Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Cedera Anterior Cruciate Ligaments adalah terjadinya peregangan berlebihan  atau robek
ligamen anterior cruciatum yang ada di lutut. Anterior Cruciate Ligaments (ACL) adalah
ligamen yang letaknya ada di tengah lutut. ACL mencegah tulang kering meluncur di depan
tulang paha. Ketidakstabilan sendi lutut jugaakan menimbulkan cedera lanjutan berupa rusaknya
bantal sendi/meniskus dan tulang rawan sendi. Banyak atlet yang akhirnya harus mengakhiri
kariernya akibat cedera ACL sehingga cedera ini sering disebut career ending injury. Pengobatan
dilakukan dengan menggunakan modalitas terapi seperti ultrasound dan diatermi, pemakaian
brace lutut, serta program penguatan otot, sedangkan terapi operatif dilakukan dengan metode
rekonstruksi. Pemilihan terapi cedera ACL pada atlet berusia muda masih menyisakan
perdebatan. Terapi non-operatif seringkali memberikan hasil yang kurang memuaskan dengan
keluhan ketidakstabilan lutut yang menetap sedangkan teknik rekonstruksi konvensional seperti
yang dilakukan pada atlet dewasa berpotensi mengganggu lempeng pertumbuhan tulang yang
masih dimiliki oleh anak dan remaja. Kekhawatiran tersebut bukan tanpa alasan, rekonstruksi
konvensional dilakukan dengan pengeboran yang melintasi lempeng pertumbuhan tulang tibia
dan femur. Lempeng pertumbuhan bagian distal tulang femur berkontribusi sebesar 70 % dari
panjang total tulang femur dan 37 % dari panjang total tungkai, sedangkan lempeng
pertumbuhan bagian proksimal tulang tibia berkontribusi sebesar 55 % dari panjang total tulang
tibia dan 25 % dari panjang total tungkai (Fabricant et al., 2013). Hal ini diperkuat oleh
penelitian dari Chotel et al. (2010) yang menunjukkan adanya pertumbuhan yang tidak simetris
pada pasien anak yang melakukan rekonstruksi ACL. Kocher et al. (2002) juga mengemukakan
timbulnya komplikasi rekonstruksi pada pasien berusia muda berupa gangguan pertumbuhan.

1
B.Tujuan

Tujuan umum :

Agar memahami tentang konsep dasar medis dengan ceder ligament krusiasta anterior, intervensi
holistic care terapi modalitas dan komplementer berdasarkan evidence based nursing (EBN)

Tujuan khusus :

1.Mengetahui pengertian dari anterior krusiata ligament

2. Mengetahui penyebab anterior krusiata ligament

3.Mengetahui tanda gejala anterior krusiata ligament

4.Mengetahui klasifikasi anterior krusiata ligament

5.Mengetahui Faktor-faktor resiko anterior krusiata ligament

6. Mengetahui pencegahan anterior krusiata ligament

7. Mengetahui pemeriksaan penunjang anterior krusiata ligament

8.Mengetahui pengobatan anterior krusiata ligament

9.Mengetahui asuhan keperawatan anterior krusiata ligament

10. Mengetahui defenisi terapi komplementer

11.Mengetahui tujuan terapi komplementer

12. Mengetahui klasifikasi terapi komplementer

13. Mengetahui fungsi terapi komplementer

2
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian anterior cruciate ligament

Anterior Cruciate Ligament (ACL) adalah ligamen yang terdapat pada sendi lutut. Ligamen ini
berfungsi sebagai stabilisator yang mencegah pergeseran ke depan yang berlebih dari tulang tibia
terhadap tulang femur yang stabil, atau mencegah pergeseran ke belakang yang berlebih tulang
femur terhadap tulang tibia yang stabil. Setiap cedera yang terjadi pada ACL berpotensi
menimbulkan gangguan kestabilan pada sendi lutut. Cedera ACL adalah cedera lutut tersering
yang dialami oleh atlet. Cedera ini umumnya terjadi pada olahraga yang melibatkan gerakan-
gerakan zig-zag, perubahan arah gerak, dan perubahan kecepatan yang mendadak (akselerasi-
deselerasi) seperti sepak bola, basket, bola voli, dan futsal. Mayoritas cedera yang terjadi adalah
non-kontak dengan mekanisme valgus lutut dan twisting (puntiran). Situasi ini sering terjadi
ketika atlet menggiring bola. Ketidakstabilan sendi lutut jugaakan menimbulkan cedera lanjutan
berupa rusaknya bantal sendi/meniskus dan tulang rawan sendi. Banyak atlet yang akhirnya
harus mengakhiri kariernya akibat cedera ACL sehingga cedera ini sering disebut career ending
injury

Cedera Anterior Cruciate Ligaments adalah terjadinya peregangan berlebihan  atau robek
ligamen anterior cruciatum yang ada di lutut. Anterior Cruciate Ligaments (ACL) adalah
ligamen yang letaknya ada di tengah lutut. ACL mencegah tulang kering meluncur di depan
tulang paha. Tergantung pada tingkat keparahan dan tingkat aktivitasnya, robeknya ligamen
tersebut bisa parsial atau lengkap. Cedera berkisar dari ringan, seperti perobekan kecil, hingga
parah, seperti ketika ligamen robek sepenuhnya atau ketika ligamen dan sebagian dari tulang
terpisah dari sisa tulang. Cedera Anterior Cruciate Ligaments cenderung terjadi pada atlet yang
berpartisipasi dalam olahraga yang intensitasnya tinggi seperti sepak bola dan bola basket.

