Anda di halaman 1dari 22

1

MAKALAH
“Analisis Jaringan Sosial Kelompok Al Qaeda dan Jemaah Islamiyah Dalam
Aksi Terorisme Bom Bali Sebagai Transnational Organized Crime”

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Ujian Akhir Semester Genap 2019/2020 Mata Kuliah
Kejahatan Terorganisasi dan Transnasional

Dosen Pengampu: Dr. Supriyono M. Sumbogo, M. Si.

Disusun Oleh:

CHINTYA DELA VENIA

1743500496

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI KRIMINOLOGI

UNIVERSITAS BUDI LUHUR

JAKARTA

2020

Universitas Budi Luhur


2

HALAMAN JUDUL..........................................................................................................................1
DAFTAR ISI......................................................................................................................................2
BAB 1.................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN..............................................................................................................................3
Latar Belakang...............................................................................................................................3
Permasalahan.................................................................................................................................5
Tujuan Penelitian...........................................................................................................................5
Secara Akademis.......................................................................................................................5
Secara Praktis............................................................................................................................5
BAB 2.................................................................................................................................................6
KAJIAN PUSTAKA..........................................................................................................................6
2.1 Review Jurnal...................................................................................................................6
2.2 Definisi Konsep................................................................................................................7
2.2.1 Kejahatan Terorganisasi...........................................................................................7
2.2.2 Terorisme dan Kejahatan Terorganisasi..................................................................7
2.2.3 Kejahatan Transnasional..........................................................................................8
2.2.4 Transnational Organized Crime...............................................................................8
2.2.5 Teori Jaringan Sosial................................................................................................9
2.2.6 Peristiwa Bom Bali ( Hubungan antara Jemaah Islamiyah dengan Al-Qaeda)....11
BAB 3...............................................................................................................................................13
METODE PENELITIAN.................................................................................................................13
3.1 Pendekatan Penelitian.....................................................................................................13
3.2 Teknik Pengumpulan Data..............................................................................................14
3.2.1 Studi Literatur........................................................................................................14
BAB 4...............................................................................................................................................15
PEMBAHASAN..............................................................................................................................15
4.1 Analisis Jaringan Sosial Fenomena Terorisme Bom Bali..............................................15
4.2 Fenomena Bom Bali Sebagai Wujud Transnational and Organized Crime...................16
BAB 5...............................................................................................................................................19
PENUTUP........................................................................................................................................19
4.1 Kesimpulan.....................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................20

Universitas Budi Luhur


3

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terorisme di dunia bukanlah merupakan hal baru, namun menjadi aktual


terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Center (WTC) di New York dan
gedung Pentagon di Washington, Amerika Serikat pada tanggal 11 September
2001, dikenal sebagai Black September atau U.S Attack yang telah menimbulkan
berbagai kerugian moral dan material yang besar, tidak hanya bagi mereka yang
menjadi korban, tetapi juga bagi seluruh masyarakat internasional. Akibat
serangan tersebut, sektor usaha seperti industri penerbangan, biro perjalanan,
perhotelan, pariwisata dan sejenisnya mengalami penurunan drastis. US
Intelligence langsung melakukan penyelidikan beberapa saat setelah serangan 11
September 2001 untuk mencari motif dan pihak yang harus bertanggung jawab
atas serangan tersebut. Namun, tragedi 11 september 2001 telah memunculkan
paradigma baru tentang aksi terorisme internasional, terutama dengan Amerika
Serikat (AS) yang menetapkan kelompok Al-Qaeda di bawah pimpinan Osama
Bin Laden sebagai otak penyerangan tersebut dan menjadi target utama doktrin
perang global melawan terorisme yang dipromosikan oleh Mantan Presiden
George W. Bush sebagai kebijakan keamanan AS (Winarno, 2011)

Terorisme, bukan saja mengancam negara-negara maju seperti Amerika


Serikat, Inggris dan Australia bahkan juga terjadi di negera-negara yang sedang
berkembang misalnya di Indonesia. Kasus terorisme di Indonesia mencuat setelah
munculnya kasus Bom Bali I pada 12 Oktober 2002, tepatnya di Sari’s Club dan
Paddy’s Club di Kuta Bali yang tercatat, sedikitnya, 202 orang tewasdan300
orang terluka-luka, tragedi pemboman Hotel JW Marriot dan Ritz-Carlton, Jumat
17 juli 2009, yang menewaskan 9 orang dan mencenderai puluhan lainnya, itu
menegaskan betapa teror tidak pernah berhenti mengancam. Sedikit saja lalai atau
lengah dalam mengantisipasi, terorisme akan datang membawa bencana dan
kerugian masif (Syafii, 2017)

Universitas Budi Luhur


4

Menurut Weber, diskriminasi dan ketidakadilan yang mereka rasakan ini


dipandang tidak dapat diperjuangkan melalui tata cara demokrasi yang sedang
berjalan. Kelompok ini kemudian menjadi kelompok militan yang melandaskan
perjuangannya berdasarkan rational value, yaitu keyakinan akan adanya nilai-nilai
utama yang diperjuangkan sebagai kebenaran, kehormatan dan kewajiban untuk
melaksanakannya. Tidak mengherankan bila tindakan yang dilandasi oleh nilai
yang, konon, rasional ini mampu menggerakkan pelaku untuk mengorbankan
jiwanya (Mustofa,2002).

