Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ASUMSI DALAM ILMU


“Disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Filsafat
Ilmu”

Dosen Pengampu : Drs. H. Supanda, MMPd

Kelompok 5

Anggota Kelompok :

 Dede Saepul Rohmat


 Rini Yunita Sari
 Debi Silvia N
 Ilyas Agustian
 Rahmat Hidayat

Semester Ganjil

STEI LPPM BANDUNG BARAT

Tahun Akademik 2018


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur adalah kata yang sangat pantas kami ucapkan

kepada Allah SWT karena bimbinganNya maka kami dapat menyelesaikan

penulisan makalah ini. Kami haturkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada

orang-orang yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung yang turut

memberikan dukungan dan andil dalam pembuatan karya tulis ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pada makalah ini.

Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk turut memberikan saran dan

kritik yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini. Terima

kasih dan semoga makalah ini bias memberikan sumbangan positif terhadap kita

semua.

1
DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...........................................................................1

B. Rumusan Masalah ....................................................................................2

C. Tujuan .......................................................................................................2

II. PEMBAHASAN

A. Definisi Asumsi ........................................................................................3

B. Fungsi Asumsi ..........................................................................................6

III. PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................14

B. Saran.........................................................................................................15

Daftar Pustaka ................................................................................................16

2
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam buku “Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer” yang ditulis

oleh Jujun S. Suriasumantri, didalamnya ia mendeskripsikan asumsi secara

rinci dengan menghadirkan sebuah cerita dengan lakon dua tokoh

penembak yang memiliki latar belakang yang berbeda, pertama seorang

penembak ulung dan yang kedua seorang petani yang tidak mempunyai

pengalaman dalam dunia tembak, lalu keduanya dipertemukan dalam

sebuah arena adu tembak, dan dari sinilah asumsi mulai bermunculan dari

berbagai pihak untuk mengambil peruntungan siapa yang akan mereka

jagokan? Mereka pun mulai berspekulasi agar tidak salah dalam memilih

orang yang akan mereka jagokan. Kemungkinan yang pertama tentunya

kemenangan sangat jelas berpihak kepada si penembak ulung jika dilihat

dari pengalaman yang telah dia jalani dalam dunia tembak, dan

kemungkinan tersebut sangatlah besar peluangnya untuk lolos menjadi

pemenang. Lalu disana pun masih ada kemungkinan kedua yaitu

keberuntungan si petani untuk lolos menjadi pemenang, walaupun

keahlian menembak tak dia kuasai, tetapi paling tidak masih ada sedikit

peluang untuknya agar menjadi pemenang dalam adu tembak ini. Setelah

menyimak cerita tersebut kita pun mulai ikut berasumsi (menduga-duga)

manakah yang akan lolos menjadi pemenang? Si jago tembak kah sesuai

3
dengan hukum alam yang berlaku? Atau si petani kah karena peluang yang

dimilikinya membawa dia kepada keberuntungan?

Asumsi dalam kajian filsafat ilmu tergolong ke dalam kelompok

ontologi, yaitu bab yang membahas tentang hakikat yang ada, yang

merupakan ultimate reality baik yang berbentuk konkret atau abstrak

(Bakhtiar; 2004). Asumsi berperan sebagai dugaan/ andaian terhadap

objek empiris untuk memperoleh pengetahuan. Ia diperlukan sebagai arah

atau landasan bagi kegiatan penelitian sebelum sesuatu yang diteliti

tersebut terbukti kebenarannya.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian asumsi secara ilmu dan secara analogi kehidupan ?

2. Jelaskan kaitan asumsi dengan cabang ilmu lainya ?

C. Tujuan

1. Dapat memahami definisi asumsi dari segi kelimuan juga secara

analogis.