B.Penyebab

Cedera Anterior Cruciate Ligaments bisa terjadi saat Anda terkena benturan yang sangat keras
pada bagian sisi lutut, seperti ketika terkena tackle saat bermain sepakbola. Cedera ini dapat

3
terjadi ketika berhenti bergerak terlalu cepat dan berubah arah pada saat berlari, mendarat dari
melompat, atau berputar. Selain itu, terjadinya peregangan sendi lutut akibat jatuh atau jatuh dari
tangga juga dapat menyebabkan ACL.

Cedera ACL sering terjadi dengan cedera lainnya. Sebagai contoh, robeknya ACL juga sering
terjadi bersama dengan robeknya bagian lain dari ligamen lutut dan tulang rawan yang menyerap
goncangan di lutut. Jenis cedera seperti ini umum terjadi pada sepak bola, ski, dan olahraga
lainnya yang memiliki banyak gerakan stop-and-go, melompat, atau berlari dengan arah
berbelok-belok.

Seseorang dapat mengalami cedera ligamen lutut anterior ketika sendi lututnya tertekuk ke
belakang atau ke samping, atau ketika terpelintir. Kejadian tersebut rentan dialami seseorang
pada saat:

 Mengubah arah gerakan secara tiba-tiba untuk melewati rintangan, terutama jika salah
satu kaki berpijak dengan kuat di tanah. Kondisi ini umumnya terjadi pada olahraga bola
basket, sepak bola, ski, dan senam atletik.
 Mendarat setelah melakukan lompatan, terutama jika lutut tidak ditekuk.
 Jatuh dari tangga.
 Melompati pembatas jalan.
 Melompat dengan ketinggian sedang atau tinggi.
 Terperosok ke dalam lubang.
 Terpeleset pada saat menaiki atau menuruni tangga.

C. Tanda-tanda dan gejala

Pada cedera ligamen lutut anterior yang terjadi secara tiba-tiba (akut) dan cukup parah, gejala-
gejala yang mungkin terasa adalah sebagai berikut:

 Terdengar atau terasa suara seperti “pop” pada saat terjadinya cedera.

4
 Merasa bahwa lutut tidak stabil, seperti terasa goyang atau terlepas. Perasaan bahwa lutut
tidak stabil dapat muncul setelah melompat, mengubah arah gerakan, atau terjadi benturan
pada lutut.
 Nyeri yang terasa di bagian luar dan belakang lutut.
 Terjadi pembengkakan pada lutut. Umumnya pembengkakan muncul beberapa saat setelah
terjadinya cedera yang menandakan adanya perdarahan pada sendi. Jika pembengkakan
terjadi segera setelah cedera, dapat mengindikasikan bahwa cedera ligamen cukup parah.
 Gerakan lutut terasa terbatas.

Cedera ligamen lutut anterior yang terjadi secara tiba-tiba (akut) dapat berkembang menjadi
cedera ligamen anterior kronis. Cedera ligamen anterior kronis dikenal juga dengan istilah
defisiensi ligamen lutut anterior kronis. Kondisi ini dapat dirasakan jika ligamen anterior
menjadi lebih sulit mengontrol gerakan lutut. Kondisi ini menyebabkan tulang kering dan tulang
paha menjadi lebih sering bergeser, dan lutut menjadi lebih tidak stabil. Defisiensi ligamen lutut
anterior kronis juga dapat menyebabkan kerusakan pada tulang rawan yang menyusun
persendian lutut, yang kemudian meningkatkan risiko terjadinya osteoartritis dini (premature
osteoarthritis).

Tanda-tanda dan gejala ACL biasanya meliputi:

1. Terdengar suara keras saat terjadi cedera

2.Rasa sakit yang terasa parah sehingga tidak bisa melanjutkan kegiatan

3.Dalam beberapa jam kemudian terjadi pembengkakan

4.Kehilangan rentang gerak

5.Terasa tidak stabil dengan bantalan berat

6.Pembengkakan lutut yang terjadi setelah beberapa jam pertama setelah terjadinya cedera ini
kemungkinan disebabkan karena adanya pendarahan dalam lutut.

5
D. Klasifikasi

Tingkat keparahan cedera ligamen lutut anterior dibagi berdasarkan kerusakan ligamen anterior
yang terjadi, yaitu:

 Tingkat 1. Cedera ligamen lutut anterior tingkat 1 terjadi jika:


o Serat ligamen tidak robek, namun tertarik secara paksa.
o Pembengkakan yang terjadi hanya sedikit.
o Lutut tidak terasa labil atau bergeser pada saat beraktivitas.
 Tingkat 2. Cedera ligamen lutut anterior tingkat 2 terjadi jika:
o Serat ligamen mengalami robek sebagian.
o Terjadi pembengkakan sedang pada lutut.
o Lutut akan terasa tidak stabil atau bergeser pada saat beraktivitas.
 Tingkat 3. Cedera ligamen lutut anterior tingkat 3 terjadi jika:
o Serat ligamen robek seluruhnya dan terbagi menjadi dua bagian.
o Terjadi pengerasan dan pembengkakan pada lutut. Pembengkakan yang terjadi
dapat berukuran kecil atau besar.
o Ligamen akan sulit mengontrol gerakan lutut, sehingga muncul perasaan lutut
seperti bergeser pada saat beraktivitas.
 Avulsi. Avulsi merupakan bentuk cedera ligamen lutut anterior yang terjadi jika:
o Ligamen lutut anterior tertarik dan lepas dari salah satu tulang yang mengapitnya,
baik tulang paha maupun tulang kering.
o Pada saat ligamen lutut anterior tertarik, salah satu dari tulang paha atau tulang
kering juga dapat ikut tertarik dan robek. Kondisi ini dinamakan fraktur avulsi.
o Avulsi sering terjadi pada anak-anak dibanding orang dewasa.