Kita ketahui, dalam kejahatan terorisme, pelaku lebih banyak


mengorganisir diri membentuk organized crime (kejahatan terorganisir). Secara
umum, kejahatan terorganisir lebih sulit ditanggulangi daripada kejahatan yang
dilakukan secara individual dan tak terkoordinir (Nitibaskara, 2004). Terorisme
merupakan suatu bentuk kejahatan transnasional yang sangat mengancam target
utamanya. Tujuannya adalah untuk memberikan rasa takut dan terancam bagi
orang-orang yang menjadi sasaran dilakukannya tindak kejahatan ini. Seringkali
yang menjadi korban dari aksi para teroris ini adalah masyarakat sipil yang tidak
bersalah, termasuk anak-anak dan lansia. Aksi ini dipengaruhi oleh ajaran dan
ideologi yang menyimpang dan terkesan fanatis (Simanjuntak, 2017).

Salah satu motif dari terorisme pelaku terorisme sama sekali tidak
mengganggap tindakannya sebagai teror. Dalam keyakinan mereka, manusia
hidup senantiasa dalam keadaan terpenjara dan sengsara; karena itu diperlukan
adanya suatu kematian yang cepat untuk penyelamatan. Pelaksanaan terorisme
bertujuan untuk penyelamatan nyawa orang lain sebagai tindakan mulia; jauh dari
maksud menakut-nakuti, apalagi menebar rage of terror (Nitibaskara, 2004).
Dalam (Sherlock, 2002) sasaran dari Jemaah Islamiyah adalah untuk menyerang
kepentingan kepentingan Barat yang ada di Asia Tenggara, dalam kasus ini adalah
di Indonesia. Rencana dari aksi berskala besar ini yaitu untuk menandakan
peringatan satu tahun Serangan 9/11 (Simanjuntak, 2017).

Dalam teori jaringan sosial dikemukakan oleh Granavotter yang


didasarkan atas dua ikatan yaitu ikatan yang kuat mempunyai nilai dan motivasi
yang besar untuk saling membantu. Konsep pada jaringan antar Jamaah Islamiyah

Universitas Budi Luhur


5

dan Alqaeda yang ada dalam penelitian ini menunjukkan tentang masing-masing
bagian memainkan peran mereka, hingga menunjukan pada satu kesatuan
pencapaian keinginan bersama dalam memberantas kepentingan-kepentingan
barat dan juga memperjuangkan ideologi mereka.

1.2 Permasalahan

Terorisme adalah suatu kejahatan yang tidak dapat digolongkan sebagai


kejahatan biasa, secara akademis terorisme dikategorikan sebagai ”kejahatan luar
biasa” atau ”Extra Ordinary Crime” dan dikategorikan pula sebagai kejahatan
terhadap kemanusiaan atau ”crime against humanity” (Syafii, 2017). Dalam
fenomena terorisme “Bom Bali” yang lahir berdasarkan suatu kepentingan yang
dimiliki oleh sebuah organisasi atau gerakan separatis yang dalam jaringan sosial
memiliki ikatan yang kuat yakni Al Qaeda dengan Jemmah Islamiyah. Fenomena
terorisme ini termasuk dalam golongan kejahatan terorganisasi karena cikal
bakalnya berasalah dari sebuah kelompok dan juga termasuk dalam kejahatan
transnasional karena kerjasama para Jammah Islamiyah yang berasal dari
Indonesia dan jaringan Al-Qaeda yang berasal dari Iraq. Sehingga Fenomena
Terorisme Bom Bali di kategorikan sebagai Transnational Organized Crime.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun manfaat penulisan makalah ini yang diharapkan adalah sebagai


berikut:

1.3.1 Secara Akademis

Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai


transnational organized crime serta memahami kelompok terorisme “Bom Bali”
berdasarkan Teori Jaringan Sosial.

1.3.2 Secara Praktis

Penulisan makalah ini diharapkan dapat menjelaskan bagaimana


Fenomena Bom Bali sebagai Transnational Organized Crime dan juga Jaringan
Sosial dari Kelompok Terorisme “Bom Bali.

Universitas Budi Luhur


6

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Review Jurnal

Terorisme merupakan isu kejahatan transnasional yang hangat dibicarakan


sejak beberapa tahun yang lalu hingga saat ini. Isu ini memang bukan merupakan
fenomena baru di kalangan dunia internasional, karena telah memiliki sejarah dan
cerita yang cukup panjang (Simanjuntak, 2017). Pelaku dalam kejahatan ini dapat
dibedakan antara individu dan organisasi. Secara kualitatif, rage of terror (rasa
takut yang mendalam akibat teror) yang disebarkan oleh pelaku individu tak kalah
menggentarkan dibanding pelaku-pelaku lain yang terdiri dari kelompok
terorganisir (Nitibaskara, 2002).