2. Dapat memahami kaitan asumsi dengan cabang-cabang ilmu lainya.

4
II. PEMBAHASAN

A. Definisi Asumsi

Idealnya ilmu pengetahuan bebas asumsi. Ini dikarenakan ilmu

pengetahuan sebenarnya berasal dari kritik terhadap filsafat idealisme

yang selalu terjebak dalam asumsi. Ilmu pengetahuan ingin membuang

asumsi-asumsi yang tak berdasar dan menggantikannya dengan sebuah

pemikiran yang murni Induksi. Berasal dari pengamatan yang jelas tanpa

terjebak dengan teori-teori lalu yang bisa salah. Semua pernyataan harus

dibuktikan secara empiris. Sayangnya hal semacam ini sangat tidak

mungkin. Ilmu pengetahuan akan selalu menyimpan asumsi di dalamnya.

Dalam sebuah percobaan seorang ilmuan tidak bisa tidak terperangkap

dalam sebuah kondisi sosio-historis-kultural. Misal, dalam sebuah

percobaan beberapa orang ilmuan mencoba mengetahui apa saja yang

mempengaruhi titik didih sebuah benda. Dia kemudian meletakkan air di

sebuah teko besi dan merebus benda itu dengan api. Kemudian berturut-

turut mereka memakai teko perunggu, teko emas, teko perak. Ini untuk

menentukan apakah wadah mempengaruhi titik didih air. Salah seorang

filsuf lewat sambil mengorek-orek hidungnya. “Eh, kenapa kalian merebus

benda itu?”. Ilmuan-ilmuan itu kemudian menjawab “Eh, kami sedang

mengadakan percobaan dengan merebus benda itu?” Sang filsuf kemudian

bertanya “Tidakkah kalian pikir bahwa warna juga mempengaruhi,

bagaimana kalau kalian coba wadah dengan berbagai warna”. Para ilmuan

5
tertawa “Mana mungkin warna mempengaruhi titik didih”. Ini

menunjukkan bahwa sebelum melakukan penelitian ilmuan sudah

memiliki asumsi. Asumsi itu adalah bahwa beda jenis wadah akan

mempengaruhi titik didih api, bukan warna. Mereka juga tidak memilih

penelitian dalam berbagai bentuk wadah. Ini artinya sebelum penelitian

dilakukan, mereka sudah memiliki asumsi sehingga akan berpengaruh

dengan penelitian.

Dari cerita di atas, asumsi dapat diartikan sebagai dugaan yang

diterima sebagai dasar atau landasan berfikir karena dianggap benar.

Sedangkan pengertian asumsi dalam filsafat ilmu ini merupakan anggapan/

andaian dasar tentang realitas suatu objek yang menjadi pusat penelaahan

atau pondasi bagi penyusunan pengetahuan ilmiah yang diperlukan dalam

pengembangan ilmu. Tanpa asumsi anggapan orang atau pihak tentang

realitas bisa berbeda, tergantung dari sudut pandang dan kacamata apa.

Ernan McMullin seorang Professor Emeritus filsafat di Universitas of

Notre Dame, USA (2002) pun menyatakan tentang pentingnya keberadaan

asumsi dalam suatu ilmu pengetahuan, ia mengatakan bahwa hal yang

mendasar yang harus ada dalam ontologi suatu ilmu pengetahuan adalah

menentukan asumsi pokok (the standard presumption) keberadaan suatu

objek sebelum melakukan penelitian.

