Anda di halaman 1dari 11

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Uraian dari bab ini berisi pemaparan secara lengkap hasil penelitian dan
pembahasan mengenai hubungan stres dengan kejadian gastritis pada remaja di
Ruang Rawat Inap RS Betha Medika Kabupaten Sukabumi. Pengambilan data
dilakukan pada sampel 158 responden.
Penyajian data diawali dengan hasil analisa univariat terhadap karakteristik
responden yang meliputi usia, jenis kelamin dan pendidikan terakhir. Kemudian
penyajian analisa univariat variabel stress dan kejadian gastritis. Pada bagian
berikutnya merupakan penyajian analisa bivariat terhadap stres dengan kejadian
gastritis dengan menggunakan komputer melalui SPSS. Hasil penelitian pada tiap
variabel disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi disertai dengan interpretasi
dan dilanjutkan dengan bagian pembahasan dan hasil penelitian.
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Analisa Univariat Karakteristik Responden
Data demografi dalam penelitian ini adalah usia, pendidikan,
jenis kelamin adalah sebagai berikut :
4.1.1.1 Analisa Univariat Responden Berdasarkan Usia
Analisa univariat karakteristik responden berdasarkan usia
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Usia di Ruang Rawat Inap RS Betha
Medika Kabupaten Sukabumi

Usia Frekuensi Persentase (%)


10- 12 Tahun 25 15.8
13- 15 Tahun 36 22.8
16- 19 Tahun 97 61.4
Total 158 100 %

52
53

Berdasarkan tabel 4.1 menggambarkan karakteristik


responden berdasarkan usia, dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden berusia sekitar 16-19 Tahun sebanyak 97 responden atau
sekitar 61,4%, dan sebagian kecil berusia 10-12 Tahun sebanyak
15 responden atau 15.8%.
4.1.1.2 Analisa Univariat Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Analisa univariat karakteristik responden berdasarkan jenis
kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin di Ruang Rawat
Inap RS Betha Medika Kabupaten Sukabumi

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)


Perempuan 110 69,6 %
Laki- laki 48 30,4 %
Total 158 100 %

Berdasarkan tabel 4.2 menggambarkan bahwa karakteristik


responden berdasarkan jenis kelamin, dapat diketahui bahwa
sebagian besar responden yaitu perempuan sebanyak 110
responden atau 69,6%, dan sebagian kecil yaitu laki-laki dengan
jumlah responden sebanyak 48 responden atau 30,4%.
4.1.1.3 Analisa Univariat Responden Berdasarkan Status Pendidikan
Analisa univariat karakteristik responden berdasarkan status
pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Status Pendidikan di Ruang Rawat
Inap RS Betha Medika Kabupaten Sukabumi

Pendidikan Frekuensi Persentase (%)


SD 10 6,3
SMP/ MTS/ SLTP 54 34,2
SMA/ MA/ SMK/ SLTA 75 47,5
Perguruan Tinggi 19 12,0
Total 158 100 %
54

Berdasarkan tabel 4.3 menggambarkan bahwa karakteristik


responden berdasarkan status pendidikan, dapat diketahui bahwa
sebagian besar responden sedang menempuh pendidikan SMA
(sederajat) sebanyak 75 responden atau 47,5%, dan sebagian kecil
yaitu SD sebanyak 10 orang atau 6,3%.

2.1.2 Analisa Univariat Berdasarkan Variabel Penelitian


2.1.2.1 Analisa Univariat Variabel Stres
Distribusi frekuensi variabel stres dapat dilihat pada tabel 4.4
sebagai berikut:
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasaarkan Stres

Tingkat Stres Frekuensi Persentase (%)


Berat 22 13,9
Sedang 52 32,9
Ringan 40 25,3
Normal 44 27,8
Total 158 100 %

Berdasarkan tabel 4.4 menggambarkan bahwa sebagian besar


responden berada pada tingkat stres sedang yaitu sebanyak 52
responden atau 32,9% dan sebagian kecil responden berada pada
tingkat stres berat yaitu sebanyak 22 responden atau 13,9%.
2.1.2.2 Analisa Univariat Variabel Kejadian Gastritis
Distribusi frekuensi variabel pola makan dapat dilihat pada
tabel 4.5 sebagai berikut:
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasaarkan
Kejadian Gastritis

Kejadian Gastritis Frekuensi Persentase (%)


Gastritis 86 54,4
Tidak Gastritis 72 45,6
Total 158 100 %
55

Berdasarkan tabel 4.5 menggambarkan bahwa sebagian besar


responden mengalami kejadian gastritis yaitu sebanyak 86
responden atau 54,4% dan sebagian kecil responden tidak
mengalami kejadian gastritis yaitu sebesar 72 responden atau
45,6%.