Sejalan dengan penelitian berikutnya, Terorisme merupakan suatu bentuk


kejahatan transnasional yang sangat mengancam target utamanya. Tujuannya
adalah untuk memberikan rasa takut dan terancam bagi orang-orang yang menjadi
sasaran dilakukannya tindak kejahatan ini. Seringkali yang menjadi korban dari
aksi para teroris ini adalah masyarakat sipil yang tidak bersalah, termasuk anak-
anak dan lansia. Aksi ini dipengaruhi oleh ajaran dan ideologi yang menyimpang
dan terkesan fanatis (Simanjuntak, 2017). Tindakan terorisme tersebut dilakukan
dalam rangka memaksakan kehendak kepada pihak yang dianggap lawan oleh
kelompok teroris, agar kepentingan-kepentingan mereka diakui dan dihargai
( Mustofa, 2002)

Gerakan terorisme di dunia masih menjadi ancaman serius dalam upaya


menciptakan keamanan dan perdamaian dunia. Hingga hari ini dan beberapa tahun
ke depan, tidak ada satu negara di dunia yang bisa memberikan jaminan terbebas
dari serangan kelompok ekstrimis yang tergabung dalam jaringan teroris
internasional. Peledakan gedung WTC di New York pada tanggal 11 September
2001 adalah sejarah titik balik gerakan terorisme di dunia, untuk Indonesia adalah
peristiwa Bom Bali I tanggal 12 Oktober 2002. Sejak peristiwa bom WTC dan
bom Bali, gerakan terorisme menjadi fenomena radikalisme yang terkait dengan
keagamaan (Ashgar, 2016). Dalam melakukan serangan bom tersebut, JI

Universitas Budi Luhur


7

merangkai suatu struktur yang terorganisasi dan terencana. Struktur organisasi


aksi terorisme serangan Bom Bali I terdiri dari dua ketua, dua koordinator, lima
perakit bom, tiga logistik, dua orang sebagai “supporter” yang menyokong aksi
serangan, dua pelaku bom bunuh diri, empat orang yang melakukan aksi
pencurian untuk mendanai serangan (Simanjuntak, 2017).

Mengutip Damsar dalam teori jaringan sosial dikemukakan oleh


Granavotter yang didasarkan atas dua ikatan yaitu ikatan yang kuat mempunyai
nilai dan motivasi yang besar untuk saling membantu (Oktaviari, dkk, 2017).
Konsep pada jaringan antar Jamaah Islamiyah dan Alqaeda yang ada dalam
penelitian ini menunjukkan tentang masing-masing bagian memainkan peran
mereka, hingga menunjukan pada satu kesatuan pencapaian keinginan bersama
dalam memberantas kepentingan-kepentingan barat dan juga memperjuangkan
ideologi mereka.

2.2 Definisi Konsep

2.2.1 Kejahatan Terorganisasi

Kriminolog, Frank Hagan mencoba mendata beberapa elemen umum dari


beragam deskripsi tentang kejahatan terorganisasi. Setelah menemukan bahwa
banyak buku gagal memberikan definisi eksplisit akan kriminalitas terorganisasi.
Kejahatan Terorganisasi memiliki keanggotaan ekslusif, mempunyai ideologis
atau politik di balik semua aktivitas tertentu, ataupun beroprasi di bawah kode
rahasia. Sehingga berdasarkan konsesnus dari beragam penulis dalam kurun
waktu 50 tahun silam, dapat disimpukan bahwa definisi kejahatan terorganisir
adalah sebagai berikut (Jay, 2016) :

“Kejahatan Terorganisasi adalah sebuah upaya yang terus ada dan


beroprasi secara rasional untuk mengeruk keuntungan dan aktivitas ilegal
yang sering kali sangat dibutukan masyarakat. Eksistensinya terus dijaga
dengan menggunakan kekerasan, ancaman, kontrol monopoli, atau
menyuap para penjabat pemerintah.”
2.2.2 Terorisme dan Kejahatan Terorganisasi

Dalam Mustofa (2002) menjelaskan pengertian terorisme yaitu:

Universitas Budi Luhur


8

"...pengertian terorisme adalah tindakan kekerasan yang


mempunyai akibat kerusakan, kematian, ketakutan, ketidakpastian dan
keputusasaan massal; sasaran tindakan adalah sasaran acak yang tidak
ada hubungan langsung dengan pelaku; terakhir, didorong oleh motivasi
kepentingan pelaku yang tidak dapat dikhususkan hanya pada motivasi
politik saja mengingat (dalam banyak hal) kepentingan non politik seperti
keyakinan juga merupakan latar belakangnya."
Teroris melibatkan kejahatan dengan tujuan mengintimidasi atau memaksa
warga sipil ataupun pemerintahan demi mencapai tujuan politik atau sosial. dalam
setiap kasus, tindak terorisme selalu mempunyai tujuan politis, berbeda dengan
motif keuntungan yang mendasari kejahatan terorganisasi. Kejahatan
terorganisasi bisa saja meibatkan kekerasan, pemaksaan, warga sipi dan
pemerintah, tetapi. Tujuan dari kejahatan terorganisasi adalah murni keuntungan
atau korupsi. Kejahatan terorganisasi dan terorisme saling bersinggungan ketika
kelompok teroris menggunakan tindak kejahatan terorganisasi untuk membiayai
tujuan politik mereka. Misalnya dalam satu kasus penggerebekan 18 rumah dan
tempat usaha di Charlitte, North Carolina, setelah ada dakwaan terhadap 22 orang
yang melakukan pelanggaran imigrasi, pelanggaran senjata, pencucian uang, dan
peradangan rokok ilegal (melanggar hukum perpajakan). Beberapa tersangka
memiliki keterkaitan dengan Hizbulah, organisasi teroris, Timur Tengah. Hal ini
menggambarkan bagaimana tindak kejahatan terorganisasi bisa dilakukan oleh
kelompok teroris demi mendukung target politik utama mereka (Jay, 2016):.