Tingkat keparahan cedera ligamen lutut anterior dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:

 Kondisi ligamen lutut anterior sebelum terjadinya cedera. Terutama jika sebelumnya
pernah terjadi cedera, robekan pada sebagian ligamen, terdapat defisiensi ligamen lutut
anterior kronis, atau lemahnya persendian karena faktor usia.
 Kondisi kesehatan umum penderita cedera, khususnya kondisi lutut.

6
 Cedera persendian lutut lainnya seperti kerusakan tulang rawan pada sendi, cakram sendi,
dan tulang lain pada sendi lutut.
 Waktu dilakukannya diagnosis cedera ligamen lutut anterior. Jika cedera tidak segera
diketahui dan ditangani setelah kejadian, dapat menyebabkan kerusakan tambahan.

 atau menuruni tangga.

E.Faktor-faktor risiko

Berikut ini beberapa faktor yang membuat Anda lebih berisiko mengalami ACL:

1. Indeks massa tubuh yang tinggi

2. Mekanikal pendaratan langsung

3. Jenis kelamin perempuan

4. Lebar Notch

5. Ligamen yang lemah

6.Berkurangnya massa otot akibat penuaan atau kurang beraktivitas fisik.

7.Memiliki otot dengan ukuran yang tidak seimbang. Contohnya jika otot-otot paha depan
(quadriceps) lebih besar dan kuat dibanding otot-otot paha belakang (hamstring).

F.Pencegahan Cedera Ligamen Lutut Anterior

Metode paling efektif dalam mencegah terjadinya cedera ligamen lutut anterior adalah dengan
memperkuat otot tungkai terutama otot-otot paha depan dan otot-otot pada belakang. Selain itu,
cedera ligamen lutut anterior dapat dicegah dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:

 Menghindari menggunakan sepatu dengan pelat logam pada olahraga yang melibatkan
kontak fisik terutama kaki.
 Menghindari menggunakan sepatu hak tinggi.

7
 Menghindari olahraga yang melibatkan banyak kontak fisik kaki atau gerakan berputar.

Jika seseorang pernah menderita cedera ligamen lutut anterior, kejadian cedera kedua dapat
dihindari dengan melakukan hal-hal berikut ini:

 Memperkuat lutut yang pernah mengalami cedera dengan menjalani latihan fisik selama
masa rehabilitasi. Jenis dan intensitas latihan harus sesuai dengan anjuran dokter.
 Mengubah teknik berolahraga sehingga dapat menghindari terjadinya penumpukan beban
pada lutut yang pernah mengalami cedera.
 Menghindari melakukan olahraga yang memiliki risiko tinggi terjadinya cedera tungkai.
 Menggunakan brace lutut pada saat melakukan aktivitas fisik berat. Meski demikian, alat
tersebut hanya dapat digunakan jika penderita sudah menjalani rehabilitasi lutut.
 Melatih tubuh untuk membiasakan gerakan mendarat dengan lutut ditekuk, sehingga
cedera dapat dihindari.

G. Pemeriksaan Penunjang Ruptur ACL

     Selama pemeriksaan fisik, Perawat dapat memeriksa lutut pasien untuk bengkak dan nyeri
tekan - membandingkan lutut pasien yang cedera dengan lutut pasien yang tidak terluka. Perawat
juga dapat memindahkan lutut pasien ke berbagai posisi untuk menilai berbagai gerakan dan
fungsi keseluruhan sendi.
      Seringkali diagnosis dapat dibuat atas dasar pemeriksaan fisik saja, tetapi mungkin perlu tes
untuk menyingkirkan penyebab lain dan untuk menentukan tingkat keparahan cedera. Tes-tes ini
mungkin termasuk:

1. Sinar X. Sinar-X mungkin diperlukan untuk menyingkirkan patah tulang. Namun, sinar
X tidak dapat memvisualisasikan jaringan lunak, seperti ligamen dan tendon.
2. Pencitraan resonansi magnetik (MRI). Sebuah MRI menggunakan gelombang radio
dan medan magnet yang kuat untuk membuat gambar dari kedua jaringan keras dan lunak
di dalam tubuh. Sebuah MRI dapat menunjukkan tingkat cedera ACL dan tanda-tanda
kerusakan pada jaringan lain di lutut.

8
3. USG. Menggunakan gelombang suara untuk memvisualisasikan struktur internal, USG
dapat digunakan untuk memeriksa cedera pada ligamen, tendon dan otot lutut.

