapat dilakukan counter-
pressure maneuvers seperti mengepalkan jari tangan, menegangkan tangan, dan menyilangkan kaki
atau merapatkan paha. Jika pingsan terjadi sering tanpa kejadian yang memicu, biasanya merupakan
pertanda penyakit jantung yang mendasarinya.

Jika sudah mengalami kehilangan kesadaran, pasien sebaiknya diposisikan pada posisi yang mendukung
aliran darah ke otak, terlindung dari trauma dan mendapatkan jalan nafas yang aman. Tindakan yang
dapat dilakukan pada pertolongan pertama pada pingsan adalah membaringkan pasien dengan kaki
ditinggikan dan ditopang. Pasien harus dipastikan bisa mendapatkan udara segar. Oleh karena itu,
jendela sebaiknya dibuka atau jika berada di luar ruangan atau di keramaian, jangan sampai dikerubungi.
Jika kesadaran tidak segera pulih, pernapasan dan nadi harus diperiksa serta bersiap melakukan
resusitasi untuk mengantipasi apabila diperlukan.

Jika memungkinkan, pasien sebaiknya terbaring dengan posisi supinasi serta kepala menghadap ke satu
sisi untuk mencegah aspirasi dan terhambatnya jalan nafas oleh lidah. Selanjutnya, penilaian nadi dan
auskultasi jantung dapat membantu menentukan apakah pingsan tersebut berkaitan dengan
bradiaritmia atau takiaritmia. Pakaian yang menempel ketat sebaiknya dilonggarkan, terutama pada
leher dan pinggang. Stimulasi perifer seperti meneteskan air pada wajah dapat membantu menyadarkan
pasien. Pemberian apapun ke mulut pasien, termasuk air, sebaiknya dihindari jika pasien masih berada
dalam kelemahan secara fisik.

Secara garis besar, penatalaksanaan penurunan kesadaran ( Sinkop ) dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

1) Umum

a. Tidurkan pasien dengan posisi lateral dekubitus dengan leher sedikit ekstensi bila tidak ada
kontraindikasi seperti fraktur servikal dan tekanan intracranial yang meningkat.

b. Posisi Trendelenburg berguna untuk mengeluarkan cairan trakeobronkhial, untuk memastikan


jalan nafas lapang. Gigi palsu dikeluarkan serta lakukan suction di daerah nasofaring jika diduga ada
cairan.

c. Lakukan imobilisasi jika diduga ada trauma servikal, pasang infuse sesuai dengan kebutuhan
bersamaan dengan sampel darah.

d. Pasang monitor jantung jika tersedia bersamaan dengan melakukan EKG.

e. Pasang nasogastric tube, keluarkan isi lambung untuk mencegah aspirasi, lakukan bilas lambung
jika diduga terjadi intoksikasi. Berikan thiamin 100 mg iv, berikan destrosan 100 mg/kgbb.

2) Khusus

Pada herniasi

a. pasang ventilator lakukan hiperventilasi dengan target PCO2 : 25-30 mmHg

b. Berikan manitol 20% dengan dosis 1-2 gr/kgbb atau 100 gr iv. Selama 10-20 menit kemudian
dilanjutkan 0,25-0,5 gr/kgbb atau 25 gr setiap 6 jam.

c. Edema serebri karena tumor atau abses dapat diberikan deksametason 10 mg iv lanjutkan 4-6 mg
setiap 6 jam.

d. Jika pada CT scan kepala ditemukan adanya CT yang operable seperti epidural hematom, konsul
bedah saraf untuk operasi dekompresi

Tanpa herniasi
a. Ulang pemeriksaan neurologi yang lebih teliti

b. Jika pada CT scan tidak ditemukan kelainan, lanjutkan dengan pemeriksaan fungsi lumbal. Jika LP
positif ada infeksi, berikan antibiotic yang sesuai. Jika ada pedarahan terapi sesuai dengan pengobatan
subarachnoid hemorrhage.

c. Pasien yang mengalami sinkop vasovagal sebaiknya diinstruksikan untuk menghindari situasi atau
stimulus yang menyebabkan dia kehilangan kesadaran sebelumnya atau bisa juga disarankan untuk
berbaring apabila gejala awal pingsan mulai terasa. Tilt training, berdiri dan bersandar melawan tembok
dengan waktu yang semakin lama tiap harinya, biasanya digunakan untuk pasien yang mengalami
intoleransi ortostatik. Jika pingsan berkaitan dengan deplesi volume intravaskular, pemberian garam dan
cairandapat dilakukan untuk mencegah pingsan.