2.2.3 Kejahatan Transnasional

Dalam (Oktaviari, 2017) Transnational crime merupakan kejahatan yang


melibatkan organisasi kejahatan Internasional dimana akibat yang ditimbulkan
sangat merusak dan luas dan permasalahan ini tidak hanya dihadapi oleh negara
Indonesia namun juga oleh seluruh bangsa di dunia ini. Kepolisian Negara
Republik Indonesia (Polri) memprediksi empat jenis kejahatan transnasional atau
tindak pidana yang melintasi batas negara masih akan terjadi di Indonesia pada
2013. Empat kejahatan tersebut yaitu terorisme, peredaran gelap narkoba,
perdagangan manusia, imigran gelap, serta penyelundupan senjata api. Kapolri
menjelaskan kejahatan tanpa batas dan wilayah bahkan antar lintas negara
diperkirakan akan semakin marak dan meningkat. Hal tersebut seiring dengan

Universitas Budi Luhur


9

meningkatnya mobilitas warga antar negara yang akan berdampak pada


meningkatnya mobilitas maupun modus kejahatan lintas negara.

2.2.4 Transnational Organized Crime

Transnational organized crime atau kejahatan transnasional yang


terorganisir diatur dalam Convention of Transnational Organized Crime 2000,
konvensi ini juga sering disebut dengan Konvensi Palermo 2000. Indonesia telah
mengesahkan konvensi tersebut dan tercantum pada Undang-Undang nomor 5
tahun 2009. Pada penjelasan umum pengesahan konvensi tersebut, dikatakan
bahwa tindak pidana transnasional yang terorganisasi merupakan salah satu
bentuk kejahatan yang mengancam kehidupan sosial, ekonomi, politik, keamanan,
dan perdamaian dunia. Pada pasal ke-2 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
mengenai Penentangan Tindak Pidana Transnasional Terorganisasi dijelaskan
bahwa (Simanjuntak, 2016) :

“Kelompok pelaku tindak pidana terorganisasi” berarti suatu kelompok


terstruktur yang terdiri dari tiga orang atau lebih, terbentuk dalam satu
periode waktu dan bertindak secara terpadu dengan tujuan untuk
melakukan satu atau lebih tindak pidana serius atau pelanggaran yang
ditetapkan menurut Konvensi ini, untuk mendapatkan, secara langsung
atau tidak langsung, keuntungan finansial atau materi lainnya.”

2.2.5 Teori Jaringan Sosial

Secara definisi teori ini menjelaskan tentang adanya hubungan yang


terbentuk diantara kumpulan individu atau suatu kelompok tertentu. Hubungan
tersebut dibentuk baik bersifat formal maupun informal. Kerjasama atau
koordinasi akan muncul dalam hubungan yang sudah terjalin tersebut.
Terbentuknya sifat seperti itu tanpa disadari karena adanya ikatan yang
bersifataktif dan resiprokal (R.M.Z Lawang, 2010: 60).

Menurut Mitchell jaringan sosial merupakan seperangkat hubungan


khusus yang terbentuk diantara sekelompok orang. Hubungan tersebut digunakan
untuk menafsirkan motif-motif perilaku sosial dari orang-orang di dalamnya.

Universitas Budi Luhur


10

Jaringan sosial sebenarnya suatu strategi untuk berkehidupan sosial di


masyarakat ,lembaga, dan kelompok sosial (R.M.Z Lawang, 2010: 62)

Jika dilihat dari perspektif Barnes (Ruddy Agusyanto, 2007:34-37) bila


ditinjau dari hubungan sosial yang membentuk jaringan jaringan sosial yang ada
dalam masyarakat dapat dibedakan tiga jenis jaringan sosial yaitu:

1. Jaringan interest (jaringan kepentingan) yang dimana hubungan-hubungan


sosial yang membentuknya adalah hubungan hubungan sosial yang bermuatan
kepentingan. Jaringan kepentingan terbentuk atas dasar hubungan sosial yang
bermakna pada tujuan tertentu atau khusus yang ingin dicapai oleh para pelaku.

2. Jaringan sentiment (jaringan emosi) yang terbentuk atas dasar hubungan sosial
yang bermuatan emosi yang dimana hubungan sosial itu sendiri menjadi tujuan
tindakan sosial misalnya dalam pertemanan, percintaan atau hubungan kerabat,
dan sejenisnya.

3. Jaringan power yang dimana hubungan sosial yang membentuknya adalah


hubungan-hubungan sosial yang bermuatan power. Tipe jaringan sosial ini
muncul apabila pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditargetkan membutuhkan
tindakan kolektif, dan konfigurasi saling keterhubungan antar pelaku biasanya
dibuat permanen.

Analisis lain dalam teori jaringan sosial dikemukakan oleh Granavotter


yang didasarkan atas dua ikatan yaitu ikatan yang kuat mempunyai nilai dan
motivasi yang besar untuk saling membantu, sedangkan ikatan yang lemah terjadi
hubungan yang lemah pula ikatannya dan individu akan merasa terisolasi dan
kurang memperoleh informasi tentang apa yang terjadi dalam kelompok (Damsar,
2009:162).