Dalam mendapatkan pengetahuan seorang ilmuwan/peneliti harus

membuat bermacam asumsi mengenai objek-objek empiris karena dalam

menentukan asumsi hanya bisa dilakukan oleh si ilmuwan/ peneliti sendiri

6
sebelum melakukan kegiatan penelitian, apakah sebenarnya yang ingin

dipelajari dari suatu ilmu yang akan ditelitinya. Semakin banyak asumsi

akan semakin sempit ruang gerak penelitiannya. Asumsi diperlukan karena

pernyataan asumtif inilah yang memberi arah dan landasan bagi kegiatan

penelaahan. Suriasumantri menyatakan bahwa sebuah pengetahuan baru

dianggap benar selama bisa menerima asumsi yang dikemukakan. Semua

ilmu mempunyai asumsi-asumsi ini, baik yang dinyatakan secara tersirat

maupun secara tersurat. Secara garis besar kita mengambil contoh dua

bidang ilmu yang berbeda yaitu antara ilmu sosial dan sains. Pertama,

dalam ilmu ekonomi (salah satu cabang ilmu sosial), asumsi dikenal

dengan istilah Cateris Paribus, istilah ini seringkali digunakan sebagai

suatu asumsi yang menyederhanakan beragam formulasi dan deskripsi dari

berbagai anggapan ekonomi, contohnya asumsi akan harga suatu barang,

dinyatakan bahwa harga barang akan meningkat ketika permintaan

terhadap barang tersebut meningkat. Kedua, dalam ilmu sains, asumsi

disebut dengan istilah Kausalitas, yaitu suatu asumsi dasar yang dibangun

oleh hubungan antara suatu kejadian (sebab) dan kejadian kedua (akibat/

dampak) yang mana kejadian kedua dipahami sebagai konsekuensi dari

yang pertama, contohnya asumsi tentang hujan, dinyatakan bahwa adanya

awan tebal dan langit gelap/ mendung merupakan pertanda akan turun

hujan, hal tersubut bukanlah suatu kebetulan tetapi memang polanya sudah

demikian, kejadian tersebut akan terus berulang dengan pola yang sama.

7
B. Fungsi Asumsi

Dalam mengembangkan ilmu, kita harus bertolak dengan mempunyai

asumsi/ anggapan yang sama mengenai hukum-hukum alam dan objek

yang akan ditelaah oleh ilmu baik itu dalam ilmu alam ataupun ilmu-ilmu

sosial. Ilmu alam membahas asumsi mengenai zat, ruang, dan waktu. Ilmu

sosial mengedepankan membahas asumsi mengenai manusia.

1. Fungsi Asumsi Terhadap Hukum Alam

Suatu peristiwa alam tak luput dari adanya asumsi, semuanya

tidaklah terjadi secara kebetulan saja, namun memiliki pola yang tetap

dan teratur, seperti langit mendung pertanda akan turun hujan

walaupun masih terdapat peluang kecil disana bahwa hujan pun

terkadang tidak turun meski langit telah berubah menjadi mendung,

akan tetapi kejadian langit mendung kemudian turun hujan sering kali

terulang dan menjadi suatu sistem yang teratur. Asumsi terhadap

hukum alam ini pun berbeda-beda menurut kelompok penganut paham

berikut ini:

a. Deterministik

Kelompok penganut paham ini menganggap hukum alam

tunduk kepada hukum alam yang bersifat universal (determinisme).

William Hamilton dan Thomas Hobbes dua orang tokoh yang

menyimpulkan bahwa pengetahuan bersifat empiris yang

8
dicerminkan oleh zat dan gerak yang bersifat universal. Pada

kenyataannya ilmu sains lebih kental dengan sifat deterministik ini

jika dibandingkan dengan ilmu sosial, contohnya perhitungan

tahun dinyatakan bahwa dalam satu tahun terdapat 12 bulan, 365

hari, 8760 jam, dst.

b. Pilihan bebas

Kelompok penganut paham ini menganggap hukum yang

mengatur itu tanpa sebab karena setiap gejala alam merupakan

pilihan bebas. Penganut ini menyatakan bahwa manusia memiliki

kebebasan dalam menentukan pilihannya tanpa terikat hukum

alam. Kebalikan dari deterministik bahwa ilmu sosial menemukan

banyak karakteristiknya disini dibandingkan dengan ilmu sains,

contohnya seorang pengusaha baju ingin membuka satu cabang

perusahaan di wilayah pedalaman Irian Jaya yang penduduknya

tidak mengetahui tentang fashion serta belum mengetahui cara

berpakaian, apakah perusahaannya akan mengalami kesuksesan

disana? tentunya dia dihadapkan diantara dua pilihan “ya” atau

“tidak”. Asumsi yang pertama, “ya” dia akan mengalami

kesuksesan karena dia menjadi pelopor di wilayah tersebut, dia

akan memperkenalkan kepada penduduk setempat apa itu pakaian,

bagaimana penggunaannya, serta apa keuntungannya, bahkan dia

menjadi satu-satunya trendsetter di tempat itu, sehingga seluruh

9
penduduk disana hanya akan membeli pakaian hanya dari hasil

produksinya. Asumsi yang kedua, “tidak” akan mengalami

kesuksesan karena dia akan menghadapi kerugian besar disebabkan

tak ada satu penduduk pun yang akan membeli produknya,

memang karena mereka telah terbiasa menggunakan koteka saja

tanpa pakaian lengkap atau trendy. Dari kedua asumsi tersebut,

keduanya adalah pilihan bebas dan orang bisa bebas memilih salah

satu diantaranya sesuai dengan asumsi yang diyakininya.