Dibawah ini merupakan bentuk pemeriksaan yang lain berdasarkan Medskap (2018) yang
meliputi :

1. Tes Lachman
Tes Lachman adalah tes yang paling sensitif untuk ruptur ACL akut. Dilakukan dengan
lutut dalam 30 derajat fleksi, dengan pasien berbaring terlentang. Jumlah pemindahan
(dalam mm) dan kualitas titik akhir dinilai (misalnya, tegas, marjinal, lunak). Asimetri
dalam kelemahan sisi-ke-sisi atau titik akhir yang lembut menandakan air mata ACL.
Meskipun sulit untuk diukur, perbedaan sisi-ke-sisi lebih besar dari 3 mm dianggap tidak
normal.
2. Tes pivot shift
Tes pivot shift dilakukan dengan memperpanjang lutut defisien ACL, yang menghasilkan
sejumlah kecil terjemahan anterior tibia dalam kaitannya dengan tulang paha. Selama
fleksi, terjemahan mengurangi, menghasilkan "pergeseran atau pivot" tibia ke dalam
keselarasan yang tepat pada tulang paha. Hal ini dilakukan dengan kaki diperpanjang dan
kaki dalam rotasi internal, dan stres valgus diterapkan pada tibia.
3. Tes laci eksternal
Tes laci anterior dilakukan dengan lutut pada 90 ° fleksi, dengan pasien berbaring
terlentang. Ada upaya untuk memindahkan tibia ke depan dari tulang paha. Jika ada lebih
dari 6 mm tibialis displacement, disarankan direkomendasikan robekan ACL. Tes ini
tidak terlalu sensitif dan ditemukan positif hanya pada 77% pasien dengan ruptur ACL
yang lengkap.
4. MRI
MRI memiliki sensitivitas 90-98% untuk air mata ACL. MRI juga dapat mengidentifikasi
memar tulang, yang ada pada sekitar 90% cedera ACL. MRI memungkinkan dokter
untuk mengkonfirmasi robekan ACL, tetapi MRI tidak boleh digunakan sebagai
pengganti untuk riwayat yang baik dan pemeriksaan fisik

9
H. Pengobatan untuk cedera acl

Pertolongan pertama

Setelah terjadinya cedera, lutut harus segera diobati untuk menghindari kerusakan lebih lanjut.
Oleh karena itu, pertolongan pertama berperan sangat penting. Berikut ini adalah rincian langkah
pertolongan pertama pada cedera ligamen lutut anterior:

 Istirahat. Setelah cedera terasa, sangat dianjurkan untuk beristirahat agar lutut dapat
segera pulih dengan sendirinya. Selain itu, dianjurkan juga untuk membatasi beban pada
lutut.
 Kompres es. Usahakan untuk mengompres lutut menggunakan es selama 20 menit setiap
kali dilakukan pengompresan.
 Pembebatan. Lutut yang mengalami cedera harus dibebat menggunakan kain atau
perban elastis. Tujuannya adalah untuk meringankan nyeri pada saat bergerak atau
berjalan, serta mengurangi penumpukan cairan pada lutut pasca cedera. Perlu diingat
bahwa bebatan perban tidak boleh terlalu kencang karena dapat menyebabkan
pembengkakan di bawah lutut.
 Elevasi. Pada saat istirahat atau mengompres lutut menggunakan es, usahakan agar posisi
lutut sedikit dinaikkan. Cara ini dapat dilakukan dengan menaruh bantal di bawah lutut.
 Obat pereda nyeri. Untuk meredakan nyeri yang timbul akibat cedera, penderita dapat
mengonsumsi obat antiinflamasi nonsteroid (ibuprofen, naproxen, ketorolac,
ketorolacintranasal) atau paracetamol.

Pasca dilakukan penanganan dan pengobatan pertama pada cedera, dokter akan mengatur proses
rehabilitasi pasien dan terapi selama beberapa minggu. Terapis dan dokter akan memberikan
instruksi dan mengajarkan latihan fisik untuk rehabilitasi lutut, baik dengan bantuan dokter atau
terapis, maupun dilakukan sendiri di rumah. Tujuan dari rehabilitasi medik dan terapi adalah
mengurangi nyeri dan pembengkakan, serta sebisa mungkin mengembalikan fungsi lutut menjadi
normal. Terapi dan rehabilitasi medik memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi jika dilakukan
oleh penderita yang relatif tidak terlalu aktif atau memiliki aktivitas fisik ringan yang tidak
membebani lutut. Selama fase rehabilitasi, penderita juga dapat dianjurkan menggunakan alat

10
penyangga (brace) sehingga lutut menjadi lebih stabil dan untuk mengurangi beban pada lutut
selama masa rehabilitasi.

Ingat juga untuk tidak melakukan hal-hal berikut ini:

 Jangan menggerakkan lutut jika mengalami cedera serius.


 Gunakan belat untuk menjaga lutut tetap lurus hingga diperiksa dokter.
 Jangan kembali bermain atau melakukan kegiatan lain hingga diobati.

Pengobatan untuk robeknya ACL mungkin termasuk pendekatan dengan tindakan non-bedah dan
bedah, tergantung pada kebutuhan individu pasien. perawatan tanpa pembedahan dapat
mencakup bracing dan terapi fisik. Perawatan ini mungkin efektif untuk mereka yang berusia
lanjut atau memiliki tingkat aktivitas yang sangat rendah. Di sisi lain, dokter anda dapat
merekomendasikan operasi jika:

 Anda adalah seorang atlet dan ingin melanjutkan pekerjaan Anda yang berkaitan dengan
olahraga tersebut, terutama jika olahraga yang dimaksud melibatkan kegiatan melompat,
memotong atau berputar.
 Lebih dari satu ligamen atau tulang rawan di lutut Anda yang terluka.
 Anda masih muda dan aktif.
 Cedera yang menyebabkan lutut goyah untuk melanjutkan kegiatan sehari-hari..