Wellman menjelaskan prinsip-prinsip yang terkandung dalam jaringan


sosial, meliputi :

a. Adanya ikatan antar aktor yang bersifat simetris dalam intensitasnya. Aktor
saling memasok dengan intensitas yang sangat besar sehingga memunculkan rasa
kedekatan.

Universitas Budi Luhur


11

b. Ikatan antar individu sangatlah luas yang dapat dianalisis. Bersamaan dengan
kuatnya ikatan sosial yang terbangun bersifat terstruktur dan kuat.

c. Terbentuknya kelompok jaringan yang bersifat menyilang baik antar kelompok


maupun individu.

d. Ikatan asimetris yang terdapat pada jaringan sosial sebagai akibat sumberdaya
terbatas akan tersebar secara tidak merata.

e. Adanya sumber daya yang terbatas akan memunculkan suatu pemikiran,yakni


kerjasama atau kompetisi. Beberapa kelompok dapat bergabunguntuk berkerja
sama dalam rangka mendapatkan sumber daya tersebutnamun bisa juga bersaing
dengan kelompok lainnya (R.M.Z Lawang, 2010: 65).

2.2.6 Peristiwa Bom Bali ( Hubungan antara Jemaah Islamiyah dengan Al-
Qaeda)

Suryani menjelaskan terorisme di Indonesia dilakukan oleh group teror


Jemaah Islamiyah yang berhubungan langsung dengan al-Qaeda. Jemaah
Islamiyah menganut faham salafy jihadi, ini menjadi dasar gerakannya dalam
rentang waktu antara tahun 2000 hingga tahun 2005 (Syafii, 2017)

Bom Bali adalah aksi serangan teroris dengan skala paling besar sekaligus
dengan kerusakan paling parah tidak hanya bagi Indonesia, namun juga bagi Asia
Tenggara. Serangan teror yang berjarak hanya setahun dari tragedi 9/11 di
Amerika ini sangat mengagetkan, sekaligus memaksa pemerintah Indonesia untuk
menelan pil pahit karena sebelumnya konsisten menyangkal keberadaan jaringan
teroris di Indonesia.

Dalam (Kurniati, 2012) Bom Bali 2002 adalah kejadian pertama di


Indonesia yang secara jelas mengindikasi bahwa ada hubungan kait mengait
antara jaringan teroris di Indonesia yang berkerjasama dengan Al-Qaeda untuk
melakukan berbagai serangan terhadap kepentingan-kepentingan barat, khususnya
Amerika dan sekutunya di Asia Tenggara. Terungkapnya hubungan antara
kelompok teror ini sebenarnya sudah dimulai dari ditangkapnya Umar Al-Faruq,
Petinggi Al-Qaeda oleh Intelijen Indonesia di Bogor. Bom Bali 12 Oktober 2002

Universitas Budi Luhur


12

menewaskan 202 orang serta melukai 209 orang lainnya. Dari 202 korban yang
tewas , 164 orang di antaranya warga asing dari 24 negara, 28 orang lainnya
warga Indonesia.

Anggota kelompok yang merencanakan serangan Bom Bali memiliki


kepangkatan atau Hirarki dalam kelompok tersebut adalah sebagai berikut: (1)
Hambali alias Riduan Isamudin sebagai koordinator keseluruhan serangan; (2)
Mukhlas sebagai orang yang bertanggung jawab pada keuangan dan keperluan
logistik; (3) Imam Samudra sebagai koordinator lapangan; (4) Dr. Azhari sebagai
penasihat Dulmatin, sang perancang bom; (5) Ali Imron, saudara Mukhlas yang
bertugaas sebagai perakit atau pembuat bom sekaligus yang mengaktivitasi bom
tersebut; (6) Amrozi yang bertugas membantu serta mengkoordinasi keperluan di
lapangan (Kurniati, 2012).

Sebelum serangan Bom Bali ini dilakukan, tentunya terdapat proses


pengumpulan dana untuk membiayai tiap-tiap persiapan dan perencanaan
penyerangan. Pendanaan untuk serangan ini pun didasari oleh tindak kriminal
lainnya. Pengeboman di Bali baik pada tahun 2002 maupun selanjutnya di tahun
2005, didanai dari hasil perampokan bank dan toko perhiasan serta penipuan kartu
kredit (Kaplan, 2005).

Gambar 1.1 Keterlibatan Al-Qaeda Dalam Kasus Bom Bali

Universitas Budi Luhur


13

Sumber: BNPT

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penulis dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dan juga


metode Analisis Data Sekunder. Karena berhubungan dengan manusia yang
secara fundamental bergantung pada pengamatan. Menurut Moleong (2011:6)
bahwa:

“Peneltian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami


fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya
perilaku, persepso, motivasi, tindakan danlain-lain secara holistik dan
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kta dan bahsa, pada suatu
konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah.”