c. Probabilistik

Kelompok penganut paham ini berada diantara

deterministik dan pilihan bebas yang menyatakan bahwa gejala

umum yang universal itu memang ada namun sifatnya berupa

peluang (probabilistik). Seperti yang kita ketahui sebelumnya

bahwa hukum alam tunduk kepada hukum alam (deterministik)

akan tetapi suatu kejadian tertentu tidak harus selalu mengikuti

pola tersebut. Jujun (1992) memaparkan bahwa ilmu itu tidak

mengemukakan kalau X selalu mengakibatkan Y, melainkan X

memiliki peluang yang besar untuk mengakibatkan terjadinya.

Sebagai contoh sederhananya, langit mendung pertanda akan turun

hujan (sebagaimana yang dipaparkan sebelumnya), memang disana

terdapat peluang besar akan datangnya hujan, tetapi masih ada

10
peluang kecil didalamnya bahwa tidak akan datang hujan walaupun

langit telah mendung.

Ilmu mempelajari tentang hukum alam. Agar ilmu itu ada kita

harus mengasumsikan bahwa hukum yang mengatur semua kejadian

itu ada. Tanpa asumsi itu berbagai ilmu tidak bisa lahir. Hukum

diartikan sebagai aturan main atau pola kejadian yang diikuti sebagian

besar orang, gejalanya berulang kali dapat diamati dan menghasilkan

hasil yang sama. Ilmu tidak mempelajari kejadian yang seharusnya

melainkan mempelajari kejadian sebagaimana adanya.

Aliran determinisme ini berlawanan dan ditentang oleh penganut

paham fatalisme dan penganut paham pilihan bebas. Menurut aliran

fatalisme bahwa semua kejadian ditentukan oleh nasib yang telah

ditetapkan lebih dulu. Jika kita ingin hukum kejadian itu berlaku bagi

seluruh manusia maka kita bertolak dari paham determinisme. Jika

kita ingin hukum kejadian yang pas bagi tiap individu kita berpaling

pada paham pilihan bebas. Sedangkan jika kita memilih posisi di

tengah mengantarkan kita pada paham probabilistik. Jika kita

menginginkan hukum yang bersifat mutlak dan universal,

kesulitannya adalah dalam kemampuan manusia untuk memenuhi

semua kejadian. Misalnya matahari selalu terbit dari timur, beranikah

kita menyimpulkan bahwa kapan matahari akan terbit dari barat?

11
Di lain pihak jika menginginkan keunikan individual seperti yang

diikuti paham pilihan bebas, maka akan ada kesulitan dalam hal

praktis dan ekonomis. Kompromi di antara kutub determinisme dan

paham pilihan bebas, ilmu menjatuhkan pilihannya pada asumsi atau

penafsiran probabilistik (bersifat peluang).

2. Fungsi Asumsi terhadap Ilmu

Ilmu yang paling maju yaitu fisika karena mempunyai cakupan

objek zat, gerak, ruang, dan waktu. Newton dalam bukunya Philosophiae

Naturalis Principia Mathematica (1686) berasumsi bahwa keempat

komponen ini bersifat absolut. Zat bersifat absolut dan dengan demikian

berbeda secara substantif dengan energi. Sedangkan Einstein berbeda

pendapat dengan Newton, dalam The Special Theory of Relativity (1905)

berasumsi bahwa keempat komponen itu bersifat relatif. Tidak mungkin

kita mengukur gerak secara absolut.

