Anemia aplastik merupakan penyakit yang cukup jarang terjadi. Penyakit ini ditandai
dengan adanya pansitopenia dimana terjadi kondisi defisit sel darah pada jaringan tubuh.
Biasanya hal ini juga dikaitkan dengan kurangnya jumlah sel induk pluripoten.
Selain kekurangan sel induk pluripoten, anemia aplastik juga dapat disebabkan defek
pada limfosit helper, defisiensi regulator humoral atau selular, atau faktor-faktor lainnya.
Umumnya pasien anemia aplastik yang mendapat terapi transplantasi sumsum tulang dari
saudara kembar identik dapat sembuh dari penyakit mereka. Atau paling tidak, pasien
mendapat transplantasi sumsum isogenik.
Pada kasus yang lain, anemia aplastik ini disebabkan oleh induksi obat atau induksi toxin
yang dapat menyebabkan kerusakan sel induk. Sedangkan penyebab kasus lainnya adalah
infeksi virus.
Anemia aplastik biasanya disebabkan oleh dua faktor penyebab, yaitu faktor primer dan
sekunder.
1. Penyebab Primer
1. Idiopatik (paling banyak)
2. Anemia Fanconi
3. c. Dyskeratosis congenita
4. Penyebab Sekunder
1. Zat kimia
2. Obat-obatan
3. Infeksi
4. Radiasi
Gangguan kongenital yang paling umum terjadi adalah anemia Fanconi. Penyakit ini
dapat menyerang anak-anak dan biasanya dikarenakan defek pada DNA Repair dan
aplasia yang sering disertai kelainan rangka, pigmentasi pada kulit dan abnormalitas pada
ginjal.
Pemaparan pada bahan-bahan kimia, obat-obatan dan radiasi juga dapat merusak sel
induk. Obat-obatan dapat menekan hematopoiesis secara idiosinkratik ataupun secara
terduga.
Obat-obatan yang dapat menyebabkan depresi pada sumsum tulang dapat dibagi dua:
America Medical Association juga telah membuat daftar obat-obat yang dapat
menimbulkan anemia aplastik. Lihat tabel berikut.
Obat-obat yang sering dihubungkan Zat-zat kimia yang sering menjadi penyebab
dengan Anemia Aplastik anemia aplastik misalnya benzen, arsen,
- Azathioprine insektisida, dan lain-lain. Zat-zat kimia tersebut
biasanya terhirup ataupun terkena (secara kontak
- Karbamazepine kulit) pada individu.
- Trimethadione
Dari semua faktor penyebab anemia aplastik diatas, faktor yang paling banyak terjadi
ialah faktor idiopatik. Dimana penyebabnya anemia aplastik ini masih belum jelas.
Patofisiologi
Gangguan pada sel induk pluripoten ini menjadi penyebab utama terjadinya anemia
aplastik. Sel induk pluripoten yang mengalami gangguan gagal membentuk atau
berkembang menjadi sel-sel darah yang baru.
Umumnya hal ini dikarenakan kurangnya jumlah sel induk pluripoten ataupun karena
fungsinya yang menurun.
Penanganan yang tepat untuk individu anemia aplastik yang disebabkan oleh gangguan
pada sel induk adalah terapi transplantasi sumsum tulang.
Selain itu pada beberapa penderita anemia aplastik ditemukan cell inhibitors atau
penghambat pertumbuhan sel. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya limfosit T yang
menghambat pertumbuhan sel-sel sumsum tulang.
Sampai saat ini, teori yang paling dianut sebagai penyebab anemia aplastik adalah
gangguan pada sel induk pluri poten.
Gejala Klinik
Pada penderita anemia aplastik dapat ditemukan tiga gejala utama yaitu, anemia,
trombositopenia, dan leukopenia. Ketiga gejala ini disertai dengan gejala-gejala lain yang
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
- Anemia biasanya ditandai dengan pucat, mudah lelah, lemah, hilang selera makan,
dan palpitasi.
- Trombositopenia, misalnya: perdarahan gusi, epistaksis, petekia, ekimosa dan lain-
lain.