Sedangkan definisi pendekatan kualitatif menurut Sugiyono (2011: 9)


bahwa:

“Metode penelitian kualitatif adalah metode yang berdasarkan pada


filsafat postpositivsme, sedangkan untuk meneliti objek alamiah, dimana
penelit adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data
dilakukan dengan cara triangulasi (gabungan). Analisis data bersifat
induktif atau kualitatif , dan hasil penelitian lebih menekankan makna
daripada generalisasi.”

Berdasarkan dua pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan


kualitatif adalah pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang dilakukan secara
utuh kepada subjek penelitian dimana terdapat sebuah persitiwa dimana peneliti
menjadi instrumen kunci dalam penelitian, kemudian hasil pendekatan tersebut
diuraikan dalam bentuk kata-kata yang tertulis data empiris yang telah diperoleh
dan dalam pendekatan ini pin lebih menekankan makna daripada generalisasi.

Universitas Budi Luhur


14

3.2 Teknik Pengumpulan Data

3.2.1 Studi Literatur

Dengan teknik pengumpulan data, metode yang digunakan meliputi


metodologi pada tahap pengumpulan data dan analisis menggunakan studi
literature yaitu merupakan kegiatan pengumpulan data sebanyak-banyaknya baik
dari buku-buku ilmiah, penelitian, artikel, maupun jurnal yang berkaitan dengan
materi bahasan dalam penulisan jurnal. Bahan-bahan tersebut kemudian dipilih
sesuai dengan judul penulisan jurnal.

Universitas Budi Luhur


15

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Analisis Jaringan Sosial Fenomena Terorisme Bom Bali.

Pelaku atau kelompok pelaku terorisme biasanya merupakan kelompok


minoritas atau kelompok yang terdiskriminasi dalam tatanan pergaulan yang
mapan. Pilihan tindakan terorisme bagi kelompok ini adalah suatu keniscayaan
karena cara-cara yang mapan tidak mampu melayani aspirasi mereka. Kelompok
semacam ini sekarang diberi label sebagai teroris yang dimusuhi di seluruh dunia,
khususnya perspektif yang didominasi oleh kepentingan Amerika dan sekutunya
(Mustofa, 2002)

Sebaliknya, pelaku terorisme dapat juga merupakan kelompok yang


dominan dalam tata pergaulan mapan. Negara, sebagai contoh, dapat
dikategorikan sebagai teroris apabila dalam melaksanakan kebijakan negara
melakukan tindakan-tindakan dis-kriminasi dan represif terhadap kelompok
minoritas atau kelompok pinggiran (marginal) yang oposan terhadap negara.
Penindasan terhadap pejuang kemerdekaan dan warga Palestina oleh penguasa
Israel dan di bawah restu dan dukungan Amerika Serikat, juga merupakan bentuk
tindakan terorisme (Mustofa, 2002).

Seperti yang dikemukakan Mitchell jaringan sosial merupakan


seperangkat hubungan khusus yang terbentuk diantara sekelompok orang.
Hubungan tersebut digunakan untuk menafsirkan motif-motif perilaku sosial dari
orang-orang di dalamnya. Jaringan sosial sebenarnya suatu strategi untuk
berkehidupan sosial di masyarakat ,lembaga, dan kelompok sosial (R.M.Z
Lawang, 2010: 62). Begitu pula pengakuan para tersangka bom Bali tersebut yang
mengakui bahwa tindakan melakukan pengeboman tersebut dilatarbelakangi oleh
agama. Dalam pengakuannya dengan stasiun berita luar negeri dalam program
Inside the Mind of a Terrorist! Bali Bombers 2002, baik Ali Ghufron, Amrozi,
dan Imam Samudra mengakui bahwa tindakan mereka didorong oleh motivasi
agama. Sebagai bentuk qisas atau pembalasan terhadap Amerika Serikat dan
sekutunya, seperti Inggris dan Australia yang dianggap telah melakukan

Universitas Budi Luhur


16

pembantaian terhadap saudara sesama Muslim di Afghanistan, Palestina, Moro


(Filipina) dan Bosnia (Subhan, dkk, 2016).

Jaringan power yang dimana hubungan sosial yang membentuknya adalah


hubungan-hubungan sosial yang bermuatan power. Tipe jaringan sosial ini
muncul apabila pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditargetkan membutuhkan
tindakan kolektif, dan konfigurasi saling keterhubungan antar pelaku biasanya
dibuat permanen. Hal ini menjelaskan menjelaskan terorisme di Indonesia
dilakukan oleh group teror Jemaah Islamiyah yang berhubungan langsung dengan
al-Qaeda yang dimana kiblat para perlaku pengeboman di Bali berpusat langsung
dengan jaringan kelompok radikal Al-Qaeda begitu pula Al-Qaeda turut serta
dalam memberikan bantuan dana untuk para pelaku pengebman dalam
menjalankan aksi ini dan juga kepentingan-kepentingan yang sama dalam motif
aksi ini sehingga hubungan sosial yang terbentuk ialah yang bermuatan
kepentingan.

4.2 Fenomena Bom Bali Sebagai Wujud Transnational and Organized


Crime.

Jemaah Islamiyah (JI) didirikan di Malaysia pada tanggal 1 Januari 1993


oleh ulama Islam Indonesia Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba'asyir, JI adalah
kelompok jihad yang terinspirasi oleh ideologi yang sama dengan al-Qaeda
(Australian National Security, nationalsecurity.gov.au). JI bertanggung jawab atas
serangkaian pengeboman yang menargetkan kepentingan-kepentingan Barat di
Indonesia dan Filipina dari tahun 2000-2005 (US National Counterterrorism
Center).