Pembedahan

Metode pembedahan biasanya diterapkan pada kasus cedera ligamen avulsi. Tujuan pembedahan
adalah untuk menempelkan kembali ligamen dan pecahan tulang pada lokasi sebelumnya.

Mengingat bahwa cedera avulsi cukup sering terjadi pada anak-anak dan remaja, perlu
diperhatikan beberapa hal sebelum melakukan pembedahan cedera lutut pada mereka. Risiko
terbesar adalah terkait pertumbuhan tulang kaki. Pembedahan lutut dapat menyebabkan salah
satu kaki tumbuh lebih pendek daripada yang lain. Selain itu, pembedahan juga dapat
mengganggu bentuk kaki.  Pembedahan boleh dilakukan jika:

 Kondisi lutut sangat tidak stabil meskipun saat melakukan aktivitas ringan.

11
 Lutut tidak bisa distabilkan melalui metode pengobatan lainnya.
 Anak-anak penderita cedera ligamen lutut anterior juga menderita robekan meniskus.
 Anak-anak penderita cedera ligamen lutut anterior aktif dalam olahraga yang
memerlukan gerakan berlari, melompat, dan berhenti tiba-tiba.

Pembedahan pada cedera ligamen lutut anterior dilakukan dengan cara mengganti ligamen lutut
anterior dengan pencangkokan. Ligamen yang baru dapat diambil dari tendon otot lain di bagian
tubuh tertentu menggunakan sistem autograft. Pada proses pembedahan cedera ligamen anterior,
bukaan kulit yang dibuat biasanya merupakan insisi kecil untuk keperluan memasukan alat bedah
artroskopik. Pada kasus tertentu, insisi besar dapat juga dibuat apabila diperlukan. Sementara
pada cedera avulsi atau cedera fraktura, pembedahan yang dilakukan merupakan pembedahan
reparasi, bukan pencangkokan. Pada kasus ini, pecahan tulang yang terlepas kembali ditempel
dan diikat pada lokasi tulang sebelumnya.

Kebanyakan pasien cedera ligamen lutut anterior yang menjalani pembedahan mendapatkan hasil
yang memuaskan. Hasilnya ditandai dengan nyeri yang berkurang, fungsi lutut yang kembali
membaik, lutut menjadi lebih stabil, serta dapat kembali menjalani aktivitas secara normal.
Kebanyakan atlit yang mengalami cedera ligamen lutut anterior dapat kembali berolahraga
setelah 2 bulan. Namun, ada juga beberapa penderita yang tetap merasakan nyeri dan
ketidakstabilan lutut setelah menjalani pembedahan.

Untuk mendukung dan memudahkan keberhasilan pembedahan, pasien akan diajari metode
latihan fisik, baik sebelum dan sesudah dilakukan pembedahan. Latihan gerak dan kekuatan lutut
sebelum pembedahan bertujuan untuk mempersiapkan lutut sebelum pembedahan dan untuk
memudahkan rehabilitasi sesudah pembedahan. Sedangkan latihan fisik sesudah pembedahan
bertujuan untuk mempercepat proses pemulihan. Latihan ini mencakup latihan gerak,
meningkatkan aktivitas harian, serta latihan berjalan menggunakan kruk. Proses rehabilitasi
tersebut dapat berlangsung hingga 1 tahun.

12
I.Asuhan keperawatan

Pengkajian Keperawatan

     Berikut ini adalah pengkajian keperawatan yang digunakan pada pasien dengan kasus
Ruptur / Cedera ACL :

1. Identitas – nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, nama orang tua
atau suami atau isteri atau penanggungjawab, alamat, pendidikan pekerjaan, suku bangsa
dan agama
2. Keluhan utama – keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke rumah
sakit atau mencari pertolongan. Hal yang perlu ditanyakan meliputi nyeri, kekakuan,
pembengkakan, deformitas, disabilitas dan penyakit sistemik
3. Riwayat penyakit sekarang – riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang
kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan
utama sampai pasien datang berobat
4. Riwayat penyakit dahulu – mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan
antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang
5. Riwayat penyakit dalam keluarga – untuk mencari kemungkinan penyakit herediter,
familial atau penyakit infeksi
6. Riwayat pengobatan – apakah yang sudah dilakukan / diberikan ketika insiden terjadi.
7. Pemeriksaan fisik meliputi:
a. Look, cari apakah terdapat:
1. Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnomal, angulasi, rotasi, dan
pemendekan
2. Functio laesa (hilangnya fungsi), mencari tau apakahbagian yang terkena
cedera masih dapat berfungsi dengan baik atau tidak.
3. Lihat juga ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan.
b. Feel, apakah terdapat nyeri tekan.
c. Move, untuk mencari: 
1. Krepitasi, terasa bila adafraktur ketikadigerakkan.
2. Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif.