Asumsi dalam ilmu sosial lebih rumit. Masing-masing ilmu sosial

mempunya berbagai asumsi mengenai manusia. Siapa sebenarnya

manusia? Jawabnya tergantung kepada situasinya : dalam kegiatan

ekonomis maka dia makhluk ekonomi, dalam politik maka dia political

animal, dalam pendidikan dia homo educandum. Hal – hal yang harus

diperhatikan dalam pengembangan asumsi:

a. Asumsi harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disipin

keilmuan.

12
b. Asumsi ini harus operasional dan merupakan dasar bagi pengkajian

teoretis.

c. Asumsi harus positif bukan normatif.

d. Asumsi harus disimpulkan dari keadaan sebagaimana adanya

bukan bagaimana keadaan yang seharusnya.

Dalam kegiatan ekonomis manusia yang berperan adalah manusia

‘yang mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan pengorbanan sekecil-

kecilnya’ dan inilah yang dijadikan sebagai pegangan. Asumsi seperti ini

dipakai dalam penyusunan kebijaksanaan atau strategi, serta penjabaran

peraturan lainnya, Namun penetapan asumsi yang berdasarkan keadaan

yang seharusnya ini seyogyanya tidak dilakukan dalam analisis teori

keilmuan sebab metafisika keilmuan berdasarkan kenyataan sesungguhnya

berdasarkan keadaan yang sebenarnya. Seseorang ilmuwan harus benar-

benar mengenal asumsi yang dipergunakan dalam analisis keilmuannya,

sebab mempergunakan asumsi yang berbeda, maka akan berbeda pula

konsep pemikiran yang dipergunakan.

3. Fungsi Asumsi terhadap Objek Empiris

Dalam mendapatkan pengetahuan, seorang ilmuwan melakukan berbagai

macam asumsi mengenai objek-objek empiris. Asumsi diperlukan sebagai

landasan dan penunjuk arah dalam kegiatan penelaahan mereka. Asumsi yang

benar akan menjembatani tujuan penelitian sampai penarikan kesimpulan dari

13
hasil pengujian hipotesis. Bahkan asumsi berguna sebagai jembatan untuk

melompat suatu bagian jalur penalaran yang sedikit atau hampa fakta dan data

sekalipun.

Adapun beberapa ilmu yang mengemukakan beberapa asumsi mengenai

objek empiris, yaitu:

a. Menganggap bahwa objek-objek tertentu mempunyai kesamaan

satu sama lain. Seperti dalam hal bentuk, struktur, dan sifat.

Berdasarkan ini, maka dapat dikelompokkan beberapa objek yang

serupa ke dalam satu golongan. Klasifikasi merupakan pendekatan

keilmuan yang pertama terhadap objek-objek yang ditelaahnya dan

taksonomi merupakan cabang keilmuan pertama yang

menggunakan teori ini. Setelah taksonomi, mulai berkembang

konsep perbandingan atau komparatif. Dengan klasifikasi ini, maka

individu dalam satu kelas tertentu mempunyai ciri-ciri yang serupa.

Contohnya seperti yang dilakukan oleh Linnaeus (1707-1778),

seorang biolog yang mengklasifikasikan hewan dan tumbuhan

sesuai dengan kelas tertentu.

b. Menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan

dalam jangka waktu tertentu. Kegiatan keilmuan bertujuan

mempelajari tingkah laku suatu objek dalam keadaan tertentu.

Kegiatan ini tidak mungkin dilakukan apabila objek selalu

14
berubah-ubah tiap waktu. Walaupun tidak mungkin menuntut

adanya kelestarian yang relatif atau sifat-sifat pokok suatu benda

tidak berubah dalam jangka waktu tertentu, misalnya ilmu yang

mempelajari tentang benda-benda ruang angkasa, planet-planet

memperlihatkan perubahannya dalam jangka waktu yang relativ

lama.

c. Menganggap bahwa setiap gejala bukan suatu kejadian yang

bersifat kebetulan. Tiap gejala mempunyai pola tertentu yang

bersifat tetap dengan urutan-urutan yang sama dan gejala itu akan

mengikiti pola yang ada. Misalnya sate yang dibakar akan

mengeluarkan bau sedap yang menggugah selera makan. Ini

bukanlah suatu kebetulan sebab memang sudah seperti itu

hakekatnya suatu pola, karena sate apabila dibakar akan selalu

menimbulkan bau yang merangsang selera.