Orientasi dari organisasi JI ini adalah anti-Barat, dan serangan anti-Barat


JI yang pertama kali sukses dilakukan adalah Bom Bali pada Oktober 2002 yang
menewaskan 202 orang (Australian National Security, nationalsecurity.gov.au).
Dua lokasi kejadian, Sari Club dan Paddy’s Pub di Bali dijadikan sebagai target
karena dianggap sebagai tempat yang tidak mencerminkan nilai Islam (Acharya,
n.d.) Dalam melakukan serangan bom tersebut, JI merangkai suatu struktur yang
terorganisasi dan terencana. Struktur organisasi aksi terorisme serangan Bom Bali

Universitas Budi Luhur


17

I terdiri dari dua ketua, dua koordinator, lima perakit bom, tiga logistik, dua orang
sebagai “supporter” yang menyokong aksi serangan, dua pelaku bom bunuh diri,
empat orang yang melakukan aksi pencurian untuk mendanai serangan. Berikut
ini adalah keterangan tentang para pelaku Bom Bali I (The Sydney Morning
Herald, n.d.).

Ketua dari kelompok ini adalah Abu Bakar Ba’asyir dan Riduan
Isammudin atau Hambali. Abu Bakar Ba’asyir berperan sebagai pemimpin
spiritual anggota kelompok teroris. Ba’asyir adalah imam yang mengajarkan
doktrin jihad yang menyebabkan banyak pembom Bali masuk kedalam kehidupan
radikalisme. Kemudian, Hambali sebagai orang yang memersatukan tim dan
mengkoordinasi pendanaan. Kemudian, koordinator serangan Bom Bali I adalah
Mukhlas atau Ali Ghufron dan Imam Samudra. Mukhlas mengaku menjadi kepala
operasi JI, tetapi hanya sebagai pemandu spiritual para pelaku bom. Koordinator
kedua adalah Imam Samudra, sebagai ahli komputer dalam aksi serangan Bom
Bali. Ia memilih target dalam Bom Bali dan memimpin rapat perencanaan. Perakit
bom dalam serangan ini terdiri dari lima orang yaitu Dr. Azahari bin Husin,
Dulmatin, Umar Patek, Sarjiyo atau Sawad dan Abdul Ghoni. Kemudian di bagian
logistik terdiri dari Idris, Amrozi bin Nurhasyim, dan Ali Imron. Setelah
penyerangan direncanakan, kemudian pelaku bom bunuh diri yang telah dipilih
segera mengeksekusi rencana tersebut. Pelaku tersebut antara lain Iqbal dan Jimi.
Iqbal adalah pelaku yang mengenakan bom rompi buatan ke dalam Paddy’s Pub,
ia menarik tali pemicu dan meledakkan bom pertama. Sedangkan Jimi adalah
pelaku yang mengendarai mobil van ke Sari Club dan meledakkan bom di mobil
tersebut.

Universitas Budi Luhur


18

Gambar 1.1 Keterlibatan Al-Qaeda Dalam Kasus Bom Bali


Sumber: BNPT

Berdasarkan keterangan diatas dalam keterangan langsung Dr. Didik Novi


Rahmanto selaku Satgas Penindakan BNPT ia menjelaskan jika adanya
keterlibatan Jaringan Al-Qaeda dalam Kasus Bom Bali, sehingga ini termasuk
dalam sebuah kejahatan transnasional. Ia mengatakan bahwa (Rahmanto, 2020) :

"Adanya keterlibatan Al-Qaeda dalam kasus Bom Bali yaitu mengiriman


bantuan dana dan senjata"

Dalam Hoffman, (2006:274) Satu tahun pasca serangan 11 September,


serangan teror mematikan juga terjadi di Indonesia. Pada malam hari tanggal 12
Oktober 2002, terjadi peristiwa pengeboman oleh teroris di Bali, tepatnya di Sari
Club dan Paddy’s Cafe di Jalan Legian, Kuta, Bali yang mengakibatkan 202 orang
tewas, 164 orang warga asing dari 24 negara, dan 38 orang lainnya warga
Indonesia, serta 209 orang mengalami luka-luka. Bom berjenis TNT seberat 1 kg
dan bom RDX berbobot antara 50-150 kg tersebut dilakukan oleh Ali Ghufron
alias Mukhlas, Amrozi, Ali Imron, Imam Samudra dan kawan-kawan
(liputan6.com/2014). Dari penangkapan-penangkapan yang dilakukan terhadap
para pelaku, kemudian memunculkan organisasi Jamaah Islamiyah (JI) yang
disebut sebagai dalang dibalik bom Bali tersebut. JI diduga berafiliasi dengan

Universitas Budi Luhur


19

organisasi teroris paling diburu di dunia, yaitu Al Qaeda, dengan munculnya


keterlibatan Hambali, Komandan Operasi Militer JI, dengan Khalid Sheikh
Mohammed, anggota Al Qaeda dan juga otak pelaku bom 11 September (Subhan,
dkk, 2016).