2.1.3 Analisa Bivariat


Hasil analisa bivariat ini untuk melihat adanya hubungan antara
variabel satu dengan variabel lainnya. Analisis bivariat dalam penelitian
ini yaitu Analisa Bivariat hubungan stres dengan kejadian gastritis pada
remaja di Ruang Rawat Inap RS Betha Medika Kabupaten Sukabumi.
Tabulasi silang antara stres dengan kejadian gastritis dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Stres Dengan Kejadian Gastritis
Pada Remaja di Ruang Rawat Inap RS Betha Medika
Kabupaten Sukabumi

Kejadian Gastritis
Stres Tidak Total % p-value
Gastritis % %
Gastritis
Normal 11 25,0 33 75,0 44 100
Ringan 26 65,0 14 35,0 40 100
0,000
Sedang 33 63,5 19 36,5 52 100
Berat 16 72,7 6 27,3 22 100
Jumla
86 72 158 100
h

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukan bahwa sebagian besar responden


yang memiliki tingkat stres normal tidak mengalami gastritis yaitu
sebanyak 33 responden (75,0%) dan sebagian kecilnya mengalami gastritis
yaitu sebanyak 11 responden (25,0%). Sedangkan responden yang
memiliki tingkat stress ringan sebagian besar mengalami gastritis yaitu
sebanyak 26 responden (65,0%) dan sebangian kecilnya tidak mengalami
gatritis yaitu sebanyak 14 responden (35,0%). Responden yang memiliki
56

tingkat stress sedang sebagian besar mengalami gastritis yaitu sebanyak 33


responden (63,5%) dan sebangian kecilnya tidak mengalami gatritis yaitu
sebanyak 19 responden (36,5%). Responden yang memiliki tingkat stress
berat sebagian besar mengalami gastritis yaitu sebanyak 16 responden
(72,7%) dan sebangian kecilnya tidak mengalami gatritis yaitu sebanyak 6
responden (27,3%).
Berdasarkan hasil uji statistik analisa bivariat dengan menggunakan
uji chi square diperoleh p-value 0,000 yang berarti p-value <0,05.
Berdasarkan aturan penolakan hipotesis maka H0 ditolak, ini berarti
terdapat hubungan stres dengan kejadian gastritis pada remaja di Ruang
Rawat Inap RS Betha Medika Kabupaten Sukabumi.

4.2 Pembahasan
Pembahasan hasil penelitian ini dimaksud untuk memberikan
penjelasan terhadap hasil penelitian deskriptif maupun hasil penelitian korelasi
yang akan dijabarkan sebagai berikut.
4.2.1 Gambaran Kejadian Gastritis pada Remaja di Ruang Rawat Inap
RS Betha Medika Kabupaten Sukabumi
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar sebagian
besar responden mengalami kejadian gastritis yaitu sebanyak 86
responden atau 54,4% dan sebagian kecil responden tidak mengalami
kejadian gastritis yaitu sebesar 72 responden atau 45,6%.
Gastritis adalah peradangan (pembengkakan) dari mukosa
lambung, yang disebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi. Gastritis
dikenal di masyarakat dengan istilah sakit maag atau sakit ulu hati,
kondisi ini bisa timbul mendadak yang biasanya ditandai dengan rasa
mual dan muntah, nyeri, perdarahan, rasa lemah, nafsu makan
menurun atau sakit kepala (Gobel, 2012).
57

Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gastritis


diantaranya yaitu pola makan yang terdiri dari makan yang tidak
teratur, jenis makan yang meransang peningkatan asam lambung,
frekuensi makan yang tidak tepat, faktor stres, alkohol, usia, OAINS
dan rokok (Muttaqin dan Sari, 2011).
Terjadinya gastritis biasanya diawali dengan kebiasaan pola
makan yang tidak teratur sehingga lambung menjadi sensitif bila asam
lambung meningkat (Purwati, 2013).Berdasarkan penuturan beberapa
responden dilapangan didapatkan data bahwa sebagian besar
responden sering menunda waktu makan atau makan menunggu lapar,
sering mengkonsumsi makanan yang dapat merangsang terjadinya
gastritis seperti sering makan makan pedas, mengkonsumsi makanan
yang mengandung minyak.
Pernyataan diatas sesuai dengan teori Hidayah (2012) yang
menyatakan bahwa makan tidak teratur memicu timbulnya berbagai
penyakit karena terjadi ketidakseimbangan dalam tubuh.
Ketidakteraturan ini berhubungan dengan waktu makan. Biasanya, ia
berada dalam kondisi terlalu lapar namun kadang-kadang terlalu
kenyang. Sehingga, kondisi lambung dan pencernaannya menjadi
terganggu.
Teori Hans Selye (1956) dalam Kusdariyah (2014) yang telah
melakukan pengamatan gejala spesifik dari stres psikologis terhadap
perubahan kimia tubuh seseorang, dari hasil pengamatan yang
dilakukan didapatkan kesimpulan hasil bahwa telah terjadi perubahan
yang signifikan antara stres psikologis yang dirasakan, dengan
timbulnya penyakit perlukaan pada lambung dan usus dua belas jari,
adanya kekacauan terhadap hormon endokrin, dan meningkatnya
tekanan darah.
58