d. Sinkop vasovagal yang persisten dapat ditangani dengan terapi obat terutama jika sering terjadi
maupun berkaitan dengan resiko tertentu terhadap cedera. Antagonis reseptor β-adrenergik seperti
metoprotol (25-50 mg), atenolol (25-50 mg) atau nadolol (10-20 mg) merupakan obat yang sering
digunakan. Obat-obatan tersebut dapat mengurangi peningkatan kontraktilitas miokardial yang
menstimulasi mekanoreseptor ventrikel kiri dan juga mengeblok reseptor serotinin sentral. Serotonin
reuptake inhibitorseperti paroxetine (20-40mg), sertraline (25-50 mg) juga bisa digunakan. Kedua obat
ini sering digunakan sebagai obat lini pertama terutama pada pasien muda. Selain itu, obat antidepresan
seperti bupropion SR (150 mg) juga juga terkadang digunakan.

e. Pemberian Hidrofludrokortison (0,1-0,2 mg) dapat memberikan efek retensi natrium, ekspansi
volume, dan vasokonstriksi perifer dengan meningkatkan sensitifitas β-reseptor terhadap katekolamin
endogen. Obat tersebut bisa efektif diberikan pada pasien sinkop dengan deplesi volume intravaskular
serta hipotensi postural. Proamatine (2,5-10 mg), sebuah α-agonist juga biasa digunakan sebagai agen
lini pertama. 2,3

f. Disopiramid (150 mg), obat antiaritmia vagolitik dengan inotropik negatif, serta vagolitik lain
seperti transdermal scopolamine, telah digunakan untuk menangani sinkop vasovagal. Begitu juga
dengan teofilin dan efedrin. Selain dengan obat, pasien dengan artimia juga bisa ditatalaksana dengan
pemasangan pacemaker.

g. Pasien dengan hipotensi ortostatik sebaiknya diinstuksikan untuk bangun secara perlahan dan
sistematis dari ranjang ke kursi. Pergerakan kaki sebelum bangkit bisa membantu venous return dari
ekstremitas bawah. Jika memungkinkan, pengobatan yang dapat memperburuk keadaan seperti
vasodilator dan diuretik sebaiknya tidak dilanjutkan.2,4 Elevasi kepala dan penggunaan kompresi
stocking juga bisa membantu. Terapi tambahan yang bisa dilakukan di antaranya adalah pemberian
garam dan obat-obatan seperti simpatomimetik amin, monoamine oksidase inhibitor, beta blocker, dan
levodopa. Sementara itu, pasien dengan hipotensi postprandial sebaiknya menghindari makan besar
serta aktivitas fisik setelah makan.

h. Neuralgia glosofaringeal dapat ditangani dengan carbamazepine, yang dapat menangani pingsan
sekaligus nyerinya. Pasien dengan sindrom sinus karotis sebaiknya menghindari pakaian atau situasi
yang dapat menstimulasi baroreseptor. Jangan menggunakan pakaian yang ketat pada leher serta
menghindari gerakan leher yang berlebihan. 3 Saat menoleh ke satu sisi, disarankan untuk menggerakan
seluruh badan, tidak hanya kepala saja. Paroxetine merupakan obat yang cukup terbukti memperbaiki
gejala sinkop vasovagal, tetapi tidak disarankan untuk pasien geriatri. 3Sinkop yang sering terjadi karena
respopn kardioinhibitori terhadap stimulasi sinus karotis sebaiknya ditangani dengan pemasangan
pacemaker permanen.

i. Individu dengan sinkop yang tidak bisa dijelaskan oleh semua pemeriksaan kemungkinan besar
berkaitan dengan kondisi psikiatri. Pasien dengan sinkop sebaiknya dirawat di rumah sakit jika
kejadiannya berkaitan dengan abnormalitas yang mengancam nyawa atau kambuh dengan
kemungkinan cedera yang signifikan. Pemeriksaan dengan elektrokardiogram juga sebaiknya dilakukan.
Jika kondisi jantung pasien normal atau jelas pingsan karena pengaruh vasovagal atau sinkop situasional,
pasien bisa dipulangkan.

3) Nutrisi dan suplemen

Mengingat banyak kasus yang berkaitan dengan jantung, suplemen yang diberikan biasanya berguna
untuk meningkatkan kesehatan jantung.

a. Asam lemak omega-3, seperti minyak ikan, berguna untuk menurunkan inflamasi serta
meningkatkan kesehatan jantung. Penggunaan bersama warfarin harus diperhatikan karena dapat
meningkatkan resiko perdarahan.

b. Multivitamin harian yang berisi vitamin antioksidan seperti A, C, E, vitamin B dan mineral (Mg, Ca,
asam folat, Zinc, dan Selenium).

c. Koenzim Q10, 100-200 mg pada bedtime yang merupakan antioksidan.

d. Acetyl-L-carnitine, 500 mg perhari (antioksidan)

e. Alpha-lipoic acid, 25-50 mg dua kali perhari (antioksidan)

f. L-arginine (1-2 gram satu atau dua kali perhari). Tidak disarankan pada pasien dengan infeksi virus
seperti herpes.