Al Qaeda adalah kelompok separatis islam yang berasal dari Iraq yang
memberikan bantuan dana kepada kelompok Jemaah Islamiyah dalam aksi teror
Bom Bali sehingga fenomena bom bali termasuk dalam kategori kejahatan
terorganisasi dan transnasional.

Universitas Budi Luhur


20

BAB 5

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Gerakan radikal yang melakukan aksi teror di Indonesia yakni Bom Bali
yang termasuk dalam kajian kejahatan terorganisasi dan transnasional. Al Qaeda
dan Jemaah Islamiyah memiliki tujuan atau ideologi yang sama dalam memerangi
kepentingan barat dan jihad sehingga jaringan yang terbentuk antara keduanya
memiliki ikatan yang kuat dan juga berdasarkan sebuah kepentingan. Dalam
menjalankan aksinya Jemaah Islamiyah memiliki struktur khusus yakni Ketua dari
kelompok ini adalah Abu Bakar Ba’asyir dan Riduan Isammudin atau Hambali.
Abu Bakar Ba’asyir berperan sebagai pemimpin spiritual anggota kelompok
teroris. Ba’asyir adalah imam yang mengajarkan doktrin jihad yang menyebabkan
banyak pembom Bali masuk kedalam kehidupan radikalisme. Kemudian, Hambali
sebagai orang yang memersatukan tim dan mengkoordinasi pendanaan.
Kemudian, koordinator serangan Bom Bali I adalah Mukhlas atau Ali Ghufron
dan Imam Samudra. Mukhlas mengaku menjadi kepala operasi JI, tetapi hanya
sebagai pemandu spiritual para pelaku bom. Koordinator kedua adalah Imam
Samudra, sebagai ahli komputer dalam aksi serangan Bom Bali. Ia memilih target
dalam Bom Bali dan memimpin rapat perencanaan. Perakit bom dalam serangan
ini terdiri dari lima orang yaitu Dr. Azahari bin Husin, Dulmatin, Umar Patek,
Sarjiyo atau Sawad dan Abdul Ghoni. Kemudian di bagian logistik terdiri dari
Idris, Amrozi bin Nurhasyim, dan Ali Imron.

Universitas Budi Luhur


21

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Budi Winarno, Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: CAPS, 2011, h.172

Jay S. 2016. Kejahatan Terorganisasi (Organized Crime) Akar dan


Perkembangannya, Edisi Keenam, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta.

Jurnal

Syafii, A. (2017). Upaya Pencegahan Dan Penanggulangan Tindak Pidana


Terorisme Di Indonesia. Maleo Law Journal, 1(2), 168-186.

Asghar, A. (2016). Gerakan Terorisme Tahun 2015: Pola Serangan, Jumlah


Korban dan Wajah Baru Global Jihad. Jurnal Keamanan Nasional, 2(1), 1-
18.

Simanjuntak, S. Y., & Utomo, T. C. (2016). 13. Analisis Kerja Sama Bilateral
Indonesia Dengan Australia Dalam Penanggulangan Terorisme Sebagai
Kejahatan Transnasional Terorganisir (2002-2015). Journal of
International Relations, 2(3), 117-127.

Jainah, Z. O. (2013). Kejahatan Narkoba Sebagai Fenomena Dari Transnational


Organized Crime. Pranata Hukum, 8(2).

Mustofa, M. (2002). MEMAHAMI TERORISME: SUATU PERSPEKTIF


KRIMINOLOGI. Jurnal Kriminologi Indonesia.

Nitibaskara, T. R. R. (2002). Terorisme Sebagai Kejahatan Penuh Wajah: Suatu


Tinjauan Kriminologis dan Hukum Pidana. Indonesian Journal of
Criminology, 4222.

Mustofa, M. (2002). Memahami Terorisme: Suatu Perspektif Kriminologi. Jurnal


Kriminologi Indonesia.

Kurniawati, D. E. W. I. (2012). Peran Strategis Kerjasama Intelijen ASEAN


Dalam Upaya Pencegahan Serangan Teroris di Indonesia Studi Kasus

Universitas Budi Luhur


22

Kegagalan Intelijen Pada Bom Bali Pertama 12 Oktober 2002. Universitas


Indonesia.

Subhan, M., Susiatiningsih, H., & Wahyudi, F. E. (2016). 7. Pergeseran Orientasi


Gerakan Terorisme Islam Di Indonesia (Studi Terorisme Tahun 2000-
2015). Journal of International Relations, 2(4), 59-67.

Kuliah Online

Rahmanto, D. N. 2020. Repartiasi Foreign Terorist Fighter. Presentasi disajikan


dalam Kuliah Online Teror dan Terorisme Prodi Kriminiologi, Universitas
Budi Luhur, Jakarta, 15 April.

Website

“Jemaah Islamiyah (JI)”. Australian National Security.


http://nationalsecurity.gov.au

Pazos, Rodolfo, Michael Bachelard dan Andrew Forbes. “The first Bali bombing:
ten years on”. The Sydney Morning Herald. http://smh.com.au Diakses 20
Mei 2020

Gunawan, Rizki. (12 Oktober 2014). “12-10-2002: Bom Bali I Renggut 202
Nyawa”. Liputan6. HYPERLINK "http://news.liputan6.com"
http://news.liputan6.com Diakses 20 Mei 2020

Universitas Budi Luhur

Anda mungkin juga menyukai