15
III. PENUTUP

A. KESIMPULAN

Keberadaan asumsi sebagai bagian dari filsafat ilmu merupakan hal yang

sangat penting karena asumsi berfungsi sebagai bagian yang mendasar yang

harus ada. Asumsi memiliki posisi di berbagai bidang disiplin keilmuwan

bahkan keberadaan asumsi pun ada dalam hukum alam sekalipun karena

segala yang terjadi di alam ini bukanlah suatu kebetulan semata akan tetapi

terdapat pola-pola tertentu yang terus terulang. Sedangkan dalam ontologi

suatu ilmu pengetahuan menentukan asumsi pokok (the standard presumption)

dari keberadaan suatu objek penelitian dilakukan sebelum pelaksanaan

penelitian oleh si peneliti itu sendiri, karena asumsi akan dapat memberi arah

dan landasan bagi kegiatan penelaahan.

Dalam mendapatkan pengetahuan seorang ilmuwan harus dapat

melakukan berbagai macam asumsi mengenai objek-objek empiris. Asumsi ini

akan menjadi penunjuk arah baginya dalam kegiatan penelaahan. Semakin

banyak asumsi akan semakin sempit ruang gerak penelitiannya.

Jika si peneliti mendapatkan asumsi yang benar maka asumsi tersebut akan

menjembatani tujuan penelitiannya sampai kepada penarikan kesimpulan dari

hasil pengujian hipotesis. Bahkan asumsi tersebut berguna sebagai jembatan

untuk melompat dari suatu bagian jalur penalaran yang sedikit atau hampa

fakta dan data sekalipun.

16
B. SARAN

Berdasarkan uraian pada setiap bab diatas, maka kami

menyarankan beberapa hal penting sebagai berikut :

1. Asumsi hakikatnya dapat diamalkan oleh pembaca karena merupakan

hal yang dapat mendasari suatu ilmu.

2. Dapat menjadikan suatu asumsi dasar yang benar dapat menjembatani

penalaran agar terwujudnya penarikan kesimpulan yang baik dalam

pengujian hipotesis.

17
DAFTAR PUSTAKA

Bakker, Anton. 1991. Ontologi: Metafisika Umum. Yogyakarta: Kanisius.


Suriasumantri, Jujun S. 1984. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Percetakan Sinar Agape Press.
__________________. 2001. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Soetriono, dkk. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Andi.
Amrull4h99. Ontologi (Metafisika, Asumsi, dan Peluang).
http://amrull4h99.wordpress.com/2009/10/01/ontologi-metafisika-asumsi-dan-
peluang/. 10/09/2011.
Bintarawati, Dwining. Asumsi dalam Ilmu (Ontologi Filsafat Ilmu bag. 3)
http://catatannana.blogspot.com/2010/12/ontologi-dalam-filsafat-ilmu-
rangkuman.html. 10/09/2011.
Fendy, Ridwan. Asumsi dan Ilmu. http://www.filsafatilmu.com/artikel/objek-
kajian/asumsi-dan-ilmu-2. 10/09/2011.
____________. Asumsi dan ilmu (3) Asumsi Dasar Ilmu.
http://www.filsafatilmu.com/artikel/objek-kajian/asumsi-dan-ilmu-3-asumsi-
dasar-ilmu. 10/09/2011.
Hilda. Ontologi Pengetahuan. http://hilda08.wordpress.com/filsafatilmu_ontologi-
pengetahuan/.10/09/2011.
Jannah, Miftahul. Ontologi (Asumsi).
http://naomiputri.blogspot.com/2009/01/asumsi.html. 10/09/2011.
Wikipedia. Cateris Paribus. http://id.m.wikipedia.org/wiki/Cateris_paribus.
10/09/2011.
Wikipedia. Kausalitas. http://id.m.wikipedia.org/wiki/Kausalitas. 10/09/2011.

18

Anda mungkin juga menyukai