4.2.2 Gambaran Stres Remaja di Ruang Rawat Inap RS Betha Medika


Kabupaten Sukabumi
Berdasarkan data dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa
sebagian besar responden berada pada tingkat stres sedang yaitu
sebanyak 52 responden atau 32,9% dan sebagian kecil responden
berada pada tingkat stres berat yaitu sebanyak 22 responden atau
13,9%.
Tingkat stres merupakan reaksi non-spesifik manusia terhadap
rangsangan atau tekanan (stimulus stressor). Stres merupakan suatu
reaksi adaptif, bersifat sangat individual, sehingga suatu stress bagi
seseorang belum tentu sama tanggapannya bagi orang lain. Hal ini
sangat dipengaruhi oleh tingkat kematangan berpikir, tingkat
pendidikan, dan kemampuan adaptasi seseorang terhadap
lingkungannya (Hartono, 2011).
Stres bersifat sangat individual hal tersebut yang menyebabkan
perbedaan tingkat stres yang dialami individu. Terjadinya stres
dipengaruhi oleh bagaimana seseorang dalam menghadapi stressor
faktor-faktor dalam menentukan keputusan dalam menghadapi stressor
yaitu pendidikan.
Stres dapat dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya
adalah jenis kelamin. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukan
bahwa sebagian besar responden yaitu perempuan sebanyak 110
responden atau 69,6%, dan sebagian kecil yaitu laki-laki dengan
jumlah responden sebanyak 48 responden atau 30,4%.
Menurut teori Perwitasari (2015), yang menyatakan bahwa
stres dipengaruhi juga oleh jenis kelamin, secara umum perempuan
mengalami stres 30% lebih tinggi dari pada laki-laki hal tersebut
dikarenakan wanita lebih menggunakan perasaannya dalam
menghadapi suatu masalah. Berbeda dengan laki-laki yang dituntut
untuk lebih kuat daripada wanita, sehingga laki-laki lebih
menggunakan akalnya dari pada perasaannya.
59

Teori Anna (2013) yang menyatakan bahwa kaum wanita


memang lebih gampang stres. Berbagai hal bisa menyebabkan tekanan
emosional pada diri mereka, mulai dari pekerjaan di kantor,
pengasuhan anak, sampai soal penampilan. Kaum wanita beresiko 40
persen lebih besar untuk mengalami gangguan psikologi, dimana
wanita rentan mengalami depresi, gangguan panik, fobia, insomnia,
gangguan stres pasca trauma, serta gangguan pola makan, selain itu
aspek biologis, psikologis, dan lingkungan bisa menjelaskan mengapa
stres lebih sering dialami wanita.
Selain faktor diatas usia juga mempengaruhi seseorang terkena
stres, hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar responden
berusia 16-19 tahun dan termasuk kedalam usia remaja akhir dimana
pada masa ini remaja akan menamakan pengungkapan kebebasan diri,
memiliki citra (gambaran, keadaan, dan peranan) terhadap dirinya dan
mewujudkan perasaan cinta. Sehingga meraka akan lebih
memetingkan perasaannya dan dapat meningkatkan tekanan psikologis
remaja. Pada usia tersebut seseorang akan rentan terserang stres karena
mulai mengahadapi dinamika kehidupan dan memasuki masa
peralihan dari remaja menjadi dewasa. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Aminullah (2009) pada usia remaja seseorang sering
berhadapan dengan tantangan, dan apabila tidak mampu mengaturnya
bisa berpotensi stres.

4.2.3 Hubungan Tingkat Stres Dengan Kejadian Gastritis Remaja di


Ruang Rawat Inap RS Betha Medika Kabupaten Sukabumi
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden
yang memiliki tingkat stres normal tidak mengalami gastritis yaitu
sebanyak 33 responden (75,0%) dan sebagian kecilnya mengalami
gastritis yaitu sebanyak 11 responden (25,0%). Sedangkan responden
yang memiliki tingkat stress ringan sebagian besar mengalami gastritis
yaitu sebanyak 26 responden (65,0%) dan sebangian kecilnya tidak
60