13
3. Seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak
mampu dilakukan, range of motion (derajat dari ruang lingkup gerakan
sendi), dan kekuatan

Diagnosa keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan: Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis), kerusakan
jaringan
2. Gangguan mobilitas fisik Berhubungan dengan Kehilangan integritas struktur tulang,
Kerusakan muskuloskeletal dan neuromuskuler, Intoleransi aktivitas/penurunan kekuatan
dan stamina
3. Defisit Pengetahuan Berhubungan dengan : keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap
informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui
sumber-sumber informasi.
4. Kecemasan berhubungan denganperubahan status kesehatan, ancaman kematian,
perubahan konsep diri, kurang pengetahuan dan hospitalisasi
5. Resiko tinggi trauma b.d ketidak mampuan mengerakkan tungkai bawah dan
ketidaktahuan cara mobilisasi yang adekuat
6. Resiko infeksi b.d prosedur invasive

 J.Defenisi terapi komplementer


Terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang digabungkan dalam
pengobatan modern. Komplementer adalah penggunaan terapi tradisional ke dalam pengobatan
modern (Andrews et al., 1999). Terminologi ini dikenal sebagai terapi modalitas atau aktivitas
yang menambahkan pendekatan ortodoks dalam pelayanan kesehatan (Crips & Taylor, 2001).
Terapi komplementer juga ada yang menyebutnya dengan pengobatan holistik. Pendapat ini
didasari oleh bentuk terapi yang mempengaruhi individu secara menyeluruh yaitu sebuah
keharmonisan individu untuk mengintegrasikan pikiran, badan, dan jiwa dalam kesatuan fungsi
(Smith et al., 2004).

14
Pendapat lain menyebutkan terapi komplementer dan alternatif sebagai sebuah domain
luas dalam sumber daya pengobatan yang meliputi sistem kesehatan, modalitas, praktik dan
ditandai dengan teori dan keyakinan, dengan cara berbeda dari sistem pelayanan kesehatan yang
umum di masyarakat atau budaya yang ada (Complementary and alternative
medicine/CAM Research Methodology Conference, 1997 dalam Snyder & Lindquis, 2002).
Terapi komplementer dan alternatif termasuk didalamnya seluruh praktik dan ide yang
didefinisikan oleh pengguna sebagai pencegahan atau pengobatan penyakit atau promosi
kesehatan dan kesejahteraan.
Definisi tersebut menunjukkan terapi komplemeter sebagai pengembangan terapi
tradisional dan ada yang diintegrasikan dengan terapi modern yang mempengaruhi keharmonisan
individu dari aspek biologis, psikologis, dan spiritual. Hasil terapi yang telah terintegrasi tersebut
ada yang telah lulus uji klinis sehingga sudah disamakan dengan obat modern. Kondisi ini sesuai
dengan prinsip keperawatan yang memandang manusia sebagai makhluk yang holistik (bio,
psiko, sosial, dan spiritual).
 Prinsip holistik pada keperawatan ini perlu didukung kemampuan perawat dalam
menguasai berbagai bentuk terapi keperawatan termasuk terapi komplementer. Penerapan terapi
komplementer pada keperawatan perlu mengacu kembali pada teori-teori yang mendasari praktik
keperawatan. Misalnya teori Rogers yang memandang manusia sebagai sistem terbuka,
kompleks, mempunyai berbagai dimensi dan energi. Teori ini dapat mengembangkan pengobatan
tradisional yang menggunakan energi misalnya tai chi, chikung, dan reiki.
Teori keperawatan yang ada dapat dijadikan dasar bagi perawat dalam mengembangkan
terapi komplementer misalnya teori transkultural yang dalam praktiknya mengaitkan ilmu
fisiologi, anatomi, patofisiologi, dan lain-lain. Hal ini didukung dalam catatan keperawatan
Florence Nightingale yang telah menekankan pentingnya mengembangkan lingkungan untuk
penyembuhan dan pentingnya terapi seperti musik dalam proses penyembuhan. Selain itu, terapi
komplementer meningkatkan kesempatan perawat dalam menunjukkan caring pada klien
(Snyder & Lindquis, 2002). 54 Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 12, No. 1, Maret 2008;
hal 53-57 Peran yang dapat diberikan perawat dalam terapi komplementer atau alternatif dapat
disesuaikan dengan peran perawat yang ada, sesuaidengan batas kemampuannya. Pada dasarnya,
perkembangan perawat yang memerhatikan hal ini sudah ada. Sebagai contoh yaitu American
Holistic Nursing Association (AHNA), Nurse Healer Profesional Associates (NHPA)