Zat-zat herbal yang dapat digunakan di antaranya adalah :

a. Green tea (camellia sinensis), 250-500 mg perhari, merupakan antioksidan dan antiinflamasi.

b. Bilberry (Vaccinium myrtillus). 80 mg dua sampai tiga kali perhari, merupakan antioksidan yang
membantu memperlancar sirkulasi.

c. Ginkgo (Ginkgo biloba), 40-80 mg tiga kali perhari, merupakan antioksidan.

Penatalaksanaan pasien dengan sinkop sangat tergantung dari diagnosis yang telah dibuat, seperti
pasien dengan sinkop yang disebabkan oleh blok atrioventrikular atau sick sinus syndrome harus
dilakukan pemasangan pacu jantung menetap, tatalaksana pasien dengan sindrom Wolf-Parkinson-
White membutuhkan ablasi kateter, sedangkan pasien dengan takikardia ventrikel kemungkinan
harus dilakukan implantasi defibrillator. Berikut ini adalah penatalaksanaan sinkop secara khusus sesuai
dengan penyebabnya :

1) Sinkop neurokardiogenik

Pada pasien sinkop berulang atau sinkop yang berhubungan dengan cedera fisik atau stress pada pasien.
Pendekatan non farmakologik adalah pilihan pertama seperti edukasi dan pencegahan terhadap faktor
resiko terjadi ny sinkop berulang Pendekatan farmakologik nya adalah diberikan beta blocker, alfa
agonist, paroxetine dan enalapril

2) Sinkop vasovagal

Terapi farmakologik yang direkomendasikan adalah disopiramid, antikolinergik, teofilin dan clonidine.

3) Pacu jantung

Secara teoritis memiliki manfaat pada pasien yang di dominasi dengan kelainan pada kardioinhibisi
dibandingkan respon vasodepresan.

4) Sinkop aritmia

Belum banyak data yang mengevaluasi efek antiaritmia namun hingga saat ini

dipertimbangkan pemasangan defribilator intrakardiak pada pasien yang

mengalami sinkop namun harus disesuaikan dengan criteria pasien yang pernah menglami infark
miokard, ejeksi fraksi nya < 35%. Sedangkan pada pasien yg mengalami bradiaritmia perlu dipasangkan
pacu jantung

Belum banyak data yang mengevaluasi efek antiaritmia baik

farmakologis ataupun pemasangan alat pada pasien dengan episode

sinkop akibat aritmia. Saat ini telah dipertimbangan untuk pemasangan

defibrilator intrakardiak pada pasien yang mengalami sinkop dan

membutuhkannya sesuai rekomendasi dari American College Cardiology

(ACC) / American Heart Association (AHA) yaitu pasien dengan riwayat

infark miokard dengan ejection fraction, 35% atau sama terdapat dokumentasi yang membuktikan
terjadinya takikardia ventrikular yang tidak menetap dan takikardia ventrikular yang diinduksi pada
studi elektrofisiologi atau kejadian takikardia ventrikular yang spontan. Sedangkan pacu jantung
harus dipasang pada pasien dengan bukti dokumentasi terjadinya bradiaritmia berat atau
simptomatik.
Penatalaksanaan pasien dengan Torsades de Pointes adalah dengan pemberian magnesium sulfat,
pemasangan pacu jantung sementara (pada keadaan bradikardia) dan obat penyekat beta.

Sedangkan penatalaksanaan Sick Sinus Syndrome tergantung pada irama dasarnya. Umumnya
diperlukan pemasangan pacu jantung permanen. Pada keadaan bradikardia diperlukan kombinasi
obat antiaritmia dan pacu jantung permanen.

Secara umum penatalaksanaan pasien sinkop kardiak terdiri dari tiga cara yaitu terapi farmakologi,
pemasangan pacu jantung dan terapi bedah. Untuk pasien dengan kardiomiopati hipertropi dapat
berespon dengan terapi farmakologi dengan menggunakan beta bloker, calcium channel blocker dan
obat antiaritmia lainnya, sedangkan untuk pasien kelainan irama jantung diperlukan pemasangan alat
pacu jantung. Untuk pasien yang penyebab sinkop kardiaknya disebabkan kelainan struktur jantung
seperti Stenosis Aorta, terapi bedah mungkin diperlukan.

Penatalaksanaan pasien sinkop karena kelainan irama.