Selain itu, hepatosplenomegali dan limfadenopati juga dapat ditemukan pada penderita
anemia aplastik ini meski sangat jarang terjadi.
Ada dua jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis anemia aplastik,
yaitu pemeriksaan fisis dan pemeriksaan laboratorium.
PEMERIKSAAN FISIS
- Pucat
- Tanda anemia Fanconi, yaitu bintik Café au lait dan postur tubuh yang pendek.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
• Darah Tepi
• Granulosit < 500 /mm3
• Trombosit < 20.000 /mm3
• Retikulosit < 1.0 % (atau bahkan hampir tidak ada)
Pada penderita anemia aplastik ditemukan kadar retikulosit yang sedikit atau bahkan
tidak ditemukan. Sedangkan jumlah limfosit dapat normal atau sedikit menurun.
Dari ketiga kriteria darah tepi di atas, dapat ditentukan berat tidaknya suatu anemia
aplastik yang diderita oleh pasien. Cukup dua dari tiga kriteria di atas terpenuhi, maka si
individu sudah dapat digolongkan sebagai penderita anemia aplastik berat.
• Sumsum Tulang
• Hiposeluler < 25%
Pemeriksaan sumsum tulang ini dilakukan pemeriksaan biopsi dan aspirasi.
Prognosis
Sebelum era transplantasi sumsum tulang tulang, angka mortalitas sangatlah tinggi. Kira-
kira 65% sampai 80%. Dengan adanya transplantasi sumsum tulang, angka mortalitas ini
dapat dipastikan turun.
Transplantasi sumsum tulang ini sangatlah baik dilakukan bagi mereka yang berumur
dibawah 25 tahun dan lebih baik lagi bila dilakukan pada anak-anak.
Penatalaksanaan
• Terapi Suportif
Transfusi darah dan platelet sangat bermanfaat, namun harus digunakan dengan bijaksana
dan baik karena dapat terjadi sensitisasi pada sel dan imunitas humoral pasien anemia
aplastik. Bila terjadi hal yang demikian, donor diganti dengan yang cocok HLA-nya
(orang tua atau saudara kandung).
Terapi dengan Growth factor sebenarnya tidak dapat memperbaiki kerusakan sel induk.
Namun terapi ini masih dapat dijadikan pilihan terutama untuk pasien dengan infeksi
berat.
Transplantasi sumsum tulang ini dapat dilakukan pada pasien anemia aplastik jika
memiliki donor yang cocok HLA-nya (misalnya saudara kembar ataupun saudara
kandung). Terapi ini sangat baik pada pasien yang masih anak-anak.
Transplantasi sumsum tulang ini dapat mencapai angka keberhasilan lebih dari 80% jika
memiliki donor yang HLA-nya cocok. Namun angka ini dapat menurun bila pasien yang
mendapat terapi semakin tua. Artinya, semakin meningkat umur, makin meningkat pula
reaksi penolakan sumsum tulang donor. Kondisi ini biasa disebut GVHD atau graft-
versus-host disease.
• Terapi imunosupresif
Terapi imunosupresif dapat dijadikan pilihan bagi mereka yang menderita anemia
aplastik. Terapi ini dilakukan dengan konsumsi obat-obatan. Obat-obat yang termasuk
terapi imunosupresif ini antara lain antithymocyte globulin (ATG) atau antilymphocyte
globulin (ALG), siklosporin A (CsA) dan Oxymethalone.
Regimen terbaik adalah kombinasi dari ATG dan siklosporin. Namun kedua obat ini juga
dapat berpotensi toksik. ATG dapat memproduksi pyrexia, ruam dan hipotensi
sedangkan siklosporin dapat menyebabkan nefrotoksik dan hipertensi.
Oxymethalon juga memiliki efek samping diantaranya, retensi garam dan kerusakan hati.
Orang dewasa yang tidak mungkin lagi melakukan terapi transplantasi sumsum tulang,
dapat melakukan terapi imunosupresif ini.
/www.pediatrik.com