15
(Hitchcock et al., 1999). Ada pula National Center forComplementary/Alternative
Medicine (NCCAM) yang berdiri tahun 1998 (Snyder & Lindquis, 2002).
Hasil penelitian terapi komplementer yang dilakukan belum banyak dan tidak dijelaskan
dilakukan oleh perawat atau bukan. Beberapa yang berhasil dibuktikan secara ilmiah misalnya
terapi sentuhan untuk meningkatkan relaksasi, menurunkan nyeri, mengurangi kecemasan,
mempercepat penyembuhan luka, dan memberi kontribusi positif pada perubahan
psikoimunologik (Hitchcock et al., 1999). Terapi pijat (massage) pada bayi yang lahir kurang
bulan dapat meningkatkan berat badan, memperpendek hari rawat, dan meningkatkan respons.
Sedangkan terapi pijat pada anak autis meningkatkan perhatian dan belajar. Terapi pijat juga
dapat meningkatkan pola makan, meningkatkan citra tubuh, dan menurunkan kecemasan pada
anak susah makan (Stanhope, 2004). Terapi kiropraksi terbukti dapat menurunkan nyeri haid dan
level plasma prostaglandin selama haid (Fontaine, 2005).
Hasil lainnya yang dilaporkan misalnya penggunaan aromaterapi. Salah satu aromaterapi
berupa penggunaan minyak esensial berkhasiat untuk mengatasi infeksi bakteri dan jamur
(Buckle, 2003). Minyak lemon thyme mampu membunuh bakteri streptokokus, stafilokokus dan
tuberkulosis (Smith et al., 2004). Tanaman lavender dapat mengontrol minyak kulit, sedangkan
teh dapat membersihkan jerawat dan membatasi kekambuhan (Key, 2008). Dr. Carl menemukan
bahwa penderita kanker lebih cepat sembuh dan berkurang rasa nyerinya dengan meditasi
dan imagery (Smith et al., 2004). Hasil riset juga menunjukkan hipnoterapi meningkatkan suplai
oksigen, perubahan vaskular dan termal, mempengaruhi aktivitas gastrointestinal, dan
mengurangi kecemasan (Fontaine, 2005).
   
J.Tujuan terapi komplementer

1.      Terapi komplementer dan alternatif termasuk didalamnya seluruh praktik dan ide yang
didefinisikan oleh pengguna sebagai pencegahan atau pengobatan penyakit atau promosi
kesehatan dan kesejahteraan.
2.     menunjukkan terapi komplemeter sebagai pengembangan terapi tradisional dan ada yang
diintegrasikan dengan terapi modern yang mempengaruhi keharmonisan individu dari aspek
biologis, psikologis, dan spiritual. Kondisi inisesuai dengan prinsip keperawatan yang
memandang manusia sebagai makhluk yang holistik (bio, psiko, sosial, dan spiritual).

16
K.Jenis-jenis terapi komplementer

Menurut National Center for Complementary/Alternative Medicine (NCCAM)

klasifikasi dari berbagai terapi dan sistem pelayanan dalam lima kategori. :

1.    Kategori pertama, mind-body therapy yaitu memberikan intervensi dengan berbagai teknik


untuk memfasilitasi kapasitas berpikir yang mempengaruhi gejala fisik dan fungsi tubuh
misalnya perumpamaan (imagery), yoga, terapi musik, berdoa, journaling, biofeedback, humor,
tai chi, dan terapi seni.
2.   Kategori kedua, Alternatif sistem pelayanan yaitu sistem pelayanan kesehatan
yang mengembangkan pendekatan pelayanan biomedis berbeda dari Barat misalnya pengobatan
tradisional Cina, Ayurvedia, pengobatan asli Amerika,   cundarismo,   homeopathy, naturopathy.
3.    Ketiga dari klasifikasi NCCAM adalah terapi biologis, yaitu natural dan praktik biologis dan
hasil-hasilnya misalnya herbal,makanan).
4.    Kategori keempat adalah terapi manipulatif dan sistem tubuh. Terapi ini didasari oleh
manipulasi dan pergerakan tubuh misalnya pengobatan kiropraksi,    macam-macam pijat,rolfing,
terapi cahaya dan warna, serta hidroterapi.                                                                                        
Terakhir,terapi energi yaitu terapi yang fokusnya berasal dari  energi dalam tubuh
(biofields)  atau mendatangkan energi dari luar tubuh misalnya terapetik sentuhan,
pengobatan sentuhan, reiki, external qi gong, magnet.
5  Klasifikasi kategori kelima ini biasanya dijadikan satu kategori berupa kombinasi
antarabiofield dan bioelektromagnetik (Snyder &Lindquis, 2002).

Klasifikasi lain menurut Smith et al (2004)

17
1.   Gaya hidup (pengobatan holistik, nutrisi),
2   Botanikal (homeopati, herbal, aromaterapi);
3. manipulatif (kiropraktik, akupresur & akupunktur, refleksi, massage); mind-
body(meditasi, guided             imagery, biofeedback, color healing, hipnoterapi).

Jenis terapi komplementer yang diberikan sesuai dengan indikasi yang dibutuhkan. Contohnya
pada terapi sentuhan memiliki beberapa indikasinya seperti meningkatkan relaksasi, mengubah
persepsi nyeri, menurunkan kecemasan, mempercepat penyembuhan, dan meningkatkan
kenyamanan dalam proses kematian (Hitchcock et al., 1999).