Klas I :

Pasien yang menderita sinkop karena aritmia jantung dan kondisi yang mengancam kehidupan
atau trauma dengan resiko tinggi harus mendapat terapi yang cepat.

Klas II :

- Pengobatan dilakukan bila culprit arrhytmia tidak ada dan aritmia yang mengancam kehidupan
diperkirakan dari data pengganti.

- Pengobatan dilakukan bila ada culprit arrhytmia tapi tidak mengancam kehidupan atau ada resiko
tinggi.

Indikasi perawatan rumah sakit pasien dengan sinkop :

- Mempunyai riwayat penyakit arteri koroner, gagal jantung kogestif atau aritmia ventrikular.

- Disertai gejala nyeri dada.

- Pada pemeriksaan fisik terdapat kelainan katup yang bermakna, gagal jantung kongestif, strok
atau gangguan neurologik fokal.

- Pada pemeriksaan EKG ditemukan gambaran iskemia, aritmia, interval QT memanjang atau blok
berkas cabang.

- Kehilangan kesadaran tiba-tiba disertai terjadinya cedera, denyut jantung yang cepat atau sinkop
yang berhubungan dengan aktivitas.

- Frekuensi kejadian meningkat, kemungkinan penyakit jantung koroner atau terdapat aritmia (misalnya
pada pemakaian obat-obatan yang dapat menginduksi terjadinya torsade de pointes)
- Hipotensi ortostatik sedang-berat

- Usia diatas 70 tahun.

5) Sinkop metabolisme

Segera koreksi kelainan metabolisme pada pasien tersebut seperti sinkop hipoglikemi maka harus
segera berikan cairan gula untuk mengoreksi hipoglikemi pada pasien tersebut serta hentikan
penggunaan obat peningkat insulin. Selain itu seperti sinkop hipoksia juga harus segera di koreksi
hipoksianya dengan menggunakan oksigen atau air mask segera mungkin.

Prognosis Sinkop

Cardiac syncope memiliki prognosis yang paling buruk dibanding jenissyncope lainnya. Pasien
dengan cardiac syncope umumnya memiliki keterbatasanyang signifikan dalam kegiatan sehari-hari dan
kejadian syncope dapat menandakanperkembangan dari penyakit yang mendasari syncope. Angka
kematian pada tahunpertama untuk cardiac syncope diperkirakan mencapai 18-33%. Ada 4 faktor resiko
sebagai prediktor yang signifkan dari angka kejadian kematian mendadak dalam satu tahun pasca
terjadinya syncope : hasil EKG abnormal, usia diatas 45 tahun, riwayat ventricular dysrhythmia, dan
riwayat penyakit jantung kongestif. Pasien muda dengan hasil pemeriksaan fisik yang normal dan hasil
EKG yang normal umumnya memiliki resiko morbiditas yang rendah.

Noncardiac syncope seperti akibat vasovagal dan orthostatic memilikiprognosis yang baik. Kejadian
vasovagal syncope tidak meningkatkan angkakematian dan jarang menimbulkan rekurensi. Orthostatic
syncope juga meningkatkan resiko kematian namun rekurensi dapat meningkatkan angka morbiditas
dan luka sekunder. Selain itu, pasien syncope dengan defisit neurologis juga meningkatkan resiko
morbiditas.

Pencegahan Sinkop

Pencegahan tergantung pada mekanisme yang terlibat. Pada keadaan sinkop vasovagal yang biasanya
ditemukan diantara para remaja dan cenderung terjadi pada saat mengalami guncangab emosional,
keletihan, perasaan lapar, dll. Tindakan yang menganjurkan pasien untuk menghindari semua keadaan
ini sudah memadai. Pada pasien hipotensi postural, pasien harus diingatkan agar tidak bangkit secara
mendadak dari tempat tidur. Sebaiknya pasien tidur dengan ranjang yang ditinggikan sampai 8 hingga 12
inci bagian kepala oleh ganjal kayu dan mengenakan sabuk perut elastic serta stocking elastis. Obat
golongan dari efedrin dapat bermanfaat jika pemakaiannya tidak menimbulkan insomnia.

Pada sindroma hipotensi postural yang kronis, preparat mineralkortikoid yang khusus (tablet
fludrohidrokortison asetat 0,1 hingga 0,2 mg/hari dalam dosis terbagi).

Penanganan sinkop sinus karotikus meliputi pasien harus memakai pakaiankerah baju yang longgar dan
belajar berpaling dengan memutar seluruh badan sertabukan dengan memutar kepala saja. Obat
golongan atropine dan efedrin harusdigunakan masing-masing pada pasien bradikardia, pemasangan
pacemaker dapatdilakukan pada ventrikel kanan.

Anda mungkin juga menyukai