mengalami gatritis yaitu sebanyak 14 responden (35,0%). Responden


yang memiliki tingkat stress sedang sebagian besar mengalami gastritis
yaitu sebanyak 33 responden (63,5%) dan sebangian kecilnya tidak
mengalami gatritis yaitu sebanyak 19 responden (36,5%). Responden
yang memiliki tingkat stress berat sebagian besar mengalami gastritis
yaitu sebanyak 16 responden (72,7%) dan sebangian kecilnya tidak
mengalami gatritis yaitu sebanyak 6 responden (27,3%).
Berdasarkan hasil uji statistik analisa bivariat dengan
menggunakan uji chi square diperoleh p-value 0,000 yang berarti p-
value <0,05. Berdasarkan aturan penolakan hipotesis maka H 0 ditolak,
ini berarti terdapat hubungan stres dengan kejadian gastritis pada
remaja di Ruang Rawat Inap RS Betha Medika Kabupaten Sukabumi.
Handayani, dkk (2012) menyatakan bahwa penyakit gastritis
merupakan salah satu penyakit psikomatik yang salah satu
penyebabnya adalah stres. Hasil penelitian ini juga mendukung
penelitian sebelumnya dari Saroinsong, dkk (2014), bahwa ada
hubungan yang signifikan antara stres dengan kejadian gastritis pada
remaja. Selain penelitian tersebut
Segala macam bentuk stres pada dasarnya disebabkan oleh
kurang pengertiannya manusia akan keterbatasan-keterbatasannya
sendiri. Ketidakmampuan untuk melawan keterbatasan inilah yang
akan menimbulkan frustasi, konflik, gelisah dan rasa bersalah yang
merupakan tipe-tipe dasar dari stres (Rasmun, 2009).
Tingkat stres akan berpengaruh terhadap kejadian gastritis
karena stres memiliki efek negatif melalui mekanisme neuroendokrin
terhadap saluran pencernaan sehingga beresiko untuk mengalami
gastritis. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Saroinsong, dkk (2014)
yang menyatakan bahwa efek stres pada saluran pencernaan antara lain
menurunkan saliva sehingga mulut menjadi kering, menyebabkan
kontraksi yang tidak terkontrol pada otot esophagus sehingga
menyebabkan sulit untuk menelan, dan peningkatan asam lambung.
61

Selain itu menurut Hidayat, (2010) stres yang dialami oleh


seseorang dapat menimbulkan reaksi yang ada pada tubuh. Reaksi
pada sistem pencernaan dapat mengalami gangguan seperti lambung
terasa kembung, mual, pedih karena peningkatan asam lambung
(gastritis).
Menurut Ratu (2013) Dalam Kurniyawan & Kosasih (2015).
faktor stress juga dapat berpengaruh pada kekambuhan gastritis di
karenakan peningkatan stres yang berarti terjadi peningkatan
rangsangan saraf otonom akan merangsang peningkatan sekresi gastrin
dan merangsang peningkatan asam hidroklorida (HCl) peningakatan
HCl dengan mengikis mukosa lambung. Stres psikologi akan
meningkatkan akitifitas saraf simpatik yang dapat merangsang
peningkatan produksi asam lambung.
Peningakatan HCl ini dirangsang oleh mediator kimia yang
dikeluarkan oleh neuron simpatik seperti epinefin sehingga gastritis
bisa kambuh. Stres juga dipengaruhi oleh dua sistem saraf yaitu sistem
saraf simpatis dan system saraf parasimpatis. Seseorang yang stres
akan merangsang saraf simpatis akibatnya jantung berdebar lebih
cepat, produksi asam naik, dan produksi hormon meningkat, sehingga
tubuh akan menanggapi stress dengan mengurangi aliran darah yang
mengalir keperut dan pemperlambat proses pencernaan.
Pengaruh stres terhadap sistem pencernaan akan berbeda pada
setiap orangnya. Seseorang yang terkena stress maka bagian tubuh
yang lemah yang akan terkena dampaknya contoh seseorang yang
lemah pada daerah lambung maka penyakit gastritisnya akan kambuh
Ratu (2013) Dalam Kurniyawan & Kosasih (2015).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
prasetyo (2015) yang menunjukan bahwa adanya hubungan antara
stres dengan kejadian gastritis dengan nila p-value 0,000 < 0,05
dimana semakin tinggi tingkat stres maka semakin rentan terkena
gastritis. Selain itu hal ini juga sejalan dengan penelitian Saroinsong
62

(2014) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan


antara stres dengan kejadian gastritis pada remaja, dimana di peroleh
nilai p = 0,001 < 0,05.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan stres
dengan kejadian gastritis pada remaja di Ruang Rawat Inap RS Betha
Medika Kabupaten Sukabumi. Hal tersebut dikarenakan responden
yang memiliki tingkat stres sedang sebagian besar mengalami gastritis
begitupun sebaliknya responden yang memiliki tingkat stres normal
sebagian besar tidak mengalami gastritis.

Anda mungkin juga menyukai