L.Fungsi terapi komplementer

1.      Terapi Komplementer dari pijat  salah satu fungsinya yakni Relaksasi


·        - fungsi lainnya seperti Perbaikan kondisi mental
·        -  Lebih bisa mengatasi tekanan
·        - Sikap yang lebih positif
·        - Mendorong kreativitas

2.      Terapi Komplementer dari Hipnoterapi fungsinya sebagai berikut  :


·        - menghilangkan  kecemasan (axiety)
·         -menghilangkan ketegangan (stress)
·         -menghilangkan depresi (depression)
·         -menghilangkan fobia (phobia)

Terapi Pijat, juga dikenal sebagai pijat Swedia adalah bentuk paling umum dari terapi
pijat di Amerika Serikat. Terapist pijat menggunakan gerakan halus, pijatan dan gerakan lain
yang berfokus pada lapisan superfisial otot menggunakan minyak pijat atau lotion Terapi pijat
meningkatkan sirkulasi dengan membawa oksigen dan  nutrisi ke jaringan tubuh lainnya. Ini
mengurangi ketegangan otot dan rasa sakit, meningkatkan fleksibilitas dan mobilitas, dan
membantu asam laktat yang jelas dan limbah lainnya, yang mengurangi rasa sakit dan kekakuan
pada otot dan sendi. Terapi pijat tidak menyakiti.Kadang-kadang ada sakit ringan ketika terapis

18
pijat menekan bagi anatas dan area lain dari otot yang tegang. Jika tekanan terlalu kuat bagi
Anda, beritahulah therapist anda.
Hipnoterapi merupakan  salah satu jenis terapi komplementer / non konvensional yang
digunakan sebagai pelengkap terapi konvensional/ terapimedis. Hipnoterapi adalah suatu
rangkaian proses yang digunakan seorang hipnoterapis untuk menyelesaikan masalah klien
dengan ilmu hypnosis. Pada saat proses hipnoterapi berlangsung,klien hanya diam. Duduk atau
berbaring,  yang  sibuk  justru  terapisnya,  yang  bertindak sebagai  fasilitator. Tahapan
hipnoterapi yaitu :

1.    Pre - Induction (Interview)


   Pada tahap awal ini hipnoterapis dan klien untuk pertama kalinya bertemu. Setelah klien mengisi
formuli rmengenai data dirinya, hipnoterapis membuka  percakapan  untuk  membangun
kepercayaan  klien, menghilangkan rasa takutterhadap hipnotis/ hipnoterapi dan menjelaskan
mengenai hipnoterapi dan menjawab semua pertanyaan klien .Sebelumnya hipnoterapis harus
dapat mengenali aspek – aspek psikologis dari klien, antara lain hal yang diminati dan tidak
diminati, apa yang diketahui klien terhadap hipnotis, danseterusnya. Pre-Induction merupakan
tahapan yang sanga tpenting.Sering kali kegagalan proses hipnoterapi diawali dari proses Pre -
Induction yang tidak tepat.

2.    Suggestibility Test 
Maksud dari uji sugestibilitas adalah untuk menentukan apakah klien masuk ke dalam orang
yang mudah menerima sugesti atau tidak.Selain itu, uji sugestibilitas juga berfungsi sebagai
pemanasan dan juga untuk menghilangkan rasa takut terhadap proses hipnoterapi. Uji
sugestibilitas juga membantu hipnoterapis untuk menentukan teknik induksi yang terbaik bagi
sang klien.

3.     Induction
Induksi adalah cara yang digunakan oleh seorang hipnoterapisuntukmembawapikiran klien
berpindah dari pikiran sadar (conscious) kepikiranbawahsadar (sub conscious), dengan menembu
sapa yang dikenal dengan Critical Area. Saat tubuh rileks, pikiran juga menjadi rileks.Maka
frekuensi gelombang otak dariklienakanturundari Beta, Alfa, kemudian Theta. Semakin turun 

19
gelombang otak, klien akan semakin rileks, sehingga berada dalam  kondisi trance. Inilahyang
dinamakan dengan kondisiter-hipnotis.Hipnoterapis akan mengetahui kedalaman trance klien
dengan melakukan Depth Level Test (tingkat kedalaman Trance klien).

4.  Deepening (Pendalaman Trance)


Jika dianggap perlu, hipnoterapis akan membawa klien ke trance yang lebihdalam. Proses ini
dinamakan deepening. Deepening ini meliputi tiga level yaitu 
a.  Hypnoidal :hipnosisr ingan dengan gerakanmengedip-ngedipkanmata. 
b.   Cataleptic :hipnosis yang sedikit lebih dalam dengan gerakan mata bergerak dari samping ke
samping            (side to side eyes movements)
c.   Berputar ke depan dan ke belakang; hasil hipnotis yang terbaik biasanya di capai selama
status ini.

5.   Suggestions / Sugesti
Pada saat klien masih berada dalam trance, hipnoterapis juga akan memberi Post Hypnotic
Suggestion, sugesti yang diberikan ke pada klien pada saat  proses  hipnotis  masih  berlangsung
dan  diharapkan terekam terus oleh pikiran bawah sadar klien meskipun klien telah keluar dari
proses hipnotis.Post Hypnotic Suggestion adalah salah satu unsur terpenting dalam proses
hipnoterapi.

6.   Termination
Akhirnya dengan teknik yang tepat, hipnoterapis secara perlahan –  lahan akan membangunkan
klien dari “tidur” hipnotisnya dan membawanya ke keadaan yang sepenuhnya sadar. 

20
Noyes, F.R., Bassett, R.W.,Grood, ES., dan Butler, D.L. (1980). Arthroscopy in Acute Traumatic
Hemarthrosis of the Knee. Incidence of Anterior Cruciate Tears and Other Injuries. J
Bone Joint Surg Am,62(5):687-95.757.

Andrews, M., Angone, K.M., Cray, J.V., Lewis,  J.A., & Johnson, P.H.
(1999). Nurse’s handbook of alternative and complementary therapies. Pennsylvania:
Springhouse.

21

Anda mungkin juga menyukai